Studi Kandungan Mikrob Fungsional Sludge Bubur Kayu

(1)

STUDI KANDUNGAN MIKROB FUNGSIONAL

SLUDGE BUBUR KAYU

MELITA KUSFIYANTI

A24101060

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

2 RINGKASAN

MELITA KUSFIYANTI. Studi Kandungan Mikrob Fungsional Sludge Bubur Kayu (Dibimbing oleh Rahayu Widyastuti, Enny Widyati, dan Dwi Andreas Santosa).

Peningkatan produksi industri bubur kayu dan kertas berdampak pada meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan. Ketersediaan sludge yang melimpah serta pemanfaatan sludge yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya menjadi acuan perlu dilakukannya analisis mengenai mikrob apa saja yang terdapat di dalam sludge. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat mikrob fungsional (mikrob selulolitik, bakteri pendegradasi xylan, dan bakteri pereduksi sulfat), data total mikrob dan populasi mikrob fungsional dalam sludge bubur kayu, serta data pH dan sulfat (SO42-) pada tanah bekas tambang batubara

yang diberi perlakuan sludge dan diperkaya menggunakan media Postgate B. Media yang digunakan dalam isolasi terdiri dari Nutrient Agar (NA) untuk total mikrob, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) untuk mikrob selulolitik, metode Nakamura (1993) untuk bakteri pendegradasi xylan, dan Postgate B yang ditambah dengan agar untuk bakteri pereduksi sulfat. Isolasi mikrob dilakukan menggunakan metode cawan tuang, kemudian biakan diinkubasi pada suhu ruang sampai 1 minggu. Variabel yang diamati adalah jumlah populasi mikrob menggunakan metode cawan hitung (count plate). Dalam kajian peningkatan pH dan penurunan sulfat pada sludge bubur kayu, tanah bekas tambang batu bara yang sudah steril dicampur dengan sludge bubur kayu (3:1 b/b), selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung ulir sebanyak ¾ tabung dan digenangi dengan medium Postgate B, kemudian diinkubasi selama 20 hari. Analisis pH dan sulfat dilakukan setiap 5 hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikrob selulolitik, bakteri pendegradasi xylan, dan bakteri pereduksi sulfat terdapat di dalam sludge bubur kayu. Jumlah populasi terbanyak dalam mengkoloni sludge bubur kayu adalah mikrob selulolitik (2.50x105

SPK/g sludge bubur kayu), sedangkan bakteri pereduksi sulfat merupakan mikrob fungsional dengan jumlah terendah dalam mengkoloni sludge bubur kayu (1.49x103 SPK/g sludge bubur kayu). Nilai pH pada campuran tanah bekas tambang batubara dan sludge bubur kayu meningkat dan konsentrasi sulfat menurun secara drastis pada hari ke-20 inkubasi. Dari hasil penelitian ini disarankan, perlu dilakukan uji lanjut untuk mengidentifikasi spesies mikrob fungsional yang terdapat dalam sludge bubur kayu.


(3)

3 ABSTRACT

MELITA KUSFIYANTI. The Study of Functional Microbes of Pulping Sludge (Supervised by Rahayu Widyastuti, Enny Widyati, and Dwi Andreas Santosa).

The sludge of pulping process in the paper production has great potential to be used as source of soil organic matter, due to the use of wood as their raw material. Therefore, some microbes are suspected to be able to colonize this substrate. This research aimed to collect the isolates of functional microbes such as cellullolytic microbes (CM), xylan degrading microbes (XDM) and sulphate reducing bacteria (SRB), total microbes and their population. The alteration of pH and sulphate concentration in the mixture of sludge and sterilized ex-coal mining soil saturated with Postgate broth medium were measured every 5 days for 20 days. The microbes were isolated from pulping sludge using the CMC, Nakamura and Modified Phostgate medium, respectively. The total microbes were assessed by plate count method using nutrient agar medium incubated in the room temperature for 7 days. The results showed that the cellullolytic microbes dominated the sludge (2.5 x 105 cfu/g). Mean while SRB, on the other hand, showed the lowest population (1.49 x 103 cfu/g). The soil pH increased at the first day and remain steady during the process, mean while the SO4 concentration was

depleted at the 20th day.


(4)

4 I. PENDAHULUAN

I. 1. Latar belakang

Industri bubur kayu dan kertas telah menjadi bagian besar dalam perekonomian dunia. Kurang lebih 155 juta ton bubur kayu telah diproduksi di seluruh dunia dan sekitar 260 juta ton diperkirakan akan tercapai pada tahun 2010 (Bajpai et al., 1999). Di Indonesia, sektor industri bubur kayu dan kertas juga mengalami perkembangan pesat. Departemen Kehutanan mengindikasikan bahwa produksi kayu domestik legal pada tahun 2000 sekitar 17 juta m3 (FWI/GFW, 2001). Sejalan dengan peningkatan produksi industri bubur kayu dan kertas, tentunya akan diikuti dengan meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan, baik padat maupun cair. Persentase limbah padat dari produksi bubur kayu cukup besar, yaitu sekitar 117 kg per 1 ton produksi (Simarmata et al., 2004).

Sampai saat ini, sludge industri kertas belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga menumpuk dan menimbulkan masalah lingkungan karena bau yang ditimbulkan serta memerlukan lahan yang luas sebagai tempat penimbunan. Hal ini tentunya menarik para peneliti untuk dapat memanfaatkannya. Andhika (2003) memanfaatkan sludge yang dikomposkan dengan “metode cina” sebagai komponen media tanam kacang panjang. Sludge juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos sebagai media tanam padi (Halim, 2003). Widyati et al. (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sludge dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dan pH serta dapat menurunkan SO42- dan S total

pada lahan bekas tambang batubara. Maulana (2005) memanfaatkan sludge industri kertas untuk pembenah tanah bekas tambang batubara.


(5)

5 Sludge yang dihasilkan dari proses pembuatan bubur kayu dengan menggunakan bahan baku serat kayu dapat dijadikan sebagai alternatif sumber bahan organik. Bahan organik merupakan sumber energi, akseptor elektron, serta sumber karbon yang diperlukan bagi pertumbuhan mikrob (Alexander, 1977). Berbagai macam mikrob terlibat dalam proses pembuatan bubur kayu dan kertas, termasuk mikrob yang digunakan dalam perlakuan terhadap limbah (Bajpai et al., 1999). Sludge yang berasal dari proses dengan bahan baku kayu diduga masih mengandung selulosa dan xilan, sehingga dapat menjadi substrat bagi mikrob yang merombak bahan-bahan tersebut. Hasil penelitian Widyati et al. (2005) menduga bahwa sludge industri kertas dikoloni oleh mikrob yang mampu mereduksi sulfat yang terdapat pada tanah bekas tambang batubara sebagai sumber energi. Pada proses pembuatan bubur kayu, materi yang digunakan mengandung sulfat. Selain itu, sludge mempunyai struktur yang halus dan kadar air yang tinggi sehingga mendorong suasana anaerob. Oleh karena itu, terkait dengan potensi sludge bubur kayu yang telah dikaji pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mikrob fungsional apa saja yang terdapat di dalam sludge bubur kayu.

I. 2. Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk

1. Mendapatkan isolat mikrob fungsional yang terdiri dari mikrob selulolitik, bakteri pendegradasi xilan, dan bakteri pereduksi sulfat dari sludge bubur kayu.


(6)

6 2. Mendapatkan data total mikrob dan populasi mikrob fungsional dari

sludge bubur kayu.

3. Mengetahui perubahan nilai pH dan konsentrasi sulfat (SO42-) pada tanah

bekas tambang batubara yang diberi perlakuan sludge dan diperkaya menggunakan media Postgate B.


(7)

7 II. TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Proses Pembuatan Bubur Kayu

Pembuatan bubur kayu dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pelepasan kulit kayu, pemotongan kayu menjadi potongan-potongan kecil, pembuatan bubur kayu, pemutihan, dan persiapan stock. Pada proses pembuatan bubur kayu, lignin dan komponen lainnya seperti minyak dan resin dipisahkan dari selulosa dan hemiselulosa. Ada 3 metode pembuatan bubur kayu yaitu dengan cara mekanik, kimia, dan biologis. Cara mekanik menggunakan gerinda yang sangat besar. Modifikasi cara mekanik dilakukan dengan melibatkan suhu dan uap bertekanan tinggi atau dengan penambahan bahan kimia. Metode kimia dilakukan dengan menggabungkan potongan kecil kayu dengan bahan kimia dalam digester. Efek panas dan reaksi kimia akan melarutkan lignin tanpa merusak serat kayu.

Pembuatan bubur kayu dalam metode kimia (proses Kraft) menggunakan larutan NaOH dan Na2S (white liquor) untuk melarutkan lignin pada digester.

Setelah 2–4 jam, campuran bubur kayu dikeluarkan dari digester dan dicuci untuk memisahkannya dari black liquor (pereaksi yang mengandung lignin dan limbah lainnya). Bubur kayu yang keluar dikenal dengan brownstock, kemudian disaring untuk menghilangkan pengotor dan selanjutnya diputihkan. Setelah itu, bubur kayu kental dicuci dan dikirim ke stock preparation. Metode biologis adalah teknik yang saat ini sedang dikembangkan para peneliti. Teknik ini mirip dengan metode kimia namun menggunakan komponen biologis seperti jamur atau bakteri yang mampu memecah lignin yang tidak diinginkan. Metode ini diketahui mampu mengurangi efek polusi lingkungan dari produksi bubur kayu (Wikipedia, 2005; Blum, 1996).


(8)

8 Pemutihan bubur kayu merupakan salah satu langkah terpenting untuk memurnikan dan membersihkan bubur kayu dari lignin, sehingga kertas yang dihasilkan menjadi lebih putih. Bahan kimia yang biasa digunakan untuk pemutihan adalah gas klorin dan klorin dioksida atau peroksida. Setelah diputihkan, campuran bubur kayu dikirim ke persiapan stok. Pada tahapan ini, bubur kayu dibersihkan dan disempurnakan kualitasnya. Langkah-langkah tersebut meliputi pewarnaan, pembentukan ukuran tertentu, atau pemberian zat aditif tertentu. Ada tiga tahap pemutihan bubur kayu menggunakan metode Kraft yaitu menggunakan agen pengoksidasi kuat, ekstraksi alkali, dan agen pemindah logam. Agen pengoksidasi kuat yang digunakan yaitu klorin, ozon (O3), oksigen

(O2), natrium hipoklorit (NaOCl), dan hidrogen peroksida (H2O2). Oksigen,

hidrogen, atau keduanya sering digunakan untuk memindahkan bahan organik yang tidak digunakan dalam proses. Pada tahap ekstraksi alkali, asam organik dan alkohol bereaksi dengan natrium hidroksida dan membentuk natrium organik dan air. Pada tahap akhir pemutihan, bubur kayu dicuci untuk memindahkan lignin yang sudah didegradasi atau buangan organik lainnya. Buangan organik tersebut biasanya mengandung asam organik dan alkohol. Logam transisi pada kayu bereaksi dengan ozon dan hidrogen peroksida (Blum, 1996).

II. 2. Sludge Bubur Kayu

Sludge adalah lumpur yang mengendap dari proses pengolahan limbah cair. Menurut Metcalf dan Eddy (1991), sludge dihasilkan dari operasi pengolahan limbah cair yang mengandung padatan 0.25% - 12% dari bobot sludge, tergantung dari proses dan operasi yang digunakan. Sludge primer dari industri kertas dikeluarkan dari proses pengolahan limbah cair kolam primer. Sludge primer ini


(9)

9 umumnya memiliki kadar air kurang lebih 60% dan tersusun atas serat sebesar 50%, sisa-sisa bahan kimia seperti CaCO3, kaolin dan pati.

Perlakuan pertama terhadap air limbah yang datang dari unit produksi adalah dengan melakukan penyaringan terhadap benda-benda yang berukuran besar, contohnya plastik, kayu, ranting, botol plastik, di unit penyaringan. Air limbah yang berasal dari unit penyaringan mengalir ke bak ekualisasi dengan sistem gravitasi. Fungsi dari unit ini adalah untuk menjaga agar fluktuasi kualitas air limbah tidak terlalu besar atau konstan. Air limbah dipompa dari bak ekualisasi ke unit pengolahan kimia untuk dinetralisasi, diberi koagulan dan flokulan. Dalam kondisi normal, penanganan secara kimia tidak diperlukan, tapi hal ini harus disiapkan untuk menjaga apabila kondisi berjalan secara tidak normal (Yani, 2005).

Partikel-partikel yang telah membentuk flokul mengalir secara gravitasi dari unit pengolahan kimia ke bak pengendap pertama. Di bak ini, sebagian besar partikel-partikel tersebut akan mengendap, sedangkan sisanya akan diuraikan oleh bakteri di bak aerasi. Partikel yang mengendap dipompa ke mesin belt press untuk dikurangi kadar airnya, sedangkan air dari bak pengendapan pertama akan mengalir menuju menara pendingin. Partikel-partikel yang tidak mengendap di bak pengendap pertama akan diuraikan oleh bakteri di bak aerasi. Salah satu parameter yang harus dijaga dalam pengolahan secara biologi ini adalah temperatur. Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan bakteri adalah 360C - 380C. Limbah yang keluar dari unit produksi mempunyai suhu 400C - 450C, maka perlu didinginkan di unit menara pendingin ini (Yani, 2005).


(10)

10 Di dalam bak aerasi, senyawa-senyawa organik diuraikan oleh bakteri aerob. Ada beberapa parameter yang harus dijaga agar proses pengolahan secara biologi dapat berjalan dengan efektif, diantaranya adalah : suhu, pH, oksigen, dan nutrien. Air limbah yang mengandung senyawa-senyawa organik dikonversi menjadi biomass (activated sludge) oleh bakteri. Activated sludge mengalir secara gravitasi ke bak pengendap kedua untuk diendapkan (Yani, 2005).

Bak pengendap kedua merupakan bak pengolahan terakhir sebelum air limbah dibuang ke badan sungai. Activated sludge yang terbentuk di bak aerasi akan mengendap di bak ini. Sebagian besar dari endapan dikembalikan ke aerasi, karena endapan ini merupakan sludge yang mengandung bakteri sehingga bakteri-bakteri ini akan bekerja kembali menguraikan senyawa organik. Sisa dari endapan yang tidak dibutuhkan dipompa menuju belt press untuk dikurangi kadar airnya. Besar kecilnya endapan yang dikembalikan ke bak aerasi tergantung kondisi air limbah yang masuk, kondisi bakteri, dan perhitungan-perhitungan teknis (Yani, 2005).

Metode yang paling banyak dilakukan untuk menangani limbah padat adalah dengan cara penimbunan dan pembakaran (Casey, 1980). Dalam metode penimbunan, sludge dimasukkan ke dalam lubang besar di permukaan tanah yang telah dilapisi dengan bahan pelapis ke mudian ditutup dengan tanah. Besarnya volume sludge menyebabkan perusahaan harus menyediakan lahan yang luas serta dana yang besar untuk menangani permasalahan sludge. Komposisi sludge merupakan suatu fungsi dari bahan baku, proses pembuatan, bahan kimia yang digunakan, dan teknologi pengolahan limbah cair (Bajpai et al., 1999).


(11)

STUDI KANDUNGAN MIKROB FUNGSIONAL

SLUDGE BUBUR KAYU

MELITA KUSFIYANTI

A24101060

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

2 RINGKASAN

MELITA KUSFIYANTI. Studi Kandungan Mikrob Fungsional Sludge Bubur Kayu (Dibimbing oleh Rahayu Widyastuti, Enny Widyati, dan Dwi Andreas Santosa).

Peningkatan produksi industri bubur kayu dan kertas berdampak pada meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan. Ketersediaan sludge yang melimpah serta pemanfaatan sludge yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya menjadi acuan perlu dilakukannya analisis mengenai mikrob apa saja yang terdapat di dalam sludge. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat mikrob fungsional (mikrob selulolitik, bakteri pendegradasi xylan, dan bakteri pereduksi sulfat), data total mikrob dan populasi mikrob fungsional dalam sludge bubur kayu, serta data pH dan sulfat (SO42-) pada tanah bekas tambang batubara

yang diberi perlakuan sludge dan diperkaya menggunakan media Postgate B. Media yang digunakan dalam isolasi terdiri dari Nutrient Agar (NA) untuk total mikrob, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) untuk mikrob selulolitik, metode Nakamura (1993) untuk bakteri pendegradasi xylan, dan Postgate B yang ditambah dengan agar untuk bakteri pereduksi sulfat. Isolasi mikrob dilakukan menggunakan metode cawan tuang, kemudian biakan diinkubasi pada suhu ruang sampai 1 minggu. Variabel yang diamati adalah jumlah populasi mikrob menggunakan metode cawan hitung (count plate). Dalam kajian peningkatan pH dan penurunan sulfat pada sludge bubur kayu, tanah bekas tambang batu bara yang sudah steril dicampur dengan sludge bubur kayu (3:1 b/b), selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung ulir sebanyak ¾ tabung dan digenangi dengan medium Postgate B, kemudian diinkubasi selama 20 hari. Analisis pH dan sulfat dilakukan setiap 5 hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikrob selulolitik, bakteri pendegradasi xylan, dan bakteri pereduksi sulfat terdapat di dalam sludge bubur kayu. Jumlah populasi terbanyak dalam mengkoloni sludge bubur kayu adalah mikrob selulolitik (2.50x105

SPK/g sludge bubur kayu), sedangkan bakteri pereduksi sulfat merupakan mikrob fungsional dengan jumlah terendah dalam mengkoloni sludge bubur kayu (1.49x103 SPK/g sludge bubur kayu). Nilai pH pada campuran tanah bekas tambang batubara dan sludge bubur kayu meningkat dan konsentrasi sulfat menurun secara drastis pada hari ke-20 inkubasi. Dari hasil penelitian ini disarankan, perlu dilakukan uji lanjut untuk mengidentifikasi spesies mikrob fungsional yang terdapat dalam sludge bubur kayu.


(13)

3 ABSTRACT

MELITA KUSFIYANTI. The Study of Functional Microbes of Pulping Sludge (Supervised by Rahayu Widyastuti, Enny Widyati, and Dwi Andreas Santosa).

The sludge of pulping process in the paper production has great potential to be used as source of soil organic matter, due to the use of wood as their raw material. Therefore, some microbes are suspected to be able to colonize this substrate. This research aimed to collect the isolates of functional microbes such as cellullolytic microbes (CM), xylan degrading microbes (XDM) and sulphate reducing bacteria (SRB), total microbes and their population. The alteration of pH and sulphate concentration in the mixture of sludge and sterilized ex-coal mining soil saturated with Postgate broth medium were measured every 5 days for 20 days. The microbes were isolated from pulping sludge using the CMC, Nakamura and Modified Phostgate medium, respectively. The total microbes were assessed by plate count method using nutrient agar medium incubated in the room temperature for 7 days. The results showed that the cellullolytic microbes dominated the sludge (2.5 x 105 cfu/g). Mean while SRB, on the other hand, showed the lowest population (1.49 x 103 cfu/g). The soil pH increased at the first day and remain steady during the process, mean while the SO4 concentration was

depleted at the 20th day.


(14)

4 I. PENDAHULUAN

I. 1. Latar belakang

Industri bubur kayu dan kertas telah menjadi bagian besar dalam perekonomian dunia. Kurang lebih 155 juta ton bubur kayu telah diproduksi di seluruh dunia dan sekitar 260 juta ton diperkirakan akan tercapai pada tahun 2010 (Bajpai et al., 1999). Di Indonesia, sektor industri bubur kayu dan kertas juga mengalami perkembangan pesat. Departemen Kehutanan mengindikasikan bahwa produksi kayu domestik legal pada tahun 2000 sekitar 17 juta m3 (FWI/GFW, 2001). Sejalan dengan peningkatan produksi industri bubur kayu dan kertas, tentunya akan diikuti dengan meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan, baik padat maupun cair. Persentase limbah padat dari produksi bubur kayu cukup besar, yaitu sekitar 117 kg per 1 ton produksi (Simarmata et al., 2004).

Sampai saat ini, sludge industri kertas belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga menumpuk dan menimbulkan masalah lingkungan karena bau yang ditimbulkan serta memerlukan lahan yang luas sebagai tempat penimbunan. Hal ini tentunya menarik para peneliti untuk dapat memanfaatkannya. Andhika (2003) memanfaatkan sludge yang dikomposkan dengan “metode cina” sebagai komponen media tanam kacang panjang. Sludge juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos sebagai media tanam padi (Halim, 2003). Widyati et al. (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sludge dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dan pH serta dapat menurunkan SO42- dan S total

pada lahan bekas tambang batubara. Maulana (2005) memanfaatkan sludge industri kertas untuk pembenah tanah bekas tambang batubara.


(15)

5 Sludge yang dihasilkan dari proses pembuatan bubur kayu dengan menggunakan bahan baku serat kayu dapat dijadikan sebagai alternatif sumber bahan organik. Bahan organik merupakan sumber energi, akseptor elektron, serta sumber karbon yang diperlukan bagi pertumbuhan mikrob (Alexander, 1977). Berbagai macam mikrob terlibat dalam proses pembuatan bubur kayu dan kertas, termasuk mikrob yang digunakan dalam perlakuan terhadap limbah (Bajpai et al., 1999). Sludge yang berasal dari proses dengan bahan baku kayu diduga masih mengandung selulosa dan xilan, sehingga dapat menjadi substrat bagi mikrob yang merombak bahan-bahan tersebut. Hasil penelitian Widyati et al. (2005) menduga bahwa sludge industri kertas dikoloni oleh mikrob yang mampu mereduksi sulfat yang terdapat pada tanah bekas tambang batubara sebagai sumber energi. Pada proses pembuatan bubur kayu, materi yang digunakan mengandung sulfat. Selain itu, sludge mempunyai struktur yang halus dan kadar air yang tinggi sehingga mendorong suasana anaerob. Oleh karena itu, terkait dengan potensi sludge bubur kayu yang telah dikaji pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mikrob fungsional apa saja yang terdapat di dalam sludge bubur kayu.

I. 2. Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk

1. Mendapatkan isolat mikrob fungsional yang terdiri dari mikrob selulolitik, bakteri pendegradasi xilan, dan bakteri pereduksi sulfat dari sludge bubur kayu.


(16)

6 2. Mendapatkan data total mikrob dan populasi mikrob fungsional dari

sludge bubur kayu.

3. Mengetahui perubahan nilai pH dan konsentrasi sulfat (SO42-) pada tanah

bekas tambang batubara yang diberi perlakuan sludge dan diperkaya menggunakan media Postgate B.


(17)

7 II. TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Proses Pembuatan Bubur Kayu

Pembuatan bubur kayu dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pelepasan kulit kayu, pemotongan kayu menjadi potongan-potongan kecil, pembuatan bubur kayu, pemutihan, dan persiapan stock. Pada proses pembuatan bubur kayu, lignin dan komponen lainnya seperti minyak dan resin dipisahkan dari selulosa dan hemiselulosa. Ada 3 metode pembuatan bubur kayu yaitu dengan cara mekanik, kimia, dan biologis. Cara mekanik menggunakan gerinda yang sangat besar. Modifikasi cara mekanik dilakukan dengan melibatkan suhu dan uap bertekanan tinggi atau dengan penambahan bahan kimia. Metode kimia dilakukan dengan menggabungkan potongan kecil kayu dengan bahan kimia dalam digester. Efek panas dan reaksi kimia akan melarutkan lignin tanpa merusak serat kayu.

Pembuatan bubur kayu dalam metode kimia (proses Kraft) menggunakan larutan NaOH dan Na2S (white liquor) untuk melarutkan lignin pada digester.

Setelah 2–4 jam, campuran bubur kayu dikeluarkan dari digester dan dicuci untuk memisahkannya dari black liquor (pereaksi yang mengandung lignin dan limbah lainnya). Bubur kayu yang keluar dikenal dengan brownstock, kemudian disaring untuk menghilangkan pengotor dan selanjutnya diputihkan. Setelah itu, bubur kayu kental dicuci dan dikirim ke stock preparation. Metode biologis adalah teknik yang saat ini sedang dikembangkan para peneliti. Teknik ini mirip dengan metode kimia namun menggunakan komponen biologis seperti jamur atau bakteri yang mampu memecah lignin yang tidak diinginkan. Metode ini diketahui mampu mengurangi efek polusi lingkungan dari produksi bubur kayu (Wikipedia, 2005; Blum, 1996).


(18)

8 Pemutihan bubur kayu merupakan salah satu langkah terpenting untuk memurnikan dan membersihkan bubur kayu dari lignin, sehingga kertas yang dihasilkan menjadi lebih putih. Bahan kimia yang biasa digunakan untuk pemutihan adalah gas klorin dan klorin dioksida atau peroksida. Setelah diputihkan, campuran bubur kayu dikirim ke persiapan stok. Pada tahapan ini, bubur kayu dibersihkan dan disempurnakan kualitasnya. Langkah-langkah tersebut meliputi pewarnaan, pembentukan ukuran tertentu, atau pemberian zat aditif tertentu. Ada tiga tahap pemutihan bubur kayu menggunakan metode Kraft yaitu menggunakan agen pengoksidasi kuat, ekstraksi alkali, dan agen pemindah logam. Agen pengoksidasi kuat yang digunakan yaitu klorin, ozon (O3), oksigen

(O2), natrium hipoklorit (NaOCl), dan hidrogen peroksida (H2O2). Oksigen,

hidrogen, atau keduanya sering digunakan untuk memindahkan bahan organik yang tidak digunakan dalam proses. Pada tahap ekstraksi alkali, asam organik dan alkohol bereaksi dengan natrium hidroksida dan membentuk natrium organik dan air. Pada tahap akhir pemutihan, bubur kayu dicuci untuk memindahkan lignin yang sudah didegradasi atau buangan organik lainnya. Buangan organik tersebut biasanya mengandung asam organik dan alkohol. Logam transisi pada kayu bereaksi dengan ozon dan hidrogen peroksida (Blum, 1996).

II. 2. Sludge Bubur Kayu

Sludge adalah lumpur yang mengendap dari proses pengolahan limbah cair. Menurut Metcalf dan Eddy (1991), sludge dihasilkan dari operasi pengolahan limbah cair yang mengandung padatan 0.25% - 12% dari bobot sludge, tergantung dari proses dan operasi yang digunakan. Sludge primer dari industri kertas dikeluarkan dari proses pengolahan limbah cair kolam primer. Sludge primer ini


(19)

9 umumnya memiliki kadar air kurang lebih 60% dan tersusun atas serat sebesar 50%, sisa-sisa bahan kimia seperti CaCO3, kaolin dan pati.

Perlakuan pertama terhadap air limbah yang datang dari unit produksi adalah dengan melakukan penyaringan terhadap benda-benda yang berukuran besar, contohnya plastik, kayu, ranting, botol plastik, di unit penyaringan. Air limbah yang berasal dari unit penyaringan mengalir ke bak ekualisasi dengan sistem gravitasi. Fungsi dari unit ini adalah untuk menjaga agar fluktuasi kualitas air limbah tidak terlalu besar atau konstan. Air limbah dipompa dari bak ekualisasi ke unit pengolahan kimia untuk dinetralisasi, diberi koagulan dan flokulan. Dalam kondisi normal, penanganan secara kimia tidak diperlukan, tapi hal ini harus disiapkan untuk menjaga apabila kondisi berjalan secara tidak normal (Yani, 2005).

Partikel-partikel yang telah membentuk flokul mengalir secara gravitasi dari unit pengolahan kimia ke bak pengendap pertama. Di bak ini, sebagian besar partikel-partikel tersebut akan mengendap, sedangkan sisanya akan diuraikan oleh bakteri di bak aerasi. Partikel yang mengendap dipompa ke mesin belt press untuk dikurangi kadar airnya, sedangkan air dari bak pengendapan pertama akan mengalir menuju menara pendingin. Partikel-partikel yang tidak mengendap di bak pengendap pertama akan diuraikan oleh bakteri di bak aerasi. Salah satu parameter yang harus dijaga dalam pengolahan secara biologi ini adalah temperatur. Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan bakteri adalah 360C - 380C. Limbah yang keluar dari unit produksi mempunyai suhu 400C - 450C, maka perlu didinginkan di unit menara pendingin ini (Yani, 2005).


(20)

10 Di dalam bak aerasi, senyawa-senyawa organik diuraikan oleh bakteri aerob. Ada beberapa parameter yang harus dijaga agar proses pengolahan secara biologi dapat berjalan dengan efektif, diantaranya adalah : suhu, pH, oksigen, dan nutrien. Air limbah yang mengandung senyawa-senyawa organik dikonversi menjadi biomass (activated sludge) oleh bakteri. Activated sludge mengalir secara gravitasi ke bak pengendap kedua untuk diendapkan (Yani, 2005).

Bak pengendap kedua merupakan bak pengolahan terakhir sebelum air limbah dibuang ke badan sungai. Activated sludge yang terbentuk di bak aerasi akan mengendap di bak ini. Sebagian besar dari endapan dikembalikan ke aerasi, karena endapan ini merupakan sludge yang mengandung bakteri sehingga bakteri-bakteri ini akan bekerja kembali menguraikan senyawa organik. Sisa dari endapan yang tidak dibutuhkan dipompa menuju belt press untuk dikurangi kadar airnya. Besar kecilnya endapan yang dikembalikan ke bak aerasi tergantung kondisi air limbah yang masuk, kondisi bakteri, dan perhitungan-perhitungan teknis (Yani, 2005).

Metode yang paling banyak dilakukan untuk menangani limbah padat adalah dengan cara penimbunan dan pembakaran (Casey, 1980). Dalam metode penimbunan, sludge dimasukkan ke dalam lubang besar di permukaan tanah yang telah dilapisi dengan bahan pelapis ke mudian ditutup dengan tanah. Besarnya volume sludge menyebabkan perusahaan harus menyediakan lahan yang luas serta dana yang besar untuk menangani permasalahan sludge. Komposisi sludge merupakan suatu fungsi dari bahan baku, proses pembuatan, bahan kimia yang digunakan, dan teknologi pengolahan limbah cair (Bajpai et al., 1999).


(21)

11 II. 3. Selulosa dan Mikrob Selulolitik

Selulosa merupakan komponen yang melimpah dalam dinding sel tanaman. Kandungan selulosa berkisar antara 35% - 50% dari bobot kering tanaman meskipun terdapat perbedaan komposisi dan struktur anatomik dari dinding sel di antara tanaman (Lynd et al., 2002). Selulosa merupakan polimer karbohidrat yang tersusun dari unit anhidroglukosa dengan rumus molekul C6H10O5 (Irawadi, 1992). Serat-serat alami selulosa dapat berasosiasi secara erat

dengan lignin dan hemiselulosa, sehingga sering disebut holoselulosa atau lignoselulosa (Judoamidjojo et al., 1989). Selulosa seratnya panjang, kuat, dan transparan (jernih). Hemiselulosa, seratnya pendek, rangkaian glukosa dan molekul gula lainnya yang bercabang, pengisi dinding sel tanaman, mudah larut dalam air, dan biasanya hilang dalam proses pembuatan bubur kayu. Lignin merupakan jaringan polimer fenolik tiga dimensi, yang merekatkan selulosa dan membuatnya menjadi kaku (rigid). Lignin tersebut dihilangkan selama proses pembuatan bubur kayu dan pemutihan (Blum, 1996).

Selulase merupakan kelompok enzim yang dapat menguraikan biomassa selulosa menjadi glukosa. Selulase diberikan bagi semua enzim yang dapat memutuskan ikatan ß-1.4 glikosidik di dalam molekul selulosa dan me ngubah selulosa, selodekstrin, dan turunan selulosa menjadi glukosa. Enzim selulase terdiri atas tiga kelompok enzim, yaitu endo 1.4- glukanase, ekso 1.4- ß-glukanase, dan ß-D-glukosidase. Enzim endo 1.4- ß-glukanase sangat aktif memutus turunan selulosa, seperti CMC, selotriosa, selopentosa. Aktivitas yang tinggi pada substrat CMC menyebabkan enzim ini terkenal dengan nama CMC-ase (Judoamidjojo et al., 1989; Irawadi, 1992; Lynd et al., 2002).


(22)

12 Mikrob penghasil enzim selulase antara lain kapang, aktinomisetes, dan bakteri. Kapang penghasil selulase yang telah diteliti antara lain Sporotricum thermophiliticum, Trichoderma reseei, T. harzianum, Chaetamium thermophile, dan Thermoascus auranticus. Kelompok bakteri penghasil selulase antara lain Cytophage, Sporocytophage, Actinomycetes, Bacillus, Cellulomonas, Clostridium, Eubacteriales, dan Pseudomonas (Irawadi, 1992).

II. 4. Xilan dan Bakteri Pendegradasi Xilan

Tumbuhan mengandung sekitar 20% sampai 30% hemiselulosa. Biomassa ini merupakan sumberdaya alam terbaharui (renewable) yang sangat melimpah karena menduduki urutan kedua terbanyak setelah selulosa. Sebagai sumberdaya alam yang tersedia secara melimpah, hemiselulosa mempunyai potensi ya ng sangat besar untuk diuraikan menjadi produk akhir yang berguna.

Xilan merupakan polimer komplek dari xylosa (gula pentosa) yang merupakan komponen utama dari hemiselulosa (20% - 30%) yang terikat pada selulosa, pektin, lignin, dan polisakarida lainnya membentuk dinding sel. Enzim yang berperan dalam mendegradasi xilan mendapat perhatian besar karena mempunyai kegunaan dalam berbagai proses industri, terutama dalam konversi bahan lignoselulosa menjadi bahan bakar dan dalam pemrosesan hemiselulosa menjadi kertas (Kulkarni et al., 1999; Chen & Westpheling, 1998; Gibs et al., 1995).

Xilanase adalah kelompok enzim yang memiliki kemampuan menghidrolisis hemiselulosa dalam hal ini adalah xilan atau polimer dari xilosa dan xilo-oligosakarida (Richana, 2002). Xilanase dihasilkan oleh berbagai organisme seperti bakteri, ganggang, fungi, protozoa, crustacea, serangga, dan


(23)

13 benih tanaman. Kebanyakan bakteri dan fungi menghasilkan xilanase ekstraselular yang bekerja pada bahan yang mengandung hemiselulosa dan melepaskan xylosa sebagai produk akhir sehingga organisme tersebut dapat hidup secara heterotrof pada media xilan (Kulkarni et al., 1999). Menurut Richana (2002), beberapa kelompok bakteri penghasil xilanase antara lain Aeromonas sp., Bacillus sp., Clostridium sp., Streptomyces sp., dan Thermotoga sp. Seleksi bakteri tersebut dilakukan berdasarkan ukuran koloni dan zona bening di sekeliling koloni yang tumbuh pada media pertumbuhan (Gambar 1).

Gambar 1. Bakteri Pendegradasi Xilan (A= koloni bakteri, B= zona bening) (Sumber : Richana, 2002)

II. 5. Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)

Menurut Germida (1992), BPS adalah kelompok heterotrofik yang menggunakan senyawa organik sederhana sebagai sumber karbon. Bakteri tersebut memanfaatkan senyawa-senyawa sulfur yang dapat direduksi seperti sulfat sebagai akseptor elektron. Sulfat pada kondisi teroksidasi tersebut akan direduksi menjadi sulfida pada lingkungan anaerob. BPS sedikit toleran terhadap oksigen, tetapi hanya tumbuh pada kondisi anaerob dengan potensial redoks yang rendah (Eh dari 0 hingga -350 mV). Bakteri tersebut membutuhkan substrat organik umumnya asam-asam organik rantai pendek, seperti laktat dan piruvat. Di

A B


(24)

14 lingkungan alam, substrat organik yang kompleks tersebut tersedia dengan adanya aktivitas fermentasi oleh kelompok bakteri anaerob lainnya. Metabolisme BPS membutuhkan senyawa organik sederhana seperti laktat dan piruvat sebagai sumber karbon dengan reaksi berikut

2 C3H5O3- + SO4=à 2CH3COO- + 2 CO2- + 2H2O + S=

(laktat) (ion sulfat) (asetat)

Ada dua kelompok BPS berdasarkan pada cara pengolahan asam-asam organik. Kelompok pertama yaitu BPS yang mengoksidasi donor hidrogen secara tidak sempurna dengan menghasilkan asetat. Termasuk kelompok ini adalah spesies pembentuk spora Desulfomatuculum (D. nigrificans, D. orientis, dan D. ruminis), dan spesies yang tidak membentuk spora Desulfovibrio (D. vulgaris, D. gigas, D. thermophilus, dan lain-lain). Kelompok kedua mampu tumbuh menggunakan alkohol, asetat, asam-asam lemak berbobot molekul tinggi dan benzoat. Kelompok kedua ini diwakili oleh spesies pembentuk spora Desulfomatuculum acetoxidans, bakteri batang yang tidak membentuk spora (Desulfobacter), kokus (Desulfococcus), sarkina (Desulfosarcina) dan bentuk benang yang bergerak dengan meluncur (Schlegel & Schmidt, 1994).


(25)

15 III. METODOLOGI PENELITIAN

III. 1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah (Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian), Laboratorium Bakterologi (Fakultas Kedokteran Hewan), dan Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Lingkungan, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), Kampus Darmaga, IPB. Analisis pH dan sulfat (SO42-) dilakukan di Laboratorium Kimia dan

Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan selama 6 bulan, dari bulan Maret 2005 sampai bulan September 2005.

III. 2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sludge bubur kayu yang berasal dari salah satu industri kertas di Riau, tanah bekas tambang batubara, media isolasi ya ng terdiri dari Nutrient Agar (NA) untuk total mikrob, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) untuk mikrob selulolitik (Anas, 1989), berdasarkan metode Nakamura et al. (1993) untuk bakteri pendegradasi xilan, dan Postgate B yang ditambah dengan agar untuk media bakteri pereduksi sulfat (Clesceri et al., 1998), larutan garam fisiologis 0.85%, kit anaerob, aquades, serta alkohol 95%. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis sifat kimia yaitu NH4OAc,

gelatin, dan HCl. Komposisi media dapat dilihat pada lampiran.

Alat yang digunakan meliputi autoklaf, oven, laminar flow cabinet, inkubator, jar anaerob, pH meter, spektrofotometer, neraca analitik, shaker, spatula, pembakar bunsen, botol semprot, pipet, kertas saring dan peralatan gelas


(26)

16 seperti gelas piala, gelas ukur, labu takar, tabung reaksi, tabung ulir, cawan petri dan erlenmeyer.

III. 3. Metode

III. 3. 1. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini (Gambar 3) terdiri dari a. Isolasi mikrob

Pembuatan seri pengenceran dan media. Seri pengenceran dibuat menggunakan larutan fisiologis (NaCl 0.85%), yaitu larutan yang berfungsi sebagai penyeimbang antara tekanan sel mikrob dengan tekanan luar (larutan) (Anas, 1989). Cara pembuatannya dengan melarutkan 8.5 g NaCl dalam 1 liter air, kemudian dituang sebanyak 90 ml ke dalam erlenmeyer dan dipipet sebanyak 9 ml ke tabung reaksi, lalu diautoklaf pada suhu 1210C selama 30 menit. Seri pengenceran sebesar 10-4 sampai 10-6 digunakan dalam penghitungan total mikrob, mikrob selulolitik, dan bakteri pendegradasi xilan. Seri pengenceran tersebut dipilih karena berdasarkan percobaan pendahuluan seri pengenceran tersebut merupakan yang terbaik dalam perhitungan populasi mikrob.

Cara membuat seri pengenceran 10-1 adalah dengan melarutkan 10 gram sludge bubur kayu ke dalam 90 ml larutan fisiologis kemudian digoyang. Selanjutnya dari seri pengenceran 10-1,larutan dipipet 1 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis. Setelah itu dihomogenkan menggunakan vortex, didapatkan seri pengenceran 10-2, dan seterusnya cara ini dilakukan sampai didapat seri pengenceran 10-6. Media dibuat dengan mencampur komposisi yang ada dengan ukuran dan prosedur yang telah ditentukan, lalu


(27)

17 masing-masing media disterilkan menggunakan autoklaf selama 30 menit pada suhu 1210C.

Isolasi. Setelah media dan seri pengenceran siap untuk digunakan, maka isolasi dilakukan menggunakan metode cawan tuang. Langkah awal yang dilakukan dalam isolasi menggunakan metode cawan tuang adalah suspensi yang paling encer atau seri pengenceran tertinggi (10-6) dipipet 1 ml ke dalam cawan yang steril. Media yang sudah diautoklaf, didinginkan terlebih dahulu sampai temperatur media mencapai 400C - 450C (hangat pada telapak tangan), kemudian dituang sebanyak 10 – 15 ml ke cawan petri yang telah berisi 1 ml suspensi sludge bubur kayu. Agar dapat tersebar merata pada cawan, maka media diputar ke arah kanan 3x dan ke kiri 3x. Hal ini juga dilakukan berurutan pada seri pengenceran yang lain, mulai dari seri pengenceran tinggi ke rendah (10-6 sampai 10-4). Biakan diinkubasi pada suhu ruang sampai 1 minggu (Tortora et al., 1986).

Isolasi bakteri pereduksi sulfat. Sifat bakteri pereduksi sulfat yang anaerob, memunculkan dugaan bahwa populasi bakteri ini tidak sebanyak mikrob yang lain. Seri pengenceran yang digunakan dalam mengisolasi bakteri ini adalah 10-1 sampai 10-3, sementara prosedur pembuatan media dan isolasi bakteri pereduksi sulfat sama dengan mikrob yang lain. Perbedaannya terletak pada penyimpanan biakan bakteri pereduksi sulfat yaitu dengan mengguna kan anaerob jar (Gambar 2). Suhu dan waktu inkubasi tidak berpengaruh pada pertumbuhan biakan bakteri pereduksi sulfat. Dengan menggunakan kit anaerob yang berisi natrium bikarbonat dan natrium borohidrat yang telah dibasuhi dengan beberapa mililiter aquades, maka kondisi jar akan menjadi anaerob.


(28)

18 Proses yang awalnya terjadi di dalam jar adalah reaksi kimia antara kit anaerob dengan air menghasilkan hidrogen dan karbondioksida. Selanjutnya, katalis yang terdapat di dalam jar, mengkombinasikan antara oksigen yang terdapat di dalam jar dengan hidrogen hasil reaksi sehingga terbentuk air. Sebagai hasil, oksigen menghilang dengan cepat dan karbondioksida yang mengisi jar dapat mendukung mikrob anaerob untuk tumbuh (Tortora et al., 1986).

Gambar 2. (a) Jar anaerob (Tortora et al., 1986), (b) Jar anaerob yang digunakan dalam penelitian

b. Kajian perubahan nilai pH dan konsentrasi sulfat pada campuran tanah bekas tambang batubara dan sludge bubur kayu

Kajian ini dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan sludge pada tanah bekas tambang batubara terkait dengan mikrob yang tumbuh di dalamnya. Tanah bekas tambang batubara yang digunakan perlu disterilisasi untuk menghilangkan pengaruh mikrob tempatan (indigenous). Sterilisasi dilakukan menggunakan fumigan dan tanah diinkubasi selama 10 hari. Tanah yang

Cawan petri Indikator

anaerob Kit anaerob

Katalis


(29)

19 sebelumnya ditutup rapat, selanjutnya dibuka agar gas yang timbul akibat proses fumigasi dapat keluar.

Langkah awal dalam pengukuran ini adalah mencampurkan tanah bekas tambang batubara yang sudah disterilkan dan sludge bubur kayu dengan perbandingan 3:1 (b/b). Selanjutnya campuran tanah dan sludge tersebut dimasukkan ke dalam tabung ulir sebanyak ¾ tabung dan digenangi dengan medium Postgate B. Untuk mendukung kondisi reduktif, paku perlu ditambahkan agar dapat mengikat oksigen yang kemungkinan masih tersisa di dalam tabung. Inkubasi dilakukan selama 20 hari.

III. 3. 2. Pengamatan dan Pengukuran a. Isolasi mikrob

Perhitungan jumlah populasi mikrob. Perhitungan jumlah populasi mikrob fungsional ini menggunakan metode cawan hitung (count plate). Caranya dengan merata-ratakan jumlah koloni dari seri pengenceran yang sama (10-a), kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran untuk mendapatkan jumlah mikrob total. Selanjutnya, hasil tersebut dikonversi ke jumlah mikrob dalam 1 gram sludge kering mutlak dengan mempertimbangkan kadar air sludge bubur kayu (Anas, 1989). Persamaannya sebagai berikut :

= (koloni)

S mikrob = (SPK/gram sludge kering mutlak) Keterangan :

SPK = Satuan Pembentuk Koloni BSK = Berat Sludge Kering

( )

Χ

fp ? BSK 1 ⋅ ⋅      

( )

10

a

? −

3

koloni 3 koloni 2


(30)

20 = rata-rata jumlah koloni bakteri

fp = faktor pengenceran =

Karakteristik mikrob. Mikrob yang dapat menghancurkan selulosa mempunyai daerah yang terang di sekitar koloni (Anas, 1989). Sama halnya dengan bakteri pendegradasi xilan yang ciri tumbuhnya ditunjukkan oleh pembentukan zona bening di sekitar koloni (Richana, 2002). Berdasarkan Standart Method for the Examination of Water and Wastewater (Clesceri et al., 1998), tumbuhnya bakteri pereduksi sulfat pada media padat dicirikan dengan koloni yang berwarna hitam.

b. Kajian perubahan nilai pH dan konsentrasi sulfat pada campuran tanah bekas tambang batubara dan sludge bubur kayu

Variabel yang diamati dan diukur dalam kajian ini adalah pH dan sulfat (SO42-). Tanah bekas tambang batubara dan sludge bubur kayu (3:1) yang digenangi dengan media Postgate B diinkubasi selama 20 hari, selanjutnya dilakukan analisis pH dan sulfat (SO42-) setiap 5 hari sekali.

   

 

n pengencera seri

1


(31)

21 Gambar 3. Tahapan kegiatan penelitian

Isolasi total mikrob, mikrob selulotik, bakteri pendegradasi xilan, dan bakteri pereduksi sulfat

Kajian peningkatan pH dan penurunan sulfat pada sludge

bubur kayu

Pembuatan seri pengenceran

â

Pembuatan media

â

Isolasi mikrob

Perhitungan jumlah populasi mikrob

â

Pengamatan karakter (sifat dan ciri) isolat yang tumbuh

TAHAPAN KEGIATAN

tanah BTB steril + sludge bubur kayu (perbandingan 3:1 b/b)

â

dimasukkan ke tabung ulir sebanyak ¾ tabung

â

digenangi dengan medium Postgate B

Pengukuran pH dan sulfat (SO42-)


(32)

22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1. Mikrob Fungsional Pengkoloni Sludge Bubur Kayu

Dalam penelitian ini, mikrob fungsional (mikrob selulolitik, bakteri pendegradasi xilan, serta bakteri pereduksi sulfat) diisolasi dari sludge bubur kayu karena terkait dengan fungsi, peranan atau sumber makanan yang diperoleh dalam mengkoloni sludge bubur kayu. Menurut Blum (1996), pada kayu lunak terdapat selulosa sebanyak 42%, hemiselulosa 27%, dan lignin sebanyak 28%. Sedangkan xilan merupakan komponen utama dari hemiselulosa, yang berikatan secara erat dengan lignin, selulosa, pektin, dan polisakarida lainnya untuk membentuk dinding sel (Kulkarni et al., 1999). Kandungan sulfat pada sludge bubur kayu terbentuk akibat proses produksi bubur kayu yang melibatkan unsur S di dalamnya (Na2S). Bahan-bahan tersebut dimanfaatkan oleh mikrob yang

mengkoloni sludge. Isolasi total mikrob perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran populasi total dalam sludge bubur kayu.

Pemilihan media didasarkan atas minimalnya unsur esensial, seperti nitrogen dan fosfat, dan tingginya sumber karbon yang terkandung dalam media. Dengan minimalnya unsur-unsur esensial yang terkandung dalam media, diharapkan media menjadi cukup selektif bagi pertumbuhan mikrob fungsional yang diinginkan. Selulosa dalam bentuk CMC merupakan sumber karbon bagi mikrob selulolitik, sedang oat spelt xylan yang dicampurkan dalam media alkali dimanfaatkan oleh bakteri pendegradasi xilan. Bakteri pendegradasi sulfat menggunakan laktat dalam bentuk Na laktat (CH3CH(OH) COONa) sebagai


(33)

23 IV. 1. 1. Mikrob Selulolitik

Tingginya selulosa yang terkandung dalam sludge bubur kayu dapat terlihat dari tingginya nilai analisis C organik sebesar 8.83% (Lampiran 1). Selulosa tersebut merupakan sumber karbon yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikrob, begitu juga untuk pertumbuhan mikrob selulolitik. Untuk dapat menggunakan selulosa, mikrob perlu menguraikannya menjadi molekul yang lebih kecil.

Mikrob selulolitik merupakan mikrob yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim selulase, dimana enzim tersebut dapat menguraikan selulosa menjadi glukosa. Sehingga nantinya mudah bagi mikrob selulolitik untuk dapat memanfaatkan sumber karbon yang diperlukan dalam pertumbuhannya. Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH dan suhu. Kondisi aktivitas enzim selulase tercapai pada suhu kisaran 350C - 800C dan pH sekitar 3.6 sampai 9 (Supriyono, 2003). Nilai pH sludge bubur kayu sebesar 8.40, sesuai bagi aktivitas enzim selulase sehingga mendukung pertumbuhan mikrob selulolitik untuk mendegradasi selulosa.

Sebagai sumber karbon, bahan CMC yang digunakan untuk mengisolasi mikrob ini dipilih karena merupakan bentuk selulosa yang mudah dihidrolisis, sehingga diharapkan mikrob selulolitik mudah memanfaatkannya. Mikrob yang dapat menghancurkan selulosa mempunyai daerah yang terang di sekitar koloni (Anas, 1989). Pertumbuhan bakteri selulolitik pada penelitian ini ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar koloni yang berbentuk bulat, warna koloni krem, elevasi cembung dengan tepian bergerigi (Gambar 4). Untuk fungi, terlihat adanya benang-benang halus pada koloninya. Bakteri selulolitik memiliki


(34)

24 kemampuan menghasilkan komplek enzim selulase yang menghidrolisis selulosa secara sinergis menjadi oligosakarida yang lebih kecil dan akhirnya menjadi glukosa yang berfungsi sebagai sumber karbon dan unsur hara bagi pertumbuhan mikrob tersebut (Busto et al., 1995).

Gambar 4. Isolat mikrob selulolitik

IV. 1. 2. Bakteri Pendegradasi Xilan

Nilai pH pada analisis sludge bubur kayu yang tergolong tinggi (Lampiran 1), memungkinkan tumbuhnya mikrob yang bersifat alkalofilik. Menurut Nakamura et al. (1993), enzim xilanase menunjukkan aktivitas yang baik pada kisaran pH antara 4 sampai dengan 11 dan pH optimal yang bisa dilakukannya adalah pada pH 9. Dalam penelitian ini, media yang digunakan (Nakamura et al., 1993, Dung et al., 1993) bersifat alkali. Besarnya konsentrasi oat spelt xylan yang diberikan pada media sangat berpengaruh pada pertumbuhan bakteri pendegradasi xilan. Menurut Judoamidjojo et al. (1989), pasokan sumber karbon merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal, tetapi pada kenyataannya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum. Dengan menggunakan karbohidrat sebagai sumber karbon, penghambatan akan dimulai pada konsentrasi di atas 50 gram/liter. Pada media alkali ini, konsentrasi oat spelt


(35)

25 xylan yang ditambahkan sebanyak 5 gram/liter, sehingga tidak menghambat pertumbuhan bakteri.

Demikian halnya juga dengan garam nutrien, akan menghambat laju pertumbuhan pada konsentrasi tertentu. Penggunaan garam nutrien dari ammonium, fosfat, dan nitrat, masing-masing penghambatan dimulai pada konsentrasi 9, 10 dan 1 g/l. Pada media alkali ini, konsentrasi garam nutrien yang ditambahkan tidak melebihi konsentrasi yang disarankan, sehingga pertumbuhan bakteri pendegradasi xilan cukup optimal. Xilanase yang dihasilkan oleh mikrob akan menghidrolisis xilan menjadi xilosa (Richana, 2002).

C5H8O4 + H2O à C5H10O5

(Xilan) (Xilosa)

Pertumbuhan bakteri pendegradasi xilan pada penelitian ini ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar koloni yang timbul mencembung dan tepi koloni bergerigi (Gambar 5).

Gambar 5. Isolat bakteri pendegradasi xilan

IV. 1. 3. Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)

Pada bak pengolahan industri maupun pembuangan limbah yang beraerasi buruk akan terbentuk zona anaerobik, yang merupakan keadaan tereduksi dengan potensial redoks yang rendah (Woods dan Rawlings, 1991). Kondisi pada bak


(36)

26 pengolahan industri tersebut, sebenarnya analog dengan yang terjadi di perairan, yaitu terbentuknya zona aerob dan anaerob.

Zona aerob merupakan zona dengan limpahan oksigen dari udara, sehingga tercipta keadaan teroksidasi. Mikrob selulolitik dan bakteri pendegradasi xilan tumbuh pada habitat tersebut. Sludge yang jumlahnya cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal akan menumpuk sehingga di bagian bawah sludge tersebut tentunya akan terbentuk zona anaerob. Zona anaerob merupakan lapisan tanpa oksigen, sehingga tercipta keadaan reduksi. Kondisi yang demikian sangat sesuai bagi pertumbuhan BPS.

Senyawa-senyawa sederhana berbobot molekul rendah, yang terbentuk pada penguraian anaerob biomassa, terutama selulosa yaitu laktat, asetat, propionat, butirat, format, etanol, asam-asam lemak berbobot molekul tinggi dan hidrogen berfungsi sebagai donor elektron bagi BPS (Schlegel & Schmidt, 1994). Hal ini menunjukkan bahwa tersedianya substrat bagi BPS pada sludge bubur kayu, tidak lepas dari peranan mikrob selulolitik. Dengan menggunakan senyawa organik sederhana hasil penguraian selulosa seperti laktat, BPS menggunakan sulfat yang terdapat dalam sludge bubur kayu untuk direduksi.

Isolasi BPS pada penelitian ini dilakukan dalam laminar flow dan untuk mencapai kondisi anaerob penyimpanan dilakukan menggunakan anaerob jar agar terkondisikan anaerob, sehingga diharapkan pertumbuhan BPS akan maksimal. Beberapa spesies dan genus bakteri anaerobik dapat bertahan sementara dengan adanya oksigen, namun membutuhkan lingkungan yang ekstrim untuk pertumbuhannya (Schlegel & Schmidt, 1994). Pada penelitian kali ini, juga didapat koloni BPS yang berwarna hitam (Gambar 6).


(37)

27 Gambar 6. Isolat bakteri pereduksi sulfat

Ciri fisiologis kelompok BPS adalah kemampuannya dalam mereduksi sulfat. Penurunan konsentrasi sulfat akan berdampak pada penurunan sifat asam atau peningkatan pH. Ciri fisiologis ini dibahas pada hasil analisis kajian perbaikan pH dan penurunan sulfat.

IV. 2. Jumlah Populasi Mikrob Fungsional

Perhitungan jumlah populasi dapat digunakan untuk menggambarkan aktivitas mikrob pada sludge bubur kayu. Semakin tinggi jumlah populasi berarti suplai makanan atau energi serta kebutuhan bagi mikrob lebih mudah didapat atau tersedia. Perubahan sifat fisik dan kimia lingkungan dapat mempengaruhi komposisi mikrob pendegradasi selulosa serta aktifitasnya. Dari hasil penelitian, diperoleh data total mikrob dan populasi mikrob fungsional, dengan jumlah populasi terbanyak adalah mikrob selulolitik (Tabel 1 dan Gambar 7). Hal ini terjadi karena selulosa yang diuraikan oleh mikrob selulolitik merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan kertas, sehingga ketersediannya melimpah. Dengan demikian, mikrob selulolitik mudah untuk mendapatkan sumber makanannya.


(38)

28 Tabel 1. Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu

Jenis Mikrob Jumlah populasi (SPK/gram sludge)

Total mikrob 8.05x105

Mikrob selulolitik 2.50x105 Bakteri pendegradasi xilan 1.56x105 Bakteri pereduksi sulfat 1.49x103

Gambar 7. Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu

Populasi mikrob pendegradasi selulosa yang aktif pada kisaran pH netral sekitar 6.5 – 7 adalah bakteri dan fungi (Alexander, 1977). Nilai pH pada media yang digunakan untuk isolasi dibuat pada kisaran 7, sehingga diharapkan sesuai bagi pertumbuhan mikrob selulolitik. Faktor utama lingkungan yang mempengaruhi penguraian selulosa adalah kandungan nitrogen tersedia, suhu, aerasi, kelembaban, pH, dan jenis karbohidrat yang lain. Penggunaan nitrogen inorganik, baik ammonium atau garam nitrat, dapat mempertinggi kerusakan selulosa. Kecepatan dekomposisi selulosa sebanding dengan konsentrasi nitrogen yang ditambahkan. Semakin tinggi kandungan nitrogen akan mempercepat laju penguraian selulosa, tetapi laju tersebut tidak akan memberikan respon jika

-2.000 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000

Total mikroba Mikroba selulolitik Bakteri pendegradasi xylan Bakteri pereduksi sulfat jenis mikroba populasi (10 5 )


(39)

29 jumlah nitrogen melebihi dari kadar optimum (Alexander, 1977). Dengan angka N total hasil analisis sludge bubur kayu yang tergolong sedang yaitu sebesar 0.38% (Lampiran 1), tidak akan menghambat laju penguraian selulosa sehingga sumber karbon dan energi bagi pertumbuhan mikrob selulolitik tersedia dengan baik.

Jumlah populasi terendah dari mikrob fungsional pengkoloni sludge adalah bakteri pereduksi sulfat (1.49x103 SPK/gram sludge). BPS sedikit toleran terhadap oksigen, tetapi hanya mampu tumbuh pada ko ndisi anaerob dengan potensial redoks yang rendah (Eh dari 0 hingga -350 mV) (Germida, 1992). Sifatnya yang anaerob tersebut menyebabkan populasinya lebih rendah bila dibanding dengan mikrob fungsional lain yang diisolasi dalam penelitian kali ini.

IV. 3. Kajian Perubahan Nilai pH dan Konsentrasi Sulfat pada Campuran Tanah Bekas Tambang Batubara dan Sludge Bubur Kayu

Kajian ini dilakukan terkait dengan hasil isolasi yangmenunjukkan adanya mikrob yang bersifat aerob maupun anaerob pada sludge bubur kayu. Proses penggenangan pada penelitian ini analog dengan proses penggenangan pada tanah sawah. Akibat penggenangan pada tanah sawah, terjadi perubahan populasi mikrob, dari bakteri aerob ke bakteri anaerob fakultatif, kemudian digantikan oleh bakteri anaerob (Kimura, 2000).

IV. 3. 1. Perubahan Nilai pH

Penambahan sludge ke tanah bekas tambang batubara menyebabkan nilai pH meningkat drastis pada hari pertama inkubasi. Hal ini mungkin terjadi karena tingginya nilai pH pada sludge yang berarti juga penambahan konsentrasi ion OH -ke tanah bekas tambang batubara. Selain itu, sludge sebagai bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami proses dekomposisi. Oksigen


(40)

30 sebagai akseptor elektron terkuat mengoksidasi bahan organik menjadi CO2.

Mikrob aerob menggunakan oksigen dalam proses respirasi dan akan menghasilkan CO2. Sedikitnya oksigen pada kondisi perlakuan yang tergenang ini

menyebabkan mikrob aerob memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk keperluan respirasi sehingga akan dihasilkan CO2 dalam waktu cepat. CO2 yang

terbebaskan bereaksi dengan air membentuk H2CO3 dan karena H2CO3 bersifat

asam lemah maka anionnya (HCO3-) akan cenderung membentuk garam tak larut dengan Al3+, Fe3+, dan H+. Dengan demikian unsur-unsur yang dapat menjadi sumber kemasaman dapat menurun dan pH akan meningkat.

CH2O + O2 CO2 + H2O

CO2 + H2O HCO3- + H+

HCO3- + H2O H2CO3 + 3OH

-Gambar 8. Pengaruh pemberian sludge bubur kayu terhadap pH pada tanah bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi selama 20 hari

4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00

1 5 10 15 20

waktu inkubasi (hari)

pH

Kontrol (LBB) Sampel (LBB+Sludge)

(TBB) (TBB+sludge)


(41)

31 IV. 3. 2. Perubahan Konsentrasi Sulfat

Pada awal penggenangan, oksigen yang terjebak dalam tanah dan sludge dimanfaatkan penuh oleh mikrob aerob, selanjutnya tabung akan dipenuhi oleh CO2 hasil respirasi sehingga kondisi menjadi anaerob. Mekanisme berikutnya

ditentukan oleh mikrob anaerob. Dalam kondisi anaerob, mikrob selulolitik dapat menguraikan selulosa menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti etanol, asetat, laktat, formiat dan karbondioksida yang dapat digunakan oleh BPS sebagai sumber karbon sekaligus donor elektron untuk mereduksi sulfat. Selain menggunakan senyawa-senyawa tersebut, BPS juga mampu menggunakan H2

sebagai donor elektron. Pada penelitian ini, penggenangan dilakukan menggunakan media Postgate B dengan Na laktat sebagai sumb er karbon. Pada proses reduksi sulfat oleh BPS, selain dihasilkan hidrogen sulfida (H2S) juga

dilepaskan ion hidroksil (OH-). Semakin banyak ion sulfat yang direduksi maka semakin banyak pula ion hidroksil yang dihasilkan, sehingga pH semakin meningkat, sebagaimana persamaan reaksi yang dikemukakan Schlegel & Schmidt (1994) :

4 H2 + SO42- BPS H2S + 2 H2O +2 OH-

2C3H5O3- + SO42- BPS 2CH3COO- +2 CO2 +2H2O +S

2-(laktat) (asetat)

Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian sludge bubur kayu pada tanah bekas tambang batubara yang telah diinkubasi selama 20 hari memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol dalam menurunkan sulfat (Gambar 9). Hal ini dapat terjadi karena peningkatan populasi bakteri pereduksi sulfat pada hari ke-20 inkubasi, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriyetni, 2005. Beberapa spesies dan genus bakteri anaerobik


(42)

32 dapat bertahan sementara dengan adanya oksigen, namun membutuhkan lingkungan yang ekstrim untuk pertumbuhannya (Schlegel & Schmidt, 1994).

Gambar 9. Pengaruh pemberian sludge bubur kayu terhadap sulfat pada tanah bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi selama 20 hari

Eh atau pe menurun secara drastis segera setelah penggenangan, meningkat lagi mencapai maksimum secara cepat, dan kemudian menurun secara asimtotis dengan waktu. Proses yang terjadi pada penelitian ini, sebenarnya dapat di analogikan dengan proses penggenangan yang terjadi pada tanah sawah. Jumlah populasi pereduksi sulfat mulai meningkat saat potensial redoks pada pH 7 (Eh7)

turun sampai -0.1 mV. Proses ini juga menghasilkan asam-asam organik dalam bentuk asetat, format, propionat, dan butirat (Kimura, 2000). Nilai Eh maksimal terjadi pada hari ke-15 inkubasi, yaitu mencapai -72 mV.

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00

1 5 10 15 20

waktu inkubasi

ppm

Kontrol (LBB) Sampel (LBB+sludge) SO4

2-(ppm)

(TBB) (TBB+sludge)


(43)

33 V. KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1. Kesimpulan

1. Berdasarkan isolasi yang dilakukan, mikrob selulolitik, bakteri pendegradasi xilan, dan bakteri pereduksi sulfat terdapat di dalam sludge bubur kayu.

2. Mikrob terbanyak yang terdapat dalam sludge bubur kayu adalah mikrob selulolitik sebesar 2.50x105 SPK/gram sludge, sedangkan yang paling rendah adalah bakteri pereduksi sulfat dengan jumlah 1.49x103 SPK/gram sludge.

3. Nilai pH pada campuran tanah bekas tambang batubara dan sludge bubur kayu meningkat dan konsentrasi sulfat menurun secara drastis pada hari ke-20 inkubasi.

V. 2. Saran

Perlu dilakukan uji lanjut untuk mengidentifikasi spesies mikrob fungsional yang terdapat dalam sludge bubur kayu.


(44)

34 VI. DAFTAR PUSTAKA

Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. 2nd ed. Wiley Eastern Limited. New Delhi.

Anas, I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor.

Andhika, N. R. 2003. Pengomposan Limbah Sludge Industri Kertas dengan Metode Cina dan Pemanfaatannya sebagai Komponen Media Tanaman Kacang Panjang. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Bajpai, P., P.K. Bajpai, dan R. Kondo. 1999. Biotechnology for Enviromental Protection in the Pulp and Paper Industry. Springer. Heidelberg. Germany. Blum L. 1996. The production of bleached kraft pulp. Environmental Defence

Fund. www.rfu.org.

Busto, M. D., N. Ortega, dan M. P. Mateos. 1995. Induction of ß-glucosidase in fungal and soil bacteria cultures. Soil Biol. Biochem. 27 (7) : 949-954.

Casey, J. P. 1980. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Tecnology Volume II. Interscience publ. Inc. New York.

Chen, C. C., J. Westpheling. 1998. Partial characterization of the Streptomyces lividans xlnB promotor and its use for expression of a thermostable xylanase from Thermotoga maritima. Appl Environ Microbiol. 64 : 4217–4225. Clesceri, L. S, Arnold E. G, dan Andrew D. Eaton. 1998. Standard Method for the

Examination of Water and Wastewater 20th edition. American Public Health Association. Washington DC.

Dung, N. V., S. Vetayasuporn, Y. Kamio, N. Abe, J. Kaneko, dan K. Izaki. 1993. Purification and properties of ß-1. 4-xylanase 2 and 3 from Aeromonas caviae W-61. Biosci. Biotech. Biochem. 57 (10) : 1708–1712.

Frobisher. 1962. Fundamentals of Microbiology. W. F. Saunders Company. London.

FWI/GFW. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch.

Germida, J. J. 1992. Biochemistry of sulfur cycling in soil dalam Bollag, J-M., G. Stotzky (Eds). Soil Biochemistry Volume 7. Marcel Dekker, Inc. New York. Gibbs, M. D., R. A. Reeves, dan P. L. Bergquist. 1995. Cloning, sequencing, and


(45)

35 thermophilum Rt46B.1 and activity of the enzyme on fiber-bound substrate. Appl Environ Microbiol. 61 : 4403-4408.

Halim, A. 2003. Pemanfaatan Limbah Padat Sludge Industri Kertas untuk Pembuatan Kompos Sebagai Media tanam Padi. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Irawadi, T. T. 1992. Produksi Enzim Ekstraseluler (Selulase dan Xilanase) dari Neurospora sitophila pada substrat Limbah Padat Kelapa Sawit. Disertasi. Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Judoamidjojo, R. M., E. Gumbira-Sa’id, dan L. Hartoto. 1989. Biokonservasi Depdikbud Dirjen Dikti, PAU Biotek, IPB, Bogor.

Kimura, M. 2000. Anaerobic microbiology in waterlogged rice fields dalam Bollag, J-M., G. Stotzky. Soil Biochemistry Volume 10. Marcel Dekker, Inc. New York.

Kulkarni, N., A. Shendye, dan M Rao. 1999. Molecular and biotechnology aspect of xylanases. FEMS Microbiol. 23: 411-456.

Lynd, L. R.,P. J. Weimer, W. H. van Zyl, dan I. S. Pretorius. 2002. Microbial cellulose utilization : fundamentals and biotechnology. Microbial. Mol. Biol. 66 : 506-577.

Maulana, R. 2005. Perbaikan Kualitas Lahan Bekas Tambang Batubara dengan Limbah Industri Kertas. Skripsi. Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Metcalf dan Eddy (Eds).1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. McGraw-Hill Book. Co. New York.

Nakamura, S., K. Wakabayashi, R. Nakai, R. Aono, dan K. Horikoshi. 1993. Purification and same properties of an alkaline xylanase from alkaliphilic Bacillus sp. Strain 41m1. Appl Environ Microbiol. 59 (7) : 2311-2316. Richana, N. 2002. Produksi dan prospek enzim xilanase dalam pengembangan

bioindustri di Indonesia. Agrobio. 5 (1) : 29-36.

Schlegel, H.G., K. Schmidt,. 1994. Mikrobiologi Umum. R. M. T. Baskoro penerjemah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Terjemahan dari Allgemeine Mikrobiologie.

Simarmata, T., R. Hindersah, M. Kalay, dan Sumadi. 2004. Pemanfaatan Limbah Padat Abu Terbang (Fly Ash) Boiler Berbahan Bakar Gambut dan Kompos Lumpur (Sludge) eks IPAL Proses Organik dari Industri Pulp dan Kertas Ditinjau dari Aspek Tanaman. Makalah. Jakarta.


(46)

36 Supriyono. 2003. Actinomycetes Selulolitik yang Diisolasi dari Tanah. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.

Tortora, G. J., B. R. Funke, dan C. L. Case. 1986. Microbiology an Introduction Second edition. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California.

Widyati, E., I. Mansur, C. Kusmana, I. Anas, dan E. Santoso. 2005. Pemanfaatan Sludge Industri Kertas Sebagai Agen Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara. Litbang Hutan. I (2) : 57-64.

Wikipedia. 2005. Wood pulp ensiclopedia. www.en.wikipedia.org.

Woods, D., D. E. Rawlings,. 1991. Pelepasaan logam dan penambangan biologis oleh bakteri dalam revolusi bioteknologi dalam Wilda Yatim (Ed). Revolusi Bioteknologi. Yayasan Obor Indonesia.

Yani, A. 2005. Pemanfaatan Limbah Padat (Sludge) Pabrik Kertas untuk Pembuatan Papan Partikel. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor


(47)

37 Lampiran 1. Sifat kimia sludge pulp industri kertas (Maulana, 2005)

Parameter Satuan Nilai

pH 1:1 (H2O) - 8.40

C-org % 8.83

N-total % 0.38

P (Bray 1) ppm 9.90

Ca me/100 g 48.10

Mg me/100 g 6.49

K me/100 g 9.85

Na me/100 g 19.82

KTK me/100 g 26.93

Fe ppm 0.64

Cu ppm 0.08

Zn ppm 0.60

Mn ppm 0.56

Pb ppm 3.60

SO4 ppm 186.30

Lampiran 2. Komposisi media CMC (Anas, 1989)

Komposisi Jumlah (gram/liter)

KH2PO4 1.00

K2SO4.7H2O 0.50

NaCl 0.50

FeSO4 0.01

MnSO4 0.01

NH4NO3 1.00

agar 16.0

larutan tepung selulosa (CMC) 10.0 (ditambah aquades sebanyak 1000 ml)

Lampiran 3. Komposisi media bakteri pendegradasi xilan (Nakamura et al., 1993)

Komposisi Jumlah (% b/v)

polypepton 0.50

yeast ekstrak 0.10

KH2PO4 0.12

MgSO4.7H2O 0.02

oat spelt xylan 0.50


(48)

38 Lampiran 4. Komposisi media bakteri pereduksi sulfat (Clesceri et al., 1998)

Komposisi Jumlah (gram/liter)

Na laktat 3.5

MgSO4 2.0

NH4Cl 0.2

KH2PO4 0.5

FeSO4.7H2O 0.5

asam askorbat 0.1


(49)

39 DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

I. PENDAHULUAN ...1

I. 1. Latar belakang...4

I. 2. Tujuan ...5

II. TINJAUAN PUSTAKA ...7

II. 1. Proses Pembuatan Bubur Kayu ...7

II. 2. Sludge Bubur Kayu...8

II. 3. Selulosa dan Mikrob Selulolitik ...11

II. 4. Xilan dan Bakteri Pendegradasi Xilan...12

II. 5. Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS) ...13

III. METODOLOGI PENELITIAN...15

III. 1. Tempat dan Waktu ...15

III. 2. Bahan dan Alat ...15

III. 3. Metode...16

III. 3. 1. Tahapan Penelitian ...16

III. 3. 2. Pengamatan dan Pengukuran ...19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...22

IV. 1. Mikrob Fungsional Pengkoloni Sludge Bubur Kayu ...22

IV. 1. 1. Mikrob Selulolitik ...23

IV. 1. 2. Bakteri Pendegradasi Xilan ...24


(50)

40

IV. 2. Jumlah Populasi Mikrob Fungsional ...27

IV. 3. Kajian Perubahan Nilai pH dan Konsentrasi Sulfat pada Campuran Tanah Bekas Tambang Batubara dan Sludge Bubur Kayu...26

IV. 3. 1. Perubahan Nilai pH...29

IV. 3. 2. Perubahan Konsentrasi Sulfat ...31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...33

V. 1. Kesimpulan...33

V. 2. Saran ...33

VI. DAFTAR PUSTAKA...34


(51)

41 DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu ... 25

Lampiran

1. Sifat kimia sludge pulp industri kertas ... 34 2. Komposisi media CMC (Anas, 1989) ... 34 3. Komposisi media bakteri pendegradasi xilan (Nakamura et al., 1993) ... 34 4. Komposisi media bakteri pereduksi sulfat (Clesceri et al., 1998) ... 35


(52)

42 DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Bakteri Pendegradasi Xilan (A= koloni bakteri, B= zona bening)

(Sumber : Richana, 2002) ... 10

2. (a) Jar anaerob (Tortora et al., 1986), (b) Jar anaerob yang digunakan dalam penelitian ... 15

3. Tahapan kegiatan penelitian ... 18

4. Isolat mikrob selulolitik ... 21

5. Isolat bakteri pendegradasi xilan ... 22

6. Isolat bakteri pereduksi sulfat ... 24

7. Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu ... 25

8. Pengaruh pemberian sludge bubur kayu pada lahan bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi selama 20 hari terhadap pH ... 27

9. Pengaruh pemberian sludge bubur kayu terhadap sulfat pada lahan bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi selama 20 hari... 29


(1)

37 Lampiran 1. Sifat kimia sludge pulp industri kertas (Maulana, 2005)

Parameter Satuan Nilai

pH 1:1 (H2O) - 8.40

C-org % 8.83

N-total % 0.38

P (Bray 1) ppm 9.90

Ca me/100 g 48.10

Mg me/100 g 6.49

K me/100 g 9.85

Na me/100 g 19.82

KTK me/100 g 26.93

Fe ppm 0.64

Cu ppm 0.08

Zn ppm 0.60

Mn ppm 0.56

Pb ppm 3.60

SO4 ppm 186.30

Lampiran 2. Komposisi media CMC (Anas, 1989)

Komposisi Jumlah

(gram/liter)

KH2PO4 1.00

K2SO4.7H2O 0.50

NaCl 0.50

FeSO4 0.01

MnSO4 0.01

NH4NO3 1.00

agar 16.0

larutan tepung selulosa (CMC) 10.0

(ditambah aquades sebanyak 1000 ml)

Lampiran 3. Komposisi media bakteri pendegradasi xilan (Nakamura et al., 1993)

Komposisi Jumlah

(% b/v)

polypepton 0.50

yeast ekstrak 0.10

KH2PO4 0.12

MgSO4.7H2O 0.02

oat spelt xylan 0.50


(2)

38 Lampiran 4. Komposisi media bakteri pereduksi sulfat (Clesceri et al., 1998)

Komposisi Jumlah

(gram/liter)

Na laktat 3.5

MgSO4 2.0

NH4Cl 0.2

KH2PO4 0.5

FeSO4.7H2O 0.5

asam askorbat 0.1


(3)

39 DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

I. PENDAHULUAN ...1

I. 1. Latar belakang...4

I. 2. Tujuan ...5

II. TINJAUAN PUSTAKA ...7

II. 1. Proses Pembuatan Bubur Kayu ...7

II. 2. Sludge Bubur Kayu...8

II. 3. Selulosa dan Mikrob Selulolitik ...11

II. 4. Xilan dan Bakteri Pendegradasi Xilan...12

II. 5. Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS) ...13

III. METODOLOGI PENELITIAN...15

III. 1. Tempat dan Waktu ...15

III. 2. Bahan dan Alat ...15

III. 3. Metode...16

III. 3. 1. Tahapan Penelitian ...16

III. 3. 2. Pengamatan dan Pengukuran ...19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...22

IV. 1. Mikrob Fungsional Pengkoloni Sludge Bubur Kayu ...22

IV. 1. 1. Mikrob Selulolitik ...23

IV. 1. 2. Bakteri Pendegradasi Xilan ...24


(4)

40

IV. 2. Jumlah Populasi Mikrob Fungsional ...27

IV. 3. Kajian Perubahan Nilai pH dan Konsentrasi Sulfat pada Campuran Tanah Bekas Tambang Batubara dan Sludge Bubur Kayu...26

IV. 3. 1. Perubahan Nilai pH...29

IV. 3. 2. Perubahan Konsentrasi Sulfat ...31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...33

V. 1. Kesimpulan...33

V. 2. Saran ...33

VI. DAFTAR PUSTAKA...34


(5)

41 DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu ... 25 Lampiran

1. Sifat kimia sludge pulp industri kertas ... 34 2. Komposisi media CMC (Anas, 1989) ... 34 3. Komposisi media bakteri pendegradasi xilan (Nakamura et al., 1993) ... 34 4. Komposisi media bakteri pereduksi sulfat (Clesceri et al., 1998) ... 35


(6)

42 DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Bakteri Pendegradasi Xilan (A= koloni bakteri, B= zona bening)

(Sumber : Richana, 2002) ... 10

2. (a) Jar anaerob (Tortora et al., 1986), (b) Jar anaerob yang digunakan dalam penelitian ... 15

3. Tahapan kegiatan penelitian ... 18

4. Isolat mikrob selulolitik ... 21

5. Isolat bakteri pendegradasi xilan ... 22

6. Isolat bakteri pereduksi sulfat ... 24

7. Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu ... 25

8. Pengaruh pemberian sludge bubur kayu pada lahan bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi selama 20 hari terhadap pH ... 27

9. Pengaruh pemberian sludge bubur kayu terhadap sulfat pada lahan bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi selama 20 hari... 29