ANALISIS EKONOMI PEMBAHASAN Ibrahim Purawiardi

VI. ANALISIS EKONOMI

BIAYA PEMBUATAN ALAT Akuarium fiber, volume 300 x 180 x 220 Rp 45.000, 00 Pelat tembaga, tebal 0.25 mm, ukuran 1200 x 365 Rp 125.000, 00 Paku, paku sekrup, bolt and nut, dan kabel kawat Rp 20.000, 00 Penempel vakum Rp 3.000, 00 Balok kayu, tebal 10 mm, panjang 2 meter Rp 4.500, 00 Power supply Rp 190.000, 00 Timer Rp 95.000, 00 Liquid filter Rp 70.000, 00 Biaya tak terduga Rp 50.000, 00 TOTAL BIAYA PEMBUATAN ALAT Rp 602.500, 00 BIAYA TETAP Penyusutan 10 per tahun dari biaya pembuatan Rp 60.250, 00 per tahun BIAYA TIDAK TETAP Biaya listrik dan penggantian lempeng tembaga Rp 200.000, 00 per tahun TOTAL BIAYA Rp 260.250, 00 per tahun HARGA JUAL Biaya pembuatan alat Modal Rp 602.500, 00 Keuntungan yang diinginkan 15 dari modal Rp 90.375, 00 Harga teknologi 15 dari modal Rp 90.375, 00 HARGA JUAL Rp 783.250, 00

VII. PEMBAHASAN

Pemberokan ikan merupakan salah satu kegiatan pasca panen hasil perikanan. Pemberokan dilakukan untuk menghilangkan segala jenis kotoran- kotoran yang ada di dalam dan bagian permukaan tubuh ikan. Dengan cara tersebut, ikan akan lebih sehat untuk dikonsumsi karena ikan sudah jauh lebih bersih dan lebih sedikit jumlah bakterinya. Pemberokan umumnya dilakukan pada tempat atau kolam khusus pemberokkan. Untuk pemberokan dengan skala kecil, pemberokan dapat dilakukan dengan mempuasakan ikan selama satu atau beberapa hari sesuai dengan jenis dan ukuran ikan di dalam baskom besar atau akuarium. Pemberokan untuk skala kecil memang masih mudah untuk dilakukan. Namun, untuk pemberokan skala besar, atau pemberokan dengan jumlah ikan untuk konsumsi yang besar, pemberokan perlu dilakukan pada kolam khusus dengan sirkulasi air yang baik dan pasokan oksigen yang teratur. Pembuatan kolam tentunya memerlukan biaya tambahan yang tidak sedikit. Selain itu, waktu pemberokan yang tidak sebentar membuat distribusi ikan hasil panen harus menunggu selesainya waktu pemberokan. Oleh sebab itu, diperlukan inovasi untuk menciptakan alat yang mampu memberok ikan dengan waktu yang lebih singkat dan tidak memakan tempat atau lahan dan besar. Disain alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah merupakan salah satu langkah untuk menjawab permasalahan di atas. Dengan disain tersebut, dapat kita buat alat pemberok ikan yang dapat berlangsung dengan cepat dengan prinsip pengaliran arus listrik searah dengan tegangan listrik tertentu yang dapat membuat stress ikan tetapi tidak menyebabkan ikan mati. Dengan keadaan stress yang optimal tersebut diharapkan laju pencernaan dan ekskresi ikan dapat meningkat sehingga pengeluaran kotoran-kotoran baik di dalam tubuh maupun di permukaan tubuh ikan dapat ditingkatkan lajunya. Ide pemberian tegangan listrik arus searah sendiri muncul karena setiap ikan yang disetrum mayoritas selalu mengalami stress, mengeluarkan kotoran feses dan bahkan lendir-lendir dari dalam tubuhnya. Oleh sebab itulah fenomena tersebut dijadikan dasar untuk pembuatan alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah. Disain alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah sendiri terdiri atas disain struktural dan disain fungsional. Disain struktural alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah terdiri dari bak penampung, elektroda positif, elektroda negatif, power supply, dan timer atau pewaktu. Bak penampung dibuat dengan bahan dasar fiber dengan ukuan panjang 300 mm, lebar 180 mm, dan tinggi 220 mm. Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran bagian dalam atau volume penampungan air. Tebal lapisan fiber yang digunakan adalah 15 mm. Dengan ukuran tersebut, bak penampung mampu menampung maksimal 1 kg ikan dan air maksimal 11.88 Liter. Elektroda positif dibuat dari pelat tembaga dengan tebal 0.25 mm. Ukuran elektroda positif tersebut adalah 265 mm x 112 mm. Pelat tembaga tersebut dilubangi kecil sebanyak 6 buah lubang untuk pemasangan paku sekrup. Pelat tembaga tersebut digabungkan secara semi permanen dengan isolator yang juga memiliki pegangan. Penggabungan semi permanen dengan menggunakan paku sekrup. Bentuk isolator berpegangan tersebut cukup disesuaikan dengan ukuran pelat tembaga. Bahan isolator terbuat dari kayu. Elektroda positif ini dihubungkan dengan kabel kawat ke kutub positif pada switched-mode power supply. Elektroda negatif terbuat dari pelat tembaga dengan tebal 0.25 mm. Ukuran elektroda negatif adalah 265 mm x 147 mm. Pelat tembaga tersebut dilubangi kecil sebanyak 7 buah, dimana 6 buah lubang digunakan sebagai lubang-lubang untuk pemasangan semi permanen penempel vakum dan satu lubang lagi untuk memasang secara semi permanen bolt and nut nomor 10. Elektroda negatif dihubungkan dengan kabel kawat yang dijepit pada bolt and nut ke kutub negatif pada switched-mode power supply. Power supply yang digunakan adalah tipe switched-mode power supply. Switched-mode power supply ini memiliki spesifikasi input 90-240 V AC dan output 3-24 V DC dengan kuat arus 8 A. Unit pewaktu menggunakan timer yang berjenis mechanical timer. Pengaturan dan penentuan waktu dilakukan dengan cara memutar kontrol pilihan waktu sesuai kebutuhan dan dihubungkan dengan sumber arus AC. Batas waktu terendah pengaturan waktu adalah 15 menit dan waktu maksimal adalah 24 jam. Liquid filter berfungsi sebagai komponen pelengkap dengan spesifikasi kedalaman maksimum 0.7 m dan debit aliran 600 Ljam. Ditinjau dari disain fungsional, komponen-komponen penyusun alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah memiliki fungsi yang berbeda- beda dan saling menunjang satu sama lain. Bak penampung dipilih yang berbahan dasar fiber. Pemilihan bahan fiber sendiri telah dipertimbangkan sebelumnya. Dengan membandingkan bahan fiber dengan bahan lain yaitu kaca dan dengan mempertimbangkan tingkat bahan yang paling ringan, kemudahan diperoleh, dan harga maka terpilihlah bahan fiber sebagai bahan untuk bak penampung. Dipilihnya bahan fiber tentunya karena bahan ini ringan. Dengan ringannya bahan fiber, bak penampung lebih portable digunakan dibandingkan dengan kaca. Maintenance bak penampung dari bahan fiber juga lebih mudah. Kerusakan yang umumnya terjadi adalah retak atau pecah. Hal tersebut dapat diperbaiki dengan menggunakan lem plastik. Elektroda positif yang terdiri dari kayu pegangan dan isolator dan pelat elektroda dari tembaga memiliki fungsi tersendiri. Pemilihan bahan elektroda positif dari tembaga sendiri sudah dianalisis terlebih dahulu. Dengan membandingkan dengan logam-logam lain seperti alumunium, besi, dan kuningan, tembaga lebih baik untuk digunakan terutama karena tembaga memiliki electrical conductivity yang paling optimal dibandingkan bahan lainnya. Tembaga yang dipilih pun adalah pelat tembaga karena pelat tembaga lebih lentur dibandingkan dengan tembaga yang lebih tebal. Kelenturan tembaga ini menyebabkan pelat tembaga mudah dipotong dan dilubangi. Pada elektroda positif sendiri, tembaga dilubangi dengan enam buah lubang. Enam lubang diperuntukkan bagi pemasangan paku sekrup. Paku sekrup sendiri dipakai untuk menggabungkan secara semi permanen dengan kayu yang berfungsi sebagai pegangan, isolator dan penutup bak penampung. Dipilihnya paku sekrup agar memudahkan maintenance yaitu ketika kita akan mengganti pelat tembaga. Paku sekrup juga dipilih agar mudah untuk menjepit kabel kawat, yang digunakan sebagai penghubung aliran listrik antara kutub positif power supply dengan pelat tembaga elektroda positif. Elektroda negatif juga menggunakan pelat tembaga seperti pada elektroda positif. Elektroda negatif diberi tujuh buah lubang. Enam lubang digunakan untuk menghubungkan secara semi permanen dengan penempel vakum. Penempel vakum digunakan untuk menempelkan elektroda negatif dengan bagian dasar bak penampung secara semi permanen. Satu lubang lagi dipakai untuk menempatkan bolt and nut nomor 10. Bolt and nut ini digunakan untuk menjepit kabel kawat secara semi permanen yang menghubungkan elektroda negatif dengan kutub negatif dari power supply. Pemasangan secara semi permanen antara pelat tembaga dengan penempel vakum dan bolt and nut pada elektroda negatif bertujuan untuk memudahkan maintenance. Maintenance sendiri berupa pergantian pelat tembaga, pergantian bolt and nut, pergantian penempel vakum, atau bila akan melepas elektroda negatif untuk membersihkan bak penampung. Power supply digunakan tipe switched-mode power supply. Dipilihnya switched-mode power supply karena mudah didapat di pasaran dan cukup efektif mengubah arus AC menjadi keluaran arus DC. Switched-mode power supply sendiri terdiri atas beberapa pilihan keluaran voltase mulai dari 3 V sampai 24 V dengan arus konstan 8 A, sehingga memudahkan untuk merubah- rubah output keluaran sesuai dengan voltase keluaran yang diperlukan untuk pemberokkan ikan. Timer yang digunakan pada alat adalah mechanical timer. Timer jenis ini dipilih karena mudah diperoleh di pasaran. Selain itu, mechanical timer dapat diatur waktunya sesuai kebutuhan pemberokan, yaitu mulai dari 15 menit hingga 24 jam atau satu hari. Sementara itu komponen penunjang liquid filter berguna untuk menjamin sirkulasi air selama proses pemberokkan berlangsung. Prinsip kerja alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah sumber arus AC dari PLN mengalir kepada mechanical timer. Di mechanical timer, arus AC diatur lama pengalirannya ke power supply. Dari mechanical timer, arus AC kemudian dialirkan ke power supply. Melalui proses input rectification, inverter stage, voltage converter, output rectifier, dan regulation maka diubahlah input masukan AC menjadi output keluaran DC. Dengan menggunakan power supply bertipe switched-mode power supply maka output keluaran DC dapat dipilih sesuai kebutuhan pemberokan dengan arus keluaran konstan 8 A. Arus listrik DC keluaran dari power supply kemudian dialirkan ke elektroda positif dan negatif. Kedua elektroda tersebut yang sudah bermuatan listrik kemudian melakukan proses serah terima elektron dimana logam tembaga pada elektroda negatif mengalirkan elektron ke logam tembaga pada elektroda positif dengan medium air. Ketika proses tersebut berlangsung, ikan yang berada di dalam air juga secara tidak langsung menjadi media serah terima elektron bersama dengan air, sehingga ikan akan tersetrum dengan arus DC. Selama tersetrum itulah ikan menjadi stress sehingga laju ekskresi, laju pencernaan, dan gerakan ikan dipercepat. Timer diset pada posisi 15 menit. Hal itu dilakukan karena bila sudah disetrum selama 15 menit dengan voltase pemberokan yang optimal, ikan umumnya akan kelelahan dan lemas sehingga sudah tidak ada lagi aktivitas pengeluaran hasil pencernaan, pengeluaran zat sisa dari proses ekskresi, dan juga tidak ada lagi pergerakan ikan karena ikan sudah cenderung pingsan sesaat. Karena timer diset 15 menit, maka setelah pemberokan selama 15 menit, aliran listrik dari mechanical timer ke power supply akan terhenti sehingga proses pemberokan ikan akan selesai saat itu juga secara otomatis. Pengontrolan waktu secara otomatis dengan menggunakan timer dilakukan untuk menghindari kelalaian manusia yang dapat lupa. Karena dikhawatirkan bila manusia lalai sehingga waktu pemberokan melebihi 15 menit maka akan menyebabkan ikan mati. Penggunaan arus DC untuk pemberokan sendiri dikarenakan untuk memberok ikan dengan tegangan listrik harus dengan tegangan listrik optimal pemberokan yang dijaga konstan. Bila kita menggunakan arus AC, tegangan listrik atau beda potensial tidak dapat konstan sehingga dikhawatirkan akan menyiksa ikan akibat fluktuasi tegangan listrik yang tak menentu, sedangkan kita tahu bahwa pemberokan dengan tegangan listrik harus konstan pada voltase yang optimal. Bila diatas voltase optimal ikan akan mati, namun bila dibawah voltase optimal ikan, tidak akan ada peningkatan laju pencernaan, laju ekskresi, dan juga laju pergerakan ikan. Dari hasil analisis teknik kita dapat melihat untuk bak penampung, dengan mengalikan panjang, lebar, dan tinggi bagian dalam bak penampung diperoleh bahwa bak penampung mampu menampung maksimal 11.88 liter air. Dengan volume tersebut, bak penampung juga mampu menampung maksimal 1 kg ikan hidup. Hasil analisis lainnya adalah daya input alat adalah 720-1920 W untuk voltase masukan 90-240 V. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi listrik yang diperlukan untuk pengoperasian alat adalah 0.18-0.48 kWh. Sementara daya output untuk keluaran 3-24 V adalah 24-192 W. Ini menunjukkan konsumsi listrik pada elektroda tembaga adalah 0.006-0.048 kWh. Sementara itu, energi yang hilang dikawat kabel selama proses pemberokan 15 menit adalah 21.6-172.8 kJ. Alat pemberok diujicobakan pada beberapa jenis ikan, yaitu ikan gurame, ikan nila, ikan lele, ikan mas, ikan patin, dan ikan tambakan. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa untuk ikan bermassa dibawah 300 g, penyetruman menggunakan voltase DC sebesar 3 V dengan terlebih dahulu dikejut dengan voltase 6 V selama 1-3 detik. Sementara untuk ikan yang berbobot 300 g keatas, penyetruman menggunakan voltase DC 6 V dengan terlebih dahulu dikejut dengan voltase 12 V selama 1-3 detik. Lama penyetruman untuk pemberokan sendiri adalah 15 menit. Pengejutan selama 1-3 detik dengan voltase yang lebih tinggi adalah untuk mengejutkan ikan sehingga merangsang ikan untuk mengeluarkan feses. Setelah dikejut dengan voltase yang lebih tinggi, ikan lalu disetrum dengan voltase penyetruman yang optimal untuk pemberokkan lebih rendah dibandingkan voltase kejut. Tujuan pemberian voltase yang optimal adalah selain merangsang pencernaan ikan juga untuk membuat ikan stress namun tak mematikan sehingga laju ekskresi ikan akan meningkat. Peningkatan laju ekskresi ikan ditandai dengan munculnya keringat dan lendir-lendir ikan. Bila ikan berasal dari perairan yang sangat kotor, air setelah pemberokan biasanya menjadi lebih keruh dan berbau amis. Reaksi yang muncul pada ikan gurame ketika diberok dengan alat adalah muncul berak ikan, lendir, kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh ikan, air menjadi keruh dan agak bau amis. Pada ikan nila muncul berak ikan, lendir, kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh ikan, air agak berbau amis, pada ikan yang berjamur sebagian besar jamur yang menempel di tubuh ikan terlepas. Pada ikan lele muncul berak ikan, lendir, kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh lele, air berbau amis dan agak keruh. Pada ikan mas muncul berak ikan, banyak lendir, kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh ikan mas, air agak berbau amis. Pada ikan patin menyebabkan air agak keruh, muncul kotoran- kotoran mikro, lendir, dan sedikit berak. Terakhir, pada ikan tambakan muncul berak ikan, kotoran-kotoran mikro, lendir, air agak keruh dan sedikit berbau tanah. Oleh karena itu, kita dapatkan fakta bahwa reaksi yang umumnya muncul pada ikan ketika diberok dengan alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah muncul feses ikan, muncul lendir ikan, muncul kotoran-kotoran mikro dari permukaan tubuh ikan, dan air hasil pemberokan umumnya lebih keruh dan berbau amis. Seperti halnya alat-alat yang dibuat, alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah memiliki kelebihan dan kerugian. Keuntungan yang diperoleh dari pemberokan dengan menggunakan alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah pemberokan dapat menghemat lahan dan waktu, karena laju pencernaan dan ekskresi dapat dipacu lebih cepat dibandingkan dengan metode alamiah. Kelebihan lainnya adalah ketika ikan hasil pemberokan dibelah, ikan yang diberok dengan alat terlihat lebih sedikit darah segar yang mengalir serta sedikit sisa berak dibandingkan dengan ikan yang diberok dengan cara alamiah. Hal ini tentunya memudahkan dalam pembersihan ikan, karena ikan yang diberok dengan alat jauh lebih bersih bagian dalamnya. Namun dilihat dari jumlah bobot kotoran totalnya, ikan yang diberok dengan alat melepaskan kotoran total lebih sedikit bila dibandingkan dengan metode alamiah. Hal ini disebabkan walaupun kotoran pencernaannya lebih banyak terkuras, pemberokan dengan alat yang dibuat jauh lebih sedikit menguras lendir-lendir atau keringat kotoran hasil ekskresi serta kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh ikan bila dibandingkan dengan pemberokan secara alamiah. Kandungan nutrisi ikan pada ikan yang diberok dengan alat pun relatif sama dengan ikan yang diberok secara alamiah. Hal ini dapat terlihat dari tingkat kekenyalan daging yang relatif sama dan kekuatan dinding perut yang juga relatif sama. Sementara kekurangan dari alat ini adalah hasil pemberokan yang tidak semaksimal bila dibandingkan dengan metode alamiah. Selain itu, kekurangan alat ini adalah kapasitasnya yang hanya cukup untuk total 1 kg ikan saja dan juga hanya terbatas untuk ikan lele, patin, dan gurame. Alat ini cocok untuk ikan lele, patin, dan gurame dikarenakan pada percobaan awal, ketiga ikan inilah yang keesokan harinya masih tetap hidup setelah diberok dengan alat, sementara ikan yang lainnya mati setelah satu hari pemberokan. Setelah pemberokan dengan alat pemberok ikan dengan tegangan tegangan listrik arus searah selesai dilakukan, ikan jangan langsung dikonsumsi tetapi dibiarkan dahulu sampai tenang setelah penyetruman agar otot-otot ikan kembali lentur agar dagingnya lebih gurih dimakan. Untuk lebih cepat menenangkan ikan, kita dapat menambah aerator untuk memperbanyak suplai oksigen yang dapat membantu menenangkan ikan. Berdasarkan perbandingan bobot kotoran total yang terkuras antara pemberokan dengan alat dan metode alamiah, maka efisiensi pemberokan untuk alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah 70.75. Sedangkan berdasarkan kekeruhan air setelah pemberokan, efisiensi pemberokan untuk alat ini adalah 85.19. Dan bila dirata- ratakan secara total maka efisiensi pemberokan dari alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah 77.97. Hal ini menunjukkan bahwa dengan efisiensi pemberokan diatas 50, maka alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah ini sudah dapat digunakan sebagai pengganti pemberokan ikan secara alamiah. Namun, untuk kemungkinan fungsi tambahan dari alat ini belum ditemukan. Dari uji pembusukan, kedua ikan baik yang diberok secara alami maupun yang diberok dengan alat keduanya akan membusuk setelah dibiarkan selama 24 jam. Hal ini menunjukkan alat pemberok yang dibuat tidak dapat digunakan sebagai alat pengawet ikan dengan prinsip pemberian tegangan listrik. Dari analisis ekonomi yang telah dilakukan, modal yang diperlukan untuk pembuatan alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah Rp 602.500, 00. Dengan asumsi keuntungan yang diharapkan adalah 15 dari modal dan harga teknologinya adalah 15 dari modal maka harga jual alat ini dipatok pada Rp 783.250, 00. Harga sebesar ini yang relatif murah diperuntukkan agar para petani ikan dapat menjangkaunya. Sementara itu, dengan mempertimbangkan besarnya penyusutan alat sebesar 10 dari modal dan biaya tidak tetap total sebesar Rp 200.000, 00 per tahun, maka biaya operasional alat ini adalah Rp 260.250, 00 per tahunnya. Dengan demikian biaya operasional per bulannya adalah sekitar Rp 21.687, 50. Biaya operasional tersebut tentunya termasuk kategori yang hemat bagi yang menggunakannya.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN