25 xylan  yang ditambahkan  sebanyak 5 gramliter, sehingga tidak menghambat
pertumbuhan bakteri. Demikian halnya juga dengan garam nutrien, akan  menghambat laju
pertumbuhan pada konsentrasi tertentu. Penggunaan garam nutrien dari ammonium, fosfat, dan nitrat, masing-masing penghambatan dimulai pada
konsentrasi 9, 10 dan 1 gl. Pada media alkali ini, konsentrasi garam nutrien yang ditambahkan tidak  melebihi konsentrasi yang disarankan, sehingga pertumbuhan
bakteri pendegradasi xilan cukup optimal.  Xilanase yang dihasilkan oleh mikrob akan menghidrolisis xilan menjadi xilosa Richana, 2002.
C
5
H
8
O
4
+ H
2
O à C
5
H
10
O
5
Xilan Xilosa
Pertumbuhan  bakteri pendegradasi xilan pada penelitian ini ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar koloni yang timbul mencembung dan tepi koloni
bergerigi Gambar 5.
Gambar 5. Isolat bakteri pendegradasi xilan
IV. 1. 3. Bakteri Pereduksi Sulfat BPS
Pada bak pengolahan industri maupun pembuangan limbah yang beraerasi buruk akan terbentuk zona anaerobik, yang merupakan keadaan tereduksi dengan
potensial redoks yang rendah Woods dan Rawlings, 1991. Kondisi pada bak
26 pengolahan industri tersebut, sebenarnya analog dengan yang terjadi di perairan,
yaitu terbentuknya zona aerob dan anaerob. Zona aerob merupakan zona dengan limpahan oksigen dari udara,
sehingga tercipta keadaan teroksidasi. Mikrob selulolitik dan bakteri pendegradasi xilan tumbuh pada  habitat tersebut.  Sludge  yang jumlahnya cukup besar dan
belum dimanfaatkan secara optimal akan menumpuk sehingga di bagian bawah sludge  tersebut tentunya akan terbentuk zona anaerob. Zona anaerob merupakan
lapisan tanpa oksigen, sehingga tercipta keadaan reduksi. Kondisi yang demikian sangat sesuai bagi pertumbuhan BPS.
Senyawa-senyawa sederhana berbobot molekul rendah, yang terbentuk pada penguraian anaerob biomassa, terutama selulosa yaitu laktat, asetat,
propionat, butirat, format, etanol, asam-asam lemak berbobot molekul tinggi dan hidrogen berfungsi sebagai donor elektron bagi BPS Schlegel  Schmidt, 1994.
Hal ini menunjukkan bahwa tersedianya substrat bagi BPS pada  sludge  bubur kayu, tidak lepas dari peranan mikrob selulolitik. Dengan menggunakan senyawa
organik sederhana hasil penguraian selulosa seperti laktat, BPS menggunakan sulfat yang terdapat dalam  sludge bubur kayu untuk direduksi.
Isolasi BPS pada penelitian ini dilakukan dalam laminar flow dan untuk mencapai kondisi anaerob penyimpanan dilakukan menggunakan anaerob jar agar
terkondisikan anaerob, sehingga diharapkan pertumbuhan BPS akan maksimal. Beberapa spesies dan genus bakteri anaerobik dapat bertahan sementara dengan
adanya oksigen, namun membutuhkan lingkungan yang ekstrim untuk pertumbuhannya Schlegel    Schmidt, 1994. Pada penelitian kali ini, juga
didapat koloni BPS yang berwarna hitam Gambar 6.
27 Gambar 6. Isolat bakteri pereduksi sulfat
Ciri fisiologis kelompok BPS adalah kemampuannya dalam mereduksi sulfat. Penurunan  konsentrasi sulfat akan berdampak pada penurunan sifat asam atau
peningkatan pH. Ciri fisiologis ini dibahas pada hasil analisis kajian perbaikan pH dan penurunan sulfat.
IV. 2. Jumlah Populasi Mikrob Fungsional
Perhitungan jumlah populasi dapat digunakan untuk menggambarkan aktivitas mikrob pada sludge bubur kayu. Semakin tinggi jumlah populasi berarti
suplai makanan atau energi serta kebutuhan bagi mikrob lebih mudah didapat atau tersedia. Perubahan sifat fisik dan kimia lingkungan dapat mempengaruhi
komposisi mikrob pendegradasi selulosa serta aktifitasnya. Dari hasil penelitian, diperoleh data total mikrob dan populasi mikrob fungsional, dengan jumlah
populasi terbanyak adalah mikrob selulolitik Tabel  1  dan Gambar  7.  Hal ini terjadi karena selulosa  yang diuraikan oleh mikrob selulolitik merupakan bahan
utama yang digunakan dalam proses pembuatan kertas, sehingga ketersediannya melimpah. Dengan demikian, mikrob selulolitik mudah untuk mendapatkan
sumber makanannya.
28 Tabel  1. Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu
Jenis Mikrob Jumlah populasi
SPKgram  sludge Total mikrob
8.05x10
5
Mikrob selulolitik 2.50x10
5
Bakteri pendegradasi xilan 1.56x10
5
Bakteri pereduksi sulfat 1.49x10
3
Gambar 7.   Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu Populasi mikrob pendegradasi selulosa yang aktif pada kisaran pH netral
sekitar 6.5 – 7 adalah bakteri dan fungi Alexander, 1977. Nilai  pH pada media yang digunakan untuk isolasi dibuat pada kisaran 7, sehingga diharapkan sesuai
bagi pertumbuhan mikrob selulolitik.  Faktor  utama lingkungan  yang mempengaruhi penguraian selulosa  adalah  kandungan nitrogen  tersedia, suhu,
aerasi, kelembaban, pH, dan jenis karbohidrat yang lain. Penggunaan nitrogen inorganik, baik ammonium atau garam nitrat,  dapat mempertinggi kerusakan
selulosa. Kecepatan dekomposisi selulosa sebanding dengan konsentrasi nitrogen yang ditambahkan.  Semakin tinggi kandungan nitrogen  akan mempercepat laju
penguraian selulosa, tetapi laju tersebut tidak akan memberikan respon jika
-2.000 0.000
2.000 4.000
6.000 8.000
10.000 12.000
14.000
Total mikroba Mikroba
selulolitik Bakteri
pendegradasi xylan
Bakteri pereduksi
sulfat
jenis mikroba populasi 10
5
29 jumlah nitrogen melebihi dari kadar optimum Alexander, 1977. Dengan angka N
total hasil analisis sludge bubur kayu  yang tergolong sedang  yaitu sebesar 0.38 Lampiran 1,  tidak  akan  menghambat  laju penguraian selulosa sehingga sumber
karbon dan energi bagi pertumbuhan mikrob selulolitik tersedia dengan baik. Jumlah populasi terendah dari mikrob fungsional pengkoloni  sludge
adalah bakteri pereduksi sulfat 1.49x10
3
SPKgram  sludge. BPS sedikit toleran terhadap oksigen, tetapi hanya mampu tumbuh pada ko ndisi anaerob dengan
potensial redoks yang rendah Eh dari 0 hingga  -350 mV Germida,  1992. Sifatnya yang anaerob tersebut menyebabkan populasinya lebih rendah bila
dibanding dengan mikrob fungsional lain yang diisolasi dalam penelitian kali ini.
IV.  3. Kajian Perubahan  Nilai  pH dan  Konsentrasi  Sulfat pada  Campuran Tanah Bekas Tambang Batubara dan
Sludge Bubur  Kayu Kajian ini dilakukan terkait dengan hasil isolasi yang menunjukkan adanya
mikrob yang bersifat aerob maupun anaerob pada  sludge  bubur kayu. Proses penggenangan pada penelitian ini analog dengan proses penggenangan pada tanah
sawah. Akibat penggenangan pada tanah sawah, terjadi perubahan populasi mikrob, dari bakteri aerob ke bakteri anaerob fakultatif, kemudian digantikan oleh
bakteri anaerob Kimura, 2000. IV. 3. 1. Perubahan Nilai pH
Penambahan  sludge  ke tanah bekas tambang batubara menyebabkan nilai pH meningkat drastis pada hari pertama inkubasi. Hal ini mungkin terjadi karena
tingginya nilai pH pada sludge yang berarti juga penambahan konsentrasi ion OH
-
ke tanah bekas tambang batubara. Selain itu,  sludge  sebagai bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami proses dekomposisi. Oksigen
30 sebagai akseptor elektron terkuat mengoksidasi bahan organik menjadi CO
2
. Mikrob aerob menggunakan oksigen dalam proses respirasi dan akan
menghasilkan CO
2
. Sedikitnya oksigen pada kondisi perlakuan yang tergenang ini menyebabkan mikrob aerob memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk
keperluan respirasi sehingga akan dihasilkan CO
2
dalam  waktu cepat. CO
2
yang terbebaskan bereaksi dengan air membentuk H
2
CO
3
dan karena H
2
CO
3
bersifat asam lemah maka anionnya HCO
3-
akan cenderung membentuk garam tak larut dengan Al
3+
, Fe
3+
, dan H
+
.  Dengan demikian unsur-unsur yang dapat menjadi sumber kemasaman dapat menurun dan pH akan meningkat.
CH
2
O + O
2
CO
2
+ H
2
O CO
2
+ H
2
O HCO
3 -
+ H
+
HCO
3 -
+ H
2
O H
2
CO
3
+ 3OH
-
Gambar 8.  Pengaruh pemberian  sludge  bubur kayu terhadap  pH  pada  tanah
bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi selama 20 hari
4.00 4.50
5.00 5.50
6.00 6.50
7.00 7.50
8.00
1 5
10 15
20
waktu inkubasi hari pH
Kontrol LBB Sampel LBB+Sludge
TBB TBB+sludge
31
IV. 3. 2. Perubahan Konsentrasi Sulfat