Efektivitas Lahan Basah Buatan Sistem Aliran Bawah Permukaan

15 dalam teknologi lahan basah buatan berjalan dengan baik. Selain itu, penurunan polutan pada reaktor kontrol menunjukkan terjadinya proses filtrasi yang dilakukan oleh media yaitu pasir. Supradata 2005 menyatakan bahwa media berperan dalam membantu terjadinya proses sedimentasi serta membantu penyerapan adsorbsi bau dari gas hasil biodegradasi, serta tempat berkembangbiaknya mikroorganisme. Hal ini menjawab pertanyaan mengapa pada reaktor kontrol dimana didalamnya tidak terdapat tanaman masih mampu menurunkan polutan dalam air limbah domestik. Proses yang terjadi pada reaktor kontrol berupa reaksi fisik oleh adanya media pasir yang terdapat pada kedua reaktor baik pada kontrol dengan debit air limbah 15 L d -1 K1B1 maupun pada kontrol dengan debit air limbah 30 L d -1 K2B2. Analisis sidik ragam nilai COD pada hari ke-14 menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman dan debit air limbah berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan polutan Lampiran 1. Berikut hasil uji lanjut Tukey yang dilakukan untuk menentukan perbedaan pengaruh antar perlakuan. Tabel 8 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-14 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 72.00 a C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 74.66 ab H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 78.00 abc H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 162.66d BNJ 5 57.16 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. Dari hasil pengujian diatas dapat diketahui bahwa perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 dan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 dalam menurunkan polutan dalam limbah domestik. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 berbeda dengan ketiga perlakuan lainnya. Perbedaan ini karena adanya perolehan nilai COD pada reaktor A2B2 yang tertinggi 162.66 mg L -1 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Analisis sidik ragam nilai COD pada hari ke-28 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman dan debit air limbah menunjukkan pengaruh yang sangat nyata p0.01 Lampiran 1. Dengan kata lain baik tanaman maupun debit air limbah, kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap nilai COD pada air limbah. Hasil uji lanjut Tukey terhadap nilai COD pada hari ke-28 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 dan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1. Dengan kata lain, meskipun berdasarkan rata-rata nilai COD perlakuan A1B1 paling kecil, namun secara statistik nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1B2 dan A2B1. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh 16 perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 dengan rata-rata nilai COD sebesar 133.51 mg L -1 . Tabel 9 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-28 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 56.05 a C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 62.96ab H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 67.45 abc H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 133.51d BNJ 5 47.93 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. Supradata 2005 menyatakan bahwa salah satu pencemar terbesar di badan air adalah air limbah domestik yaitu sebesar 60-70. Effendi 2003 menyatakan bahwa komposisi padatan yang terdapat dalam limbah domestik, 70 merupakan bahan organik. Apabila tidak ada penanganan limbah domestik sebelum masuk ke badan perairan maka akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa pengelolaan limbah harus dilakukan agar kualitas air terjamin dan dalam kondisi alamiahnya. Status mutu air dikatakan dalam kondisi tercemar apabila mutu air tidak memenuhi standar baku mutu air yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah tersebut. Secara keseluruhan nilai COD semua perlakuan pada hari ke-42 lebih besar dibandingkan dengan nilai COD pada hari ke-28. Hal ini terutama karena adanya masukan air limbah yang terjadi setiap harinya ke dalam reaktor. Penambahan polutan ke dalam reaktor tersebut tidak diimbangi dengan adanya penyerapan oleh tanaman yang ada sehingga penyerapan bahan polutan pada hari ke-42 tidak berjalan maksimal. Beberapa kendala yang menyebabkan berkurangnya penyerapan bahan organik oleh tanaman adalah karena : 1. Munculnya penyakit bercak kuning pada tanaman yang menyerang daun dan batang tanaman yang menyebabkan beberapa tanaman kering dan mati. 2. Munculnya ulat yang memakan daun dan batang dari tanaman pada reaktor baik C. indica maupun H. psittacorum yang menyebabkan beberapa tanaman mati. Munculnya penyakit bercak kuning dan munculnya ulat pada beberapa tanaman yang menyebabkan tanaman kering dan mati pada akhirnya akan menurunkan jumlah mikoorganisme yang ada pada akar tanaman. Penurunan jumlah mikroorganisme pada akar tanaman akan berpengaruh terhadap kinerja reaktor karena mikroorganisme berperan dalam mendegradasi sebagian besar bahan organik pada air limbah domestik. Dengan adanya mikroorganisme, bahan organik yang terdapat dalam air limbah akan dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana dan akan dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai nutrien, sedangkan sistem perakaran tanaman akan menghasilkan oksigen yang dapat digunakan sebagai sumber energikatalis untuk rangkaian proses metabolisme bagi kehidupan mikroorganisme Supradata 2005. Selain itu, umur tanaman juga berpengaruh terhadap efektifitas tanaman dalam lahan basah buatan karena semakin tua umur tanaman menyebabkan perakaran tanaman juga akan mati. Akar 17 tanaman yang mati akan menjadi penyumbang polutan pada teknologi lahan basah buatan. Dibawah ini adalah gambar tanaman yang terkena bercak kuning serta munculnya ulat pada tanaman yang menyebabkan beberapa tanaman kering dan mati Gambar 4. Gambar 4. Bercak kuning dan ulat yang menyebabkan beberapa tanaman mati Meskipun penurunan polutan pada hari ke-42 tidak se-efektif pada hari ke- 28, namun berdasarkan hasil analisis sidik ragam nilai COD pada hari ke-42 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman faktor A mempengaruhi nilai COD p0.05 sedangkan debit air limbah faktor B tidak mempengaruhi nilai COD pada hari ke-42 P0.05 Lampiran 1. Dengan kata lain, analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara penggunaan jenis tanaman Faktor A dengan debit air limbah Faktor B terhadap nilai COD. Selanjutnya berdasarkan hasil uji lanjut Tukey terhadap perlakuan penggunaan tanaman menunjukkan bahwa perbedaan nyata terjadi pada perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 dengan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1. Tabel uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-42 disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-42 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 276.11a C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 292.76ab H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 328.67b H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 310.88ab BNJ 5 47.93 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. 18 3.2.2 Biochemical Oxygen Demand BOD Tabel 11 Nilai BOD selama penelitian Perlakuan Nilai BOD mg L -1 Inlet Hari ke-0 Outlet Hari ke-2 Outlet Hari ke-14 Outlet Hari ke-28 Outlet Hari ke-42 K1B1 506 57.27 21.7 27.44 29.15 A1B1 506 42.88 18.3 20.37 23.85 A2B1 506 53.61 18.62 21.53 27.65 K2B2 506 40.05 11.3 35.1 37.2 A1B2 506 38.39 4.2 10.17 20.38 A2B2 506 48.57 18.42 25.32 32.85 Keterangan : K1B1 : Kontrol dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 : C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 : H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 K2B2 : Kontrol dengan debit air limbah 30L d -1 A1B2 : C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 : H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 Biochemical Oxygen Demand BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik yang ada pada air limbah secara aerob. Pengelolaan secara aerob berlangsung di dalam zona akar dan di bagian atas sedimen, sedangkan pengolahan secara anaerob berlangsung pada bagian bawah sedimen atau terkadang berlangsung di dalam air apabila suplai oksigen telah habis terpakai Hidayah dan Aditya 2009. Konsentrasi BOD mengindikasikan banyaknya kandungan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, dengan kata lain apabila nilai BOD tinggi maka dapat dikatakan bahwa bahan organik dalam perairan tersebut melimpah. Pada hari ke-2, penurunan nilai BOD sudah terlihat sangat signifikan di seluruh perlakuan, termasuk pada reaktor kontrol. Wood 1999 menyatakan bahwa penurunan konsentrasi bahan organik dalam sistem lahan basah buatan terjadi karena adanya mekanisme aktivitas mikroorganisme dan tanaman, melalui proses oksidasi oleh bakteri aerob yang tumbuh di sekitar rizosfer tanaman maupun kehadiran bateri heterotrof di dalam air limbah. Hal ini menjelaskan bahwa pada hari ke-2 baik pada air limbah maupun di sekitar tanaman keberadaan mikroorganisme melimpah. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menjelaskan bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman menunjukkan pengaruh yang sangat nyata p0.01 namun faktor debit air limbah tidak mempengaruhi nilai BOD dilihat dari F-hit F-tabel 5 p0.05 Lampiran 2. Dengan kata lain, pada hari ke-2 penelitian, yang berpengaruh terhadap penurunan polutan adalah tanaman. Berdasarkan nilai BOD pada reaktor kontrol yang juga menurun dari nilai BOD pada awal perlakuan, menunjukkan bahwa media pasir juga berpengaruh secara fisik terhadap penurunan polutan pada air limbah domestik. Uji lanjut tukey menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara tanaman C. indica dan H. psittacorum Tabel 12. Penurunan polutan tertinggi pada air limbah domestik selama penelitian terjadi pada hari ke-14. Penurunan polutan tertinggi terjadi pada reaktor menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 dengan perolehan nilai BOD sebesar 4.2 mg L -1 sedangkan perolehan nilai BOD terbesar 19 adalah pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 15 L d -1 K1B1 sebesar 21.70 mg L -1 . Hal ini berarti penurunan BOD terendah terjadi pada reaktor K1B1 tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 bahwa baku mutu air limbah domestik untuk BOD adalah sebesar 100 mg L -1 . Berdasarkan nilai tersebut maka semua perlakuan maupun kontrol menunjukkan kondisi yang baik yaitu dibawah standar baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan. Tabel 12 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-2 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 42.88ab C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 38.39a H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 53.61c H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 48.57bc BNJ 5 52.96 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. Penurunan konsentrasi BOD pada hari ke-14 berkisar antara 95-99. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan teknologi lahan basah buatan dalam penelitian ini paling optimum bekerja pada hari ke-14. Penurunan nilai BOD yang tajam pada hari ke-14 juga mengindikasikan bahwa bahan organik yang terkandung dalam air limbah domestik sebagian besar merupakan bahan organik yang bersifat mudah urai atau biodegradable. Analisis sidik ragam nilai BOD pada hari ke-14 menunjukkan bahwa secara umum, perlakuan penggunaan jenis tanaman dan debit air limbah menunjukkan pengaruh sangat yang nyata p0.01 Lampiran 2. Baik tanaman maupun debit air limbah, kedua faktor tersebut terbukti berpengaruh nyata terhadap nilai BOD selama penelitian. Dengan kata lain bahwa terdapat interaksi antara penggunaan jenis tanaman dengan debit air limbah terhadap nilai BOD. Berdasarkan hasil uji lanjut yang dilakukan diketahui bahwa dari semua perlakuan yang menunjukkan adanya penurunan polutan, perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 dengan nilai BOD sebesar 4.2 mg L -1 terbukti berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya, yaitu C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 dengan nilai BOD sebesar 18.30 mg L -1 , perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 dengan nilai BOD sebesar 18.62 mg L -1 dan perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 dengan nilai BOD sebesar 18.42 mg L -1 . Hasil uji lanjut Tukey BNJ 5 nilai COD pada hari ke-14 disajikan pada Tabel 13. Supradata 2005 menyatakan bahwa kemampuan teknologi lahan basah buatan constructed wetland dalam mengolah limbah domestik sama efektifnya dengan teknologi konvensional dengan sistem lumpur aktif. Halverson 2004 menyebutkan bahwa secara umum mekanisme penyerapan polutan pada lahan basah buatan melalui proses abiotik fisik dan kimia atau biotik mikrob dan tanaman dan gabungan dari kedua proses tersebut. 20 Tabel 13 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-14 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 18.30b C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 4.20a H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 18.62b H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 18.42b BNJ 5 10.82 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. Nilai BOD pada hari ke-28 pada semua perlakuan lebih tinggi dibandingkan nilai BOD pada hari ke-14. Dengan kata lain, penurunan polutan pada hari ke-28 lebih rendah dibandingkan dengan hari ke-14. Meskipun penurunan polutan pada hari ke-28 tidak setinggi seperti halnya hari ke-14. Pada hari ke-28, perlakuan yang mampu menurunkan polutan tertinggi sama dengan perlakuan pada hari ke- 14 yaitu perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 dengan nilai BOD yang diperoleh sebesar 10.17 mg L -1 . Berbeda dengan hari ke-14, nilai BOD yang terbesar ditunjukkan pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 30 L d -1 K2B2 sebesar 35.1 mg L -1 . Penurunan nilai BOD pada air limbah terjadi secara aerob melalui proses biotik, seperti biodegradasi dan penyerapan oleh tanaman. Aktivitas mikroorganisme maupun tanaman dalam penyediaan oksigen yang terdapat dalam system pengolahan air limbah pada teknologi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan subsurface flow wetland secara prinsip terjadi akibat adanya proses fotosintesis maupun proses respirasi tanaman. Beberapa proses pengurangan polutan yang dilakukan oleh mikrob dan tanaman dalam lahan basah, antara lain sebagai berikut : Biodegradasi secara aerobikanaerobik, merupakan proses metabolisme mikroorganisme yang efektif menghilangkan bahan organik dalam lahan basah. Phyto-akumulasi, merupakan proses pengambilan dan akumulasi bahan anorganik oleh tanaman. Phyto-stabilisasi, merupakan bentuk kemampuan sebagian tanaman untuk memisahkan bahan anorganik pada akar tanaman. Phyto-degradasi, tanaman dapat menghasilkan enzim yang dapat memecah bahan organik maupun anorganik dari polutan sebelum diserap, selama proses transpirasi. Rhizo-degradasi, akar tanaman dapat melakukan penyerapan bahan polutan dari hasil degradasi bahan organikyang dilakukan oleh mikrob. Phyto-volatilisasievapotranspirasi, penyerapan dan transpirasi pada daun tanaman terhadap bahan-bahan yang bersifat volatil. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa secara umum perlakuan dalam hal ini penggunaan jenis tanaman dan debit air berpengaruh nyata P0.01 Lampiran 2. Namun setelah dikaji lebih jauh, berdasarkan nilai F- hitung pada masing-masing faktor jenis tanaman dan debit air limbah diketahui bahwa faktor A penggunaan tanaman mempengaruhi nilai BOD pada air limbah p0.01 sedangkan faktor B debit air limbah tidak mempengaruhi nilai BOD 21 pada air limbah p0.05. Hasil uji lanjut BNJ 5 pada hari ke-28 disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-28 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 20.37b C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 10.17a H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 21.53b H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 25.32b BNJ 5 10.82 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. Hasil uji lanjut Tukey BNJ 5 nilai BOD pada hari ke-28 yang ditunjukkan pada Tabel 14 diatas menunjukkan bahwa dari keempat perlakuan dalam penelitian, satu-satunya perlakuan yang berbeda secara nyata adalah perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2. Perlakuan ini berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya yaitu perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1, perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1, dan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2. Nilai BOD pada hari ke-42 nilai BOD masing-masing perlakuan juga lebih tinggi dibandingkan dengan hari ke-28. Pada hari ke-42, nilai BOD terendah terlihat pada perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 sedangkan nilai BOD tertinggi terlihat pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 30 L d -1 K2B2. Adanya kenaikan nilai BOD pada hari ke-42 pada semua perlakuan menunjukkan bahwa beberapa kendala selama penelitian mempengaruhi sistem teknologi lahan basah dalam mengolah air limbah domestik. Gambar 5. Munculnya bunga pada beberapa tanaman 22 Selama penelitian, beberapa tanaman mulai mengawali fase generatif yang juga berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan beberapa tanaman dalam mengolah limbah domestik. Fase generatif tanaman C. indica ditandai dengan munculnya bunga Setiarini dan Mangkoedihardjo 2013. Selain itu beberapa tanaman yang mati juga mempengaruhi ketersediaan akar tanaman yang berperan dalam penyerapan bahan organik dalam reaktor. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan sistem pengolahan limbah domestik selama penelitian. Gambar 5 menunjukkan dimulainya fase generatif dari tanaman C. indica. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, meskipun nilai BOD pada hari ke-42 mengalami kenaikan atau dengan kata lain terjadi penurunan kemamuan sistem lahan basah buatan, namun penurunan polutan tetap terjadi meskipun tidak se- optimum pada hari ke-14. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan penggunaan tanaman menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dilihat dari nilai F-hit P lebih besar dari nilai F-tabel 1 Lampiran 2. Hal ini menunjukkan bahwa hanya jenis tanaman yang mempengaruhi nilai BOD sedangkan faktor debit air limbah dalam penelitian tidak mempengaruhi nilai BOD pada air limbah domestik pada hari ke-42 penelitian. Untuk mengetahui perlakuan mana yang sebenarnya berbeda, maka analisis dilanjutkan dengan pengujian Tukey BNJ. Adapun hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-42 disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-42 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 23.85ab C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 20.38a H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 27.65abc H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 32.85c BNJ 5 8.52 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. Pengujian diatas menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 yang berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2. 3.2.3 Total Suspended Solid TSS Penurunan nilai TSS terjadi dari awal hingga akhir penelitian dimana pada awal perlakuan yaitu 78 mg L -1 . Penurunan pencemar bahkan terjadi pada reaktor kontrol dimana tidak terdapat tanaman di dalamnya. Metcalf dan Eddy 1991 menyatakan bahwa proses pengolahan limbah pada lahan basah buatan aliran bawah permukaan dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologi. Proses secara fisik yang terjadi adalah proses sedimentasi, filtrasi, dan adsorpsi oleh media tanah yang ada. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penurunan TSS pada air limbah, terutama pada reaktor kontrol yang tidak terdapat tanaman didalamnya. Nilai TSS selama penelitian disajikan pada Tabel 16. 23 Tabel 16 Nilai TSS selama penelitian Perlakuan Nilai TSS mg L -1 Inlet Hari ke-0 Outlet Hari ke-2 Outlet Hari ke-14 Outlet Hari ke-28 Outlet Hari ke-42 K1B1 78 42.58 3.5 3.2 13 A1B1 78 36.35 9.77 8.81 12.19 A2B1 78 37.34 3.44 3.35 13.52 K2B2 78 38 2.33 2.4 12.2 A1B2 78 29.05 4.5 3.73 10.34 A2B2 78 36.03 4.5 3.74 13.28 Keterangan : K1B1 : Kontrol dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 : C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 : H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 K2B2 : Kontrol dengan debit air limbah 30L d -1 A1B2 : C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 : H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai TSS pada hari ke-2 menunjukkan bahwa secara umum, perlakuan dalam hal ini penggunaan jenis tanaman atau debit air limbah menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dilihat dari nilai F-hit P dari nilai F-tabel 1 p0.01. Hal ini mengindikasikan bahwa Faktor A penggunaan tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap nilai TSS p0.01 dan Faktor B debit air limbah juga berpengaruh sangat nyata terhadap nilai TSS p0.01. Hal ini juga menjelaskan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan jenis tanaman dengan debit air limbah terhadap nilai TSS pada air limbah domestik Lampiran 3. Dibawah ini adalah hasil uji lanjut terhadap nilai TSS pada hari ke-2 untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dalam penurunan nilai TSS pada air limbah domestik Tabel 17. Tabel 17 Hasil uji lanjut Tukey nilai TSS pada hari ke-2 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 36.35b C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 29.05a H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 37.34b H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 36.03b BNJ 5 52.96 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. Dari hasil pengujian diatas dapat diketahui bahwa hanya satu perlakuan yang berbeda secara nyata dengan perlakuan lainnya yaitu perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2. Sedangkan perlakuan lainnya yaitu perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1, perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 dan perlakuan menggunakan H.psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2, antar ketiga perlakuan tersebut menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Perbedaan secara nyata pada perlakuan 24 diatas ditunjukkan dengan rendahnya nilai TSS pada perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 yaitu sebesar 29.05 mg L -1 . Pada hari ke-14 penelitian, terjadi penurunan konsentrasi TSS yang sangat signifikan pada semua perlakuan, terutama pada reaktor kontrol dimana didalamnya tidak terdapat tanaman. Nilai TSS terendah adalah pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 30 L d -1 K2B2 sebesar 2.4 mg L -1 sedangkan nilai TSS tertinggi didapat pada perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1. Hal yang menarik disini adalah bahwa penurunan TSS pada reaktor tanpa tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor yang berisi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pasir yang digunakan sebagai media dalam sistem lahan basah buatan mampu bekerja secara efektif dalam menurunkan polutan dalam air limbah domestik melalui proses fisik. Kusumastuti et al. 2015 menyatakan bahwa pasir memiliki kemampuan aerasi yang tinggi karena porositas pasir yang besar dan Khiatuddin 2003 menyatakan bahwa pasir memiliki kemampuan yang baik dalam mengurangi polutan pada teknologi lahan basah buatan yang disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Kinerja lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan dengan berbagai media No. Jenis media Prosentase pengurangan polutan BOD SS Coliform 1 Kerikil 55 – 96 51 – 98 99 2 Tanah 62 – 85 49 – 85 - 3 Pasir 96 94 100 4 Tanah liat 92 91 - Sumber : Khiatuddin 2003 Keterangan : BOD : Biologycal Oxygen Demand SS : Suspended Solids Mekanisme penyerapan polutan pada lahan basah buatan melalui proses abiotik fisik dan kimia menurut Halverson 2004 antara lain melalui: Settling dan sedimentasi, efektif untuk menghilangkan partikulat dan padatan tersuspensi. Adsorpsi dan absorpsi, merupakan proses kimiawi yang terjadi pada tanaman, substrat, sedimen, maupun air limbah yang berkaitan erat dengan waktu retensi air limbah. Oksidasi dan reduksi, efektif untuk mengikat logam-logam B3 dalam lahan basah buatan. Photodegradasioksidasi, degradasi penurunan berbagai unsure polutan yang berkaitan dengan adanya sinar matahari. Volatilisasi, penurunan polutan akibat menguap dalam bentuk gas. Hasil analisis sidik ragam nilai TSS hari ke-14 menunjukkan bahwa Faktor A yaitu penggunaan tanaman berpengaruh nyata terhadap nilai TSS p0.05 sedangkan Faktor B yaitu debit air limbah tidak mempengaruhi nilai TSS p0.05 serta terdapat interaksi antara penggunaan jenis tanaman Faktor A dengan debit air limbah Faktor B terhadap nilai TSS p0.05 Lampiran 3. Hasil uji lanjut Tukey BNJ 5 nilai TSS hari ke-14 penelitian disajikan pada Tabel 19. 25 Tabel 19 Hasil uji lanjut Tukey nilai TSS pada hari ke-14 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 9.77b C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 4.50ab H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 3.44a H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 4.50ab BNJ 5 5.76 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. Hasil uji lanjut Tukey BNJ 5 menunjukkan bahwa perbedaan nyata hanya terjadi pada perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 dengan perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1. Pada hari ke-28 penelitian, nilai konsentrasi TSS juga mengalami penurunan pada semua perlakuan. Namun, penurunan tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai TSS pada hari ke-14. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan TSS pada hari ke-28 tidak lagi maksimal seperti halnya penurunan TSS pada hari ke-14. Sebagai contoh, pada perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 pada hari ke-14 adalah sebesar 9.77 mg L -1 dan nilai TSS pada perlakuan yang sama A1B1 pada hari ke-28 adalah 8.81 mg L -1 , dengan kata lain penurunan nilai TSS selama 14 hari dari hari ke-14 hingga hari ke-28 hanya sebesar 0.96 mg L -1 . Hal ini juga terjadi pada perlakuan yang lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi penurunan kemampuan mekanisme filtrasi dan sedimentasi yang dilakukan oleh media dan akar tanaman. Proses filtrasi dilakukan oleh media dan akar tanaman yang terdapat dalam reaktor dimana proses tersebut terjadi karena kemampuan partikel-partikel media maupun sistem perakaran membentuk filter yang dapat menahan partikel-partikel solid yang terdapat dalam air limbah Supradata 2005. Berkurangnya akar tanaman yang disebabkan karena kering dan matinya beberapa tanaman seperti yang telah disebutkan sebelumnya Gambar 8 menjadi faktor utama berkurangnya kemampuan tanaman dalam menyerap polutan pada sistem lahan basah buatan pada hari ke-28. Hal ini berkaitan dengan kemampuan akar tanaman dalam menyediakan oksigen yang memungkinkan mikroorganisme pengurai seperti bakteri aerob dapat hidup dalam lingkungan lahan basah yang berkondisi anaerob Khiatuddin 2003. Tabel 20 Hasil uji lanjut Tukey nilai TSS pada hari ke-28 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 8.81d C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 3.73ab H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 3.35a H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 3.74abc BNJ 5 4.65 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. 26 Berdasarkan hasil analisis sidik ragam nilai TSS pada hari ke-28 menunjukkan bahwa hanya perlakuan penggunaan tanaman yang berpengaruh nyata terhadap nilai TSS p0.05 sedangkan debit air limbah tidak berpengaruh terhadap nilai TSS pada air limbah p0.05 Lampiran 3. Hasil uji Lanjut Tukey untuk nilai TSS hari ke-28 disajikan pada tabel 20. Dari hasil pengujian diatas, dapat diketahui bahwa dari keempat perlakuan dalam penelitian, hanya satu perlakuan yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yaitu perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 yang berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya yaitu perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2, perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1, dan perlakuan meggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2. Hingga akhir masa penelitian pada hari ke-42 menunjukkan bahwa semua perlakuan menunjukkan nilai konsentrasi TSS 100 mg L -1 . Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa batas maksimum konsentrasi TSS pada air limbah domestik berdasarkan lampiran KepMenLH 112 tahun 2003 adalah sebesar 100 mg L -1 Tabel 4. Hal ini menjelaskan bahwa kondisi pH pada air limbah dari awal penelitian hingga akhir penelitian berada pada konsentrasi dibawah standar baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Dengan kata lain, nilai TSS pada air limbah domestik di area pemukiman sekitar penelitian masih dalam batas aman. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam nilai TSS hari ke-42 diketahui bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman maupun debit air limbah tidak menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari nilai F-hit P dari nilai F-tabel 5 p0.05 serta tidak terdapat interaksi antara penggunaan jenis tanaman dengan debit air limbah terhadap nilai TSS p0.05 sehingga tidak diperlukan adanya uji lanjut untuk mengetahui perbedaan dalam perlakuan Lampiran 3. 3.2.4 pH Yazid et al. 2012 menyatakan bahwa kondisi pH mempengaruhi proses denitrifikasi pada proses pengolahan limbah. Woon 2007 menyatakan bahwa nilai pH yang optimum dalam proses nitrifikasi berkisar antara 6.5-7.5. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman dari limbah tersebut. Air murni memiliki pH 7 atau disebut juga pH netral, sedangkan berdasarkan analisis kondisi pH selama penelitian dapat dikatakan bahwa limbah yang ada tergolong netral. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai pH diantaranya adalah konsentrasi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat serta proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan. Kondisi pH selama penelitian disajikan pada Tabel 21. Hasil analisis karakteristik awal air limbah domestik menunjukkan bahwa kondisi pH diawal perlakuan adalah sebesar 7.81 Tabel 5. Nilai pH selama penelitian yang disajikan pada Tabel 21 menunjukkan bahwa nilai pH berkisar antara 6.5-8. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pH dari awal hingga akhir penelitian secara umum tidak menunjukkan adanya nilai yang signifikan. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis sidik ragam terhadap kondisi pH selama penelitian yang menunjukkan bahwa pada hari ke-2, hari ke-14 dan hari ke-28 tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan p0.05 Lampiran 4. 27 Tabel 21 Nilai pH selama penelitian Perlakuan Nilai pH Inlet Hari ke-0 Outlet Hari ke-2 Outlet Hari ke-14 Outlet Hari ke-28 Outlet Hari ke-42 K1B1 7.81 7.81 7.61 7.13 7.56 A1B1 7.81 7.41 6.78 6.32 7.5 A2B1 7.81 7.37 6.94 6.9 7.52 K2B2 7.81 7.81 7.18 6.8 7.6 A1B2 7.81 7.43 6.97 6.64 7.22 A2B2 7.81 7.38 7.04 6.74 7.59 Keterangan : K1B1 : Kontrol dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 : C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 : H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 K2B2 : Kontrol dengan debit air limbah 30L d -1 A1B2 : C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 : H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 Kondisi pH yang berbeda ditunjukkan pada hari ke-28 dimana berdasarkan analisis sidik ragam, diketahui bahwa Faktor A penggunaan tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap nilai pH dalam air limbah p0.01. Hasil uji lanjut Tukey untuk nilai pH hari ke-28 disajikan pada tabel 22. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 berbeda nyata dengan kedua perlakuan menggunakan tanaman C. indica A1B1 dan A1B2 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2, sementara antar perlakuan A1B1, A1B2 dan A2B2 tidak terdapat perbedaan nyata terhadap nilai pH. Berdasarkan lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik diketahui bahwa batas maksimum nilai pH dalam air limbah domestik adalah 6-9 Tabel 4 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai pH selama penelitian masih dibawah batas maksimum yang ditetapkan pemerintah, dengan kata lain kondisi pH pada air limbah domestik masih dapat dikatakan aman. Tabel 22 Hasil uji lanjut Tukey nilai pH pada hari ke-28 Perlakuan Rata-rata mg L -1 C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 6.32a C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 6.64a H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d -1 A2B1 6.90b H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 6.74ab BNJ 5 0.45 Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5. 28

3.3 Peran Agen Biologis dalam Lahan Basah Buatan

Dalam penelitian ini, agen tanaman yang digunakan adalah C. indica dan H. psittacorum. C. indica adalah tanaman tropis dari famili Cannaceae. C. indica adalah tanaman dengan tinggi 90-300 cm. Tanaman ini dapat tumbuh besar dengan daun yang lebar dan bunga yang cerah berwarna merah, jingga dan kuning. Panjang daun berkisar antara 10-30 cm dengan lebar daun berkisar antara 10-20 cm Mishra et al. 2013. Di beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan nama bunga tasbih. Adapun klasifikasi dari tanaman C. indica adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Subkelas : Zingiberidae Ordo : Zingiberales Famili : Cannaceae Genus : Canna Species : Canna indica Menurut Francis 1984 disebutkan bahwa tanaman ini dimanfaatkan untuk pembuatan kalung dan rosario di India. Dalam dunia kedokteran saat ini, tanaman C. indica digunakan sebagai obat tradisional karena mengandung alkaloids, karbohidrat, protein, flavonoid, terpenoid, cardiac glikosida, lemak, steroid, tannin, saponin, pigmen anthocyanin, phlobatinin dan kandungan kimia lainnya. Studi farmakologi menunjukkan bahwa tanaman ini berfungsi sebagai anti- bakteri, antiviral anthelmintic, anti-toksik, anti-oksidan dan berbagai macam kegunaan lainnya Al-Snafi 2015. Adapun morfologi dari tanaman C. indica disajikan pada Gambar 6. Gambar 6. Tanaman C. indica Sumber : http:foto.mein-schoener-garten.deCanna-indica-Variante-Kreta-neu-foto-5280-orig- 27.html Tanaman lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah H. psittacorium, merupakan tanaman yang banyak ditemukan di daerah tropis Amerika dari Meksiko hingga bagian Amerika selatan termasuk Karibia. Tanaman ini juga banyak ditemukan di daerah Venezuela, Colombia, Bolivia, Brazil, Paraguay, Panama, Trinidad dan Tobago Nathan et al. 1993. Tanaman ini dapat tumbuh 29 mencapai ketinggian 2 meter. Tanaman ini tumbuh dari rizoma dan dapat ditemukan di beberapa lokasi yang memiliki kondisi kering. Tanaman ini biasa berbunga pada musim panas. Tanaman ini dikenal dengan nama Heliconia Golden Torch. Selain itu, tanaman ini juga dikenal dengan nama pisang-pisangan. Berikut adalah gambar dari tanaman H.psittacorum Gambar 7. Adapun klasifikasi tanaman H. psittacorum sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Subkelas : Zingiberidae Ordo : Zingiberales Famili : Heliconiaceae Genus : Heliconia Species : Heliconia psittacorium Gambar 7. Tanaman H. psittacorum Sumber : http:www.montosogardens.comheliconia_psittacorum_x_spathocircinata_tortuga.htm Konnerup 2009 menyatakan bahwa nilai estetika menjadi hal yang penting pada teknologi lahan basah buatan. Tanaman Canna dan Heliconia merupakan tanaman yang mampu meningkatkan nilai estetika lingkungan apabila digunakan dalam teknologi lahan basah buatan. Pembuatan lahan basah buatan yang mempertimbangkan nilai estetika ini banyak dikembangkan di Thailand dengan desain taman untuk teknologi lahan basah buatan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih peduli terhadap pengelolaan lingkungan dimana masyarakat akan lebih tertarik pada pengelolaan limbah dengan tampilan yang lebih menarik, dalam hal ini adalah pembuatan teknologi pengolahan limbah dengan sistem taman Brix et al. 2007. Suswati 2012 menyatakan bahwa hal penting dari teknologi lahan basah buatan sistem kecil yang melayani rumah tunggal, hotel dan lainnya selain mampu mengolah limbah adalah nilai estetika tanamannya, salah satunya adalah tanaman C. indica. Lebih jauh Konnerup et al. 2009 menambahkan bahwa tanaman tropis Canna dan Heliconia terbukti mampu mengolah limbah domestik dimana kedua 30 tanaman ini mampu secara efisien menurunkan COD dan TSS pada limbah domestik, meskipun kurang efektif dalam menurunkan TN dan TP. Tanaman Canna lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan tanaman Heliconia, sehingga disimpulkan bahwa tanaman Canna lebih mampu menurunkan nutrien dalam limbah domestik dibandingkan Heliconia. Namun secara umum kedua tanaman ini mampu tumbuh subur pada media kerikil pada teknologi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan SSF-wetlands. Dalam penelitian ini, sistem yang ada terbukti mampu menurunkan bahan pencemar dalam air limbah domestik yang ditunjukkan dengan adanya penurunan konsentrasi parameter COD, BOD dan TSS. Namun, perlu diketahui adanya peran agen biologis, dalam hal ini adalah tanaman uji yaitu C. indica dan H. psittacorum dalam menurunkan bahan pencemar pada air limbah domestik. Kemampuan kedua tanaman tersebut dapat diketahui dari grafik efisiensi penyisihan masing- masing parameter. Chemical Oxygen Demand COD Secara keseluruhan, lahan basah buatan bekerja dengan baik dalam menurunkan polutan pada air limbah domestik. Peran agen biologis C. indica dalam lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan secara maksimal mencapai 13.59 sedangkan H. psittacorum mencapai 10.12. Grafik biodegradasi COD yang dilakukan oleh tanaman uji selama penelitian disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Efisiensi penyisihan COD oleh tanaman uji Grafik penyisihan COD yang disajikan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa agen biologis C. indica berperan dalam sistem tertinggi adalah pada hari ke-2 penelitian sedangkan tanaman H. psittacorum berperan paling tinggi dalam penyisihan COD adalah pada hari ke-28. Tingginya peran C. indica pada hari ke-2 dibandingkan dengan hari lainnya selama penelitian ini menunjukkan kondisi yang baik pada tanaman C. indica dimana sistem perakaran serabut yang dimiliki oleh tanaman tersebut berfungsi dengan baik dalam membantu menurunkan bahan pencemar pada limbah.