14 menyebutkan bahwa lebih dari separuh aktivitas manufaktur di berbagai negara
berkembang di dunia terdiri dari agroindustri yang meliputi penanganan dan pengolahan bahan baku pertanian.
Agroindustri dikenalkan di Indonesia sejak abad ke-18 melalui penerapan sistem tanam paksa. Saat itu, pemerintah Bealnda menyadari betul bahwa
Indonesia secara geografis sangat cocok untuk usaha budidaya tanaman tropis dengan nilai ekonomis yang tinggi. Dimulai dari tanam paksa, berkembanglah
perkebunan kopi, gula, nilam, tembakau, teh, kina serta karet dan rempah-rempah di beberapa pulau di Indonesia Mangunwidjaja dan Saillah, 2005.
Selanjutnya, Mangunwidjaja dan Saillah 2005 menyebutkan bahwa pembangunan agroindustri secara tepat diharapkan akan dapat meningkatkan
keberhasilan negara berdasarkan tolok ukur sebagai berikut: Menghasilkan produk agroindustri yang berdaya saing dan memiliki nilai
tambah Meningkatkan perolehan devisa dan kontribusi terhadap Produk Domestik
Bruto PDB Menyediakan lapangan kerja yang dibutuhkan dalam mengatasi
pengangguran Meningkatkan kesejahteraan pelaku agroindustri baik di tingkat hulu
maupun hilir Memelihara mutu dan daya dukung lingkungan untuk pembangunan
agroindustri berkelanjutan Mengarahkan kebijakan ekonomi makro untuk berpihak kepada pemasok
agroindustri.
2.4 Potensi dan Peranan Agroindustri Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
Gambir merupakan salah satu tanaman perkebunan yang cukup banyak
dikembangkan di Propinsi Sumatera Barat Tabel 2. Di wilayah tertentu, gambir
bahkan menjadi sumber pencaharian yang utama bagi masyarakat. Meskipun dari segi luasnya perkebunan gambir jauh di bawah tanaman perkebunan utama seperti
kelapa sawit dan karet, namun sebagai tanaman spesifik daerah, gambir
15 merupakan komoditas yang penting dan menjadi salah satu produk unggulan di
daerah tersebut.
Tabel 2. Luas dan Produksi berbagai Tanaman Perkebunan
Tanaman Luas Area ha
Produksi Ton Kab 50
Kota Sumatera
Barat Kab 50
Kota Sumatera
Barat Karet
5,229 87,286
10,620 146,645
Kelapa 4,594
79,829 5,849
90,760 Kulit Manis
1,776 35,232
2,873 38,300
Cengkeh 20
1,602 70
6,892 Tebu
- 14,576
- 7,239
Tembakau 959
1,033 1,215
1,350 Kopi
1,660 28,788
2,434 46,890
Gambir 9,240
13,115 13,261
19,350 Enau
307 1,158
584 1,638
Kelapa Sawit 76
326,580 29
154,484 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat 2008
BPS Kabupaten Lima Puluh Kota 2008 Dari segi jumlah rumah tangga dan tenaga kerja yang terlibat, gambir
merupakan komoditas yang penting di Kabupaten Lima Puluh Kota, terlebih di tiga kecamatan utama penghasil gambir yaitu Kecamatan Kapur IX, Kecamatan
Pangkalan Koto Baru dan Kecamatan Bukit Barisan. Data jumlah penduduk, kepala keluarga KK dan kepala keluarga KK petani gambir per kecamatan di
Kabupaten Lima Puluh Kota dapat dilihat pada Tabel 3.
Umumnya keluarga petani gambir memiliki sekitar dua hektar kebun gambir dan hampir seluruhnya memiliki minimal satu rumah kempa. Pada saat panen,
tiap rumah kempa akan mempekerjakan dua-tiga tenaga kerja pengempa. Secara teoritis, gambir dapat dipanen setiap empat bulan, namun kebun gambir
masyarakat umumnya dapat dipanen setiap enam bulan, dengan masa panen sekitar dua-tiga minggu per hektar. Di nagari Lubuk Alai, Kecamatan Kapur IX,
diperkirakan terdapat sekitar 1,500-2,000 tenaga kerja pengempa dan pembantu pengempa. Selain tenaga kerja pengempa, diperlukan juga 2-10 orang buruh tani
untuk penyiangan setiap bidang kebun gambir. Mereka bekerja beberapa saat setelah pemanenan daun gambir dilakukan Survei dan wawancara dengan Wali
Nagari dan petani gambir Nagari Lubuk Alai, Muara Paiti dan Sialang, Kecamatan Kapur IX, Juni 2010.