Data dari profil kesehatan Indonesia 2003, penyakit diare menempati urutan kelima dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di rumah sakit dan menempati urutan pertama pada pasien
rawat inap di rumah sakit. Berdasarkan data tahun 2003 terlihat bahwa frekuensi kejadian luar biasa KLB penyakit diare sebanyak 92 kasus dengan 3865 orang penderita dan 113 orang meninggal
Adisasmito 2007. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air
bersih SAB, sanitasi, jamban, saluran pembuangan air limbah SPAL, kualitas bakterologis air, dan kondisi rumah. Menurut Sharma et al. 2005, penyebab terjadinya diare pada negara berkembang
adalah buruknya sanitasi dan nutrisi. Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk dianggap sebagai
penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi
pada air tanah yang banyak disedot penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun tercemar bakteri ini Adisasmito 2007.
2.7. ENTEROPHATOGENIC Escherichia coli EPEC
Escherichia coli penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam kategori: Enteropatogenik E.coli EPEC, Enterotoksin E.coli ETEC, Enterohemoragik E.coli EHEC, Enteroinvasif E.coli
EIEC, diffusely adderent E.coli DAEC, dan Enteroagregatif E.coli EAggEC Miyazaki et al.
2010. EPEC merupakan salah satu penyebab utama penyakit diare dan kematian akibat diare pada anak-anak di negara berkembang Clarke et al. 2002.
EPEC adalah salah satu patogen yang dapat menyebabkan lesi attaching dan effacing AE pada sel usus. Ciri dari patogen AE adalah terletak pada tumpuannya di permukaan sel epitel inang dan
menyebabkan kerusakan pada mikrofili usus. EPEC melekat dan berkolonisasi pada epitel mukosa deodenum dan proksimal jejunum. EPEC menimbulkan kerusakan pada epitel jejunum melalui
pembentukan mikrokoloni yang ditunjukkan dengan pelekatan yang terlokalisasi Moat et al. 2002. Bakteri ini juga melekat dan berkolonisasi pada kolon atau usus besar bagian ascending naik dan
transverse melintang Jay 2000.
Sumber : Lu dan Walker 2001
Gambar 3. Infeksi EPEC pada epitel usus inang
EPEC menempel pada sel epitel dan membentuk lesi AE Gambar 3. Tahap awal penempelan EPEC pada sel epitel diperantarai oleh bundle-forming pilus BFP. Setelah pelekatan awal, mikrovili
usus diganggu dan EPEC mensekresikan beberapa faktor virulen melalui sekresi tipe III dan mensekresikan reseptor Tir ke dalam sel inang. EPEC kemudian mengikat Tir melalui protein
membran luar, intimin. Sinyal transduksi terjadi dalam sel inang, termasuk aktivasi protein kinase C PKC, inositol triphosphate IP3, dan pelepasan Ca
2+
. Beberapa protein sitoskeletal termasuk aktin, menjadi tempat melekatnya EPEC. Dan pada akhirnya, terjadi penyusunan kembali sitoskeletal
setelah Tir-intimin berikatan, dan menghasilkan formasi pedestal-like structure Lu dan Walker 2001.
EPEC biasanya memiliki locus of enterocyte effacement LEE, yang membantu perkembangan lesi AE. LEE terdiri dari gen eae yang mengkode intimin, protein membran terluar yang berikatan
dengan protein dengan tirosin terfosforilasi 90 kDa di dalam membran inang, sehingga dapat membentuk lesi AE Gomes et al. 2004. Tirosin dipindahkan dari sel bakteri ke membran inang
sehingga terfosforilasi pada satu atau lebih residu tirosin, berfungsi sebagai reseptor untuk pengikatan intimin. Kemudian sel epitel kehilangan mikrovili dan membentuk cup and pedestal pada tempat
melekatnya koloni EPEC. Hal ini menunjukkan bahwa EPEC mampu menginduksi perubahan transport elektrolit ke sel inang. Pada studi yang lain menyatakan bahwa EPEC dapat menyebabkan
penurunan transepithelial electrical resistance TEER dengan mengganggu tight junction intraseluler Michail dan Abernathy 2002.
Mekanisme utama dari patogenesis EPEC Gambar 4 adalah lesi AE yang dicirikan dengan melekatnya bakteri pada epitelium saluran usus
Nougayrède et al. 2003 . Gen eae terletak di area
patogenitas LEE dan gen bfpA terletak di plasmid yang disebut EPEC adherence factor EAF, yang digunakan untuk mengklasifikasikan kelompok bakteri ini menjadi strain tipikal dan atipikal Kaper
1996 diacu dalam Afset et al. 2004.
Sumber : Nougayrède et al. 2003
Gambar 4. Fase patogenesis EPEC
Strain E.coli dengan genotipe AE eae
-
yang mendarat pada plasmid EAF bfpA
-
digolongkan sebagai EPEC tipikal. Kebanyakan dari strain ini termasuk dalam serotipe O:H
Trabulsi et al. 2002 .
Strain dengan genotipe AE yang tidak berpengaruh dengan plasmid EAF bfpA
-
diklasifikasikan sebagai EPEC atipikal. Gen eae positif pada strain E.coli ini mendarat pada gen Shiga toksin stx1
danatau stx2 yang sering diklasifikasikan sebagai Enterohaemorrhagic E.coli Afset et al. 2004. Menurut Oyetayo 2004, dosis E.coli 10
5
cfuml telah dapat menimbulkan diare pada tikus percobaan. EPEC dapat menyebabkan diare yang durasinya kurang lebih lima hari Janda dan Abbot
2006.
2.8. USUS HALUS