Kondisi Umum Wilayah Kepulauan Togean Pariwisata Bahari Sistem Informasi Geografis SIG

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Umum Wilayah Kepulauan Togean

Secara administrasi Kepulauan Togean masuk kedalam propinsi Sulawesi Tengah. Wilayah Sulawesi Tengah beriklim tropis, yang secara tetap dipengaruhi oleh dua musim musim barat dan musim timur. Wilayah ini mengalami kekeringankemarau pada musim barat sedangkan pada musim timur merupakan musim hujan dengan curah hujan berkisar antara 800 - 3000 mmtahun. Suhu udara rata-rata sebesar 26,8 C dengan penurunan sebesar 0,6 C setiap kenaikan 100 meter dari atas permukaan laut. Kelembaban udara berkisar 72 - 79 dan kecepatan angin sebesar 3 – 5 knotjam Soemargono et al., 1992 Wilayah Kepulauan Togean terletak di perairan Teluk Tomini. Berdasarkan BRPBAP 2006, bahwa hamparan perairan Teluk Tomini dikelilingi oleh gugusan terumbu karang yang menggambarkan bahwa lokasi tersebut terlindung dari hempasan angin yang kencang dan ombak yang besar. Kecepatan arus di daerah Teluk Tomini secara umum berkisar antara 0,036 - 0,184 mdtk atau 3,6 - 18,4 cmdtk. 2.2 Wilayah Pesisir 2.2.1 Definisi wilayah pesisir Wilayah pesisir merupakan wilayah dengan keunikan ekosistem, dimana sangat rentan terhadap perubahan, baik diakibatkan oleh aktifitas daerah hulu maupun karena aktifitas yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri Dartoyo, 2004. Menurut Undang-Undang Nomor 27 2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati biodiversity laut terbesar di dunia, karena memiliki ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang coral reefs, padang lamun sea grass beds yang sangat luas dan beragam. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia selain berfungsi sebagai penyedia sumberdaya alam seperti ikan-ikan konsumsi yang merupakan sumber protein hewani, juga berfungsi sebagai pelabuhan dan transportasi, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah Dahuri et al., 1996.

2.2.2 Ekosistem penting di wilayah pesisir

Dahuri et al. 1996 mengatakan bahwa dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan ekosistem pesisir. Ekosistem pesisir ada yang terus menerus tergenangi air dan ada pula yang hanya sesaat. Ekosistem pesisir yang secara permanen atau berkala tergenang air diantaranya adalah padang lamun sea grass beds dan terumbu karang coral reefs. Berikut ini akan dipaparkan secara lebih jelas beberapa ekosistem pesisir tersebut : 1 Padang lamun sea grass beds adalah satu-satunya kelompok tumbuh- tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut Romimohtarto dan Juwana, 2007. Padang lamun merupakan tumbuhan yang hidup terbenam di perairan dangkal yang agak berpasir. Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah pesisir yaitu : sumber utama produktivitas primer, sumber makanan penting bagi organisme, dengan sistem perakaran yang rapat menstabilkan dasar perairan yang lunak, tempat berlindung organisme, tempat pembesaran bagi beberapa spesies, sebagai peredam arus gelombang. Kehidupan padang lamun sangat dipengaruhi oleh kondisi kecerahan air laut, temperatur air laut, salinitas, substrat dan kecepatan arus Dartoyo, 2004. 2 Terumbu karang coral reefs adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Faktor-faktor pembatas yang menentukan perkembangan terumbu karang adalah : 1 Suhu : perkembangan optimal terjadi di perairan dengan suhu rata-rata tahunannya 23 - 25 o C, akan tetapi terumbu dapat mentolerir suhu pada kisaran 20 o C sampai dengan 36 - 40 o C. 2 Kedalaman : umumnya hidup pada kedalaman 25 m sedangkan pada 50 - 70 m atau lebih, terumbu karang sudah sulit untuk berkembang. 3 Cahaya : cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang dapat terlaksana. 4 Salinitas : hidup normal pada kisaran salinitas antara 32 - 35 o oo. 5 Pengendapan : umumnya karang hermatipik tidak dapat bertahan dengan endapan berat yang menutupi sistem masuknya makanan. Endapan dalam air juga mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang. 6 Gelombang besar : umumnya terumbu karang lebih berkembang pada perairan bergelombang besar, selain membawa plankton sebagai sumber makanan juga memberikan pasokan oksigen dalam air laut dan menghalangi pengendapan pada koloni Nybakken, 1992. Berdasarkan Tomascik et al. 1997, bentangan terumbu karang di seluruh dunia, secara umum terbentuk ke dalam 3 tipe. Tipe bentangan terumbu karang tersebut yakni : 1 Terumbu tepi fringing reef, berupa pembentukan terumbu yang mengitari pulaususuran dari daratan. Perkembangannya berawal dari suatu pulau samuderaoseanik yang perlahan-lahan mengalami penurunan. Contoh : pada pulau-pulau yang masih bersifat muda, atau di sepanjang daratan besar, seperti pada sisi barat Sulawesi bagian selatan. 2 Terumbu penghalang barrier reef, berupa lanjutan pertumbuhan karang yang semakin melebar, tubir yang semakin menonjol. Penenggelaman massa pulau juga berlanjut sehingga secara perlahan tonjolan tubir dan massa darat pulau kelihatan seperti terpisah. Contoh : Great Barrier Reef GBR di sisi Australia bagian utara. 3 Terumbu cincin atoll, merupakan akhir dari proses penenggelaman massa pulau, yang kemudian disuksesi oleh pertumbuhan terumbu karang. Bagian tubir yang menonjol ini semakin nampak sejak awal tumbuh mengelilingi pulau, sehingga terlihat seperti cincin yang melingkar. Contoh : Atol Taka Bonerate sebelah tenggara Pulau Selayar. Pada dasarnya tipe-tipe terumbu karang tersebut merupakan satu kesatuan proses atau peristiwa. Gambar 1 merupakan ilustrasi teori pembentukan tipe terumbu karang. Selain hal diatas, ekosistem pesisir yang secara permanen atau berkala tergenang air lainnya adalah hutan mangrove, rumput laut sea weeds, estuaria, pantai pasir sandy beach, pantai berbatu rocky beach, pulau-pulau kecil small islands dan laut terbuka. Ekosistem yang tidak tergenangi air uninundated coast diantaranya adalah formasi pescarpae dan formasi baringtonia. Sumber : Tomascik et al. 1997 Gambar 1. Teori pembentukan tipe terumbu karang : terumbu tepi fringing reef, terumbu penghalang barrier reef, terumbu cincin atoll

2.3 Pariwisata Bahari

Pariwisata berasal dari dua kata, yakni pari dan wisata. Pari dapat diartikan sebagai banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap, sedangkan wisata dapat diartikan sebagai perjalanan atau bepergian yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam bahasa Inggris. Maka pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang dalam bahasa inggris disebut dengan tour . Wisata Bahari adalah wisata dengan obyek kawasan laut misalnya menyelam, berselancar, berlayar, memancing dan lain-lain Hata, 2007. Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek serta daya tarik wisata bahari di kawasan pesisir dan lautan Indonesia, berupa kekayaan alam yang indah, keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias Syah, 2003. 2.4 Penginderaan Jauh 2.4.1 Pengertian penginderaan jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyekdaerahfenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyekdaerahfenomena daerah yang dikaji atau merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Aplikasi dalam penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendapatkan informasi-informasi yang terkandung di permukaan bumi daratan dan juga dapat digunakan untuk pendeteksian objek-objek di dasar perairan dengan menggunakan sistem akustik. Gelombang elektromagnetik dalam penginderaan jauh memegang peranan yang penting. Ada beberapa macam gelombang elektromagnetik dimana masing-masing memiliki kegunaan tersendiri dalam tujuan interpretasi. Menurut Puntodewo et al. 2003, spektrum elektromagnetik adalah susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya. Spektrum elektromagnetik dapat dibagi ke dalam beberapa sub wilayah panjang gelombang yang ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Wilayah panjang gelombang spektrum elektromagnetik Spektrum Elektromagnetik Panjang gelombang Sinar Gamma 0,03 nm Sinar-x 0,03-30 nm Ultraviolet 0,03-0,4 µm Sinar tampak : 400–700 nm violet 400–430 nm indigo 430–450 nm biru 450–500 nm hijau 500-570 nm kuning 570–590 nm orange 590–610 nm merah 610–700 nm Infrared : 0,7-300 µm Near Infrared NIR 0,7–1,5 µm Short Wavelength Infrared SWIR 1,5–3 µm Mid Wavelength Infrared MWIR 3-8 µm Long Wavelength Infrared LWIR 8–15 µm Far Wavelength Infrared FIR 15 µm Microwave 1 mm–1 m Radio 10 cm–10 km Sumber : Prahasta 2005

2.4.2 Karakteristik satelit Advanced Land Observing Satellite ALOS

ALOS diluncurkan di Tanegashima Space Center pada tanggal 24 Januari 2006 dengan roket H-IIA. Waktu operasional ALOS selama 3 - 5 tahun dengan orbit Sun-Synchronous Sub-Recurrent, resolusi temporal 46 hari pada ketinggian 691,65 km pada Ekuator dengan sudut inklinasi 98,16 . Gambar 2 merupakan ilustrasi konfigurasi satelit ALOS JAXA, 2007. Sumber : EORC dan JAXA 2007 Gambar 2. Konfigurasi satelit ALOS ALOS memiliki tiga alat sensor, diantaranya adalah : Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping PRISM yang digunakan untuk pemetaan elevasi, Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2 AVNIR-2 yang digunakan untuk observasi penutupan lahan, dan the Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar PALSAR untuk observasi lahan yang dapat dioperasikan pada siang maupun malam hari, bahkan dapat dioperasikan pada semua musim. Pada penelitian ini, data citra satelit yang digunakan merupakan citra hasil perekaman sensor AVNIR-2 EORC dan JAXA, 2007. AVNIR-2 adalah radiometer cahaya tampak dan infra merah dekat untuk observasi daratan dan wilayah pesisir. AVNIR-2 merupakan pengembangan dari AVNIR yang dibawa oleh the satelit ADEOS yang diluncurkan pada Agustus 1996. AVNIR-2 memiliki 4 band : band 1 0,42-0,50 µm yang digunakan untuk melihat penetrasi tubuh air, band 2 0,52-0,60 µm yang digunakan untuk menekankan pembedaan vegetasi dan penilaian kesuburan, band 3 0,61-0,69 µm yang digunakan untuk melihat daerah yang menyerap klorofil, band 4 0,76- 0,89 µm yang digunakan untuk membedakan tanah, tanaman, lahan dan air. Jumlah detektor sebanyak 7000band. Resolusi radiometrik 8 bit dan resolusi spasial sebesar 10x10 m di Nadir dengan lebar sapuan 70 km di Nadir JAXA, 2007. Gambar 3 ditampilkan sapuan swath AVNIR-2. Sumber : EORC dan JAXA 2007 Gambar 3. Lebar jangkauan sapuan AVNIR-2

2.5 Sistem Informasi Geografis SIG

Sistem Informasi Geografis dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis Prahasta, 2005. Aplikasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengintegrasikan SIG dengan penginderaan jauh. Saat ini integrasi SIG dan penginderaan jauh telah umum dilakukan. Citra satelit merupakan hasil dari penginderaan jauh yang dapat diintegrasikan ke dalam SIG dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan dijitasi citra menggunakan perangkat lunak pengolah citra dan kemudian datanya dikonversi ke dalam format SIG, atau langsung menggunakan perangkat lunak SIG setelah citra digeoreferensi dalam bentuk datum dan proyeksi peta dengan standar baku yang menjadi acuannya. Hasilnya dapat berupa data vektor maupun data raster. Analisis spasial pada penelitian ini menggunakan analisis cell based modeling. Menurut ESRI 2002, cell based modeling merupakan analisis spasial pada data raster yang bekerja berdasarkan sel atau piksel. Operasi piksel pada cell based modeling dibagi menjadi lima kelompok, yakni meliputi : 1 Local function adalah operasi piksel yang hanya melibatkan satu sel dimana nilai piksel output ditentukan oleh satu piksel input. 2 Focal function adalah operasi piksel yang hanya melibatkan beberapa sel terdekat. 3 Zonal function adalah operasi piksel yang hanya melibatkan suatu kelompok sel yang memiliki nilai atau keterangan yang sama. 4 Global function yang melibatkan keseluruhan sel dalam data raster dan gabungan antara keempat kelompok tersebut. 5 Application function adalah gabungan dari keempat operasi diatas yang meliputi local function, focal function, zonal function, dan global function Ilustrasi dari local function, focal function, zonal function, global function ditampilkan pada Gambar 4. Local function Focal function Zonal function Global function Sumber : ESRI 2002 Gambar 4. Ilustrasi operasi piksel pada cell based modeling Data spasial dalam SIG terdiri dari dua format, yaitu data vektor dan raster. Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam kumpulan garis, area daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama, titik dan nodes titik perpotongan antara dua garis. Data raster adalah data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster, objek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan piksel GIS Konsorsium Aceh Nias, 2007. Ilustrasi dari data vektor dan data raster ditampilkan pada Gambar 5. Data vektor Data raster Sumber : GIS Konsorsium Aceh Nias 2007 Gambar 5. Ilustrasi data vektor dan data raster Keuntungan utama dari format data vektor adalah ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya untuk batas-batas tanahlahan kadaster. Pada data raster, tingkat kedetailannya tergantung pada ukuran pikselnya, semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin detailtinggi resolusinya, sedangkan keterbatasan utama- nya adalah besaran ukuran file, dimana semakin tinggi resolusi grid-nya maka semakin besar ukuran filenya dan sangat bergantung pada kapasitas perangkat keras yang tersedia GIS Konsorsium Aceh Nias, 2007. Penggunaan SIG pada pengelolaan sumberdaya alam sangat dianjurkan dan telah dikembangkan di beberapa Negara untuk berbagai tipe sumberdaya alam yang ada. Keuntungan penggunaan SIG pada perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam antara lain adalah Kam et al., 1992 dalam Wahyuningrum, 2001 : 1 Mampu mengintegrasikan data dari berbagai format data grafik, teks, dijital dan analog dari berbagai sumber. 2 Memiliki kemampuan yang baik dalam pertukaran data di antara berbagai macam displin ilmu dan lembaga terkait. 3 Mampu memproses dan menganalisis data lebih efisien dan efektif daripada dikerjakan secara manual. 4 Mampu melakukan pemodelan, pengujian dan perbandingan beberapa alternatif kegiatan sebelum dilakukan aplikasi. 5 Memiliki kemampuan pembaharuan data yang efisien, terutama dalam bentuk gambar dan grafik. 6 Mampu menampung data dalam volume besar. Dengan sistem terintegrasi, SIG mampu melakukan pemodelan dengan banyak kriteria yang sangat bermanfaat bagi pengelolaan sumberdaya alam khususnya pengelolaan sumberdaya alam wilayah pesisir baik untuk daerah penelitian, pembudidayaan, wisata dan sebagainya. Manfaat yang nyata dari SIG antara lain dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Rochman 1999 tentang aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis SIG untuk kegiatan budidaya perikanan tambak di wilayah pesisir Kabupaten Asahan, Propinsi Sumatera Utara, didapatkan luas wilayah sangat sesuai S1 sebesar 4351,801100 Ha, sesuai S2 sebesar 34735,848676, dan tidak sesuai N sebesar 156371,295307 Ha, penelitian yang dilakukan oleh Hakim 2007 tentang penentuan zona potensial pariwisata bahari di pesisir pantai selatan pulau Lombok, NTB dengan menggunakan sistem informasi geografis SIG, didapatkan luas daerah yang sangat sesuai S1 untuk wisata selam seluas 36,1100 Km 2 dan daerah sangat sesuai untuk wisata pantai seluas 13,7880 Km 2 .

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian berada di wilayah Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Secara administrasi, Kepulauan Togean termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Tojo Una Una, Sulawesi Tengah. Kepulauan Togean terdiri dari 4 wilayah kecamatan, yaitu Una-Una, Togean, Walea Besar dan Walea Kepulauan. Secara geografis Kepulauan Togean berada antara 121 31’37’’ - 122 26’28’’ BT dan 0 06’08’’ - 0 36’32’’ LS, sedangkan lokasi penelitian terletak antara 121 31’37’’ - 122 03’33’’ BT dan 0 06’08’’ - 0 36’32’’ LS yang mencakup Kecamatan Una-una, Kecamatan Togean, dan Kecamatan Walea Besar. Penelitian ini secara umum mencakup 4 tahapan yaitu pengolahan citra satelit ALOS, pengumpulan data survei lapangan dan data pendukung, penyusunan basis data spasial dan atribut serta analisis data. Keempat tahapan tersebut dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2008. Titik-titik stasiun hasil survei pengamatan Allen dan McKenna 2001, Prasetyati 2004, CII 2008 dan Livson 2008 ditampilkan pada Lampiran 1. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Peralatan yang digunakan terdiri atas hardware dan software. Hardware yang digunakan meliputi personal komputernotebook, flashdisk, DVD-R, printer, scanner. Software yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari : • Er Mapper 7.0, digunakan untuk image processing penggabungan band, mosaik citra, pemulihan data citra, penajaman citra, dan klasifikasi citra. • Arc View 3.3, digunakan untuk proses digitasi peta Lingkungan Pantai Indonesia LPI dan peta kedalaman perairan. 15