mengalami penurunan, sementara di provinsi Jawa Barat dan Banten secara konsisten mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa di Pulau Jawa dari
tahun ke tahun terjadi pemusatan sebaran penduduk ke wilayah BODETABEK Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi sebagai wilayah penyangga Jakarta yang
notabene masuk ke dalam wilayah administrasi provinsi Jawa Barat dan Banten. Sementara apabila dilihat proporsi jumlah penduduk Pulau Jawa terhadap jumlah
penduduk nasional, proporsi penduduk Pulau Jawa sedikit mengalami penurunan. Kecenderungan ini tentunya cukup baik untuk mendorong keberimbangan sebaran
jumlah penduduk secara nasional. Namun untuk wilayah BODETABEK justru terus terjadi pemusatan sehingga proporsi jumlah penduduk provinsi Jawa Barat
dan Banten semakin meningkat.
4.3. Perkembangan Upah
Minimum Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001-
2010
Upah merupakan balas jasa tenaga kerja yang diberikan oleh produsen atau perusahaan sebagai imbalan atas hasil jasa tenaga kerja dalam memproduksi
barang ataupun jasa. Upah juga merupakan salah satu indikator penting untuk melihat tingkat hidup pekerja. Upah riil pekerja merupakan suatu upah yang telah
disesuaikan dengan memperhitungkan tingkat kebutuhan penduduk secara umum. Tingkat upah minimum masing-masing provinsi di wilayah Pulau Jawa
relatif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan gambar 4.2. upah minimum paling tinggi ada di provinsi DKI Jakarta yang mencapai Rp. 1.317.710
per orang pada tahun 2010, sedangkan terendah ada di provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar Rp. 743.141. Tingginya tingkat upah di DKI Jakarta tersebut dapat
dikarenakan adanya pertimbangan biaya hidup di Jakarta yang lebih tinggi dibandingkan biaya hidup di provinsi-provinsi lain di pulau Jawa. Peningkatan
upah minimum menunjukkan peningkatan yang cukup tajam di DKI Jakarta dan Banten dari tahun 2000 sampai 2010.
200,000 400,000
600,000 800,000
1,000,000 1,200,000
1,400,000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta
Jawa Barat Jawa Tengah
DI Yogyakarta Jawa Timur
Banten
Sumber : BPS, 2011 diolah
Gambar 4.2. Tingkat Upah Minimum Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001- 2010
4.4. Perkembangan Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Sektor Industri
dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2001- 2010
Produk Domestik Regional bruto PDRB biasanya diukur dalam bentuk nilai tambah value added yang diciptakan oleh sektor perekonomian wilayah
tersebut secara total dalam bentuk rupiah. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang baik, secara tidak langsung akan mempengaruhi penyerapan pada tenaga kerja.
Pertumbuhan ekonomi yang baik juga dapat menjadi sebuah daya tarik bagi para investor untuk melakukan investasi sehingga akan berdampak pada peningkatan
lapangan pekerjaan dan menurunkan jumlah pengangguran. Kontribusi rata-rata sektor industri di Pulau Jawa setiap tahunnya masih
menduduki urutan pertama yaitu sebesar 31,03 persen sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki urutan kedua sebesar 23,25 persen.
Besarnya kontribusi setiap tahunnya di kedua sektor tersebut memiliki
pertumbuhan yang relatif berbeda setiap tahunnya. Pada gambar 4.3 dalam kurun waktu 2002 hingga 2010 sektor industri di Pulau Jawa terlihat memiliki
pertumbuhan positif cenderung menurun. Semenjak krisis tahun 19971998 pertumbuhan PDRB sektor industri di
Pulau Jawa terlihat lebih lambat. Pertumbuhan tertinggi sektor industri sebesar 6,03 persen tahun 2005 dan terendah sebesar 0,42 persen tahun 2009. Rata-rata
pertumbuhan sektor industri setiap tahunnya sebesar 4,38 persen. Menurunnya pertumbuhan setelah tahun 2005 dikarenakan adanya ketidakstabilan dalam
kondisi perekonomian indonesia seperti terjadinya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM di bulan Oktober 2005 serta adanya krisis finansial global 2008.
Ketidakstabilan kondisi perekonomian tersebut membuat aktivitas produksi di sektor industri menurun sehingga menyebabkan produk industri dalam negeri
tidak mampu bersaing di pasaran. Setelah tahun 2010 sektor industri terlihat relatif mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan menjadi sebesar 4,98
persen, hal ini dapat dikarenakan oleh relatif membaiknya penyerapan pasar domestik terhadap hasil produksi serta diiringi dengan tingginya permintaan
domestik. Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa setiap
tahunnya cenderung fluktuatif. Pertumbuhan tertinggi sebesar 7,62 pada tahun 2003 dan terendah 5,96 tahun 2007. Pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya
sebesar 6,84 persen. Pertumbuhan di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan sektor industri dapat
dikarenakan relatif tingginya aktivitas perdagangan antar daerah di wilayah Pulau Jawa. Selain itu, pertumbuhan sektor ini juga disebabkan karena tingginya
permintaan masyarakat atas barang atau jasa sektor perdagangan, hotel dan restoran yang didukung juga oleh subsektor perdagangan kecil, hotel dan restoran
yang jumlahnya semakin hari kian meningkat untuk memenuhi kebutuhan para konsumen.
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-
rata Industri
3.07 2.76 4.72 6.03 5.69 6.03 5.76 0.42 4.98 4.38 Perdagangan, hotel dan
restoran 6.47 7.62 6.90 7.18 7.58 5.96 6.53 6.17 7.14 6.84
- 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00
Pertumbuhan
Sumber : BPS, 2001-2010 diolah
Gambar 4.3. Pertumbuhan Ekonomi
sektor industri dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2002-
2010
Selama kurun waktu 2001 hingga 2010 Provinsi Jawa Barat selalu memiliki kontribusi terbesar dalam memberikan kontribusi PDRB di sektor
industri. Pada tahun 2001 kontribusinya sebesar 35,09 persen kemudian meningkat pada tahun 2010 sebesar 35,53 persen dengan rata–rata presentase
setiap tahunnya sebesar 35,33 persen. Besarnya PDRB tersebut dikarenakan provinsi Jawa Barat memiliki kawasan industri yang cukup luas sehingga
menyebabkan tingginya aktivitas di sektor industri yang digambarkan dalam bentuk nilai tambah atau PDRB. Demikian sebaliknya rendahnya kontribusi
PDRB sektor industri di DI Yogyakarta dikarenakan provinsi ini tidak memiliki
kawasan industri yang cukup luas serta industri yang berkembang hanya industri kecil dan menengah sehingga kontribusi terhadap PDRB paling rendah seperti
terlihat pada gambar 4.4.
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Persentase
DKI Jakarta Jawa Barat
Jawa Tengah DI Yogyakarta
Jawa Timur Banten
Sumber : BPS, 2001-2010 diolah
Gambar 4.4. Kontribusi PDRB Sektor Industri Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001-2010
Pertumbuhan ekonomi sektor industri masing-masing provinsi di Pulau Jawa ditunjukkan pada gambar 4.5. Pada tahun 2009 seluruh provinsi di Pulau
Jawa terlihat mengalami penurunan dalam pertumbuhan akibat dari krisis global 2008. Provinsi yang mengalami penurunan cukup signifikan yaitu Jawa Barat
sebesar –1,74 persen. Hal ini dikarenakam provinsi tersebut memiliki ketergantungan yang kuat terhadap pangsa pasar ekspor. Sehingga disaat negara
tujuan ekspor tersebut terkena krisis, berdampak pada menurunnya permintaan barang-barang industri Jawa Barat.
Provinsi yang lebih tahan dari imbas krisis global tahun 2008 yaitu DI Yogyakarta. Di saat seluruh provinsi mengalami penurunan, provinsi tersebut
justru mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 1,87 persen. Hal ini dikarenakan industri yang berkembang di provinsi DI Yogyakarta merupakan
industri kecil dan menengah yang hanya memiliki pangsa pasar domestik
sehingga ketika terjadi krisis global tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhannya. Rata-rata pertumbuhan sektor industri setiap tahunnya terbesar
ada di provinsi Jawa Tengah sebesar 5,77 persen dan terendah provinsi DI Yogyakarta 2,71 persen.
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-
rata DKI Jakarta
4.59 5.05
5.74 5.07
4.97 4.60
3.87 0.14
3.63 4.18
Jawa Barat 4.07
-0.72 3.24
8.62 8.51
7.35 9.01
-1.74 2.90
4.58 Jawa Tengah
5.46 5.49
6.41 4.80
4.52 5.56
4.50 1.84 13.40 5.77
DI Yogyakarta 2.82 2.80
3.25 2.59
0.73 1.89
1.38 1.87
7.01 2.71
Jawa Timur -0.73
4.46 5.28
4.61 3.05
6.68 4.36
2.80 4.32
3.87 Banten
2.70 3.41
4.39 4.42
5.43 3.10
2.31 1.50
3.27 3.39
-4.00 -2.00
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
16.00
Pertumbuhan
Sumber : BPS, 2001-2010 diolah
Gambar 4.5. Pertumbuhan PDRB Sektor Industri Menurut Provinsi di
Pulau Jawa Tahun 2002-2010
Kontribusi PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran tiap-tiap provinsi di Pulau Jawa disajikan pada gambar 4.6. Selama kurun waktu 2001 hingga 2010
Provinsi Jawa Timur selalu memiliki kontribusi terbesar dalam PDRB di sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada tahun 2001 kontribusinya sebesar 30,59
persen kemudian meningkat pada tahun 2010 sebesar 31,62 persen dengan rata– rata persentase setiap tahunnya sebesar 31,92 persen. Besarnya PDRB sektor
perdagangan, hotel dan restoran di Provinsi Jawa Timur dikarenakan kontribusi subsektor perdagangan besar dan kecil yang setiap tahunnya besarnya kurang
lebih mencapai 80 persen. Pertumbuhan ekonomi sektor perdagangan, hotel dan restoran masing-masing provinsi di Pulau Jawa ditunjukkan pada gambar 4.7.
Pertumbuhan diseluruh provinsi setiap tahunnya terlihat lebih stabil. Pertumbuhan
rata-rata tertinggi setiap tahunnya ada di provinsi Banten sebesar 7,87 persen, sedangkan pertumbuhan terendah di provinsi Jawa Tengah sebesar 5,02 persen.
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Persentase
DKI Jakarta Jawa Barat
Jawa Tengah DI Yogyakarta
Jawa Timur Banten
Sumber : BPS, 2001-2010 diolah
Gambar 4.6. Kontribusi PDRB Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau
Jawa Tahun 20010-2010
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 Rata
-rata DKI Jakarta
7.26 6.62
6.95 7.89
6.47 6.88
6.66 4.01
7.29 6.67
Jawa Barat 6.16
10.64 6.48
3.80 7.32
8.03 3.92
10.12 11.77 7.58
Jawa Tengah 1.85
5.24 2.45
6.05 5.85
6.54 5.10
6.01 6.06
5.02 DI Yogyakarta 5.43
6.30 5.86
5.05 3.63
5.04 5.28
5.42 5.33
5.26 Jawa Timur
8.32 7.92
9.25 9.15
9.62 2.94
8.07 5.58
4.42 7.25
Banten 6.06
5.81 6.25
8.84 7.28
11.52 10.95 6.51
7.60 7.87
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
Pertumbuhan
Sumber : BPS, 2001-2010 diolah
Gambar 4.7. Pertumbuhan PDRB Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010-2010
4.5. Perkembangan Investasi Sektor industri dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2001-2010
Salah satu aspek yang menjadi faktor penting dalam meningkatkan penyerapan tenagakerja adalah investasi. Investasi dapat digunakan sebagai modal
dalam kegiatan pembangunan. Kebijakan yang diambil pemerintah daerah seperti menciptakan iklim investasi yang aman, perbaikan kualitas dan kuantitas
infrastruktur yang dilakukan secara tidak langsung akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan akan berdampak pada penyerapan investasi baik asing maupun
domestik yang pada akhirnya akan meningkatkan lapangan pekerjaan dan mengurangi jumlah pengangguran.
Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM mengumumkan bahwa konsentrasi investasi di Indonesia baik pada tahun-tahun sebelum otonomi
maupun pada saat otonomi daerah saat ini, Penanaman Modal Asing PMA maupun Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN sekitar kurang lebih 60 persen
masih terpusat di wilayah padat penduduk yaitu Pulau Jawa. Selain memiliki kaya akan potensi serta sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai bila
dibandingkan dengan pulau lainnya, Pulau Jawa juga memiliki jumlah penduduk terbesar sekitar kurang lebih 60 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. Hal
tersebut dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor untuk berinvestasi di wilayah Pulau Jawa karena dengan jumlah penduduk yang besar akan
berpotensi dalam meningkatkan daya beli yang besar pula sehingga akan memberikan tingkat keuntungan yang lebih cepat bagi para investor.
Tabel 4.4. Nilai Realisasi investasi dan Daya Serap Tenaga Kerja Sektor
Industri PMA dan PMDN di Pulau Jawa Tahun 2001-2010
PMA PMDN Tenaga
Kerja orang
Tenaga Kerja
orang Tahun
Jumlah Pertumbuhan
Jumlah Pertumbuhan
Rp Milyar Rp Milyar
2001 16.069.26 -
949 2.3789
- 1.574 2002 12.872,16
-19,89 7.130
9.550 301,57 10.274
2003 13.581,54 5,51
12.993 5.085
-46,76 3.454 2004 16.399,48
20,75 48.754
4.005 -21,24 27.197
2005 30.500,83 85,99
83.108 9.510
137,44 43.637 2006 24.538,28
-19,55 137.398
9.535 0,27 21.496
2007 32.267,36 31,50
115.371 14.541
52,49 33.833 2008 35.027,41
8,55 178.364
9.428 35,16 36.313
2009 34.164,59 -2,46
128.820 14.690
55,81 59.555 2010 30.496,22
-10,74 319.526
16.813 14,45
101.584
Rata- rata
24.591,61 11,07 103.244
10.351 58,8
37.483
Sumber : BKPM, 2001-2010 diolah Perkembangan realisasi investasi PMA dan PMDN sektor industri di Pulau
Jawa dapat diamati pada tabel 4.3. Nilai PMA pada sektor industri terlihat lebih besar dibandingkan dengan PMDN. Pertumbuhan nilai PMA dan PMDN dalam
kurun waktu tahun 2001-2010 cenderung fluktuatif. Rata-rata pertumbuhan nilai realisasi PMA di sektor industri dalam kurun waktu 2001-2010 mencapai 11,07
persen per tahun, meningkat dari Rp. 16.069,26 Milyar pada tahun 2001 menjadi Rp. 30.496,22 Milyar
pada tahun 2010. Pertumbuhan nilai realisasi investasi yang memberikan pertumbuhan
negatif pada tahun 2002, 2006, 2009, dan 2010 dapat dikarenakan oleh adanya iklim investasi serta kondisi politik dan perekonomian indonesia yang kurang
mendukung, selain itu dapat dikarenakan juga adanya pengembangan sektor- sektor industri di koridor luar Jawa sehingga jumlah investasi dialihkan ke
wilayah luar Jawa untuk menciptakan adanya unsur pemerataan dalam rangka memperluas dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional dalam jangka
panjang. Meskipun iklim PMA terlihat cenderung fluktuatif, namun cukup memberikan kontribusi yang cukup baik dalam menyerap tenaga kerja dan relatif
cenderung meningkat dari tahun 2001-2010 sebesar 949 orang menjadi 319.526 orang dengan rata-rata per tahunnya sebesar 103.244
orang. Besarnya tenaga kerja yang terserap oleh adanya PMA di sektor industri dapat dikarenakan PMA
tersebut memiliki nilai realisasi yang relatif lebih besar serta jumlah proyek yang dijalankannya juga besar sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja yang
dipekerjakan di sektor industri tersebut. Perkembangan realisasi PMDN sektor industri di Pulau Jawa dalam kurun
waktu 2001-2010 sama halnya dengan PMA menunjukkan nilai fluktuatif dan cenderung memberikan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan negatif hanya
terjadi pada tahun 2003 dan 2004. Penurunan nilai investasi yang terjadi pada saat krisis global tahun 2008 tidak terlihat signifikan bila dibandingkan dengan PMA,
namun investasi kembali tumbuh membaik seiring pemulihan perekonomian pasca krisis. Rata-rata pertumbuhan nilai realisasi PMDN adalah mencapai 58,80
persen per tahun, meningkat dari Rp. 2.3789 miliar pada tahun 2001 menjadi Rp.
16.813 tahun 2010. Dampak dari adanya investasi PMDN yang terjadi pada sektor industri di
Pulau Jawa yaitu, dayaserap tenagakerja masih menunjukkan trend relatif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga tahun 2010. Rata-rata daya
serap tenaga kerja sektor industri dari PMDN adalah sebesar 37.483 orang per tahun. Jumlah rata-rata tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan daya serap
tenaga kerja PMA. Hal ini dapat dikarenakan nilai PMDN yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan PMA serta dapat mengindikasikan pula bahwa PMDN yang
terserap pada sektor industri di Pulau Jawa lebih dialokasikan untuk proyek- proyek padat karya seprti pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur
pendukung serta belanja barang modal untuk kebutuhan tahap awal produksi.
Tabel 4.5. Jumlah PMA dan PMDN Sektor Industri Menurut Provinsi di
Pulau Jawa Tahun 2001, 2005 dan 2010 persen
2001 2005 2010 Provinsi
PMA PMDN
PMA PMDN
PMA PMDN
DKI Jakarta 8,70
4,11 3,30
5,70 5,62
1,66 Jawa Barat
35,85 16,56
56,87 30,81
47,00 33,05
Jawa Tengah 2,41
26,49 0,65
10,31 1,18
2,32 DI Yogyakarta
0,01 0,27
0,01 0,19
0,05 0,00
Jawa Timur 8,71
42,38 20,78
39,05 30,93
38,38 Banten 44,28
10,61 18,36
13,90 15,20
24,55
Jumlah 100,00
100,00 100,00
100,00 100,00
100,00
Sumber :BKPM, 2001-2010 diolah Pada tahun 2001 PMA sektor industri tertinggi ada di Provinsi Banten
sebesar 44,28 persen. Pada tahun 2005 dan 2010 mulai bergeser ke Jawa barat sebesar 56,87 persen dan 47 persen. Untuk PMDN sektor industri pada tahun
2001, 2005 dan 2010 dialokasikan paling besar di Provinsi Jawa Timur sebesar 42,38 persen; 39,05 persen dan 38,38 persen. Pada tahun 2001 hingga 2010, Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta terlihat selalu mendapat alokasi investasi baik PMA maupun PMDN yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Rendahnya investasi sektor industri di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta pada tahun 2001-2010 mengindikasikan bahwa di provinsi tersebut memiliki kawasan
industri yang relatif kecil bila dibandingkan dengan provinsi lainnya, selain itu
dapat dikarenakan juga industri yang lebih berkembang di wilayah tersebut merupakan industri kecil dan menengah yang mungkin tidak membutuhkan modal
investasi dalam jumlah yang besar. Subsektor Industri yang terlihat mengalami peningkatan cukup besar
dalam kurun waktu lima tahun yaitu subsektor industri makanan. Pada tahun 2005 jumlah PMA subsektor industri makanan sebesar 13,25 persen lalu mengalami
peningkatan pada tahun 2010 menjadi sebesar 30,28 persen. Sama halnya dengan PMDN subsektor industri makanan juga mengalami peningkatan dengan jumlah
yang cukup signifikan yaitu pada tahun 2005 sebesar 19,83 persen menjadi 63,87 persen pada tahun 2010. Besarnya proporsi investasi di subsektor tersebut
mengindikasikan bahwa subsektor industri makanan di Pulau Jawa semakin berkembang cukup prospektif dan memberikan keuntungan return yang relatif
lebih cepat sehingga menimbulkan minat yang besar kepada para investor untuk berinvestasi di sektor tersebut.
Akan tetapi investasi dalam industri makanan baik PMA maupun PMDN tersebut cenderung lebih padat modal dan lebih menggunakan teknologi mesin-
mesin dalam proses produksinya. Berdasarkan data terlihat jumlah proporsi investasi yang selalu lebih besar, akan tetapi belum diiringi dengan jumlah
penyerapan teaga kerja yang terlihat lebih besar. Sedangkan subsektor industri yang memiliki proporsi paling kecil dalam menyerap nilai investasi adalah
subsektor industri instrumen kedokteran, presisi, optik dan jam. Hal ini mengindikasikan bahwa subsektor tersebut kurang diminati oleh investor asing
maupun dalam negeri.
Tabel 4.6.
Jumlah PMA dan PMDN dan Tenaga Kerja Menurut Subsektor Industri di Pulau Jawa Tahun 2005 dan 2010
persen
2005 2010 Subsektor
PMA TK
PMDN TK
PMA TK
PMDN TK
Industri logam dasar, barang
logam, mesin dan elektronik
14,45 20,17
11,86 11,88
21,78 17,07
2,02 29,03
Industri Instrumen
kedokteran, presisi, optik dan
jam 0,03 0,03
0,003
Industri Kayu 0,11
1,15 1,23
3,95 0,26
0,57 0 0,37
Industri Kertas, barang dari
kertas, dan percetakan
0,13 0,64
24,62 14,43
1,68 1,17
5,96 24,31
Industri Kimia Dasar, barang
kimia dan farmasi
36,4 13,7
9,06 22,63
17,02 6,6
12,94 15,3
Industri dari karet, barang
karet dan plastik 12,3
8,29 4,8
6,83 4,07
5,71 2,81
18,73 Industri mineral
non logam 2,0
2,53 7,98
12,9 1,21
0,6 8,52
8,27 Industri alat
angkutan dan transportasi
lainnya 11,42
9,06 2,93
5,97 15,93
8,13 1,55
9,53 13,25
9,88 19,83
35,09 30,28
8,0 63,87
45,63 Industri Makanan
Industri Tekstil 2,18
18,61 16,7
45,07 6,6
22,94 2,21 21,81
Industri kulit, barang dari kulit
dan sepatu 1,5
6,81 0,15
8,31 6,1
22,78 0,07
2,5 Industri lainnya
6,15 9,06
0,81 6,87
1,12 6,38
0,02 2,82
Jumlah 100,00 100,00
100,00 100,00
100,00 100,00
100,00 100,00
Sumber : BKPM, 2001-2010 diolah
Perkembangan realisasi investasi PMA dan PMDN sektor perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa dapat diamati pada tabel 4.6. pada sektor
perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai PMA lebih besar dibandingkan dengan nilai PMDN. Nilai dari kedua investasi tersebut cenderung fluktuatif
setiap tahunnya. Pertumbuhan nilai Investasi PMA yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2001-2010 mencapai 36,98 persen per tahun, meningkat dari Rp.
847,63 milyar pada tahun 2001 menjadi Rp. 7.280,89 pada tahun 2010. Rata-rata
penyerapan tenaga kerja dari adanya investasi PMA di sektor tersebut sebesar
10.624 orang setiap tahunnya.
Tabel 4.7. Nilai Realisasi investasi PMA dan PMDN dan Daya Serap
Tenaga Kerja Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2001-2010
PMA PMDN
Tahun Daya
Daya Jumlah
Rp Milyar Pertumbuhan
Serap Serap
Jumlah Pertumbuhan
Tenaga Tenaga
Kerja orang
Rp Milyar Kerja
orang
2001 847,63
- 1.111
604,34 -
1.109 2002
1.469,31 73,34
2.584 111,17
-81.6 407
2003 3.359,83
128,67 1.930
439,69 295,51
155 2004
2.053,70 -38,87
9.249 387,74
-11,82 957
2005 4.334,43
111,05 9.267
221,66 -42,83
957 2006
4.034,50 -6,92
10.601 525,99
137,30 1.570
2007 5.038,52
24,89 8.462
258,60 -50,84
800 2008
5.821,51 15,54
17.117 556,71
115,28 3.700
2009 7.297,55
25,36 11.315
1.928,27 246,37
3.639 2010
7.280,89 -0,23
34.598 1.648,77
14,49 3.634
Rata- 4.153,78
36,98 10.624
668,30 69,09
1.693 rata
Sumber : BKPM, 2001-2010 diolah
Pertumbuhan rata-rata nilai investasi PMDN setiap tahunnya sebesar 69,09 persen lebih tinggi dibandingkan dengan PMA. Besar nilainya meningkat dari Rp
604,34 miliar pada tahun 2001 menjadi Rp. 1.648,77 miliar pada tahun 2010. Rata-rata penyerapan tenaga kerja dari adanya investasi PMDN di sektor tersebut
sebesar 1.693 orang setiap tahunnya.
Selama kurun waktu lima tahun, proporsi nilai PMA sektor perdagangan, hotel dan restoran tertinggi ada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 66,16 persen;
78,95 persen; dan 71,98 persen. Untuk PMDN sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2001 dan 2005 juga dialokasikan paling besar di Provinsi DKI
Jakarta 85,50 persen dan 54,30 persen. Namun, pada tahun 2010 jumlah PMDN terbesar bergeser pada provinsi Banten sebesar 95,40 persen. Bergesernya alokasi
nilai PMDN ke provinsi Banten dapat dikarenakan telah banyaknya penawaran over supply terhadap perdagangan, pusat perbelanjaan, hotel dan restoran di DKI
Jakarta sehingga menurunkan minat investor untuk berinvestasi di provinsi tersebut. Besarnya nilai PMA dan PMDN sektor perdagangan, hotel dan restoran
di karenakan provinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan sekaligus ibu kota yang memiliki pusat perdagangan atau perbelanjaan, hotel serta restoran yang
cukup prospektif yang setiap tahun mengalami perkembangan. Pada tahun 2001 hingga 2010, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta terlihat
selalu mendapat alokasi investasi baik PMA maupun PMDN yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan provinsi lainnya. Rendahnya investasi sektor
perdagangan, hotel dan restoran di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta pada tahun 2001-2010 mengindikasikan bahwa di provinsi tersebut tidak memiliki kawasan
perkotaan yang luas bila dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta sehingga belum cukup prospektif untuk dialokasikan di provinsi tersebut.
Tabel 4.8. Jumlah PMA dan PMDN Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001, 2005 dan 2010 persen
2001 2005 2010 Provinsi
PMA PMDN PMA PMDN PMA PMDN
DKI Jakarta 66,16
85,50 78,95
54,30 71,98
1,95 Jawa Barat
7,94 14,47
10,29 0,00
22,09 2,65
Jawa Tengah 12,25
0,11 0,00
1,61 0,00
DI Yogyakarta 3,62
0,00 0,19
0,00 Jawa Timur
7,82 0,03
3,50 1,48
0,89 0,00
Banten 5,84 3,53
44,21 3,23
95,40
Jumlah 100,00 100,00
100,00 100,00
100,00 100,00
Sumber : BKPM, 2001-2010 diolah Berdasarkan data pada tabel 4.8 subsektor perdagangan, hotel dan restoran
yang mengalami peningkatan cukup signifikan setiap lima tahun yaitu subsektor perdagangan. Pada tahun 2005 jumlah PMA subsektor perdagangan sebesar 83,14
persen lalu mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi sebesar 90,66 persen. Nilai PMDN untuk subsektor tersebut juga mengalami peningkatan
sebesar 41,47 persen pada tahun 2005 menjadi 98,28 persen tahun 2010. Hal ini juga mengindikasikan bahwa subsektor perdagangan baik perdagangan kecil
maupun besar di Pulau Jawa semakin berkembang cukup prospektif. Terlebih lagi dengan adanya provinsi DKI Jakarta yang merupakan pusat
pemerintahan sekaligus terkenal sebagai icon kota perdagangan yang sampai saat ini masih melekat dan mampu menciptakan kesempatan kerja disamping adanya
berbagai tempat pusat perbelanjaan yang menyediakan segala kebutuhan masyarakat DKI Jakarta seperti berbagai pusat grosir, pasar induk, Pekan Raya
Jakarta PRJ dan pusat perbelanjaan mewah lainnya. Selain itu kota Jakarta juga
memiliki banyak tempat rekreasi yang cukup luas dan terkenal beberapa diantaranya seperti dunia fantasi, taman impian jaya ancol, wisata kota tua, dan
musium yang juga memiliki fasilitas-fasilitas penginapan untuk para wisatawan domestik maupun asing. Melihat adanya potensi tersebut, dapat memberikan
inisiatif tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya di wilayah Pulau Jawa.
Konsentrasi pusat-pusat perdagangan di provinsi DKI Jakarta diantaranya wilayah Jakarta Pusat yaitu Pasar Baru, ITC Cempaka Mas, ITC Roxy; di Jakarta
Selatan yaitu Pondok Indah Mall, Mayestik, Blok M mall, ITC Fatmawati, ITC cipulir; di Jakarta Utara yaitu WTC Mangga Dua, Mall kelapa Gading, SCBD
pluit; dan di Jakarta Timur yaitu Pusat Grosir Jatinegara, Kampung Melayu, Cibubur, Pasar Induk Beras Cipinang, Pasar Induk Beras Keramat Jati; dan di
Jakarta Barat yaitu Jembatan Lima, Pasar Induk Rawa Buaya, ASEMKA, Lokasari-Mangga Besar. Banyaknya berbagai pusat perdagangan di setiap wilayah
DKI Jakarta juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam meyerap tenaga kerja di Pulau Jawa. Berdasarkan data pada tabel 4.7 provinsi DKI Jakarta
mendominasi dalam menyerap PMA dan PMDN khsusnya pada sektor perdagangan.
Tabel 4.9. Jumlah PMA dan PMDN dan Tenagakerja Menurut
Subsektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2005 dan 2010 persen
2005 2010 Subsektor
PMA TK PMDN TK PMA TK PMDN TK
Perdagangan 83,14
85,66 41,47
18,39 90,66
93,4 98,28 77,02
Hotel dan Restoran 16,85
14,33 58,52
81,6 9,33
6,5 1,71 22,98
Jumlah 100
100 100
100 100
100 100
100
Sumber : BKPM, 2011
V. PEMBAHASAN