maka NSR akan bergantung pada langkah pengkodean fase dan dapat dijumlahkan serta diratakan.
Besarnya matriks menentukan jumlah pixel atau satuan pembentuk citra. Ukuran matriks bertambah besar maka jumlah-jumlah pixel bertambah banyak
juga, tetapi ukuran pixel bertambah kecil. Jika ukuran matriks bertambah besar maka resolusi spasial meningkat bertambah baik, karena ukuran pixelnya
menjadi lebih kecil. Namun hal itu akan mengurangi banyaknya sinyal yang diterima oleh setiap pixel sehingga memperoleh perbandingan SNR yang sangat
baik Friedman dan Barry, 1989.
2. Slice Selection dan Pulsa Sequency
Tubuh manusia terbentuk dalam tiga dimensi, sedangkan untuk membuat imaging membutuhkan per
slice. Seandainya kita mempunyai FOV dengan
thickness tebal yang besar dan luas, maka apabila kita beri RF akan memberikan signal pada semua bila RF dan BO sama. Maka dalam
MRI untuk mendapatkan slice dengan menggunakan gradien magnet gambar, dan dengan membuat perbedaan besar BO pada tiap-tiap slice
maka RF akan berbeda- beda juga untuk setiap slicenya. Dalam instrumen MRI disebutkan ada tiga buah gardien koil, yaitu :
a. Gradien coil X, untuk membuat potongan sagital
b. Gradien coil Y, untuk membuat potongan coronal
c. Gradien coil Z, untuk membuat potongan axial
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan pulsa sequency yaitu suatu cara untuk memperoleh pulsa dengan memodifikasi besar dan waktu RF dan perubahan gradient coil.
Nama atau system pulsa sequency dalam setiap alat MRI berbeda-beda dari pabriknya. Biasanya radiografer hanya mengatur nilai-nilai yang berkaitan pada
parameter saja. Dengan pengaplikasian 3 gradien saling tegak lurus tersebut diatas, maka keadaan
lokalisasi spasial akan didapatkan ilustrasi gambar
Gambar 2. Ilustrasi perolehan data citra. Apenerapan medan gradient Z akan mengiris objek menjadi suatu irisan atau slice dalam tebal tertentu. Bdengan
penerapan medan gradient X akan mengakibatkan masing-masing slice slice akan terpotong menjadi bentuk batangan atau stick. C selanjutnya dengan penerapan
medan gradien Y akan dilakukan pengkodean fase sehingga didapatkan pengukuran sinyal pada masing-masing elemen voxel akan didapatkan. Osborn
A.G, 1992
Universitas Sumatera Utara
3. Dasar Fisika MRI
a. MR Active Nuchlei
Inti yang paling banyak mendominasi jaringan biologi adalah atom hydrogen 1 proton dan tanpa neutron serta atom lain secara teoritik
juga dapat terjadi fenomene resonansi antara lain Carbon-13, Natrium- 23 dan pospor -31. Atom hidrogen tidak hanya berlimpah dalam
jaringan biologi tetapi juga mempunyai momen dipol magnetik yang kuat sehingga menghasilkan konsentrasi yang besar dan kekuatan yang
kuat per inti. Hal ini menyebabkan sinyal hydrogen yang dihasilkan 1000X lebih besar daripada lainnya, sehingga atom inilah yang
digunakan sebagai sumber sinyal dalam pencitraan MRI. Proton dan neutron adalah komponen penyusun semua inti atom yang
ada di alam. Pergerakkan Spinning pergerakan presesi pada sumbu
muatannya adalah seperti bumi, sehingga mempunyai kutub utara dan kutub selatan yang juga akan menghasilkan medan magnet
eksternal. Pergerakkan spinning ini yang menghasilkan momen dipol magnetik
disebut pula dengan Spin Osborn A.G, 1992. b.
Resonansi Ketika terdapat lebih dari satu proton dan neutron akan terdapat
kemungkinan momen magnetiknya yang saling berpasangan, sehingga menghilangkan kekuatan dipole magnetic satu dengan lainnya atau
menjadi sangat kecil. Hal ini berarti bila inti dengan proton genap dan neutron genap akan terdapat momen magnetic yang bernilai nol,
sedangkan untuk inti dengan proton dan neutron ganjil akan terdapat
Universitas Sumatera Utara
nilai momen dipol magnetik yang akan membuat fenomena resonansi magnetik dapat dimungkinkan.
Gambar 3. a.partikel bermuatan yang berputar spin b. inti hidrogen yang berputar Williams Wilkins, 1997
Dalam kondisi normal putaran proton atom hydrogen adalah random, sehingga orientasinya dalam jaringan tubuh manusia tidak
menimbulkan nilai magnetisasi atau sama dengan nol. Jika putaran proton diletakkan dalam medan magnet eksternal yang sangat kuat,
maka akan dihasilkan suatu orientasi proton yang disearahkan dengan medan magnet atau berlawanan.
Gambar 4. Arah momen magnet tergantung pada arah putaran spin proton inti hidrogen. Williams Wilkins, 1997
Magnetic field Spining nucleus
with charge Spining charged
particle Magnetic field
Direction of spin Direction of
magnetic field Direction of
magnetic field
Universitas Sumatera Utara
c. Presesi
Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom hydrogen tergantung pada kuat medan magnetic yang diberikan pada jaringan. Semakin kuat
medan semakin cepat presesi proton dan frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnetik yang disebut dengan
Frekuensi Larmor.
d. Sinyal
Besar dan proses waktu relaksasi T1 dan T2 sangat berpengaruh pada sinyal keluaran yang akan ditransformasikan sebagai kontras gambar,
kurva T1 akan menentukkan magnetisasi transversal. Peluruhan waktu T2 waktu relaksasi T2 adalah efek yang paling berkontribusi pada
gambar citra, sebab pada proses dephase proton akan dihasilkan suatu
induksi sinyal. Adapun pengulangan pulsa sekuen terjadi sebelum kurva
recovery menjadi maksimal, sehingga obyek jaringan dengan T1 pendek cepat kembali ke kondisi kesetimbangan akan mempunyai
jumlah recovery yang banyak dibandingkan dengan jaringan yang
mempunyai waktu yang panjang, sehingga dalam citra MRI akan didapatkan gambar yang hitam pada pembobotan T1
spin-echo. Setelah pulsa RF 90
˚ diberikan pada obyek magnetisasi longitudinal akan diputar 90
˚ ke bidang transversal dan terjadi proses relaksasi T2. Jaringan yang mempunyai nilai T2 pendek dephase yang terjadi sangat cepat, sehingga intensitas
sinyal yang dihasilkan sangat besar dan jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek ini akan kelihatan hitam pada pembobotan nilai T2. proses relaksasi T1
dan T2 adalah suatu kerja yang berlawanan yaitu pada saat proses pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
kembali magnetisasi longitudinal diimbangi dengan peluruhan yang sangat cepat hingga pada kurva relaksasi T2. Dua efek relaksasi T1 dan T2 terjadi ketika
sistem diberikan gelombang radio RF yang merupakan bentuk pulsa sekuen. Rangkaian pulsa RF dephasing phase echo dalam mendapatkan citra MRI
dilakukan pengulangan untuk 1 studi. Waktu pengulangan antara pulsa sekuen yang satu dengan yang berikutnya disebut dengan
Time Repetition TR, sedangkan waktu tengah antara pulsa 90
˚ dan sinyal maksimum echo disebut dengan
Time Echo TE. Parameter T1 dan T2 sebagai sifat instrinsik jaringan dan TR dan TE sebagai parameter teknis yang digunakan akan mengontrol derajat
kehitaman pada gambar MRI. Pada T2 Weighting derajat kehitaman gambar akan dikontrol oleh TE dan T2, sedangkan untuk T1 Weighting derajat kehitaman akan
dikontrol oleh TR dan T1 serta proton density Weighting akan tergantung dari densitas proton dalam jaringan yang menentukan besar kecilnya sinyal. Hal ini
berarti variasi T1, T2, TE dan TR adalah komponen utama yang akan menentukan derajat kehitaman pada masing-masing jaringan. Secara umum T1 weighting akan
menunjukkan struktur anatomi, T2 weighting menunjukkan struktur patologi Westbrook dan kaut, 1995.
Gambar 5. Repatition Time Woodward dan Freimark, 1995
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Echo Time Woodward dan Freimark, 1995 Urutan pulsa pulse sequence adalah urutan pulsa RF yang dipancarkan
selama pemeriksaan MRI, dengan parameter TR, TE, dan T1 serta parameter- parameter lain yang menyertainya. Beberapa urutan pulsa yang biasa digunakan
adalah sebagai berikut : 1
Spin Echo SE Urutan pulsa Spin Echo terdiri dari 90
˚ pulsa excitation yang diikuti 180
˚ pulsa rephasing, dan hanya dengan satu langkah Phase encoding per TR. Pembobotan gambar meliputi T1, T2 dan PD.
Spin Echo digunakan hampir disemua pemeriksaan dengan hasil citra yang sangat baik karena memiliki nilai SNR yang tinggi.
Pembobotan T1 menghasilkan gambaran anatomi, sedangkan pembobotan T2 menunjukkan patologinya, yang akan tampak
terang jika ada cairan. Tetapi kerugian SE adalah waktu yang relatif panjang.
Universitas Sumatera Utara
2 Fast Spin Echo FSE
Disamping SE Spin Echo ada juga FSE Fast Spin Echo, yaitu pencitraan cepat, pada awalnya dikenal dengan RARE Rapid
Acquisition With Recofussed Echos. FSE ini menggunakan pulsa 90
˚ yang diikuti rangkaian pulsa 180˚ untuk menghasilkan rangkaian echo yang disebut ETL Echo Train Length. Setiap
echo pada FSE memiliki sejumlah sinyal fase yang bersesuaian dengan jalur-jalur berbeda pada K-Space Osborn A.G, 1992.
Pencitraan FSE biasanya digunakan untuk menghasilkan citra dengan karakteristik T2 weighting dengan TR lebih besar dari 3000
ms. FSE mempunyai cara yang sangat fantastis untuk memanipulasi teknik SE konvensional dengan cara mempersingkat
waktu scanning. Selain TR dan TE, ETL adalah parameter utamanya. Nilai ETL menentukan banyaknya phase encoding
setiap TR sehingga lamanya waktu akuisisi dapat berkurang. Secara umum, kontras gambar dari FSE hampir sama dengan SE
sehingga teknik ini juga banyak digunakan di klinik misalnya sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal dan pelvis. Efek
samping penggunaan urutan pulsa ini adalah timbulnya artefak pada aliran dan gerakan. Untuk menguranginya diperlukan teknik
flow dan respiratory compensation Woodward dan Orrison, 1995 3
Inversion Recovery IR Inversion Recovery IR merupakan variasi dari SE, dimana urutan
pulsanya dimulai dengan 180 ˚ pulsa inversi yang dilanjutkan
Universitas Sumatera Utara
dengan pulsa 90 ˚ excilation, lalu pulsa 180˚ rephasing. Parameter
utamanya adalah TR, TE dan TI. Kontras gambar yang dihasilkan dari pembobotan Ti tergantung dari panjang pendeknya TI. Pulsa
Inversion 180 ˚ menghasilkan perbedaan kontras antara cairan dan
jaringan yang lain. Inversion Recovery biasanya digunakan sebagai alternatif metode spin echo yang secara konvensional juga untuk
membuat gambat dengan pembobotan T1. hasil gambar pada T1 Weighting sangat dipererat, karena pulsasi penginversi 180
˚ mencapai saturasi penuh dan memastikan adanya kontras yang
besar antara lemak dan air. Inversion IR secara konvensional digunakan untuk memperoleh gambar T1 Weighted yang
menghasilkan gambaran anatomi. Pulse penginversi 180 ˚
menghasilkan perbedaan kontras yang besar antara lemak dan air karena saturasi penuh dari vektor lemak dan air telah tercapai pada
permulaan setiap reperisi, sehingga sekuens pulse IR menghasilkan T1 Weighted yang lebih berat daripada spin echo konvensional dan
sebaiknya digunakan bila dibutuhkan. Bila IR digunakan untuk menghasilkan gambar T1 Weighted, TE mengendalikan besar
penurunan T2 dan oleh karena itu biasanya dibuat tetap pendek untuk menimbulkan efek T2. namun demikian, dapat diperpanjang
untuk memberi jaringan yang mempunyai T2 panjang sehingga sinyal yang dihasilkan terang Hiperintens hal ini disebut
penekanan patologi dan menghasilkan gambar yang secara
Universitas Sumatera Utara
predominan T2 Weighted, tetapi area yang mengalami proses patologis tampak terang.
4 Time Inversion TI
Time Inversion adalah pengenali kontras yang paling potensial pada sekuen IR. Besar T1 medium memberikan T1 Weighted,
tetapi karena diperpanjang, gambar menjadi PD weighted image. TR sebaiknya selalu dibuat cukup panjang untuk memulihkan
seluruh NMV sebelum pulse penginversi diaplikasikan. Bila tidak demikian, vektor individual dipulihkan pada derajat yang berbeda
5 Fat Suppresion Fat Sup
Fat Suppresion adalah teknik yang dipakai untuk menekan sinyal lemak sehingga gambaran lemak akan kelihatan hitam hipontens.
Ada dua teknik fat suppression yang digunakan, yaitu : a
Sort Tau Inversion Recovery STIR STIR adalah bagian dari teknik inversion recovery, dimana
untuk menekan sinyal lemak memakai nilai TI antara 150-175msec. urutan pulsanya adalah 180
˚ , lalu pulsa 90˚ exitation da 180˚ refocusing.
b Frequency Selective Excitation fat saturation = fat sat
Fat sat menggunakan pulsa 90 ˚ RF untuk menekan sinyal
lemak, yaitu pada frekuensi presisi vector lemak. Fat sat biasanya digunakan pada pembobotan T2.
Universitas Sumatera Utara
6 Fluid Attenuated In version Recovery FLAIR
Sebuah variasi FLAIR adalah teknik FLAIR. Dengan TI yang pendek untuk menangkap lemak saat titik null pada relaksasi
longitudinal, pada FLAIR diperlukan TI yang panjang untuk menangkap air pada titik null. Hal ini menghasilkan supresi
struktur seperti ventrikel CSF dan telah terbukti membantu mengidentifikasi bahkan lesi demielisasi yang sangat kecil seperti
sklerosis multipel. westbrook dan Kaut, 1995 FLAIR adalah variasi lain dari sekuens Inversion Recovery. Pada FLAIR, sinyal
CSF dihilangkan dengan memilih TI yang sesuai dengan waktu pemulihan CSF dari 180
˚ kebidang transversal dan tidak ada magnetisasi longitudinal pada CSF dibalik oleh 90
˚ dimasukkan, vektor CSF dibalik oleh 90
˚ menjadi saturasi penuh kembali. Sinyal dari CSF dihilangkan, dan FLAIR digunakan untuk
menekan sinyal CSF yang tinggi pada gambar T2 Weighted dan densitas proton sehingga patologi yang berdekatan dengan CSF
dapat terlihat lebih jelas. TI 1700-2200 milidetik mencapai supresi CSF Westbrook dan Kaut, 1995.
4. Kualitas Gambar