Peran Agen Biologis dalam Lahan Basah Buatan

30 tanaman ini mampu secara efisien menurunkan COD dan TSS pada limbah domestik, meskipun kurang efektif dalam menurunkan TN dan TP. Tanaman Canna lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan tanaman Heliconia, sehingga disimpulkan bahwa tanaman Canna lebih mampu menurunkan nutrien dalam limbah domestik dibandingkan Heliconia. Namun secara umum kedua tanaman ini mampu tumbuh subur pada media kerikil pada teknologi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan SSF-wetlands. Dalam penelitian ini, sistem yang ada terbukti mampu menurunkan bahan pencemar dalam air limbah domestik yang ditunjukkan dengan adanya penurunan konsentrasi parameter COD, BOD dan TSS. Namun, perlu diketahui adanya peran agen biologis, dalam hal ini adalah tanaman uji yaitu C. indica dan H. psittacorum dalam menurunkan bahan pencemar pada air limbah domestik. Kemampuan kedua tanaman tersebut dapat diketahui dari grafik efisiensi penyisihan masing- masing parameter. Chemical Oxygen Demand COD Secara keseluruhan, lahan basah buatan bekerja dengan baik dalam menurunkan polutan pada air limbah domestik. Peran agen biologis C. indica dalam lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan secara maksimal mencapai 13.59 sedangkan H. psittacorum mencapai 10.12. Grafik biodegradasi COD yang dilakukan oleh tanaman uji selama penelitian disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Efisiensi penyisihan COD oleh tanaman uji Grafik penyisihan COD yang disajikan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa agen biologis C. indica berperan dalam sistem tertinggi adalah pada hari ke-2 penelitian sedangkan tanaman H. psittacorum berperan paling tinggi dalam penyisihan COD adalah pada hari ke-28. Tingginya peran C. indica pada hari ke-2 dibandingkan dengan hari lainnya selama penelitian ini menunjukkan kondisi yang baik pada tanaman C. indica dimana sistem perakaran serabut yang dimiliki oleh tanaman tersebut berfungsi dengan baik dalam membantu menurunkan bahan pencemar pada limbah. 31 Nilai minus yang ditunjukkan oleh perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d -1 A2B2 dalam Gambar 8 menunjukkan bahwa tanaman uji tidak memberikan peran dalam sistem, dengan kata lain penurunan limbah yang terjadi disebabkan oleh faktor-faktor lain dalam lahan buatan tipe aliran bawah permukaan tersebut. Secara keseluruhan, terjadi penurunan peran tanaman uji baik C. indica dan H. psittacorum dalam sistem pada hari ke-42. Hal ini sejalan dengan adanya kendala yang terjadi pada saat penelitian hari ke-42 yaitu munculnya penyakit bercak kuning dan ulat pada beberapa tanaman yang menyebabkan tanaman kering dan mati. Biochemical Oxygen Demand BOD Gambar 9. Efisiensi penyisihan BOD oleh tanaman uji Grafik penyisihan BOD yang disajikan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa C. indica berperan dalam lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan maksimal sebesar 4.92. Peran C. indica sebesar 4.92 ditunjukkan pada hari hari ke-28 pada debit air limbah 30 L d -1 A1B2. Peran agen tanaman H. psittacorum dalam lahan basah buatan maksimal sebesar 1.93 yang ditunjukkan pada hari ke-28 pada debit air limbah 30 L d -1 A2B2. Berdasarkan Gambar 9, pada hari ke-2 dan hari ke-14, tanaman H. psittacorum dapat dikatakan tidak berperan dalam menurunkan bahan pencemar pada air limbah dilihat dari presentase tingkat biodegradasi BOD dibawah 0 atau minus. Dengan kata lain, pada hari ke-2 hingga hari ke-14, proses penurunan polutan lebih dominan dilakukan oleh media melalui proses fisik dalam lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan. Konnerup et al. 2009 menyatakan bahwa pada teknologi lahan basah buatan dengan sistem aliran bawah permukaaan, tanaman Canna lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan tanaman Heliconia. Hal ini menunjukkan bahwa Canna lebih mampu beradaptasi dengan keberadaan limbah yang ada. Hal ini yang menyebabkan peran tanaman C. indica lebih besar dibandingkan dengan peran H. psittacorum dalam sistem. 32 Total Suspended Solid TSS Gambar 10. Efisiensi penyisihan TSS oleh tanaman uji Grafik efisiensi penyisihan TSS yang disajikan pada Gambar 10 diatas menunjukkan bahwa proses fisik dalam lahan basah buatan terlihat sangat signifikan. Proses fisik tersebut diperankan oleh pasir sebagai media dalam sistem lahan basah buatan tersebut. Supradata 2005 menyatakan bahwa peranan utama dari media pada teknologi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan SSF-wetlands adalah sebagai berikut : 1. Tempat tumbuh bagi tanaman 2. Sebagai tempat berkembangbiaknya mikroorganisme 3. Membantu terjadinya proses sedimentasi 4. Membantu penyerapan bau dari gas hasil biodegradasi 5. Tempat terjadinya proses transformasi kimiawi dan tempat penyimpanan bahan-bahan nutrien yang dibutuhkan oleh tanaman. Setelah hari ke-2 hingga hari ke-28, tanaman C. indica dapat dikatakan tidak berperan aktif dalam mendegradasi TSS pada lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan. Hal ini dapat dilihat pada nilai minus yang tertera pada Gambar 8 diatas. Hal yang sama juga terjadi pada agen tanaman H. psittacorum dimana tanaman tersebut dikatakan tidak ikut berperan dalam menyisihkan TSS dilihat dari grafik efisiensi penyisihan yang ditunjukkan dengan nilai minus hingga akhir penelitian atau hari ke-42. Peran agen biologis C. indica dalam menurunkan bahan pencemar maksimal sebesar 11.47 pada hari ke-2 pada debit air limbah 30 L d -1 A1B2 sedangkan tanaman H. psittacorum berperan dalam sistem maksimal sebesar 6.71 juga pada hari ke-2 pada debit air limbah 15 L d -1 A2B1. 33

3.4 Kecukupan Luasan Area Lahan Basah Buatan

Teknologi lahan basah buatan menggunakan sistem aliran bawah permukaan subsurface flow wetland dinilai paling sesuai untuk pengolahan limbah domestik karena tidak adanya kontak langsung dengan kolom air dan atmosfer yang memungkinkan banyaknya jentik nyamuk dan timbulnya bau apabila limbah dalam kondisi tergenang, hal ini menjadikan sistem ini aman bagi perspektif kesehatan Suswati dan Wibisono 2013. Tangahu dan Warmadewanthi 2001 menyatakan bahwa pengolahan air limbah dengan sistem lahan basah buatan lebih dianjurkan karena beberapa alasan berikut: Dapat mengolah limbah domestik, pertanian dan sebagian limbah industri termasuk logam berat. Efisiensi pengolahan tinggi mencapai 80. Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak membutuhkan ketrampilan yang tinggi. Alasan lain yang lebih teknis dikemukakan oleh Haberl dan Langergraber 2002 bahwa berdasarkan pendekatan teknis maupun efektifitas biaya, sistem wetland lebih banyak dipilih dengan alasan sebagai berikut: Sistem wetlands seringkali pembangunannya lebih murah dibandingkan dengan alternatif sistem pengolahan limbah yang lainnya. Biaya operasional dan pemeliharaan yang rendah dan waktu operasionalnya secara periodik, tidak perlu secara kontinyu. Sistem wetlands mempunyai toleransi yang tinggi terhadap fluktuasi debit air limbah. Mampu mengolah air limbah dengan berbagai perbedaan jenis polutan maupun konsentrasinya. Memungkinkan untuk pelaksanaan pemanfaatan kembali dan daur ulang reuse and recycling dari air limbah tersebut. Lebih jauh Haberl dan Langergraber 2002 menambahkan bahwa proses eliminasi polutan dalam air limbah terjadi melalui proses secara fisik, kimia dan biologi yang cukup komplek yang terdapat dalam asosiasi antara media, tumbuhan dan mikroorganisme, antara lain: Pengendapan untuk zat padatan tersuspensi. Filtrasi dan pretisipasi kimia pada media. Transformasi kimia. Adsorpsi dan pertukaran ion dalam permukaan tanaman maupun media. Transformasi dan penurunan polutan maupun nutrien oleh mikroorganisme maupun tanaman. Mengurangi mikroorganisme pathogen. Metode Reed digunakan untuk mengestimasi luas lahan yang diperlukan untuk mengolah limbah cair berdasarkan beban cemaran yang masuk ke lingkungan, yaitu berdasarkan nilai BOD yang ada dalam air limbah. Mitchel 1998 menyatakan bahwa metode reed digunakan untuk mengestimasi kebutuhan area untuk menurunkan nilai BOD. Berdasarkan hasil analisis parameter pencemar selama penelitian, diketahui bahwa penurunan BOD tertinggi terjadi pada hari ke-14 berkisar antara 95 hingga 34 99. Pengukuran kecukupan luasan area lahan basah buatan dilakukan untuk mengestimasi berapa luas area yang diperlukan untuk mengolah air limbah domestik yang paling optimal berdasarkan nilai BOD yang ada. Atas pertimbangan tersebut, maka perhitungan luasan area lahan basah buatan di lakukan menggunakan data pada hari ke-14 dimana pada hari ke-14 terjadi penurunan nilai BOD yang tertinggi maksimal dibanding hari ke-0, hari ke-28 maupun hari ke-42. Di bawah ini adalah grafik penurunan BOD pada hari ke-14 dimana terjadi penurunan maksimal pada teknologi lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan selama penelitian Gambar 11. Gambar 11. Grafik penurunan BOD pada hari ke-14 Kecukupan luas area untuk lahan basah buatan dihitung menggunakan metode reed dimana desain sistem tersebut dipublikasikan pertama kali menggunakan model kinetik Reed et al. 1995. Sebelumnya, aplikasi metode Reed untuk mengestimasi luasan area lahan basah buatan digambarkan melalui “Panduan penggunaan Free Water Surface Constructed Wetland untuk mengolah limbah perkotaan” Siracusa dan La Rosa 2006. Luasan area lahan basah buatan yang optimal untuk mengolah air limbah domestik juga diperlukan agar aplikasi teknologi lahan basah buatan lebih maksimal diterapkan baik rumah tunggal maupun secara terpusat di area permukiman warga. Adapun rumus untuk menghitung luasan area lahan basah buatan menggunakan metode reed adalah sebagai berikut : dnv K C C Q A T i ln Keterangan : A : Luas area lahan basah buatan m 2 Q : debit air pada influen m 3 d -1 35 C i : Konsentrasi polutan pada influent mg L -1 Co : Konsentrasi polutan pada effluent mg L -1 d : Kedalaman air pada lahan basah buatan m K T : Konstanta pada temperatur pada lahan basah buatan per hari C nv : Porositas media Untuk mencari K T menggunakan persamaan sebagai berikut : 20 20 w T T K K Keterangan : K T : Konstanta laju temperatur air pada lahan basah buatan d -1 K 20 : Konstanta laju pada 20 C temperatur referensi Tw : Temperatur lahan basah buatan : Konstanta koefisien temperatur 20 C Nilai konstanta hukum kinetik pertama pada 20 C dan koefisien temperatur tergantung pada penurunan polutan. Adapun nilai tersebut ditunjukkan pada Tabel 2. Adapun hasil perhitungan estimasi lahan basah buatan pada masing-masing perlakuan pada hari ke-14 adalah sebagai berikut : C. indica dengan debit air limbah 15 L d -1 A1B1 Diketahui : Q = 0.01 m 3 d -1 Ci = 506 mg L -1 Co = 18.3 mg L -1 d = 0.26 m nv = 0.25 Tw = 26 C Dihitung : A Jawab : Kr = 0.67 qr = 1.06 K T = 0.96 A = 1.56 m 2 t = 3.45 d C. indica dengan debit air limbah 30 L d -1 A1B2 Diketahui : Q = 0.01 m 3 d -1 Ci = 506 mg L -1 Co = 18.63 mg L -1 d = 0.26 m nv = 0.25 Tw = 26 C Dihitung : A Jawab : Kr = 0.67 qr = 1.06 K T = 0.96 A = 1.55 m 2