1. 3. Bakteri Pereduksi Sulfat BPS

25 xylan yang ditambahkan sebanyak 5 gramliter, sehingga tidak menghambat pertumbuhan bakteri. Demikian halnya juga dengan garam nutrien, akan menghambat laju pertumbuhan pada konsentrasi tertentu. Penggunaan garam nutrien dari ammonium, fosfat, dan nitrat, masing-masing penghambatan dimulai pada konsentrasi 9, 10 dan 1 gl. Pada media alkali ini, konsentrasi garam nutrien yang ditambahkan tidak melebihi konsentrasi yang disarankan, sehingga pertumbuhan bakteri pendegradasi xilan cukup optimal. Xilanase yang dihasilkan oleh mikrob akan menghidrolisis xilan menjadi xilosa Richana, 2002. C 5 H 8 O 4 + H 2 O à C 5 H 10 O 5 Xilan Xilosa Pertumbuhan bakteri pendegradasi xilan pada penelitian ini ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar koloni yang timbul mencembung dan tepi koloni bergerigi Gambar 5. Gambar 5. Isolat bakteri pendegradasi xilan

IV. 1. 3. Bakteri Pereduksi Sulfat BPS

Pada bak pengolahan industri maupun pembuangan limbah yang beraerasi buruk akan terbentuk zona anaerobik, yang merupakan keadaan tereduksi dengan potensial redoks yang rendah Woods dan Rawlings, 1991. Kondisi pada bak 26 pengolahan industri tersebut, sebenarnya analog dengan yang terjadi di perairan, yaitu terbentuknya zona aerob dan anaerob. Zona aerob merupakan zona dengan limpahan oksigen dari udara, sehingga tercipta keadaan teroksidasi. Mikrob selulolitik dan bakteri pendegradasi xilan tumbuh pada habitat tersebut. Sludge yang jumlahnya cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal akan menumpuk sehingga di bagian bawah sludge tersebut tentunya akan terbentuk zona anaerob. Zona anaerob merupakan lapisan tanpa oksigen, sehingga tercipta keadaan reduksi. Kondisi yang demikian sangat sesuai bagi pertumbuhan BPS. Senyawa-senyawa sederhana berbobot molekul rendah, yang terbentuk pada penguraian anaerob biomassa, terutama selulosa yaitu laktat, asetat, propionat, butirat, format, etanol, asam-asam lemak berbobot molekul tinggi dan hidrogen berfungsi sebagai donor elektron bagi BPS Schlegel Schmidt, 1994. Hal ini menunjukkan bahwa tersedianya substrat bagi BPS pada sludge bubur kayu, tidak lepas dari peranan mikrob selulolitik. Dengan menggunakan senyawa organik sederhana hasil penguraian selulosa seperti laktat, BPS menggunakan sulfat yang terdapat dalam sludge bubur kayu untuk direduksi. Isolasi BPS pada penelitian ini dilakukan dalam laminar flow dan untuk mencapai kondisi anaerob penyimpanan dilakukan menggunakan anaerob jar agar terkondisikan anaerob, sehingga diharapkan pertumbuhan BPS akan maksimal. Beberapa spesies dan genus bakteri anaerobik dapat bertahan sementara dengan adanya oksigen, namun membutuhkan lingkungan yang ekstrim untuk pertumbuhannya Schlegel Schmidt, 1994. Pada penelitian kali ini, juga didapat koloni BPS yang berwarna hitam Gambar 6. 27 Gambar 6. Isolat bakteri pereduksi sulfat Ciri fisiologis kelompok BPS adalah kemampuannya dalam mereduksi sulfat. Penurunan konsentrasi sulfat akan berdampak pada penurunan sifat asam atau peningkatan pH. Ciri fisiologis ini dibahas pada hasil analisis kajian perbaikan pH dan penurunan sulfat. IV. 2. Jumlah Populasi Mikrob Fungsional Perhitungan jumlah populasi dapat digunakan untuk menggambarkan aktivitas mikrob pada sludge bubur kayu. Semakin tinggi jumlah populasi berarti suplai makanan atau energi serta kebutuhan bagi mikrob lebih mudah didapat atau tersedia. Perubahan sifat fisik dan kimia lingkungan dapat mempengaruhi komposisi mikrob pendegradasi selulosa serta aktifitasnya. Dari hasil penelitian, diperoleh data total mikrob dan populasi mikrob fungsional, dengan jumlah populasi terbanyak adalah mikrob selulolitik Tabel 1 dan Gambar 7. Hal ini terjadi karena selulosa yang diuraikan oleh mikrob selulolitik merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan kertas, sehingga ketersediannya melimpah. Dengan demikian, mikrob selulolitik mudah untuk mendapatkan sumber makanannya. 28 Tabel 1. Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu Jenis Mikrob Jumlah populasi SPKgram sludge Total mikrob 8.05x10 5 Mikrob selulolitik 2.50x10 5 Bakteri pendegradasi xilan 1.56x10 5 Bakteri pereduksi sulfat 1.49x10 3 Gambar 7. Jumlah populasi mikrob fungsional sludge bubur kayu Populasi mikrob pendegradasi selulosa yang aktif pada kisaran pH netral sekitar 6.5 – 7 adalah bakteri dan fungi Alexander, 1977. Nilai pH pada media yang digunakan untuk isolasi dibuat pada kisaran 7, sehingga diharapkan sesuai bagi pertumbuhan mikrob selulolitik. Faktor utama lingkungan yang mempengaruhi penguraian selulosa adalah kandungan nitrogen tersedia, suhu, aerasi, kelembaban, pH, dan jenis karbohidrat yang lain. Penggunaan nitrogen inorganik, baik ammonium atau garam nitrat, dapat mempertinggi kerusakan selulosa. Kecepatan dekomposisi selulosa sebanding dengan konsentrasi nitrogen yang ditambahkan. Semakin tinggi kandungan nitrogen akan mempercepat laju penguraian selulosa, tetapi laju tersebut tidak akan memberikan respon jika -2.000 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 Total mikroba Mikroba selulolitik Bakteri pendegradasi xylan Bakteri pereduksi sulfat jenis mikroba populasi 10 5 29 jumlah nitrogen melebihi dari kadar optimum Alexander, 1977. Dengan angka N total hasil analisis sludge bubur kayu yang tergolong sedang yaitu sebesar 0.38 Lampiran 1, tidak akan menghambat laju penguraian selulosa sehingga sumber karbon dan energi bagi pertumbuhan mikrob selulolitik tersedia dengan baik. Jumlah populasi terendah dari mikrob fungsional pengkoloni sludge adalah bakteri pereduksi sulfat 1.49x10 3 SPKgram sludge. BPS sedikit toleran terhadap oksigen, tetapi hanya mampu tumbuh pada ko ndisi anaerob dengan potensial redoks yang rendah Eh dari 0 hingga -350 mV Germida, 1992. Sifatnya yang anaerob tersebut menyebabkan populasinya lebih rendah bila dibanding dengan mikrob fungsional lain yang diisolasi dalam penelitian kali ini. IV. 3. Kajian Perubahan Nilai pH dan Konsentrasi Sulfat pada Campuran Tanah Bekas Tambang Batubara dan Sludge Bubur Kayu Kajian ini dilakukan terkait dengan hasil isolasi yang menunjukkan adanya mikrob yang bersifat aerob maupun anaerob pada sludge bubur kayu. Proses penggenangan pada penelitian ini analog dengan proses penggenangan pada tanah sawah. Akibat penggenangan pada tanah sawah, terjadi perubahan populasi mikrob, dari bakteri aerob ke bakteri anaerob fakultatif, kemudian digantikan oleh bakteri anaerob Kimura, 2000. IV. 3. 1. Perubahan Nilai pH Penambahan sludge ke tanah bekas tambang batubara menyebabkan nilai pH meningkat drastis pada hari pertama inkubasi. Hal ini mungkin terjadi karena tingginya nilai pH pada sludge yang berarti juga penambahan konsentrasi ion OH - ke tanah bekas tambang batubara. Selain itu, sludge sebagai bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami proses dekomposisi. Oksigen 30 sebagai akseptor elektron terkuat mengoksidasi bahan organik menjadi CO 2 . Mikrob aerob menggunakan oksigen dalam proses respirasi dan akan menghasilkan CO 2 . Sedikitnya oksigen pada kondisi perlakuan yang tergenang ini menyebabkan mikrob aerob memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk keperluan respirasi sehingga akan dihasilkan CO 2 dalam waktu cepat. CO 2 yang terbebaskan bereaksi dengan air membentuk H 2 CO 3 dan karena H 2 CO 3 bersifat asam lemah maka anionnya HCO 3- akan cenderung membentuk garam tak larut dengan Al 3+ , Fe 3+ , dan H + . Dengan demikian unsur-unsur yang dapat menjadi sumber kemasaman dapat menurun dan pH akan meningkat. CH 2 O + O 2 CO 2 + H 2 O CO 2 + H 2 O HCO 3 - + H + HCO 3 - + H 2 O H 2 CO 3 + 3OH - Gambar 8. Pengaruh pemberian sludge bubur kayu terhadap pH pada tanah bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi selama 20 hari 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 1 5 10 15 20 waktu inkubasi hari pH Kontrol LBB Sampel LBB+Sludge TBB TBB+sludge 31

IV. 3. 2. Perubahan Konsentrasi Sulfat