Latar Belakang Penelitian IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KERAWANAN SOSIAL EKONOMI SERTA HARAPAN PEREMPUAN RAWAN SOSIAL EKONOMI (PRSE) DI DESA CIBOGO, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT.

Irma, 2014 Identifikasi Faktor Penyebab Kerawanan Sosial Ekonomi Serta Harapan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi PRSE Di Desa Cibogo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kemajuan suatu bangsa tidak dapat terlepas dari Sumber Daya Manusia SDM yang ada, karena SDM merupakan modal dasar dari pembangunan yang sedangakan dilakukan. Oleh karena itu, SDM yang berkualitas merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh suatu bangsa di dalam melakukan pembangunan. Upaya peningkatan kualitasmutu SDM dapat dilakukan melalui berbagai bidang salah satunya yaitu melalui bidang pendidikan, baik yang dilakukan melalui jalur pendidikan formal, nonformal maupun informal. Sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional USPN No 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara pasal 1. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya pasal 13. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik pasal 26. Pendidikan nonformal atau Pendidikan Luar Sekolah PLS merupakan kegiatan edukatif yang memiliki jangkauan sangat luas, diantaranya menyangkut berbagai aspek kehidupan yang diselenggarakan oleh pemerintah, keluarga dan masyarakat baik yang dilembagakan maupun tidak. Salah satu bentuk penyelenggaraan program PLS yang ada di masyarakat sebagai salah satu upaya dalam mendukung aktivitas perempuan adalah dengan diadakannya program pendidikan pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris yaitu empowerment yang berarti pemberian kekuasaan atau pemberian kekuatan. 2 Irma, 2014 Identifikasi Faktor Penyebab Kerawanan Sosial Ekonomi Serta Harapan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi PRSE Di Desa Cibogo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Rapapport tahun 1984 Fahrudin, 2005:16 mengartikan empowerment sebagai “suatu cara dimana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar dapat berkuasa atas kehidupannya ”. Sementara itu, pada tahun 1989 McArdle Hikmat, 2010:3 mengartikan “pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang- orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut”. Jadi pemberdayaan dapat dikatakan sebagai suatu cara atau proses dalam menyiapkan mutu SDM dengan tujuan agar SDM yang ada menjadi mandiri dan memiliki jaringan kerja yang lebih luas serta dapat menyesuaikan dengan kondisi zaman saat ini, sehingga dapat berkontribusi terhadap pembangunan. Perempuan adalah sosok individu yang seringkali dianggap lemah dan tidak berguna oleh sebagian masyarakat. Hal ini terjadi karena pada lingkungan masyarakat tersebut masih melekat budaya yang cenderung lebih mengedepankan kaum laki-laki dan tidak jarang kaum perempuan mendapat hambatan ketika akan melaksanakan aktivitasnya. Pemberdayaan dapat menjadikan perempuan lebih berkembang dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan dari kegiatan pemberdayaan perempuan yang mereka ikuti. Selain itu, dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki menjadikan mereka mampu untuk mengatasi setiap masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Pemberdayaan perempuan menurut Depsos RI Sriwahyuni, 2012:20 yakni: suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga setempat maupun masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial perempuan, melalui peningkatan kemampuan fisik, mental, sosial dan ekonomi perempuan dalam pemenuhan kebutuhan dasar”. Sementara itu dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial 2012:183 Setyawati menyatakan bahwa konsep pemberdayaan perempuan pada dasarnya merupakan paradigma baru pembangunan yang lebih mengaksentuasikan sifat people centered, participatory empowering sustainable. Walaupun pengertiannya berbeda tetapi tetap mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk membangun daya dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki, serta ada upaya mengembangkan ke arah yang lebih baik. 3 Irma, 2014 Identifikasi Faktor Penyebab Kerawanan Sosial Ekonomi Serta Harapan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi PRSE Di Desa Cibogo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa salah satu tujuan dari program pemberdayaan perempuan adalah agar perempuan dapat terbebas dari kondisi rawan sosial ekonomi yang apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan hidup mereka. Penanganan kondisi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi PRSE melalui program pemberdayaan perempuan saat ini banyak berkembang di masyarakat baik itu di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi sosial yang ada di masyartakat. Program pemberdayaan bagi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi PRSE dapat berjalan dengan baik jika diselenggarakan berdasarkan pada kebutuhan PRSE dan pemanfaatan potensi lokal yang ada. Karena program yang diselenggarakan berdasarkan pada kebutuhan dan pemanfaatan potensi lokal yang ada dapat berjalan secara sinergis dan terintegrasi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam fokus siapa, dimana, apa dan bagaimana sasaran program. Secara ekonomi PRSE berada di bawah garis kemiskinan, sehingga mereka membutuhkan kebijakanprogram yang berkaitan dengan penanganan kemiskinan. Namun, kebanyakan dari kebijakanprogram anti-kemiskinan yang ada gagal akibat kurangnya pemahaman mengenai kemiskinan itu sendiri. Menurut Ife dan Tesoriero 2008:410-411 masalah kemiskinan adalah masalah multidimensi dan lintas sektor yang harus ditangani secara komprehensif. Dalam mengembangkan masyarakat banyak dimensi yang harus diperhatikan, dimana diantara dimensi yang ada di masyarakat tersebut saling berhubungan dan terintegrasi. Secara keseluruhan terdapat enam dimensi yang sangat penting, yaitu 1 Pengembangan sosial, 2 Pengembangan ekonomi, 3 Pengembangan politik, 4 Pengembangan budaya, 5 Pengembangan lingkungan, 6 Pengembangan personalspiritual. Keenam dimensi tersebut tidak selalu berbeda, dan kesemuanya berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam bentuk-bentuk yang kompleks. Juga dikemukakan bahwa beberapa dimensi lebih fundamental daripada lainnya; misalnya banyak orang khususnya orang-orang pribumi akan beranggapan bahwa pengembangan personalspiritual merupakan landasan utama semua pengembangan yang lain. Tetapi untuk tujuan penyusunan model pengembangan 4 Irma, 2014 Identifikasi Faktor Penyebab Kerawanan Sosial Ekonomi Serta Harapan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi PRSE Di Desa Cibogo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu masyarakat dan model pemikiran tentang peran pekerja masyarakat, keenam dimensi di atas dipertimbangkan sebagai hal yang sangat penting. Adapun salah satu penyebab kegagalan program penanganan kemiskinan menurut Sutrisno dalam seri ringkasan hasil penelitian edisi 2005 Depsos RI 2005:5 yaitu disebabkan oleh program penanganan kemiskinan yang masih menggunakan pendekatan teknokratis yang bersifat top-down, sehingga kondisi tersebut menyebabkan masyarakat desa bersifat pasif dan tergantung pada pemerintah karena beranggapan bahwa pemerintah adalah penyedia, perencana dan pelaksana pembangunan. Permasalahan lain adalah kegiatan pemberdayaan yang ditujukan kepada masyarakat belum berorientasi pada kebutuhan masyarakat miskin, kegiatan pemberdayaan belum sepenuhnya memanfaatkan sumber-sumber yang ada di daerah setempat, masyarakat kurang merasa memiliki program- program yang dilaksanakan dan keterbatasan tingkat pendidikanpengetahuan warga masyarakat sehingga mempengaruhi terhadap wawasan masyarakat dalam menerima perubahan dalam segala hal. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa sebelum dilaksanakannya program pemberdayaan terhadap PRSE terlebih dahulu harus dilakukan suatu identifikasi faktor yang menyebabkan terjadinya kerawanan sosial ekonomi serta apa saja yang menjadi harapan mereka, sehingga program yang akan diselenggarakan pada saat pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Meninjau data dari Badan Pusat Statistik BPS dalam Kementrian Sosial RI tahun 2011 yang menyatakan bahwa jumlah PRSE yang ada di Indonesia telah mencapai 8,96 atau sekitar 10,73 juta jiwa, dimana persentasi PRSE yang ada di daerah perkotaan mencapai 5,90 dari jumlah penduduk perempuannya sedangkan untuk PRSE yang berada di daerah perdesaan mencapai 12,03 dari jumlah penduduk perempuan yang ada. Berdasarkan data tersebut dapat dikatahui bahwa jumlah PRSE yang berada di daerah perdesaan lebih banyak di bandingkan dengan jumlah PRSE yang berada di daerah perkotaan. Oleh karena itu, PRSE memerlukan penanganan yang cepat dan tepat agar tidak terjadi peningkatan 5 Irma, 2014 Identifikasi Faktor Penyebab Kerawanan Sosial Ekonomi Serta Harapan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi PRSE Di Desa Cibogo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu jumlah PRSE dari waktu ke waktunya terutama PRSE yang berada di daerah perdesaan. Salah satu perdesaan dengan persentase PRSE yang cukup tinggi adalah Desa Cibogo yang berada di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, yakni sebesar 14,08 atau lebih tinggi 2,05 dari jumlah rata-rata PRSE di wilayah perdesaan yang ada di Indonesia. Jumlah tersebut adalah sebanyak 543 perempuan dari 3.856 jumlah perempuan dewasa yang ada di Desa Cibogo. Keberadaan PRSE di Desa Cibogo belum diketahui secara jelas dan pasti faktor penyebabnya. Hal ini berdasarkan data yang terdapat pada pemerintahan Desa Cibogo yang tidak menyebutkan faktor penyebab kerawanan sosial ekonomi pada waganya tersebut. Akantetapi, berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan dapat diketahui bahwa PRSE yang ada di Desa Cibogo lebih dari setengahnya atau sebesar 60 bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, sedangkan sebesar 40 atau kurang dari setengahnya memilih untuk tidak bekerja dan dari 60 jumlah PRSE yang bekerja, 42,1 diantaranya adalah bekerja sebagai buruh dan 17,9 lainnya bekerja sebagai pedagang. Sedangkan, jika dilihat dari status perkawinannya sebanyak 94 PRSE atau sebesar 17,3 PRSE yang ada di Desa Cibogo berstatus janda, baik itu karena perceraian maupun karena suami meninggal dunia. Selain itu, dari 3.023 jumlah kepala keluarga yang ada di Desa Cibogo 137 atau sebesar 25,2 diantaranya adalah perempuan dan dari 3.023 jumlah kepala keluarga yang berada di Desa Cibogo kondisi tingkat kesejahteraan keluarganya adalah sebagai berikut: 1. Jumlah keluarga prasejahtera = 1.048 keluarga 2. Jumlah keluarga sejahtera 1 = 545 keluarga 3. Jumlah keluarga sejahtera 2 = 1.229 keluarga 4. Jumlah keluarga sejahtera 3 = 147 keluarga 5. Jumlah keluarga sejahtera 3 plus = 54 keluarga Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengkaji faktor yang menyebabkan terjadinya kerawanan sosial ekonomi serta harapan dari Perempuan Rawan Sosial Ekonomi PRSE yang ada di Desa Cibogo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. 6 Irma, 2014 Identifikasi Faktor Penyebab Kerawanan Sosial Ekonomi Serta Harapan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi PRSE Di Desa Cibogo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah