RANCANGAN BIOREAKTOR HASIL DAN PEMBAHASAN

35 Untuk mengubah digestat menjadi kompos, digestat harus mengalami dekomposisi lanjutan. Misalnya dengan pemberian aerasi pada digestat yang dihasilkan. Proses dekomposisi lanjutan ini tentunya tidak membutuhkan waktu yang sama dengan proses dekomposisi bahan sampah segar. Waktu dekomposisi untuk digestat akan lebih cepat jika dibandingkan dengan proses dekomposisi sampah pasar organik segar. Salah satu parameter yang bisa digunakan dalam proses dekomposisi digestat menjadi kompos ini adalah nisbah CN. Jika setelah dekomposisi nilai nisbah CN digestat ada pada range antara 10-20 maka bisa dikatakan digestat tersebut telah menjadi kompos yang siap digunakan untuk menyuburkan tanah, tentunya dengan tidak meninggalkan parameter-parameter lainnya yang disyaratkan untuk kompos.

4.4. RANCANGAN BIOREAKTOR

Untuk aplikasi di lapangan, rancangan bioreaktor biogas yang digunakan tentu berbeda dengan bioreaktor skala laboratorium. Untuk skala penelitian mungkin cukup dengan kapasitas reaktor 10 liter, tetapi untuk skala aplikasi di lapangan kapasitas tersebut tidak cukup. Dalam rancangan bioreaktor skala lapang, kapasitas reaktor dibuat untuk 1 ton sampah atau jika di konversi ke dalam satuan volume menjadi sekitar 4000 liter. Gambar 19 menujukkan desain reaktor biogas untuk skala lapang. Gambar 19. Desain reaktor biogas skala lapang 36 Keterangan : A : Tabung atau wadah penampung biogas B : Tabung Utama, tempat menyimpan bahan yang difermentasi C : Tabung penampung lindi D : Pengaduk Manual E : Lubang inlet F : Lubang outlet G : Pipa resirkulasi lindi Ada beberapa perbedaan desain reaktor skala laboratorium dengan rancangan reaktor skala lapang. Dari tabung penampung gasnya, reaktor skala laboratorium dibuat dengan 2 tabung yang berbeda untuk mempermudah perhitungan jumlah biogas yang terbentuk, sedangkan pada rancangan reaktor skala lapang penampung gas dibuat dalam satu tabung yang berfungsi sebagai tempat penampungan saja. Pada tabung utama yaitu tabung tempat menyimpan bahan yang difermentasi juga ada sedikit perbedaan dari desain reaktor biogas skala laboratorium. Pada rancangan reaktor skala lapang, terdapat 2 lubang utama yaitu lubang inlet dan lubang outlet. Lubang inlet berfungsi sebagai lubang pemasukkan bahan dan lubang outlet untuk pengeluaran digestat. Lubang inlet pada reaktor skala lapang berbeda dengan lubang inlet reaktor skala laboratorium. Pada reaktor skala lapang, inlet dibuat di samping atas reaktor, sementara lubang atas dipermanenkan. Posisi lubang outlet berada di samping bawah reaktor, lubang ini berguna untuk mengeluarkan digestat ketika proses fermentasi selesai. Lubang outlet dibuat di bawah untuk memudahkan proses penggantian bahan yang akan difermentasi sehingga tidak perlu mengeluarkan digestat dari lubang pemasukan seperti halnya pada desain reaktor skala laboratorium. Pada desain rancangan reaktor skala lapang, lubang sampling ditiadakan karena keperluan sampling bahan padat pun tidak ada, hanya ada penambahan alat pada reaktor skala lapang yaitu tuas pengaduk manual. Tuas pengaduk ini digunakan untuk menghomogenkan bahan saat fermentasi berlangsung, prinsip kerjanya dengan membulak-balikkan bahan. Modifikasi pada tabung penampung lindi adalah pemasangan pompa untuk meresirkulasi lindi yang terbentuk sehingga bisa menghindari kontak langsung dengan udara bebas. Hasil penelitian utama menunjukkan bahwa sampah awal batch-1 bisa menghasilkan jumlah biogas tertinggi. Perhitungan mengenai neraca massa dari setiap perlakuan atau batch yang diujikan disajikan pada Lampiran 12. Pada perkiraan neraca massa reaktor skala lapang akan mengacu pada neraca massa hasil penelitian dengan bahan sampah awal batch-1. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada fermentasi batch-1 dengan menggunakan 2.5 kg bahan bisa menghasilkan 16707 ml biogas, dan 377 ml lindi. Beberapa literatur menyebutkan bahwa densitas biogas adalah 1.227 kgm 3 http:www.newworldencyclopedia.orgentryDensity dan densitas lindi sebesar 1000 kgm 3 atau 1 kgliter Beaven et al, 2007. Dari data ini bisa diperkirakan berapa jumah biogas dan lindi yang terbentuk jika umpan yang dimasukkan ke dalam reaktor adalah 1 ton. Perhitungan perkiraan jumlah biogas dan lindi yang terbentuk dari umpan bahan 1 ton. volume biogas umpan 1 ton = bobot umpan 1 ton volume biogas umpan 2.5 kg bobot umpan 2.5 kg volume biogas umpan 1 ton = bobot umpan 1 ton x volume biogas umpan 2.5 kg bobot umpan 2.5 kg volume biogas umpan 1 ton = 1000 kg x 16707 ml = 6682800 ml = 6682.8 liter 2.5 kg 37 volume lindi umpan 1 ton = bobot umpan 1 ton x volume lindi umpan 2.5 kg bobot umpan 2.5 kg volume lindi umpan 1 ton = 1000 kg x 377 ml = 150800 ml = 150.8 liter 2.5 kg Dari hasil perhitungan tersebut maka bisa ditentukan perkiraan neraca massa dengan umpan 1 ton. Gambar 20 menyajikan perkiraan neraca massa dengan umpan 1 ton. Gambar 20. Perkiraan neraca massa dengan umpan 1 ton Perhitungan Penentuan Neraca Massa umpan 1 ton Bobot biogas : volume akumulasi biogas x densitas biogas Bobot biogas : 6682.8 liter x 1.227 kgm 3 x 1 m 3 10 3 liter = 8.2 kg Bobot lindi : volume akumulasi lindi x densitas lindi Bobot lindi : 150.8 liter x 1 kgliter = 150.8 kg Bobot digestat = bobot umpan – bobot biogas – bobot lindi Bobot digestat = 1000 kg – 8.2 kg – 150.8 kg = 841 kg Umpan Sampah : 1000 kg Digestat Bobot : 841 kg Biogas Vol : 6682.8 liter Densitas : 1.227 kgm 3 Bobot gas : 8.2 kg Lindi Vol : 150.8 liter Densitas : 1 kgliter Bobot lindi : 150.8 kg 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Pada proses penentuan jenis bahan yang berpotensi menghasilkan biogas terbanyak diperoleh jenis bahan sampah pasar-1 sampah pasar Gunung Batu, Bogor dengan akumulasi gas 4500 mlkg biomassa w.b yang difermentasi pada suhu ruang selama 45 hari. Adapun komposisi sampah pasar-1 tersebut adalah daun pisang 7.5, kulit jagung 24.2, pare 14.8, kol 19.9, sosin 6.2, kangkung 8.0, sawi 8.0, dan wortel 11.5 b:b. Pada proses identifikasi degradasi padatan organik bahan didapatkan korelasi antara pembentukkan biogas dengan penurunan bahan organik sebesar 37.63 mlgVS. Fermentasi anaerobik ini dilakukan pada temperatur konstan yaitu 32 o C, dengan waktu fermentasi selama 17 hari. Pada uji coba fermentasi sampah pada reaktor skala 10 l, bahan yang digunakan adalah sebanyak 2.5 kg sampah. Fermentasi ini dilakukan pada suhu 35-40 o C, selama 30 hari, dan dilakukan resirkulasi setiap 2 hari sekali pada lindi yang terbentuk. Batch pertama adalah fermentasi bahan awal, batch kedua adalah dengan penambahan feed 50, dan batch ketiga adalah penambahan feed 75. Dari hasil pengamatan volume biogas pada batch pertama menghasilkan 16707 ml biogas, batch kedua feed 50 menghasilkan 10908 ml, dan batch ketiga feed 75 menghasilkan 12378 ml biogas. Jika dirata-ratakan terhadap lamanya proses fermentasi maka produksi biogas batch pertama menghasilkan 557 ml biogashari, batch kedua 364 ml biogashari, dan batch ketiga 413 ml biogashari. Dari hasil analisis karakteristik lindi pupuk cair organik sampah awal diperoleh kandungan karbon, nitrogen, fosfat, dan COD berturut-turut 0.46, 0.17, 84.60 ppm, dan 12500 mgl. Untuk hasil analisis lindi sampah dengan feed 50 diperoleh kandungan karbon, nitrogen, fosfat, dan COD berturut-turut 3.07, 0.45, 47.08 ppm, dan 10000 mgl. Sementara itu, hasil analisis lindi sampah feed 75 diperoleh kandungan karbon, nitrogen, fosfat, dan COD berturut-turut 54.62 ppm, 473.62 ppm, 149.80 ppm, dan 8333 mgl. Dari hasil analisis digestat yang dihasilkan kandungan TVS bahan sampah awal, sampah feed 50, dan sampah feed 75 berturut-turut 92.62, 91.67, dan 92.13 d.b. Kandungan COD 16000 mgkg untuk digestat sampah awal, 18000 mgkg digestat sampah feed 50, dan 16000 mgkg untuk digestat sampah feed 75. Kandungan C, N, P, dan nilai pH dari digestat sampah awal berturut-turut 28.43, 0.72, 0.16, dan 4.7. Untuk digestat sampah feed 50 diperoleh kandungan C, N, P, dan nilai pH berturut-turut 49.08, 1.23, 0.36, dan 4.3. Sementara itu kandungan C, N, P, dan niai pH dari digestat sampah feed 75 sebesar 38.22, 1.67, 0.27, dan 4.1.

5.2 SARAN

Untuk mencari bahan bakar alternatif yang terbarukan melalui proses fermentasi anaerobik maka perlu diusahakan karakteristik bahan awal berada pada kondisi optimum, misalkan dari kondisi nisbah CN, nilai pH, padatan kering bahan, dan kondisi operasi lainnya. Usaha tersebut bisa dengan penambahan bahan lain pada bahan utama, misalkan mencampurkan bahan yang mengandung CN rendah dengan bahan yang memiliki CN tinggi supaya diperoleh CN optimum. Usaha lainnya adalah dengan penambahan buffer pada bahan yang memiliki pH di bawah netral atau asam.