Status sosial keluarga terhadap motivasi belajar siswa di SDN Kampung Utan 1

(1)

STATUS SOSIAL KELUARGA

TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA DI

SDN KAMPUNG UTAN I

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh :

Nurwahidah

204011003184

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “STATUS SOSIAL KELURGA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SDN KAMPUNG UTAN I” dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana status sosial keluarga antara motivasi belajar siswa yang ada di SDN I Kampung Utan.

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. penelitian korelasi anatara dua variabel yg merupakan variabel bebas dan variabel terikat. Populasinya adalah siswa kelas V dan kelas VI yang semuanya di ambil sebanyak 40 orang. 20 dari kelas V dan 20 dari kelas VI.

Adapun tehnik pengambilan sampel menggunakan tehnik random sampling (acak). Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan angket, yang mana data yang di peroleh kemudian di analisis.

Penelitian kuantitatif ini, dari data-data kualitatif dan data-data yang di kumpulkan yang bersifat kualitatif kemudian akan di ubah menjadi data yang bersifat kuantitatif (kuantifikasi). Langkah-langkah yang di gunakan untuk mengubah data tersebut adalah dengan memberikan skor (skoring) terhadap setiap jawaban yang di berikan oleh responden dengan ketentuan sebagai berukut :

Jika pernyataan bersifat positif: Jika pernyataan bersifat negatif:

Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban

Skor

SS (Sangat Sesuai) : 4 SS (Sangat Sesuai) : I

S(Sesuai) : 3 S (Sesuai) : 2

TS (Tidak Sesuai) : 2 TS (Tidak Sesuai) : 3

STS (Sangat Tidak Sesuai) : 1 STS (Sangat Tidak Sesuai) : 4 Adapun untuk mengetahui berapa besar korelasi atau hubungan antara kedua variabel x dan variabel y adalah dengan menggunakan rumus product moment untuk data kelompokkan dimana N=60, dengan rumus sebagai berikut :

r xy = x’y’ _ ( Cx’ ) (Cy’) N


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkah rahmat taufiq dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “STATUS SOSIAL KELURGA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SDN KAMPUNG UTAN I”.

Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw yang banyak berjasa dalam menegakkan kalimat Tuhan, pembawa kabar gembira dan keselamatan beserta keluarga dan para sahabat.

Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya tidaklah mudah semudah yang di bayangkan, karena banyak sekali halangan dan rintangan yang di hadapi. Namun dengan sekuat tenaga dan pikiran penulis berusaha keras untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya, walaupun mungkin masih banyak sekali kesalahan dan kekurangan.

Penulis juga banyak sekali mendapat bantuan dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik yang langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesikan. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sedalam-dalamya penulis sampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam,

3. Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan Agama Islam Drs. Safiudin Shiddiq, MA.

4. Bapak Drs.H. Faridal Arkam, M.Pd, Dosen Pembimbing yang selalu memberikan bimbingan arahan, nasehat, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan yang telah menyediakan buku-buku sebagai penunjang dalm penulisan skripsi ini.

6. Kepala SDN I Kampung Utan Ibu Endang Kurniasih beserta Staf guru yang telah bersedia membantu dan mengizinkan penulis mengadakan penelitian.


(4)

7. Orang tua penulis yang di ada palembang Ayahanda Sulaiman. Kr dan Ibunda Asmin yang selalu memberikan motivasi dan dukungan materi dan moril dalam menyelesaikan kuliah.

8. Orang tua penulis yang di Jakarta Pak De H. Abdullah dan wak Hj Asmawati yang tak henti-hentinya memberikan nasehat-nasehat, dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Adik-adik penulis semua baik yang di palembang dan di Jakarta.

10.Sahabat-sahabat ku yang terbaik yang ada di kampus khususnya kak Ida Farida, Rahma Yanti Tanjung, Fajar, Dewi R, Inong F, Khozanatul, Andriani yang selalu memberikan support dan tempat curahan hati.

Semoga bantuan do’a dan partisifasi yang telah di berikan kepada penulis mendapatkan pahala yang berlipat dan ganjaran dari Allh SWT. Amin…..

Jakarta, juni 2009


(5)

DAFTAR ISI

Surat pernyataan... Lembar pengesahan...

Abstrak ... i

Kata pengantar... ii

Daftar isi ... iv

Daftar tabel ... vi

Daftar lampiran... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Indentifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

1. Indentifikasi Masalah... 6

2. Pembatasan Masalah... 6

3. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ... 9

1. Problema Kemiskinan ... 9

2. Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 19

a. Pengertian Status Sosial Ekonomi Keluarga dan Macam-macamnya... 19

b. Indikator Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 21

3. Motivasi Belajar ... 24

a. Pengertian Motivasi dan Motivasi Belajar ... 24

b. Macam-macam Motivasi dan Fungsinya dalam Belajar 25 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar dan Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah ... 28


(6)

Motivasi Belajar Siswa ... 31

B. Kerangka Berfikir ... 34

1. Siswa Yang Berekonomi Tinggi……… 34

2. Siswa Yang Berekonomi Rendah……….. 35

C. Perumusan Hipotesis... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 37

B. Tempat dan Waktu Tujuan ... 37

C. Metode dan Variabel Penelitian... 37

D. Populasi dan Sampel... 38

E. Tahnik Pengumpulan Data ... 39

F. Tehnik Pengelolaan dan Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran umum SDN I Kampung Utan ... 42

1. Latar belakang atau sejarah berdirinya ... 42

2. Struktur organisasi ... 44

3.Visi dan Misi ... 45

4.Keadaan guru dan murid ... 45

B. Deskripsi Data ... 48

C. Analisis Data ... 54

D. Inerprestasi Data ... 56

E. Ulasan ... 58

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 60

B. Saran-saran ... 61

C. Daftar pustaka... 62 D. Biodata penulis


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Struktur Organisasi Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan………..………

44 Tabel 2 : Data Kepegawaian / guru Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan ………..………... 46

Tabel 3 : Daftar Keadaan Siswa Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan ………..……….. 47

Tabel 4 : Daftar Sarana Dan Prasarana Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan………. ………

47

Tabel 5 : Daftar Variable X ………..………..……

49

Tabel 6 : Daftar Variable Y ………..………..……

51

Tabel 7 : Tabel Rekapitulasi Data Status Sosial Keluarga……….. 53

Tabel 8 : Daftar Sample


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : kisi-kisi angket tingkat social ekonomi keuarga dan motivasi belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan ……… 64 Lampiran 2 : Daftar angket penelitian……….. 65 Lampiran 3 : Rekapitulasi Daftar Skor Sosial Ekonomi Dan Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan ………... 68 Lampiran 4 : Rekapitulasi Daftar banyaknya penghasilan ………... 69 Lampiran 5 : Daftar Peringkat Sosial Ekonomi Keluarga ……… 70 Lampiran 6 : Peta Korelasi ………... 72


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesungguhnya pendidikan merupakan masalah penting yang aktual sepanjang zaman. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi orang mampu mengola alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Pendidikan sangatlah penting dalam menentukan maju dan mundurnya bangsa, sehingga pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 yaitu :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik yang menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Masalah kemiskian dan kaum fakir bukanlah masalah baru, sejak dahulu berbagai agama dan aliran filsafat mencoba memecahkannya untuk mengakhiri penderitaan kaum fakir. Namun pada zaman sekarang masalah kemiskinan dan problematika ekonomi secara umum telah merasuk akal dan jiwa manusia secara luas.2 Islam mewajibkan setiap orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat.

Seiring dengan perkembangan zaman, bekal pendidikan perlu dimiliki oleh semua orang agar dapat bertahan hidup di tengah masyarakat modern. walaupun demikian, belum semua orang menyadari pentingnya arti pendidikan untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Kurangnya 1

Undang-undang tentang Sisdiknas dan PeaturanPelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta: Tamita Utama, 2004), h.7

2

Dr. Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) Cet. 1, h.23.


(10)

akan arti penting pendidikan ini terutama terjadi pada kelompok masyarakat dengan status ekonomi menengah kebawah. Hal tersebut dapat di pahami karena sebagian dari kelompok ini mengutamakan usaha-usaha untuk mempertahankan mereka dari hari ke hari guna memenuhi kebutuhan dasar mereka ketimbang untuk memikirkan pendidikan.

Tanpa mengesampingkan pendidikan luar sekolah, pendidikan melalui jalur sekolah merupakan persyaratan penting dalam bekerja. Oleh karena itu sudah selayaknyalah ada usaha-usaha untuk mengembangkan pendidikan bagi anak-anak dari kalangan ini, baik untuk pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan demikian anak sebagai generasi penerus di harapkan dapat menjadi individu yang bertahan di tengah kemajuan teknologi saat ini dan dapat memperbaiki taraf hidup keluarga mereka agar tidak terus menerus hidup dalam kemiskinan.

Keinginan orang tua untuk mengubah nasib bagi anak-anaknya tidak bertentangan dengan agama, tetapi merupakan tabi’at manusia untuk hidup lebih baik dan sejalan dengan firman Allah SWT di dalam QS. An-Nisa’ [4]:9 dan Ar-Ra’du [13]:11

 !" #$%&'

()*+-./0 1#2&/34

/$ 5

6!" 78% 9

:;*< $% $

:; (=

>?+ ?&@

ABC

Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

D EF!; G=

IJK +

M ;!N

OPQR&S

IJK +


(11)

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum kecuali

mereka itu merubah diri mereka sendiri.3

Seiring dengan perkembangan zaman pula maka bekal pendidikan dengan kualitas yang baik sangat di perlukan sebagai persiapan untuk menghadapi tantangan hidup dimasa depan.

Prestasi belajar yang baik merupakan faktor penunjang keberhasilan seseorang dalam usaha memperbaiki taraf hidupnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah faktor internal yang meliputi intelektual, motivasi belajar, sikap dan minat terhadap pendidikan serta faktor eksternal yang meliputi keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal serta keadaan situasional.4

Motivasi belajar pada dasarnya mempengaruhi tingkah laku belajar. Motivasi belajar menentukan jumlah waktu yang digunakan siswa dalam belajar dan jumlah waktu yang digunakan ini merupakan salah satu peramal yang dapat di percaya bagi pencapaian prestasi siswa. Jadi bila kita membandingkan dua orang siswa yang mempunyai kecerdasan yang sama maka siswa dengan motivasi belajar tinggi akan menghabiskan waktu lebih banyak belajar sehingga prestasi belajarnya akan lebih tinggi dari pada siswa yang motivasi belajarnya rendah. Selain mempengaruhi jumlah waktu yang digunakan, motivai belajar juga menimbulkan keinginan untuk belajar serta menentukan bayaknya materi yang akan di pelajari. Dengan demikian maka siswa dengan motivasi belajar tinggi akan memiliki banyak energi untuk belajar sehingga prestasinya akan lebih tinggi.

Menurut Gage and Berliner motivasi merupakan syarat mutlak untuk belajar dan mempengaruhi arah, aktivitas yang terpilih serta intensitas keterlibatan siswa dalam suatu aktifitas. Motivasi menjadi bagian dari tujuan pengajaran, dimana siswa di harapkan dapat memiliki motivasi untuk belajar yang terbentuk selama dalam mengalami proses belajar di sekolah.

3

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI 4


(12)

Latar belakang siswa yang lemah ekonomi mungkin menjadi penyebab rendahnya tingkat kecerdasan mereka, akan tetapi mereka tetap memiliki peluang untuk berhasil bila memiliki motivasi untuk belajar yang tinggi. Oleh karena itu motivasi untuk belajar pada diri mereka harus menjadi karakteristik dan penting untuk membentuknya sejak awal siswa belajar disekolah.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:

! " #"$" % & ' ( ) ( * &+ *$, !- . # $/01 2 % /" + 3

Artinya : “ Dari Anas ra Bersabda Rasulullah saw. “tidaklah anak yang dilahirkan ini kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi , Nasrani atau Majusi”.5

Hadits di atas mempunyai kaitan yang erat dengan pernyataan sebelumnya. Hadits ini mempunyai pengertian bahwa setiap orang lahir dalam keadaan fitrah. Setiap orang mempunyai potensi untuk menjadi seorang yang baik, jahat, pintar ataupun bodoh tanpa memandang dari golongan apa ia berasal.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi belajar mencakup aspek budaya, keluarga, sekolah, dan pribadi siswa itu sendiri. Pengembangan motivasi belajar pada siswa akan terjadi secara optimal bila keempat system di atas berkembang secara harmonis. Akan tetapi pada kenyataannya ada kekurangan-kekurangan dalam tiap aspek tersebut sehingga menghambat pembentukan motivasi belajar pada siswa, khususnya siswa dengan latar belakang ekonomi lemah. mereka hidup di tengah lingkungan kemiskinan ytang tidak selalu mementingkan pendidikan dikarenakan adanya kebutuhan lain yang harus didahulukan.

Sikap orang tua terhadap pendidikan anak serta permasalahan dalam keluarga sebagai akibat dari permasalahan ekonomi juga menghambat dalam 5


(13)

menumbuhkan motivasi belajar anak. Kurangnya penerimaan dari guru, sekolah dan teman-teman sebaya menyebabkan anak memandang bahwa sekolah merupakan hal yang tidak menyenangkan dan sia-sia.

Istilah ekonomi lemah yang identik dengan kemiskinan adalah suatu keadaan yang di lukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.6 Ekonomi lemah yang identik dengan kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat dinegara berkembang.

Masalah ekonomi lemah ini dikatakan sebagai salah satu problem karena menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara berencana, terintegrasi, dan menyeluruh dalam waktu singkat.7

Tingkat pendapatan yang semakin rendah , hilangnya kesempatan kerja akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) serta semakin tingginya harga barang-barang kebutuhan pokok semakin mempersulit kehidupan mereka.

Status sosial ekonomi mempengaruhi sikap dan nilai orang tua, terutama terhadap pendidikan anak, perhatian terhadap sekolah, dan penyediaan sarana penunjang pendidikan di rumah. Status sosial ekonomi dan prestasi siswa mempunyai hubungan yang erat. Siswa dengan status sosial ekonomi tinggi dari berbagai etnik memiliki skor tes yang lebih tinggi dan bertahan di sekolah lama dari pada siswa dengan status social ekonomi lemah.8

Pendidikan selanjutnya amat di tentukan oleh keberhasilan pendidikan di jenjang sekolah dasar ini. Setiap anak adalah masa depan, karena itu tempat anak adalah di sekolah, bukan di pabrik, tempat sampah, jalanan atau tempat yang dapat membahayakan perkembangannya.

Dalam melakukan intervensi terhadap masalah pendidikan bagi siswa ekonomi lemah maka motivasi menjadi fokus utama yang perlu di perhatikan 6

Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), Cet.2, h.28. 7

Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, h.28 8

Woolfolk and Anita, E, Educational Psychology, (Jakarta: Ally and Bacon, 1993), h.378


(14)

karena motivasi berkaitan erat dengan perilaku belajar dan prestasi serta sangat mempengaruhi untuk kerja siswa dalam belajar di sekolah. Hurlock menyatakan bahwa masa penting pertumbuhan mitovasi belajar adalah pada usia sekolah dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Selain itu, pada masa usia sekolah anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa.9

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

1) Apakah anda selalu diberikan uang jajan oleh orang tua anda? 2) Apakah siswa mempunyai kemauan sendiri dalam belajar? 3) Apakah siswa mempunyai peralatan belajar yang memadai? 4) Apakah siswa selalu diberi motivasi dengan imbalan atau hadiah? 5) Apakah orang tua siswa mempunyai pendapatan yang memadai? 2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari timbulnya salah penafsiran terhadap judul, maka penulis perlu memberikan batasan masalahnya yaitu sebagai berikut: a. Kemiskinan yang di maksud adalah suatu keadaan yang di lukiskan

sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

b. Motivasi yang di maksud adalah motivasi belajar, yakni dorongan untuk melakukan segala hal yang berkaitan dengan belajar.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalahnya dapat di rumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana status sosial keluarga di SDN Kampung Utan I ?

b. Bagaimana pengaruh status sosial keluarga terhadap motivasi belajar siswa SDN Kampung Utan I ?

c. Apakah terdapat hubungan antara status sosial keluarga dengan motivasi belajar siswa SDN Kampung Utan I ?

9


(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.Tujuan Penelitian

a. Memperoleh gambaran mengenai motivasi belajar siswa yang dilanda kemiskinan.

b. Untuk mengetahui pengaruh ekonomi keluarga terhadap motivasi belajar ssiswa SD N Kampung Utan I

c. Untuk melengkapi data yang telah penulis peroleh dari kepustakaan dan sumber-sumber lainnya, terutama data-data yang berhubungan dengan ekonomi orang tua yang mempengaruhi motivasi belajar siswa.

2.Manfaat Penelitian

a. Memberikan imformasi kepada pihak sekolah mengenai motivasi belajar siswanya.

b. Memberikan masukan kepada pihak sekolah mengenai usaha-usaha yang dapat di lakukan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa.

c. Memicu penelitian lain untuk memikirkan dan mengembangkan pendidikan bagi siswa yang berlatarbelakang ekonomi lemah.

d. Memberikan masukan kepada orang tua yang lemah ekonomi, untuk selalu menumbuhkan motivasi kepada anaknya untuk mau belajar.


(16)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Problema Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah ekonomi global yang paling mendesak pada saat ini, terutama dinegara-negara berkembang. Sebagaimana yang telah disampaikan Miranda S. Goeltom dalam keynote speech-nya yang mengutip laporan Bapenas dan juga disampaikan Endah Murniningtyas-Bappenas, tingkat kemiskinan di indonesia masih sangat memprihatinkan dengan jumlah masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan berjumlah 34,96 juta jiwa atau 14,6 % dari total penduduk Indonesia posisi maret 2008. meski membaik dari angka di Maret 2007 yang mencapai 37,17 juta atau 15,5 % penduduk, angka ini lebih buruk dibandingkan pada saat sebelum krisis tahun 1996 yang berjumlah 34,01 juta, meski dalam prosentase lebih rendah dari posisi tahun 1996 yaitu 17,47% dari total penduduk. Menurut Akyuwen, prosentase penduduk miskin terbesar terdapat di Papua, Irjabar, Maluku, NTT, dan Gorontalo. Sementara jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Sejauh ini jelas sekali bahwa pengentasan kemiskinan belum mencapai hasil yang di harapkan. Kondisi kemiskinan ini diperburuk dengan adanya peningkatan ketimpangan pendapat, paling tidak sejak tahun 2002, saat indonesia mulai mencoba menggeliat keluar dari krisis. Studi dari Bank Dunia menyebutkan bahwa hampir 50% dari jumlah penduduk Indonesia dikategorikan "miskin" dan berada diambang kemiskinan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengklaim program penanggulangan kemiskinan di indonesia telah sejalan dengan target pencapaian millennium

development goals(MDGs) yaitu mengurangi jumlah penduduk miskin hingah

setengahnya di tahun 2015. 9


(17)

Di sisi lain, keprihatinan masyarakat indonesia yang masih dirundung cobaan ini ternyata belum berakhir saat ini, bahkan cobaan yang mereka rasakan semakin pahit dengan terjadinya kenaikan BBM yang diikuti barang kebutuhan pokok dan lainnya. Hasil penelitian yang di lakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2008 menunjukkan bahwa berbagai masalah yang dianggap penting di masyarakat – seperti kenaikan harga bahan pokok dan lainnya akhir-akhir ini, lapangan kerja yang tidak memadai, dan kemiskinan semakin parah- dirasakan semakin berat oleh masyarakat. Kenyataan itu jelas bertolak belakang dengan data yang dipublikasi BPS terakhir yang keadaannya menyatakan ekonomi indonesia membaik di tahun 2007. hasil survei lainnya juga mengukuhkan kondisi ini, seperti survei indek kepercayaan konsumen pada awal tahun 2008 juga menunjukkan indikator yang menurun. Ini jelas menjadi bukti bahwa kondisi ekonomi semakin memburuk dan yang paling krusial adalah beban hidup masyarakat khususnya rakyat kecil yang semakin besar.

Melihat data sakernas di atas, bisa di simpulkan bahwa upaya pemberantasan kemiskinan di indonesia kurang berhasil. Dengan mengesampingkan nilai nominal dan angka persentase, Bangladesh yang pendapatan per kepalanya di bawah indonesia boleh di nilai lebih berhasil mengurangi jumlah orang miskin. Secara sistematis, sejak tahun 1992, persentase kemiskinan di Bangladesh terus menurun sedikit demi sedikit dan tak pernah naik. Pada tahun 1992, 59% warga Bangladesh di kategorikan miskin. Namun pada tahun 1996, angka tadi tinggal 52% dan terus menurun.

Krisis ekonomi, politik dan sosial pada akhir 1990-an, indonesia kini mulai kembali stabil. Negara ini sebagian besar telah pulih dari krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi pada tahun 1998, yang telah melemparkan jutaan penduduknya ke jurang kemiskinan dan menjadikannya sebagai negara berpenghasilan rendah. Namun, belum lama ini Indonesia sekali lagi berhasil melewati ambang batas kemiskinan dan menjadi salah satu negara baru berpeghasilan menengah di dunia. Angka kemiskinan, yang meningkat lebih dari sepertiga kali selama masa krisis, kembali turun mencapai tingkat


(18)

sebelum akhir tahun 2005, meskipun pada tahun 2006 mengalami sedikit peningkatan akibat lonjakan harga beras di akhir tahun 2005 dan di awal tahun 2006.

Namun, menyonsong era baru ini, penanggulangan kemiskinan tetap menjadi salah satu tantangan yang mendesak bagi Indonesia. Meskipun angka kemiskinan nasional secara umum telah turun ke tingkat sebelum krisis-dengan tidak menghitung kenaikan angka kemiskinan yang baru saja terjadi pada tahun 2006-hampir 35 juta penduduk masih hidup dalam kemiskinan. Jumlah ini masih melebihi total jumlah penduduk miskin yang ada di Asia Timur, tidak termasuk China. Selain itu, angka kemiskinan nasional ini menutupi gambaran tentang kelompok besar penduduk ’hampir miskin’ di indonesia, yang hidupnya mendekati garis kemiskinan.

Pemerintahan Indonesia yang terpilih secara demokratis mengakui bahwa penanggulangan kemiskinan merupaka tantangan terbesar dan pemerintah telah menetapkan target penanggulangan kemiskinan yang ambisius untuk jangka pendek dan menengah. Pemerintahan Indonesia jelas memiliki komitmen untuk menanggulangi kemiskinan tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengahnya (RPJM) tahun 2004-2009, yang hal itu merupakan bagian dari Srtategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang di gariskan oleh pemerintah. Selain ikut menandatangani Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam rencana jangka menengahnya pemerintah telah menjabarkn target-target utama penanggulangan kemiskinan untuk tahun 2009. hal ini meliputi target-target yang ambisius namun relevan, seperti mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 % di tahun 2002 menjadi 8,2 %, meningkatkan rasio partisipasi siswa sekolah menengah pertama dari 79,5% pada tahun 2002 menjadi 98%, dan menurunkan angka kematian ibu hamil dari 307 per 100.000 kelahiran pada athun 2002 menjadi 226.

Kemiskinan kembali ke tingkat sebelum krisis pada tahun 2004, tetapi melonjak kembali pada tahun 2005-2006. mskipun mengalami kemunduran yang luar biasa akibat krisis keuangan Asia pada tahun 1997, indonesia telah


(19)

mengalami kemajuan yang signifikan dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Pada tahun 1999, yaitu pada masa puncak krisis, 23,4% penduduk memiliki tingkat pendapatan yang tidak cukup untuk menompang kebutuhan dasar mereka. Hanya dalam lima tahun kemudian, yakni pada tahun 2004, ingkat kemiskinan turun menjadi 16,7%. Yang berarti selama periode tersebut sebanyak 7,6 juta orang berhasil keluar dari kemiskinan. Tingkat kemiskinan pada tahun 2004 itu bahkan lebih rendah di bandingkan tingkat kemiskinan pada masa sebelum krisis, yakni tahun 1996, yang mencapai 17,6%. Selain perbaikan dalam hal penurunan angka kemiskinan, sejak tahun 2002 tingkat kesenjangan kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan telah kembali ke tingkat sebelum krisis, dan bahkan mencapai tingkat yang lebih rendah di sebagian wilayah. Perbandingan riwayat kemiskinan antar wilayah juga menunjukkan penurunan kemiskinan yang signifikan di keenam kategori wilayah yang di gunakan untuk penilaian ini, yaitu Jawa/Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara/Maluku dan Papua. Pada tahun 2004, seluruh wilayah kembali ke tingkat kemiskinan pada tahun 1996, atau bahkan ke tingkat yang lebih rendah, dengan satu-satunya pengecualian di wilayah Sumatera. Pada tahun 2004, tingkat kemiskinan di wilayah Sumatera masih berada 2% di atas tinkat kemiskinan tahun 1996 sebesar 15,5%. Meskipun upaya pengurangan tingkat kemiskinan mengalami kemajuan, namun terutama sebagian akibat dari kenaikan harga beras pada tahun 2005-2006, angka kemiskinan meningkat menjadi 17,75% pada tahun 2006, yang merupakan kenaikan pertama sejak krisis tahun 1997.

Pada 1 September 2006, BadanPusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa angka kemiskinan di indonesia meningkat dari 16% pada februari 2005 menjadi 17,75% pada maret 2006. kenaikan angka kemiskinan yang tercatat pertama kali sejak krisis ekonomi itu berarti ada tambahan 4juta orang yang jatuh miskin selama kurun waktu tersebut.10

Indonesia dengan penduduk sekitar 211 juta jiwa pada waktu ini memerlukan usaha terus menerus yang konsisten untuk memerangi 10 Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan Di Idonesia, (Bank Dunia) Cet November 2006, h, 1,29,34.


(20)

penduduknya yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Upaya memerangi kemiskinan itu harus memerlukan komitmen semua komponen pembangunan yang dilakukan dengan terpadu dan terus menerus pada sasaran yang sama, yaitu keluarga kurang mampu, baik menyangkut kepala keluarganya, anak-anaknya atau anggota lain dari keluarga tersebut.

Apabila komitmen itu tidak seragam, yaitu setiap komponen pembangunan mencari sasarannya sendiri-sendiri, tidak mustahil hasilnya akan tidakmaksimal dan kemiskinan yang mungkin saja ditangani akan tumbuh kembali dengan magnitute yang justru lebih membesar.

Upaya pengentasan kemiskinan biasanya ditujukan kepada sasaran penduduk miskin atau penduduk kurang mampu tanpa mengambil sasaran keluarganya secara utuh. Padahal keluarga itu mempunyai anak, atau anak-anak yang masih kecil atau anak-anak remaja yang mungkin saja sekolah atau kebanyakan tidak sekolah karena orang tuanya kurang mampu. Anak-anak ini biasanya terlepas dari perhatian kita semua karena di sekolah hampir pasti anak-anak ini tidak menonjol karena berbagai alasan.

Atau anak-anak ini justru tidak sekolah karena kekurangan biaya dan harus membantu orang tuanya mencari nafkah atau maksimal bekerja keras sambil sebisa-bisa belajar pada tingkat pendidikan yang masih rendah. Jarang, kalau ada, anak-anak keluarga kurang mampu itu yang sanggup melanjutkan pendidikan pada pendidikan tinggi atau universitas. Kalau ada mereka umumnya menjadi mahasiswa yang segera dengan mudah drop-out karena berbagai alasan.

Pertumbuhan keluarga kurang mampu muda dewasa ini relatif tinggi karena merupakan pendewasaan dari "baby boomers"yang dilahirkan pada tahun 1960-1980 yang lalu. Apabila kita tidak hatihati baby boomers itu bisa menghasilkan keluarga miskin yang lebih banyak di masa yang akan datang karena beberapa alasan sebagai berikut ini.

Pertama, jumlah keluarga muda kurang mampu sekarang ini relatif tinggi, yaitu sekitar setengah paro dari 20 persen jumlah penduduk


(21)

yang ada di Indonesia yang jumlahnya adalah 211 juta jiwa tersebut. Jumlah ini tidak saja besar tetapi mempunyai tingkat kesuburan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jaman baby boom di tahun 1970 – 1980 yang lalu. Tingkat kesehatan dan kemampuannya untuk "menghasilkan anak" juga jauh lebih tinggi karena umumnyS rnereka, biarpun relatif kurang mampu, tetapi dilahirkan pada jamai yang jauh lebih kondusif dibandingkan dengan jaman kelahiran orang tuanya dulu.

Kedua, anak-anak muda anak dari keluarga kurang mampu itu masih menikah relatif pada usia yang muda. Bagi keluarga kurang mampu menikah pada usia muda bisa merupakan treatment untuk mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan tanggungan bagi orang tua yang bersangkutan. Mereka menikah dengan harapan bisa melepaskan diri dari lembah kemiskinan.

Ketiga, anak-anak muda yang lebih mampu bisa belajar sedikit tentang reprodusksi dan mungkin saja mengikuti KB setelah menikah. Bagi keluarga kurang mampu menikah dan mempunyai anak secara langsung hampir merupakan suatu kebiasaan yang belum berhasil dipatahkan. Perkawinan muda menghasilkan jumlah anak yang lebih besar bagi keluarga kurang mampu baru tersebut.

Keempat, berkat tersedianya fasilitas kesehatan umum yang makin baik, biarpun relative kurang mampu, tingkat kematian anak dan tingkat kematian bayi secara umum makin kecil. Dengan demikian jumlah anak-anak yang dilahirkan dan tetap hidup pada usia lima tahun atau lebih oleh pasangan muda akan tinggi. Kemungkinan bertambahnya anggota keluarga kurang mampu dengan demikian juga bertambah tinggi.

Kelima, ledakan ini kakan menjadi resiko karena generasi muda

keluarga kurang mampu tidak saja tidak mengenal dengan baik reproduksi

keluarga tetapi mereka sedang tergoda oleh kehidupan modern yang sangat permisif ditambah dengan akibat gangguan globalisasi dan kemiskinan lain seperti merebaknya hidup bebas tanpa perkawinan biarpun ada ancaman penyakit HIV/AIDS, atau penyakit lainnya akibat


(22)

pergaulan bebas itu. Kondisi negatif itu akan menghasilkan anak dengan perhitungan yang sangat tidak rasional.

Menyadari betapa sulitnya menempatkan anak-anak keluarga

kurang mampu sebagai titik sentral pembangunan dalam proses

pemberdayaan, maka Yayasan Damandiri berkerja sama dengan beberapa universitas, negeri dan swasta, sedang berusaha keras mengembangkan cara baru untuk menempatkan anak-anak berbakat dari anak keluarga kurang mampu itu. Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah di Malang dan Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto dipilih sebagai universitas model untuk mencari cara baru menemukan anak-anak berbakat dari keluarga kurang mampu tersebut.

Dalam kerjasama ini ketiga universitas mencari anak-anak berbakat tersebut balk langsung dengan mendatangi sekolah-sekolah maupun mengundang Kepala Sekolah yang bersangkutan untuk mengirim calon-calon siswanya yang kebetulan anak keluarga kurang mampu melamar untuk menjadi mahasiswanya dengan mengikuti seleksi yang diselenggarakan oleh Tim Universitas yang bersangkutan.

Selanjutnya calon mahasiswa itu diseleksi secara ketat oleh Tim Universitas balk dalam pengalaman akademisnya selama di SMU, SMK atau MA maupun latar balakang orang tuanya untuk ditentukan kemungkinan di fakultas yang menjadi pilihan siswa yang ber sangku tan. Ap ab ila m emenu hi syar at- syar at yang telah ditentukan oleh Universitas yang bersangkutan maka kemudian siswa itu mendapat pemberi tahuan bahwa dia diterima di Universitas dan fakultas yang menjadi pilihannya.

Daftar siswa yang diterima lengkap dengan pengalaman akademis dan ciri-ciri latar belakang kedua orang tuanya dikirimkan kepadaYayasan Damandiri untuk sekali lagi mendapatkan penelitian tentang keadaan orang tuanya. Secara seksama latar belakang kedua orang tua siswa yang beruntung itu dicek kembali oleh Yayasan dan diputuskan bahwa siswa itu mendapat dukungan pembayaran seluruh


(23)

biaya SPP sampai mahasiswa itu lulus menjadi sarjana pada fakultas atau universitas pilihannya.

Mulai bulan Agustus 2002 yang lalu diharapkan sudah ada keputusan tentang nama-nama siswa lulusan SMU, SMK dan MA yang diterima menjadi mahasiswa dan mendapatkan dukungan pembayaran SPP dari ketiga Universitas yang menjadi model tersebut. Apabila percobaan tersebut berhasil diharapkan tahun depan Yayasan dapat memperluas usahanya dengan mengajak kerjasama dengan Universitas lainnya sesuai dengan kemampuan anggaran yang tersedia.

Kerjasama ini merupakan kerjasama gotong royong karena Yayasan Damandiri tidak bisa menyediakan beasiswa untuk para mahasiswa selama mengikuti pendidikan pada perguruan tinggi yang ada. Akan diusahakan kerjasama lebih lanjut dengan Yayasan Supersemar untuk memberikan beasiswa bagi mahasiswa anak keluarga kurang mampu tersebut.11

Pemerintah perlu meninjau kembali program pengentasan kemiskinan yang ada selama ini. Guru besar Pascasarjana Universitas Airlangga Prof. Dr. H. Haryono Suyono menyarankan upaya memperkuat pengentasan kemiskinan melalui proses pemberdayaan keluarga dalam bidang ekonomi.

Perlunya di tekankan pada keluarga, lantaran keluarga merupakan indikator yang menggambarkan kemapuan untuk memenuhi kebutuhan minimal sampai kepada kebutuhan investasi dan sosial budaya keluarga yang bersangkutan.

Angka kemiskinan diindonesia, masih tinggi berdasarkan data BPS pada tahun 1998 terdapat 49,5juta (24%), dan pada tahun 2000 sedikit menalami penurunan menjadi 33,2 juta jiwa ()16,09%. Pada tahun 2002 menunjukkan gejala peningkatan di tandai dengan tingginya angka PHK massal dan membengkaknya jumlah pengungsi. Data Depnakertrans menunjukkan angka PHK kumulatif dan perorangan dan di bulan januari 11 Prof. Dr. H. Haryono Suyono, Memotong Rantai Kemiskinan, (Jakarta : Penerit Yayasan Damandiri, 2003) Cet. Ke- 1, h, 93-96, dan 98-100


(24)

sampai september 2001 menacapai 55,137 pekerja. Sedangkan jumlah pengungsi mencapai 1,3 juta KK.

Masih kata Haryono, ia mencatat terdapat sekitar 42% keluarga prasejahtera dan sejahtera, yang tidak selalu berada di bawah garis kemiskinan. Namun, akan dapat dengan mudah jatuh miksin karena ketidakstabilan kondidi yang melingkupinya. Antara lain, tempat tinggal yang terpencil,dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak mampu bersaing dengan penduduk lain yang memiliki kondisi yang lebih baik.

Selama ini, beberapa program pengentasan kemiskinan yang di lakukan pemerintah yang di nilai mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang hidup diambang kemiskinan. Misalnya program Takesra (Tabungna Keluarga Sejahtera) yang di mulai sejak tahun 1995 mrnunjukkan hasil positif, menurut laporn Bank BNI, pada akhir juli 2001 jumlah anggota penabung Takesra mencapai 13,02 juta keluarga dengan jumlah dana di tabung sebesar 24,17 miliar.

Perkembangan berikutnya, tahun 1997 pemerintah memberikan kredit modal uasaha bagi keluarga prasejahtera da sejahteradengan nama Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (kukesra). Sampai akhir juli 2001 terdapat 10,5 juta keluarga mengikuti program ini. Namun sayangnya semenjak krisis keuangan 1997 kinerja pembinaan kukesra kurang berjalan dengan baik sehingga jumlah tunggakan meningkat.12

Adapun ukuran kemiskinan itu bermacam-macam, ada yang berdasarkan penghasilan, ada yang didasarkan pada konsumsi, ada pula yang luas perumahan. Kemiskinan pada hakekatnya merupakan perbedaan antara penghasilan dan Standar kehidupan minimum. Jadi pengertian relative, tergantung pada distribusi penghasilan, nilai politik, sosial dan budaya masyarakat dalam suatu priode.

Di negara maju, orang menciptakan minimum acceptable

standard of living sebesar 3000 dolar AS tiap tahun. Tetapi ada yang

12 Harian Umum Republika, “Tinjau Kembali Pengentasan Kemiskinan”, h. 15


(25)

berpendapat bahwa di Indonesia orang miskin pengeluarannya Rp. 4000/kapita/bulan, menengah Rp. 4000-8000/kapita/bulan, dan kaya diatas Rp. 8000 – pada tahun 1976.13

Prof. Sayogya mengatakan bahwa untuk mengukur kemiskinan dapat dipakai kebutuhan fisik minimum. Berdasarkan penelitiannya orang desa setiap bulan memerlukan kebutuhan minimum equivalent dengan 20 Kg beras, untuk orang kota 30 beras."

Sedangkan menurut Munandar Soelaeman, bahwa kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan apakah bernilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim, dan lingkungan yang dialaminya, yang tersimpul dalam barang dan jasa yang tertuang dalam nilai uang sebagai patokan bagi penetapan pendapatan minimal yang diperlukan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minimum. 14

2. Status Sosial Ekonomi Keluarga

a. Pengertian dan Macam-macam Status Sosial

Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah.

Berikut adalah macam-macam status sosial yang ada dalam masyarakat luas :

13

Sukanto Rekso Hadi Prodjo, Ekonomi Perkotaan, (Yogyakarta : BPFE, 1982), Cet. Ke-1, h.127.

14


(26)

1) Ascribed status ialah status sosial yang di bawah sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, suku, usia, dan lain sebagainya.

2) Acheved status ialah status sosial yang di dapat seseorang

karena kerja keras dan usaha yang di lakukanya. Contoh harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan dll.

3) Assigned status ialah status sosial yang di dapat seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan di dapat sejak lahir tetapi di berikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Seperti seseorang yang di jadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh dll.15

Stratifikasi ekonomi (economic stratification), yaitu perbedaan warga masyarakat berdasarkan penguasaan dan pemilikan materi, yang merupakan kenyataan sehari-hari. Dalam kaitan ini kita mengenal, antara lain, perbedaan warga masyarakat dalam penghasilan dan kekayaan mereka menjadi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Yang mana masyarakat kita terdapat sejumlah besar warga yang tidak mampu memenuhi keperluan minimum manusia untuk hidup layak karena penghasilan yang mereka miliki sangat terbatas. Ada pula warga yang seluruh kekayaan pribadinya bernilai di atas Rp 1 miliar.

Stratifikasi sosial ini di bagi menjadi dua bagian, yaitu

1) Stratifikasi sosial terbuka adalah system stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata/tingkatan ke tingkatan yang lain. Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, dan menguasai banyak keterampilan sehingga mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran yang tinggi juga.

2) Stratifikasi sosial tertutup yaitu Stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau 15 http://organisasi .org/arti-definisi-status social-dalammasyarakat


(27)

tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contohnya seperti system kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani bisa menjadi keturunan ningrat atau bangsawan darah biru.16

Adapun mengenai perbedaan tingkat ekonomi suatu keluarga dapat diketahui dari hasil pendapatannya yang diperoleh sesuai dengan bidang usaha dan jenis pekerjaan masing-masing. Menurut Soerjono Soekamto, Klasifikasi tingkat ekonomi keluarga perbulan dapat dikategorikan sebagai berikut: kurang dari Rp. 500.000 dikategorikan rend ah, antara Rp. 500.000 – Rp. 700.000 dikategorikan sedang, lebih dari Rp.1000.000 dikategorikan tinggi.17

Kita semua mengenal kemiskinan bila menghadapinya, namun tidak mudah mendefinisikan pengertiannya secara obyektif. Pendapatan juga tidak sepenu hnya merupakan ukuran yang tepat, karena faktor pendapatan tid ak menyatakan bagaimana sesungguhnya situasi hidup seseorang. Mungkin lebih sesuai mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidak sanggupan untuk mernuaskan kebutuhan-kebutuhan dan keperluan-keperluan material seseorang.18

b. Indikator statatus Sosial Ekonomi Keluarga

Menurut Todaro tingkat social ekonomi adalah tingkat kehidupan (social ekonomi) yang dimiliki dan memberikan kepuasan minimal atau maksimal sesuai dengan pendapatan. Sedangkan mitchel melihat tingkat social ekonomi berdasarkan peluang-peluang hidup. Peluang-peluang tersebut dapat di lihat berdasarkan kemudahan mendapatkan penghasilan dan harta benda. Bagi masyarakat yang memmpunyai tingkat sosial ekonomi tinggitentu mendapatkan penghasilan dan harta benda lenib mudah jika di bandingkan dengan masyarakat yang tingkat sosial ekonominya rendah.

Astrid S. Susento mengemukakan pada dasarnya mengukur tingkat social ekonomi sama dengan mengukur tingkat kesejahteraan seseorang.

16 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fak.Ekonomi UI, 2000) Cet ke-2, h. 87 & 104

17

Soerjono Soekanto, (Jakarta : Rajawali Press, 1998) Cet. Ke-3, h.22

18

Parsudi Suparlan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), Cet. III, h. 152


(28)

Penentu tingkat kesejahteraan masyarakat atau keluarga dapat digunakan patokan sebagai berikut:

1. Pendapat, kekayaan dan pekerjaan 2. Lingkungan kerja

3. kesehatan 4. pendidikan 5. ketertiban social

6. milik pribadi yang diizinkan masyarakat

7. kesempatan rekreasi dan pengguna waktu luang.

Biro Pusat Statistik menggunakan 3 kelompok dalam menentukan tingkat social ekonomi masyarakat, yaitu:

1. Pendapatan dan pengeluaran

2. kesejahteraan, social budaya, kriminalitas, dan wisata

3. kesehatan, gizi, biaya pendidikan, dan lingkungan tempat tinggal.

Berbeda dengan pendapatan-pendapatan di atas klasifikasi tigkat social ekonomi yang dilakukan Warner dan kawan-kawan terdiri dari empat status karakteristik indeks, yaitu:

1. pekerjaan

2. penghasilan (sumber income) 3. type rumah

4. wilayah tempat tinggal.

Berdasarkan beberpaa pendapat di atas benar apa yang dikemukakan dan berdasarkan hasil analisis FX. Sudarsono bahwa pengukuran tingkat social ekonomi sangatlah beragam sesuai dengan lingkungan, masyarakat atau daerahnya serta indicator-indikator yang digunakan. Ini bukan saja di Amerika di Indonesia personalnya tetap sama. Bagi masyarakat di kota penghasilan perbulan tentu mendapat porsi yang dominant, sebab segala kebutuhan harian mesti dibeli, tinggi rendahnya tingkat social ekonomi seseorang diukur dari penghasilan perbulan. Tempat tinggal, harta yang dimiliki yang diizinkan masyarakat, kesempatan rekreasi dan menggunakan waktu luang, fasilitas-fasilitas lainnya, seluruh membutuhkan uang yang bersumber dari penghasilan. Bagi masyarakat desa penghasilan perbulan (uang) tidak bisa


(29)

menjadi ukuran. Tinggi rendahnya tingkat social ekonomi seseorang juga ditemukan dengan harta benda yang dimiliki, luas tanah pertanian dan jumlah binatang ternak, serta factor keturunan dan lain-lain. Sudarsono mengatakan, berdasarkan indeks yang disusun Sewell selain menenyakan barang dan fasilitas yang dimiliki, juga beribadah dan sekolah minggu. Dalam masyrakat petani di desa pergi ke gereja dan mengikuti sekolah minggu di anggap memberikan tambahan status sosial. Kalau di Indonesia tentu rajin ke masjid shalat berjamaah dan aktifitas mengikuti pengajian.

Didalam penelitian sosial di Indonesia sampai saat ini biasanya indikator yang digunakan terbatas pada

a. pendapatan b. pekerjaan dan c. pendidikan.

Bedasarkan pengalaman, Sudarsono mengajukan suatu pengukuran yang kiranya dapat mengurangi kesalahan dan biasanya pengukuran. Secara garis besarnya indikator ini dapat digolongkan kedalam kelompok:

a. Indikator objektif

Pengukuran yang yang bersifat objektif dalam arti dapat dinyatakan dalam angka atau bersifat factual, termasuk dalam klasifikasi ini:

1. Pendidikan

2. Jenjang jabatan atau pekerjaan yang dinyatakan degan skor

3. Pendapatan (take hone pay) bagi yang bekerja dengan mendapatkan gaji atau upah. Bagi yang lain disusikan dengan siklus perolehan hasil kerja, seperti nelayan berbeda dengan petani

4. Pemilikan barang berharga yang langsung dapat dilihat oleh orang lain diduga sebagai symbol atau pratanda status social termasuk barang atau benda bergerak dan tidak bergerak serta pemeliharaan hewan atau binatang yang bernilai ekonomi maupun menimbulkan adanya pengakuan dari masyarakat sekitar atau dilingkungan.

b. Indikator subjektif

Pengukuran yang bersifat subjektif berupa pernyataan atau pegakuan terhadap status oleh orang lain atau sekelilingnya sebagai akibat dimilikinya


(30)

kewenangan atau power and authority serta pengaruhnya. Misalnya seseorang diangkat menjadi pimpinan organisasi, lembaga, perusahaan maupun desa. Dalam jabatan tersebut akan melekat adanya kekuasaan dan kewenangan tertentu yang menyebabkan ia mampu memerintah atau menyuruh orang lain yang menjadi bawahannya. Semakin tinggi jabatan maka kekuasaan kewenangan akan semakin luas. Dengan jabatan tersebut ia akan dapat mempengaruhi orang lain dan sekelilingnya, atau di akui adanya pengaruh seseorang yang memiliki jabatan.

Sudarsono juga mengakui akan menimbulkan banyaknya kesulitan dalam mengumpulkan data mengenai pemilikan barang-barang yang berharga, benda-benda yang bergerak, masyarakat biasanya bersikap tertutup. Demikian juga mengenai pengukuran yang berhubungan dengan indicator subjektif . langkah yang paling tepat menurut pendapat Sudarsono adalah sesuai dengan pendapat Zamroni. Zamroni mengatakan bahwa konsep status social ekonomi mencakup tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, juga tingkat pendapatan.

3. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi dan Motivasi Belajar

Kata "motiva si" berasal dari kata motif yang b erarti sebagai suatu kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang menycbabkan organisme itu bertindak atau berbuat.19 Menurut Sartain dalam bukunya Psycholo gy Understand ing of Human Behavior: Motif adalah suatu pernyataan yang kompleks didalam su atu organisme yang mengarahkan tingkah laku atau perbuatan ke su atu tujuan atau perangsang.20

Motif dapat d ikatakan seb agai daya p enggerak dari dalam dan d idalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tu juan. Bahkan motif dapat d iartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada 19

Hartomo, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta; Bumi Aksara, 2001), cet ke-5, h. 331-332 20

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), cet. Ke-16, h.60


(31)

saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mend esak.

Menururt Mc. Donald, motivasi mengandung tiga elemen penting yaitu:

1. Motivasi itu mengawali terjad inya perubahan energi pada d iri setiap individu manusia.

2. Motivasi ditandai dengan muncu lnya rasa atau feeling afeksi seseorang.

3. Motivasi akan d irangsang karena ad anya tujuan

Dalam kegiatan belajar mengajar apabila ada seseorang siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang yang seharu snya dikejakan, maka perlu diselid iki sebab-sebabnya. Dengan kata lain siswa itu perlu d iberikan rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluru han d aya penggerak di dalam d iri siswa yang menimbu lkan kegiatan b elajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar d an yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki o leh sub jek belajar itu dapat tercapai.21

Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ad alah dalam hal p enumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar, siswa memiliki motivasi kuat, akan mempu nyai banyak energi untuk melaku kan kegiatan belajar.

b. Macam-Macam Motivasi dan Fungsinya dalam Belajar 1. Macam-macam motivasi

21

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafido Persada, 2003), cet. Ke-10, h. 75


(32)

Jika dilihat dari dasar pembentu kannya, motivasi itu terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Motif-motif bawaan, yakni mo tif yang dibawa sejak lahir, dan motivasi itu ada tanpa d ipelajari misalnya : dorongan untuk makan, minum, dan bekerja

b. Motif-motif yang dipelajari yakni motif-motif yang timbul karena dipelajari, misalnya; dorongan untuk belajar su atu cabang ilmu p engetahu an. Motif-motif ini seringkali disebut dengan motif-motif yang diisyaratkan secara sosial. Dalam kegiatan belajar-mengajar, hal ini dapat membantu dalam u saha mencapai prestasi.22

Sedangkan Woodworth membagi motivasi menjadi 3 golongan yaitu:

1. Motif atau kebutuhan organis meliputi kebutuhan untuk makan, minum.

2. Motif-motif darurat misalnya dorongan untuk

menyelamatkan diri, dorongan untuk berusaha.

3. Motif-motif objektif, misalnya kebutuhan melakukan eksp lorasi, motivasi menaruh minat.23

Meskipun dalam pengklasifikasian motivasi, Para ahli berbeda pendapat, namun akhirnya mereka mempunyai kesep akatan bahan motivasi itu dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1. Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjad i aktif atau berfungsi tanp a perlu d irangsang d ari luar, karena d alam diri setiap individu sudah 22

http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-status-sosial-kelas-sosial-stratifikasi-diferensiasi-dalam-masyarakat

23


(33)

ada dorongan untuk melakukan sesuatu.24 Kemudian jika d ilihat dari segi tuju an kegiatan yang dilakukan misalnya kegiatan b elajar, maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah keinginan mencapai tujuan yang terkandu ng didalam perbuatan belajar itu sendiri. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada kebutuhan, kebutuhan yang berisikan keharu san untuk menjadi orang yang terd idik dan berpengetahu an.

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan ber-fungsi karena adanya perangsang dari luar, sebagai contoh seseorang itu belajar, karena b esok paginya akan ujian dengan harapan mendapat nilai yang baik sehingga akan dipu ji oleh pacarnya atau temannya. Jadi kalau dilihat dari segi tuju an kegiatan yang d ilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya itu.

Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dap at ju ga d ikatakan seb agai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tid ak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Motivasi ini tetap penting, karena kemungkinan besar keadaan siswa d inamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga dip erlukan inotivasi ekstrinsik. 2. Fungsi Motivasi dalam Belajar

Hasil belajar akan menjad i optimal kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi diberikan, akan berhasil pula keberhasilan itu. Manurut S. Nasutio n, fungsi motivasi adalah : a. Mendorong manusia untuk berbuat, jad i sebagai p enggerak

atau motor yang melepaskan energi.

24


(34)

b. Menentukan arah perbuatan yaitu kearah tujuan yang hendak d icapai.

c. Menyeleksi p erbuatan yaitu menentukan perbuatan-perbuatan yang tid ak bermanfaat bagi tujuan itu.25

Adapun menurut A. Rohani, HM dan Abu Ahmadi seb agai b eriku t:

a. Memberikan semangat dan mengaktifkan peserta d idik agar tetap berminat d an siaga.

b. Memusatkan perhatian peserta didik pada tugas-tugas tertentu yang berkaitan dengan pencapaian tujuan belajar. c. Membantu memenuhi kebutu han akan hasil jangka pend ek

dan jangka panjang.26

Disamping itu motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencap aian prestasi. Adanya motivasi yang b aik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar dan Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah.

Menurut Wlod kowski faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa antara lain adalah :

1. Budaya

Latar belakang budaya yang menekankan pada pentingnya keberhasilan d alam pendidikan akan menjadi pendorong berhasilnya anak d alam pendidikan. Kebudayaan Jepang misalnya, menempatkan keb erhasilan p endidikan sebagai nilai yang tinggi dan pend idikan anak merupakan prioritas utama.

2. Keluarga

Keluarga memberikan pengaruh penting terhad ap motivasi belajar anak, walaupun demikian pengaruh keluarga terhadap motivasi anak b ervariasi menu rut tingkat sosial, 25

S. Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, (Bandung : Temmars, 1986), cet ke-5, h.79 26

A. Rohani H.M dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran (Jakarta : Rineka cipta, 1991), h. 11


(35)

ekonomi dan latar belakang budaya. Orang tua dari golongan sosial ekonomi menengah keatas cenderung lebih banyak memberikan rangsangan belajar bagi anak-anaknya.

Sedangkan orang tua dari go longan so sial ekonomi kebawah cenderung untuk lebih memikirkan bagaimana mereka memenu hi kebutuhan hidup sehingga kurang memperhatikan kebutuhan belajar anak-anaknya. Namun banyak pula orang tua yang berpenghasilan rendah memiliki usaha-usaha u ntuk mendukung anak-anak mereka agar dapat berhasil d i sekolah dan banyak anak mereka yang prestasinya tinggi. Mereka melakukan hal ini dalam rangka memperbaiki taraf hidup keluarga agar tidak terus menerus hidup dalam kemiskinan.

Faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi rendahnya kemampuan ko gnitif pada masanusia seko lah antara lain adalah sikap orang tua yang tidak mendukung pend idikan, harapan orang tua yang rend ah terhadap anak-anaknya d an iklim intelektual yang kurang menyenangkan di rumah.27

3. Sekolah

Faktor sekolah dan guru juga memberikan pengaruh terhadap motivasi siswa untu k belajar walaupun dalam banyak kasus pengaruh mereka tidak sekuat pengaruh o rang tua dalam proses belajar. Selain itu guru juga d iharapkan dapat mendukung semua siswa dari b erbagai latar belakang kehidupan mereka agar dapat mengembangkan kemampuan belajar mereka seoptimal mungkin. Siswa dengan latar belakang miskin cend erung kurang mendapat perhatian dari guru, karena memiliki p enampilan yang kurang menarik, kurang terbiasa dengan buku-buku dan aktivitas seko lah sehingga guru dan siswa lain menduga bahwa siswa tersebut tid ak pandai.

4. Pribadi Siswa

27


(36)

Ciri-ciri siswa yang b elajar dengan sungguh-su ngguh dan menikmati setiap hal yang dilaku kannya dalam proses belajar adalah :

a). Memiliki peringkat yang balk di kelas.

b).Menemukan send iri bahwa proses belajar memberikan kepuasan bagi dirinya.

c). Dapat mengatur dirinya dengan memiliki perencanaan belajar yang b aik.

d).Menyadari tanggung jawabnya dalam belajar dengan tid ak menyalahkan orang lain bila proses helajar tidak berjalan dengan b aik.

Ada beberapa bentuk dan cara u ntuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar d i seko lah, yaitu:

1).Memb erikan angka

Angka dalam hal ini merupakan symbo l dan kegiatan belajarnya. Angka-angka yang b aik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Akan tetapi ada ju ga bahkan b anyak siswa yang belajar hanya ingin mengejar naik kelas saja. Ini menu njukkan niat yang dimilikinya kurang berbobot bila diband ingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik.

2).Hadiah

Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi tetapi tid aklah selalu demikian karena untu k suatu pekerjaan mungkin tid ak akan menarik b agi seseorang yang tidak senang dan tid ak berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut.

3).Saingan atau Kompetisi

Saingan dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa dan dapat meningkatkan prestasi belajar.

4).Ego Involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar dapat merasakan pentingnya tugas sehingga ia bekerja keras dengan mempertaruhkan harga d iri merupakan salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.28

5).Memb erikan Ulangan

28


(37)

Umumnya para siswa akan Iehih giat belajar kalau mengetahu i akan ada u langan. Oleh karena itu memberi ulangan juga merupakan sarana motivasi.

6).Mengetahui Hasil Pekerjaan.

7).Pujian, pujian merupakan bentuk reinforcement yang

positif dan sekaligus motivasi yang baik.

8).Hu kuman, hukuman sebagai reiforcement yang negatif,

tetapi kalau diberikan secara tepat dan biak bisat menjadi alat motiva si.

9). Hasrat (ada maksud belajar).

10). Minat

11). Tujuan yang diakui, Rumusan tujuan yang d iakui baik

oleh siswa akan merupakan alat motivasi yang sangat

penting ka rena menimbulkan gairah untuk terus belajar.29

4. Dampak Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Motivasi Belajar Siswa.

Adanya perbedaan prestise dalam masyarakat tercermin pada perbedaan gaya hidup, sebagaimana namp ak dari pernyataan Max Weber berikut ini :

. . . status honor is normally expressed by the fact that above all else a specific style of life can be expected from all those who wish to b elong to the circle. Linked with this exp ectation are restrictions on ’social’ intercou rse.

Sejumlah ahli sosiolo gi berusaha meneliti bagaimana perbedaan kelas so sial terwujud dalam perb edaan dalam perilaku. Salah satu perbedaan p eerilaku kelas di jumpai dalam busana yang di pakai warga masyarakat kita di perko taan. Dalam b erbusana baik laki-laki maupu n perempuan dari kelas so sial berbeda mempunyai kerangka acuan yang berbeda pula. Kaum perempuan kita dari kalangan kelas atas yang berbusana barat, misalnya, akan banyak yang cenderu ng berbusana dengan mengacu pad a kar ya perancang terkenal dari Paris, New York, London, To kyo atau Roma. Kaum 29


(38)

perempuan d ari kelas menengah kebawah akan lebih cenderu ng memakai busana ciptaan perancang mode terkenal dalam Negeri, sedangkan busana pilihan mereka yang b erada d i kelas bawah akan cenderu ng berorientasi pada desain yang d i tentukan para grosir pakaian jadi d i pusat penjualan pakaian seperti misalnya pasar Tanah Abang atau p asar Cipulir di Jakarta.

Perbed aan gaya hidup ini tidak hanya di jumpai pada herarki prestise, tetapi juga pada herarki kekusaan. Kita melihat b ahwa setiap kelas sosial pun menampilkangaya hidup yang khas.Ogburn dan Nimkoff menyajikan su atu sketsa dari majalah life yang menggambarkan bahwa lap isan bawah (lo

w-bro w, menengah b awah (lower middle-brow), menengah atas

(hight class),masing-masing mempunyai khas dalam hal pakaian, perlengkapan rumah tangga, hiburan, makanan, minuman, bacaan, senirupa, rekaman musik, permainan d an kegiatan.

Dalam kaitan dengan p erbedan antar kelas ini para ahli sosiolo gi sering berbicara mengenai simbo l status (statu s

symbol), yaitu simbol yang menand akan status dalam

masyarakat. Dari pand angan Berger bahwa orang senantiasa memperlihatkan kep ada orang lain apa yang telah di raihnya dengan memakai berbagai simbo l kita dapat menyimpulkan bahwa simbol status berfu ngsi untuk memberitahu status yang d iduduki seseorang. Salah satu d i antaranya, misalnya ialah cara menyapa.

Perbed aan status tid ak hanya d i lihat dari cara menyapa, cara berbahasa dan cara bergaya. Dalam interaksi antara orang yang statu snya berbeda, perbedaan status ini dapat di lihat pula dari pola komunikasi no nverbal yang terjadi, seperti kebisaan melipat kedua tangan di depan badan, menundukkan badan atau kepala o leh seseorang ketika berbicara dengan orang yang berstatus lebih tinggi, penyebutan gelar, pangkat


(39)

atau jabatan pun memberikan p etunjuk mengenai status seseorang d alam masyarakat, baik yang di peroleh dengan sendirinya maupun di raih melalui u saha.30

Dari segi pembentukan keluarga, kemiskinan merupakan salah satu rintangan b esar bagi para pemuda-pemudi untuk melangsungkan perkawinan, d isamp ing dipenuhinya berbagai syarat seperti mahar, nafkah, dan kemandirian eko nomi.31 Sebab itulah Al-Qur'an menasehati mereka yang menghadapi kesu litan itu agar menjaga d iri d an bersabar sampai kekuatan ekono minya memungkinkan. Dari segi pendidikan, kelu arga yang lemah eko nomi dapat menyebab kan anak kekurangan gizi, kebutuhan-kebutuhan sep erti biaya kurang dapat d ipenuhi serta su asana rumah menjadi suram dan gairah belajar menjadi berkurang.

B. Kerangka Berfikir

1. Siswa Yang Berekonomi Tinggi

Peranan keluarga khu susnya orang tua akan sangat menentukan besarnya pengaruh proses pend idikan anak di lingkungan kelu arga, dan pada akhir ya akan mempengaruhi hasil belajar anak d i sekolah. Tingkat kesadaran d ari orang tua untuk mendorong anaknya supaya b elajar dirumah sangat besar dengan faktor eko nomi mereka yang tinggi, bahkan o rang tua beranggapan bahwa pendidikan anaknya adalah tidak hanya semata-mata tanggung jawab sekolah saja melainkan tanggung jawab orang tua.

Sementara d ata menunjukkan bahwa prestasi b elajar anak di sekolah dipengaru hi o leh banyak faktor yang b iasanya dikelompokkan menjadi faktor keluarga, sekolah, masyarakat d an individu anak. Penelitian-penelitian yang pernah di lakukan, b aik 30 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fak.Ekonomi UI, 2000) Cet ke-2, h.97-100


(40)

di negara-negara maju maupun di negara berkembang menunjukkan bahwa pada umumnya fakto r keluarga mempunyai faktor yang dominan terhadap prestasi belajar yang d i capai oleh siswa. Pengaruh perbedaan eko nomi keluarga tersebut sangat berp engaru h kemajuan siswa d i sekolah. Misalnya, ad anya kesu litan belajar, dengan menurunnya motivasi belajar anak sehingga b anyak yang tinggal kelas dan bahkan putu s seko lah.sebaliknya adanya kemudahan untuk belajar dengan sarana dan prasarana yang mereka miliki sehingga anak termotivasi untu k belajar di rumah d an tidak tinggal kelas.

Pendidikan akan dapat berlangsung dengan baik apabila diselenggarakan dengan sarana dan prasarana yang cukup, dimana dalam proses pend idikan masalah biaya akan dapat mempengaruhi motivasi anak untuk belajar d an melanjutkan pend idikannya ketingkat yang lebih tinggi.

Pada umumnya orang tua yang b erstatus sosial tinggi mempunyai cita-cita yang tinggi pula terhadap pend idikan anak-anaknya.

2. Siswa Yang Berekonomi Rendah

Kurangnya kemauan akan arti pentingn ya pend idikan, terutama terjad i pada kelompok masyarakat ekonomi menengah kebawah. Hal ini dapat d ipahami karena seb agian kelompok ini mengutamakan usaha-usaha u ntuk mempertahankan hidup gu na memenuhi kebutu han dasar ketimbang memikirkan p end idikan. Prestasi belajar yang baik merupakaa faktor penunjang keberhasilan seseorang untuk dapat memperbaiki taraf hidupnya. Dan prestasi belajar dipengaruhi oleh b eberapa faktor d imana motivasi belajar termasuk salah satu faktor internal dan keluarga merupakan salah satu faktor eksternal. Jika keduanya saling mendu kung maka prestasi belajarpun akan tinggi. Latar belakang keluarga siswa yang lemah eko nomi mungkin menjad i p enyeb ab


(41)

rend ahnya tingkat motivasi dan kecerdasan mereka. Karena memang motivasi belajar itu dipengaruhi oleh aspek budaya, keluarga, sekolah, dan pribadi siswa itu sendiri. Motivasi belajar akan berkembang secara optimal jika keempat sistem itu berkembang secara harmonis. Akan tetapi ada asp ek lain yang juga mempengaruhi motivasi belajar yaitu sikap orang tua dalam menyikap i permasalahan eko nomi keluarga ju ga akan menghambat berkembangnya motivasi anak untuk belajar. Disamping itu kurangnya penerimaan dari guru, seko lah dan teman-teman sebaya juga menyeb abkan anak memandang sekolah sebagai hal yang tidak menyenangkan.

Siswa yang lemah ekonomi akan terancam gagal dalam menyelesaikan pendidikan mereka dengan keterampilan yang seharusnya mereka miliki untuk dap at bertahan hidup di lingkungan masyarakat yang leb ih modern. Namun mereka akan tetap berhasil jika memiliki motivasi belajar yang tinggi, o lch karena itu perlu usaha-usaha sejak dini untu k menumbuhkan motivasi belajarnya.

C. Perumusan Hipotesis

Untuk menguji kebenaran p enelitian ini, penulis akan mengajukan hipotesa sebagai berikut :

Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat motivasi belajar siswa yang orang tuanya mampu dengan siswa yang orang tuanya miskin.

Ha : Tingkat motivasi b elajar siswa yang orang tuanya b erekonomi mampu lebih tinggi d ari tingkat motivasi belajar siswa yang orang tuanya miskin


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti :

1. bagaimana status sosial keluarga siswa di SDN Kampung Utan I Ciputat Tangerang ?

2. bagaimana motivasi belajar siswa di SDN Kampung Utan I Ciputat Tangerang ?

3. bagaimana pengaruh status sosial keluarga dengan motivasi belajar di SDN Kampung Utan I Ciputat Tangerang ?

B. Tempat dan Waktu Tujuan

Penelitian ini di laksanakan di SDN Kampung Utan I Ciputat Tangerang. Adapun waktu yang di perlukan dalam penelitian ini adalah mulai dari bulan April sampai bulan Mei 2009.

C. Metode dan Variabel penelitian

Adapun metode penelitian yang gunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif dengan menggunakan teknik analisis komparasional. Yaitu membandingkan motinasi belajar siswa berdasarkan tingkat ekonomi siswa.

Adapun yang di maksud dengan variabel bebas/independen adalah kondisi-kondisi atau karakterisrik yang menerangkan hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Karena fungsi variabel ini sering di sebut variabel pengaruh sebab fungsinya mempengaruhi variabel lain, jadi secara bebas berpengaruh terhadap variabel lain. Dalam hal ini yang menjadi variabel bebasnya adalah kemiskinan (lemahnya) ekonomi orang tua32.

Kemiskinan orang tua diidentifikasikan secara operasional sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. 32

Cholid Marbuko dan Abu Ahmadi, metodologi penenelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Cet. I, h. 119


(43)

Indikator kemiskinan orang tua meliputi : jenis pekerjaan orang tua, latar belakang pendidikan orang tua, pemenuhan kebutuhan gizi, pemenuhan biaya dan fasilitas belajar anak.

Sedangkan yang di maksud variabel terikat/dependen adalah kondisi atau karakteristik yang berubah ketika penelitian mengintroduksi pengubah/pengganti variabel bebas.menurut fungsinya variabel ini di pengaruhi oleh variabel lain, maka sering di sebut juga variabel terpengaruh. Variabel terikat pada penelitian ini adalah motivasi belajar anak.

Motivasi belajar siswa didefenisikan sebagai suatu perubahan sinergi yang ada pada diri siswa sehingga dengan perasaan dan emosi, siswa kemudian bertindak melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Indikator motivasi belajar meliputi: perhatian terhadap pelajaran, semangat belajar dan keaktifan.

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.33 Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa yang orang tuanya berekonomi lemah dan siswa yang orang tuanya berekonomi mampu. Sampel adalah sebagai contoh atau wakil dari populasi yang diteliti.

Pada penelitian ini, penulis megambil sampel secara urporsive sampling, yaitu mengambil sampel berdasarkan ciri-ciri khusus yang telah di tentukan.34 Yaitu siswa yang memiliki kriteria berasal dari keluarga mampu dan siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah 40 orang siswa yang di bagi menjadi dua kategori kelompok : pertama kelompok eksperimen (siswa yang berekonomi tinggi) berjumlah 20 orang, dan kedua, kelompok kontrol (siswa yang berekonomi rendah) berjuklah 20 orang.

E. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data dalam penelitian ini, peneliti menempuh teknik dengan menggunakan instrument pengumpulan data sebagai berikut : 1. Observasi

33

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet,XII, h.108 34


(44)

Yaitu mrengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap kndisi SD yang di teliti

2. Wawancara

Penulis mengadakan wawancara dengan kepala sekolah, guru BP untuk memperoleh keterangan atau data tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Tujuan tehnik ini adalah unutk mengetahui usaha-usaha sekolah dalam meninglatkan motivasi belajar sisw yang berlatar belakang lemah ekonomi (miskin).

3. Angket

Merupakan suatu pengumpul imformasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk di jawab secara tertulis oleh responde.35 Dngan angket yang disebarkan tersebut, akan memudahkan penulis medapatkan data yang representative sehubungan dengan masalah yang diteliti.

F. Tehnik Pengelolahan dan Analisa Data 1. Teknik Pengelolahan Data

Untuk mengolah data-data yang telah terkumpul dalam penelitian ini, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Dalam pengolahan data, yang pertama kali di lakukan adalah melakukan edit sehingga hanya data yang terpakai saja yang ada. Langkah editing ini bermaksud merapikan data agar bersih, rapid an langsung mengadkan lebih lanjut.

b. Skoring

Selanjutnya memberikan skor terhadap butir-butir pertanyaan yang terdapat dalam anket. Dalam pemberian skor ini penulis mempehatikan jenis data yang ada, sehingga tidak terjadi kesalahan terhadap butir pertanyaan yang tidak layak diberikan skor.

Cara menjumlahkan skor angket pada variabel kemiskinan ekonomi orang tua dengan memberikan bobot nilai sbagai berikut:

35


(45)

1) Alternatif jawaban “A” mempunyai bobot nilai 4 2) Alternatif jawaban”B” mempunyai bobot nilai 3 3) Alternatif jawaban “C” mempunyai bobot nilai 2 4) Alternatif jawaban”D” mempunyai bobot nilai 1

Sedangkan untuk variable motivasi di berikan bobot nilai sebagai berikut :

1) Alternatif jawaban “Sangat Setuju” mempunyai bobot nilai 4 2) Alternatif jawaban “Setuju” mempunyai bobot nilai 3

3) Alternatif jawaban “Tidak Setuju” mempunyai bobot nilai 2 4) Alternatif jawaban “Sangat Tidak Setuju” mempunyai bobot nilai 1

Seluruh bobot nilai di atas berlaku unutk pertranyaan dan pertanyaan yang bersifat positif, sedangkan pertanyaan dan pertanyaan yang bersifat negative bobot nilai di atas menjadi kebalikannya.

c. Tabulating

Yaitu mentabulating data jawaban yang telah diberikan ke dalam tabel, selanjutnya di nyatakan dalam bentuk frekuensi dan prosentase.

2. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Untuk menganalisa antara variabel bebas dan variabel terikat, penulis menggunakan rumus product moment.36

rxy =

(

)(

)

(

)

][

(

)

]

[N X2 X 2 N Y2 Y 2

Y X Y N

− −

ket :

rxy : Angka indeks korelasi “r” product moment

4XY : Jumlah hasil perkalian antara X dan Y

4X : Jumlah seluruh skor X

36

Anas Sdijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.278


(46)

4Y : Jumlah seluruh skor Y N : Number of Cases


(47)

BAB IV Hasil Penelitian

A. Gambaran Umum SDN I kampung utan

1. latar belakang atau sejarah berdirinya

Pada umumnya di desa Kampung Utan belum banyak lembaga-lembaga pendidikan. Di tengah-tengah kebutuhan masyarakat akan pendidikan, maka masyarakat mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk mendirikan lembaga formal dengan tujuan mengentaskan kebodohan dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM), agar menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa dan Negara.

Sebelum SDN Kampung Utan 1 berdiri, telah ada lembaga pendidikan lain khususnya madrasyah Ibtidaiyah (MI), namun di sisi lain masyarakat kampung utan mengharapkan anak mereka bersekolah disekolah umum. Oleh sebab itu, pada tahun 1973 – 1974 Bapak Lurah Hasan membangun SDN Kampug Utan 1 yang saat itu masih menumpang disalah satu madrasyah Kampug Utan 1.

Kemudian pada tahun 1975-1976 H. Hasan mendapat INPRES untuk mendirikan gedung sekolah sendiri yang pertama kali di bangun 8 lokal, 1 lokal ruang kepala sekolah, 1 lokal ruang guru, dan lainnya untuk ruang belajar siswa. Maka resmilah pada tahun 1975-1976 SDN Kampung Utan 1 berdiri.

Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kampung Utan 1 seiring dengan berjalannya waktu masyarakat semakin mempercayai sekolah dasar

tersebut. Jumlah siswanya dari tahun ketahun semakin meningkat. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kampung Utan 1 berdiri pada tahun

1976, sebagai kepala sekolah Bapak H. Zaman sampai tahun 1987. pada tahun 1987 sekolah dibagi menjadi dua, karena siswanya mencapai kurang lebih 600 siswa. Pada tahun 1987-1992 kepala Sekolah Dasar Negeri


(48)

(SDN) Kampung Utan I adalah Bapak Endang Supriatno, sedangkan kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kampung Utan II adalah Bapak Hasanudin. Pada tahun 1992-2001 adalah Ibu Salamah Rahmah, tahun 2001-2007 Bapak H. Umar Dani dan pada tahun 2008 kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kampung Utan 1 adalah Ibu Endang Kurniasih sampai sekarang.

Dari tahun 1976-2004 Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kampung Utan 1 masih berdiri kokoh dengan mengemban misi khusus yaitu “Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kemajuan ilmu pengetahuan”.

Dengan sejarah singkat mengenai berdirinya Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kampung Utan 1 yang saya obserpasi pada tanggal 18-22 Mei 2009.


(49)

2. Struktur Organisasi

Tabel 137

Struktur Organisasi

Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan I

Pengawas Kepala Sekolah Komite

E. Junaedi Endang Kurniasih Abdul Kohar

GURU KELAS

Kls I Kls II Kls III Kls IV Kls V Kls VI

Hj. Etty N Saenih S.Ag Supartina Wartini Ir. Rahayu Sri Mulyani

GURU BIDANG STUDI

Agama Olahraga Komp/KTK Bhs. Inggris Bhs. Sunda Pramuka

Uus Husna Wahyudi S.sos Syamsiah/Yopi Endang SN.sos Endang SN.sos M. Supardi S.Pd

3. Visi dan Misi

37

Sumber data, Buku Induk SDN Kampung Utan I.

Bendahara Hj. Etty N

Siswa


(1)

Keterangan : df : Degree of Fredom (Derajat Bebas) N : Jumlah responden

nr : Banyak variabel yang dikorelasikan

Dengan diperoleh df, maka dapat dicari besarnya “r” yang tercantum dalam tabel nilai “r” product moment, baik taraf signifikan 5% maupun pada taraf signifikan 1%.

Mencari df atau db dengan rumus df = N – nr, dimana jumlah (N) = 40 dan variabel yang dikorelasikan adalah 2 maka df = 40 – 2 = 38 setelah diketahui df = 38 dengan melihat tabel nilai “r” product moment maka dapat diketahui bahwa dengan df = 38 pada taraf signifikan 5% diperoleh “r” product momentnya sebesar 0,168 , sedangkan pada taraf signifikan 1% diperoleh product moment sebesar 0,242. Ternyata rxy yang sebesar 0,94 jumlahnya jauh lebih besar daripada r tabel pada taraf signifikan 5%, maka dengan demikian hipotesa alternatif yang menyatakan adanya korelasi yang signifikan antara status sosial ekonomi keluarga dengan motivasi belajarnya dapat diterima, sementara Ho nya ditolak.

Kesimpulan yang dapat penulis tarik ialah, tinggi rendahnya motivasi belajar siswa kuat hubungannya dengan positif-kurang positifnya status sosial ekonomi keluarga, jadi kurang positif status sosial ekonomi keluarga akan rendah pula motivasi belajarn siswa.

Setelah rxy diketahui jumlahnya sebesar 0,94 %, jadi untuk mengetahui berapa besar pengaruh variabel x terhadap variabel y maka, dapat dibuktikan melalui perhitungan koefisien determinasi (D) dengan rumus sebagai berikut :

KD = r2 x 100% = (0,94)2 x 100% = 0,88 x 100% = 88%


(2)

Dengan demikian motivasi belajar siswa SDN Jombang III Ciputat dipengaruhi + 88 % oleh kepribadian guru pendidikan agama Islam, dan sisanya 12% dipengaruhi oleh variabel lain.

E. Ulasan

Dari hasil penelitan di atas, data-data yang di peroleh adalah melalui angket yang penulis sebarkan pada siswa-siswi SDN I Kampung Utan yang berjumlah 40 orang dari kelas Vdan kelas VI dengan ketentuan 20 orang dar kelas V dan 20 orang dari kelas VI.

Sebagaimana telah penulis uraikan, bahwa status sosial ekonomi kuat hubungannya dengan motivasi belajar mereka. Dengan melihat dari nilai koefisien yang di peroleh sebesar rxy = 0,94.

Dengan demikian status ekonomi keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap motivasi belajar siswanya, oleh karena itu,orang tua yang mengalami status ekonomi rendah supaya lebih sering memberikan dukungan atau dorongan yang besar kepada anak-anak agar mempunyai motivasi yag besar dalam belajar dan bisa mendapatkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan anak yang berstatus ekonomi tinggi.

Untuk dewan guru yang meberikan materi kepada anak di kelas, supaya tidak membeda-bedakan kasih sayang, perhatian dan bimbingan antara siswa yang satu dengan yang lain, agar tidak terjadi kesenjangan antara siswa dan guru.

Dari uraian di atas dapat di ketahui dan di pahami, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi keluarga terhadap motivasi beajar siswa di SDN I Kampung Utan.


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi, analisa dan interprestasi data yang telah di uraikan pada bab sebelumnya, data penelitian yang penulis lakukan dalam penulisan skripsi ini dapat di ambil beberapa kesimpulan antara lain :

1. Status sosial keluarga yang terdapat di SDN Kampung Utan I yaitu sedang, ini dapat di lihat dari jawaban angket status sosial keluarga yang tinggi sebanyak 2 siswa dengan persentase 5% dan yang menunjukkan status sosial keluarga sedang sebanyak 21 siswa dengan persentase 52.5%. Adapun tentang status sosial keluarga rendah sebanyak 17 siswa dengan persentase 42.5%.

2. Motivasi belajar siswa di SDN kampung Utan I yaitu tinggi, karena dapat di lihat dari jawaban angket, telah menunjukkan bahwa siswa yang memiliki motivasi yang sangat tinggi untuk belajar sebanyak 1 orang dengan persentase 2.5 %,dan siswa yang memiliki motivasi yang tinggi sebanyak 36 siswa dengan persentase 90 % , dan untuk siswa yang memilki motivasi belajar yang sedang sebanyak 3 orang dengan presentase 7.5%.

3. Hubungan antara status sosial keluarga terhadap motivasi belajat siswa di SDN Kampung Utan I yaitu tinggi/kuat atau dapat di katakan bahwa hubungan antara status sosial keluarga dengan motivasi belajar siswa terdapat hubungan yang kuat.

B. Saran-saran

Berdasarkan penelitan yang penulis lakukan,maka penulis mempunyai harapan dan mengajukan beberapa saran kepada pihak-pihak yang terkait untuk dapat di indahkan antara lain :


(4)

1. Hendaknya pemerintah maupun swasta, dapat meningkatkan bantuan kepada siswa yang membutuhkan dan memberikan pemerataan kemakmuran kepada masyarakat yang kurang mampu.

2. Kepada orang tua siswa,di harapkan dapat memenuhi fasilitas belajar untuk anak-anaknya sesuai dengan kemampuan, karena dengan tersedianya fasilitas belajar akan memberikan motivasi yang besar pada anak untuk memacu semangat belajar.

3. Bagi siswa yang berlatar belakang kurang mampu/sosial ekomi rendah, diharapkan tidak mempunyai perasaan minder sama teman yang ekonomi nya lebih tinggi dan selalu memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar.

4. Untuk guru, hendaknya memiliki sikap penuh kasih sayang perhatian dan bertanggung jawab yang besar terhadap murid baik yang berstatus ekonomi rendah atau tinggi, dan hendaknya dapat memotivasi murid-muridnya agar berprestasi lebih baik lagi.

5. Antara pihak sekolah dan orang tua di harapkan bisa menjaga hubungan yang lebih baik lagi agar tercipta komunikasi yang lancar anarata kedua belah pihak.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan A. Rohani H.M , Pengelolaan Pengajaran (Jakarta : Rineka cipta, 1991), h. 11

Abu Ahmadi dan Cholid Marbuko, metodologi penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997)

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI

Anita Woolfolk and, Educational Psychology, (Jakarta: Ally and Bacon, 1993) Arikunto Suharsimi , Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002)

Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan Di Idonesia, (Bank Dunia 2006) Harian Umum Republika, Tinjau Kembali Pengentasan Kemiskinan

Hartomo, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta; Bumi Aksara, 2001)

Hurloak Elizabeth B, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1995) Margono S, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) Nasution S, Didaktik Azas-azas Mengajar, (Bandung : Temmars, 1986) Noor Arifin, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Pustaka Setia, 1999)

Nur Uhbiyati, Ilmi Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997)

Purwanto Ngalim, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000) Qardhawi Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, (Jakarta:

Gema Insani Press, 1999)

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)

Sdijono Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004)

Soekanto Soerjono, Memperkenal Sosiologi, (Jakarta : Rajawali Press, 1998) Sukanto Rekso Hadi Prodjo, Ekonomi Perkotaan, (Yogyakarta : BPFE,

1982)

Sunarto Kamano,Pengantar Sosiologi (Jakarta:Fak.Ekonmi UI,2000)

Suparlan Parsudi, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995)

Suyono, Haryono Memotong Rantai Kemiskinan, (Jakarta : Penerit Yayasan Damandiri, 2003)


(6)

Undang-undang tentang Sisdiknas dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta: Tamita Utama, 2004)

Winkel, W.S, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996)