49 hujanbulan  sepanjang  tahun.  Data  rinci  mengenai  kondisi  geografis  dan  curah
hujan  Kabupaten  Lima  Puluh  Kota  dapat  dilihat  pada  Lampiran  9  sampai dengan Lampiran 17.
Gambar 16.   Topografi dan Penutupan Lahan di Kecamatan Pangkalan dan
Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota Sumber: Googleearth, 2011
Dengan  persyaratan  ketinggian,  curah  hujan,  kelerengan  lahan  serta kondisi tanah, serta adanya 13 sungai besar dan kecil yang mengalir di berbagai
kecamatan,  maka  cukup  banyak  daerah  di  Kabupaten  Lima  Puluh  Kota  yang memenuhi persayaratan tumbuh tanaman gambir. Selanjutnya dengan persyaratan
kisaran  suhu  20
o
–40
o
C  dan  kisaran  suhu  tersebut  umum  bagi  banyak  daerah  di Indonesia,  diduga  suhu  tidak  menjadi  masalah  yang  mengganggu  pertumbuhan
tanaman  gambir  di  Kabupaten  Lima  Puluh  Kota.  Karena  kondisi  geografis  dan iklim  di  atas,  Kabupaten  Lima  Puluh  Kota  telah  terbukti  sesuai  untuk  tanaman
gambir hingga menjadi komoditas penting di daerah tersebut sejak dahulu hingga saat ini.
Kenyataan  yang  tidak  dapat  dibantah  adalah  bahwa  dengan  berbagai kondisi geografis dan iklimnya, hingga saat ini Kabupaten Lima Puluh Kota tetap
menjadi  sumber  gambir  yang  penting,  tidak  hanya  bagi  Indonesia,  tetapi  juga bagi  negara-negara  pengimpor  seperti  India  dan  Singapura.  Potensinya  yang
sangat  besar  menyebabkan  pengusaha  India  melakukan  investasi  dengan
50 mendirikan  pabrik  pengolahan  daun  gambir  di  Kecamatan  Kapur  IX  dan
Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota Survei Tim Riset Gambir IPB di Kecamatan  Harau  dan  Kecamatan  Kapur  IX,  Kabupaten  Lima  Puluh  Kota,
Agustus 2009, Gumbira-Said et al., 2009.
Tabel 8. Sungai-sungai yang Mengalir di Kabupaten Lima Puluh Kota
No Nama Sungai
Lokasi Kecamatan Panjang
km 1
Batang Sinamar Gunung Omeh, Suliki, Mungka,
Payakumbuh, Harau, Luak, Lareh Sago Halaban
75 2
Batang Liki Suliki, Gunung Omeh
11 3
Batang Mahat Bukik Barisan, Kapur IX, Pangkalan
Koto Baru 125
4 Batang Lampasi
Akabiluru, Payakumbuh 30
5 Batang Agam
Akabiluru, Situjuah Limo Nagari, Harau
25 6
Batang Kapur Kapur IX
40 7
Batang Mongan Kapur IX
72 8
Batang Paiti Kapur IX
31 9
Batang Mangilang Pangkalan Koto Baru, Kapur IX
20 10
Batang Namang Suliki, Guguk, Payakumbuh
22 11
Batang Mungo Harau
22 12
Batang Sanipan Harau
20 13
Batang Nenan Bukik Barisan
5 Sumber: BPS Kabupaten Lima Puluh Kota 2010
4.2 Bangunan Produksi, Sumber Air dan Sumber Energi dalam Pengolahan Gambir
Seluruh  kegiatan  produksi  gambir  dilakukan  di  unit-unit  agroindustri skala  mikro  yang  disebut  rumah  kempa  yang  terletak  di  tengah-tengah  kebun
gambir.    Untuk  setiap  bidang  kebun  dengan  luasan  sekitar  dua  hektar,  tedapat satu  rumah  kempa.  Tergantung  pada  kesuburan  tanaman  yang  mempengaruhi
produksi daun gambir, setiap bidang kebun tersebut rata-rata dapat menyediakan bahan baku untuk produksi selama tujuh sampai delapan minggu.  Kebun-kebun
yang  subur  dapat  mendukung  produksi  gambir  selama  sepuluh  minggu.    Pada kebun-kebun  yang  ditumpangsarikan  dengan  tanaman  karet  dan  tidak  terawat
baik, daun gambir yang dihasilkan hanya mencukupi untuk mendukung produksi selama empat minggu.
51 Setelah  masa  produksi  tersebut,  kebun  gambir  tersebut  ditinggalkan
sampai  tersedia  kembali  daun  gambir  untuk  produksi  berikutnya  dalam  tahun yang  sama.    Umumnya,  masyarakat  di  Kabupaten  Lima  Puluh  Kota  tidak
melakukan  pemeliharaan  kebun  gambir  kecuali  penyiangan  yang  dilakukan beberapa  saat  setelah  pemanenan  daun.    Jika  semak-semak  sangat  banyak,
masyarakat  biasanya  menggunakan  herbisida.    Selain  pemeliharaan  berupa penyiangan  tersebut,  masyarakat  tidak  melakukan  pemupukan  ladang  gambir,
baik  menggunakan  pupuk  kimia  maupun  pupuk  kandang  kecuali  pembuangan ampas daun sisa ekstraksi ke kebun sebagai pupuk organik  yang dilakukan oleh
tenaga kerja pengolahan. Untuk setiap rumah kempa dibutuhkan dua-tiga tenaga kerja, namun yang
terbanyak  adalah  tiga  orang.  Tenaga  kerja  pengolahan  tersebut  terdiri  dari  satu orang  tenaga  kerja  utama  di  daerah  Lima  Puluh  Kota  disebut  Nodo  dan  satu
atau  dua  orang  tenaga  kerja  pembantu  disebut  Anak  Kewi.  Teknologi  yang digunakan masih tradisional dan diduga selama sekitar satu setengah abad, tidak
ada  perubahan  yang  berarti  kecuali  penggunaan  dongkrak  hidrolik  sebagai pengganti  penggunaan  baji  yang  dipukul  dengan  palu  kayu  yang  sebelumnya
digunakan Gumbira Sa’id, et al., 2010.  Rangka pengempa dan alas pengempa umumnya  masih  menggunakan  kayu-kayu  bulat  sebagaimana  digunakan  para
orang tua sebelumnya. Rancangan  tata  letak  bangunan  produksi  gambir  rumah  kempa  yang
digunakan  masyarakat  di  berbagai  daerah  di  Kabupaten  Lima  Puluh  Kota  juga hampir standar.  Rumah kempa yang berukuran sekitar 4 m x 4 m  tersebut terdiri
dari  bangunan  kayu  berdinding  papan  dan  beratap  seng  atau  daun  rumbia. Separuh  bagian  pertama  rumah  kempa  terdiri  dari  dua  lantai  dengan  lantai  atas
terbuat dari papan Lantai A2 untuk tempat istirahat pengempa dan lantai dasar Lantai  A1  berupa  lantai  tanah.    Tinggi  lantai  papan  tersebut  sekitar  dua  meter
dari lantai dasar. Tata letak rumah kempa disajikan pada Gambar 17.
52
Gambar 17. Tata Letak Bangunan Rumah Kempa di Kabupaten Lima Puluh Kota
Pada  lantai  dasar  Lantai  A1,  terdapat  dasar  tungku,  bak  penampung getah  hasil  ekstraksi  pengempaan  serta  rak  untuk  penempatan  bak  kayu  untuk
pengendapan  getah  gambir.    Pada  area  sisanya  di  lantai  dasar  tersebut  terdapat tempat  penirisan  dan  tempat  dilaksanakannya  aktivitas  pencetakan  gambir.  Di
bawah area penirisan terdapat saluran untuk mengalirkan cairan sisa penirisan ke bak  penampung  yang  ada  kalanya  berada  di  lantai  dasar  dalam  rumah  kempa
tersebut, atau di luar rumah kempa.  Cairan sisa penirisan tersebut di Kabupaten Lima Puluh Kota disebut “Kalencong” akan digunakan kembali untuk perebusan
daun  gambir.    Cairan  tersebut  juga  akan  digunakan  pada  waktu  pengolahan periode berikutnya setelah ladang gambir ditinggalkan selama empat sampai lima
bulan.
Keterangan: 1 : Kuali Pemasakan
2 : Area Persiapan Pengempaan 3 : Alas Pengempaan hanya berupa lantai dari kayu-kayu bulat
4 : Bak Penampung Hasi Ekstraksi 5 : Bak Kayu untuk Pengendapan Getah Gambir berkaki, tiga tingkat
6 : Keranjang Bambu Penirisan 7 : Area Pencetakan
8 : Area Mulut Tungku, tempat pengisian kayu bakar ke tungku c Ruang di atas Lantai B
9 : Area Beralas Tanah Tempat Pengempa Memasak 10 : Rak Penempatan Tray untuk Pengeringan Gambir Samie
a Denah Lantai b Lantai A1
Lantai A2 Lantai B
e Lantai A2 Lantai A1
d Tinggi Lantai 5
7 6
1 2
3 4
8
9 10
10