2.1 Optimalisasi hasil pencitraan
2.1.1 Masalah teknis
Signal to Noise Ratio SNR pada regio lumbal tergantung pada kualitas coil yang digunakan. Coil spinal posterior menghasilkan sinyal yang kuat pada
daerah kanalis lumbal dan korpus vertebra, namun jaringan lemak pada pantat kadang mempengaruhi hasil pencitraan. Surface Coil memungkinkan untuk
mendapatkan hasil pencitraan yang baik pada region thorakal dan lumbal hal ini berhubungan dengan SNR dan resolusi yang dihasilkan tinggi.
Karena aliran LCS berkurang pada area ini, FSE lebih sering digunakan secara rutin. Hal ini memungkinkan implementasi matriks yang sangat halus
sehingga resolusi spasial secara signifikan meningkat. Resolusi juga didapat dengan penggunaan FOV rektangulerasimetrik pada pencitraan sagital dengan
sumbu empat persegi panjang dari superior ke inferior dan FOV kecil pada pencitraan aksial oblik.
Rumus
S SNR
persamaan 2.1
S = sinyal = noise atau derau
Contras to Noise Ratio CNR adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukkan perbedaan daerah yang patologis
dan daerah sehat. Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan dengan cara : a.
Menggunakan kontras media. b.
Menggunakan pembobotan gambar T2
www. MRI Quality. htm 02 Januari 07
Universitas Sumatera Utara
c. Memilih magnetization transfer.
d. Menghilangkan gambar jaringan normal dengan spectral pre-
saturation. Rumus
b a
SNR SNR
CNR
persamaan 2.2
2.1.2 Parameter yang terdapat pada MRI.
Sekuens dalam pemeriksaan MRI tidak terlepas dari parameter- parameter yang saling mempengaruhi, baik parameter intrinsik maupun
parameter ekstrinsik. Untuk itu sebelum membahas mengenai sekuens, penulis akan menyajikan mengenai sebagian dari parameter-parameter
yang ada, antara lain :
2.1.2.1 Parameter Intrinsik
1. T1 Waktu Relaksasi Longitudinal Waktu relaksasi longitudinal T1 adalah waktu berkurangan
energi proton sampai 63 dari energi pulsa Radio Frekwensi
RF yang diserap. Pada gambaran MRI dengan pembobotan T1, jaringan dengan T1 yang pendek pendek akan tampaknya putih,
sedangkan jaringan dengan T1 yang lama akan tampak gelap. 2. T2 Waktu Relaksasi Transversal
Waktu relaksasi Transversal T2 adalah waktu berkurangnya kuat magnetisasi yang menyebar di bidang XY sampai 63. Gambar
MRI dengan pembobotan T2, jaringandenganT2yanglama akan
www. MRI Quality. htm 02 Januari 07
Universitas Sumatera Utara
tampak putih, sedangkan jaringan dengan T2 yang pendek akan tampak gelap.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Hubungan T1 dan T2 untuk berbagai jaringan
Dengan kuat medan magnet 1 tesla Bushong, 1998
No Jaringan organ
T
1
ms T
2
ms
1 Lemak 180
90 2 Lever
270 50
3 Renal 360
70 4
White matter otak 390
90 5 Limpa
480 80
6 Gray matter otak
520 100
7 Otot 600
40 8 Medula
renalis 680
140 9 Darah
800 180
10 Cerebro Spinal Fluid
CSF 2000 300
11 Air 2500
2500
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.2 Parameter Ekstrinsik
1. TR Time Repetition Waktu pengulangan
Waktu pengulangan adalah interval waktu antara pengulangan dua pulsa yang sama. Pemberian TR yang
panjang dapat mengevaluasi jaringan dalam irisan yang lebih banyak serta SNR
Signal to Noise Ratio yang lebih baik, namun menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk
memperoleh data menjadi lebih lama. TR yang pendek dapat mempersingkat waktu pengambilan data namun jumlah
irisan jaringan yang dievaluasi menjadi sedikit dan SNR menjadi rendah.
Gambar. 2.11 Ilustrasi dari Time ReptitionTR Peter A Rinck, 1993
Universitas Sumatera Utara
TR dianggap pendek jika kurang dari 500 ms, sedangkan TR dianggap panjang jika lebih dari 1500 ms. TR berkaitan dengan waktu relaksasi
longitudinal. Dari pulsa waktu TR akan memberikan kekontrasan citra yang berbeda, TR pendek memberikan kontribusi T1 lebih banyak daripada kontribusi
T1 pada TR yang panjang. TR yang panjang memberikan kekontrasan citra yang kurang baik, karena relaksasi longitudinal kedua jaringan sudah mencapai
keadaan setimbang sempurna. Pemberian TR yang pendek akan memberikan kekontrasan citra lebih baik, karena relaksasi longitudinal jaringan CSF yang lebih
banyak belum sempurna kembali ke keadaan setimbang sehingga perbedaan intensitas sinyal yang diberikan dari kedua jaringan lebih besar, kontras pada
diagnostik berkisar antar 0,0 – 0,6 Sprawls, 1987 2. TE
time Echo Waktu Gaung Waktu gaung adalah interval waktu dari saat terakhir
pada RF diberikan sampai terdeteksinya sinyal MR Magnetic Resonance maksimum. Sinyal MR maksimum
tersebut merupakan sinyal spin echo. TE disebut pendek, jika waktunya kurang dari 30 ms. Pemberian TE dengan panjang
waktu sekitar tiga kali lipat TE pendek disebut TE panjang. Pemilihan panjang dan pendeknya akan mempengaruhi
intesitas sinyal yang didapat.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Ilustrasi dari Time Echo TE Peter a. Rinck, 1993
Intensitas sinyal besar jika memakai TE pendek, namun akibatnya kekontrasan citra kurang baik karena tidak dapat
membedakan jaringan yang satu dengan jaringan yang lainnya yang memiliki relaksasi transversal yang berbeda.
Pemilihan TE panjang dapat memberikan kekontrasan citra yang kurang baik, namun intensitas sinyal yang di dapat
kecil.
Universitas Sumatera Utara
A. Prinsip-prinsip dasar
1. Instrumentasi dasar MRI Ness Aiver,1997
a. Komponen Utama MRI
Komponen utama MRI yaitu : magnet utama, gradien koil, koil pemancar transmitter, koil penerima receiver dan komputer.
1 Magnet Utama
Magnet Utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh
sehingga menimbulkan magnetisasi. 2
Gradien Koil Gradien koil dipakai untuk membangkitkan medan magnet gardien
yang berfungsi untuk menentukkan irisan, pengkodean frekuensi, dan pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus,
yaitu bidang X,Y, dan Z. Peranannya akan saling bergantian berkaitan dengan potongan yang dipilih, aksial,sagital, koronal.
Secara sumbu koordinat ruang x,y,z kumparan gradien dibagi tiga, yaitu : kumparan gradien pemilihan irisan sliceGz,
kumparan gradien pemilihan faseGy, dan kumparan gradien pemilihan frekuensi pembacaanGx.
3 Koil Radiofrekuensi
Koil radiofrekuensi terdapat 2 tipe, yaitu koil pemancar dan penerima. Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan
Universitas Sumatera Utara
gelombang radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi, sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal
output dari sistem setelah proses eksitasi terjadi Peggy dan Freimarck, 1995.
Beberapa jenis koil RF, diantaranya adalah : koil volume Volume Coil, koil permukaan surface koil, koil linier, koil kuadran, Phase array PAcoil.
Keterangan gambar: 1.
Magnet statis 2.
Koil gradien 3.
Koil radiofrekuensi Gambar .1 Ilustrasi tubuh pasien didalam mobilitas MRI
Carlton dan Adler,2001 4
Sistem Komputer Sistem komputer sebagai pengendali dari sebagian besar peralatan
MRI. Dengan kemampuan piranti lunaknya yang besar komputer mampu melakukan tugas-tugas multi multi tasking, diantaranya
Universitas Sumatera Utara
adalah operator input, pemilihan potongan, kontrol sistem gradien, kontrol sinyal RF dan lain-lain. Disamping itu, komputer juga
berfungsi untuk mengolah sinyal hingga menjadi citra MRI yang bisa dilihat melalui layar monitor, disimpan ke dalam piringan
magnetik, atau bisa langsung dicetak b.
Pembentukkan Citra Citra MRI dibentuk melalui proses pengolahan sinyal yang keluar dari
obyek. Sinyal baru bisa diukur apabila arah vektornya diputar dari sumbu Z Mz menuju xy Mxy. Pemutaran arah vektor magnet
jaringan dan pengambilan sinyalnya dijelaskan melalui serangkaian proses berikut :
1 Pulsa RF Radio Frequency
Pulsa RF merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki frekunsi antara 20 – 120 MHz. Apabila spin diberikan oleh
sejumlah pulsa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi larmor, maka terjadilah resonansi. Spin akan menyerap energi
pulsa dan mengakibatkan sudut presesi semakin besar. Peristiwa tersebut dikenal dengan Nuclear Magnetic Resonance NMR.
Ketika energi RF diterapkan pada pasien menyebabkan objek akan tereksitasi dan sinyal terdeteksi dalam daerah terlokalisasi tiga
dimensi. Metode yang digunakan tersebut dikenal dengan metode transformasi fourier dua dimensi. Disini bidang pencitraan atau
daerah yang terseleksi akan tereksitasi oleh pulse RF ketika penerapan medan gradien secara sumbu Z.
Universitas Sumatera Utara
2 Waktu Relaksasi Longitudinal T1
Relaksasi longitudinal disebut juga dengan relaksasi spin-kisi, sedangkan nama lain relaksasi transversal yaitu relaksasi spin-spin.
Waktu yang dibutuhkan NMV untuk kembalinya 63 magnetisasi longitudinal disebut waktu relaksasi longitudinal atau T1.
3 Waktu Relaksasi Transversal T2
Waktu yang dibutuhkan komponen magnetisasi transversal Mxy untuk meluruh hingga 37 dari nilai awalnya dinamakan waktu
relaksasi transversal atau T2. nilai T1 dan T2 adalah konstan pada kuat medan magnet tertentu.
4 Sinyal FID
Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan mengeluarkan energi dalam bentuk sinyal. Eksposi pulsa 90 RF menghasilkan sinyal
yang dikenal dengan nama peluruhan Induksi Bebas Free
Induction Decay = FID, tetapi sinyal ini sulit dicatat. Untuk mendapatkan sinyal echo yang memiliki energi besar dibutuhkan
lahi pulsa 180 ˚. Sinyal echo yang akan ditangkap koil sebagai data
awal proses pembentukan citra. Masing-masing sinyal yang didapatkan oleh masing-masing elemen voxel
akan terukur dalam peralatan MRI menjadi suatu nilai Signal To Noise Ratio SNR, yaitu perbandingan yang diperoleh masing-masing elemen voxel terhadap
noise. Dan SNR ini yang akan menentukan citra yang diperoleh. SNR ini yang akan menggambarkan besar intensitas signal yang di dapat pada elemen voxel,
Universitas Sumatera Utara
maka NSR akan bergantung pada langkah pengkodean fase dan dapat dijumlahkan serta diratakan.
Besarnya matriks menentukan jumlah pixel atau satuan pembentuk citra. Ukuran matriks bertambah besar maka jumlah-jumlah pixel bertambah banyak
juga, tetapi ukuran pixel bertambah kecil. Jika ukuran matriks bertambah besar maka resolusi spasial meningkat bertambah baik, karena ukuran pixelnya
menjadi lebih kecil. Namun hal itu akan mengurangi banyaknya sinyal yang diterima oleh setiap pixel sehingga memperoleh perbandingan SNR yang sangat
baik Friedman dan Barry, 1989.
2. Slice Selection dan Pulsa Sequency
Tubuh manusia terbentuk dalam tiga dimensi, sedangkan untuk membuat imaging membutuhkan per
slice. Seandainya kita mempunyai FOV dengan
thickness tebal yang besar dan luas, maka apabila kita beri RF akan memberikan signal pada semua bila RF dan BO sama. Maka dalam
MRI untuk mendapatkan slice dengan menggunakan gradien magnet gambar, dan dengan membuat perbedaan besar BO pada tiap-tiap slice
maka RF akan berbeda- beda juga untuk setiap slicenya. Dalam instrumen MRI disebutkan ada tiga buah gardien koil, yaitu :
a. Gradien coil X, untuk membuat potongan sagital
b. Gradien coil Y, untuk membuat potongan coronal
c. Gradien coil Z, untuk membuat potongan axial
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan pulsa sequency yaitu suatu cara untuk memperoleh pulsa dengan memodifikasi besar dan waktu RF dan perubahan gradient coil.
Nama atau system pulsa sequency dalam setiap alat MRI berbeda-beda dari pabriknya. Biasanya radiografer hanya mengatur nilai-nilai yang berkaitan pada
parameter saja. Dengan pengaplikasian 3 gradien saling tegak lurus tersebut diatas, maka keadaan
lokalisasi spasial akan didapatkan ilustrasi gambar
Gambar 2. Ilustrasi perolehan data citra. Apenerapan medan gradient Z akan mengiris objek menjadi suatu irisan atau slice dalam tebal tertentu. Bdengan
penerapan medan gradient X akan mengakibatkan masing-masing slice slice akan terpotong menjadi bentuk batangan atau stick. C selanjutnya dengan penerapan
medan gradien Y akan dilakukan pengkodean fase sehingga didapatkan pengukuran sinyal pada masing-masing elemen voxel akan didapatkan. Osborn
A.G, 1992
Universitas Sumatera Utara
3. Dasar Fisika MRI
a. MR Active Nuchlei
Inti yang paling banyak mendominasi jaringan biologi adalah atom hydrogen 1 proton dan tanpa neutron serta atom lain secara teoritik
juga dapat terjadi fenomene resonansi antara lain Carbon-13, Natrium- 23 dan pospor -31. Atom hidrogen tidak hanya berlimpah dalam
jaringan biologi tetapi juga mempunyai momen dipol magnetik yang kuat sehingga menghasilkan konsentrasi yang besar dan kekuatan yang
kuat per inti. Hal ini menyebabkan sinyal hydrogen yang dihasilkan 1000X lebih besar daripada lainnya, sehingga atom inilah yang
digunakan sebagai sumber sinyal dalam pencitraan MRI. Proton dan neutron adalah komponen penyusun semua inti atom yang
ada di alam. Pergerakkan Spinning pergerakan presesi pada sumbu
muatannya adalah seperti bumi, sehingga mempunyai kutub utara dan kutub selatan yang juga akan menghasilkan medan magnet
eksternal. Pergerakkan spinning ini yang menghasilkan momen dipol magnetik
disebut pula dengan Spin Osborn A.G, 1992. b.
Resonansi Ketika terdapat lebih dari satu proton dan neutron akan terdapat
kemungkinan momen magnetiknya yang saling berpasangan, sehingga menghilangkan kekuatan dipole magnetic satu dengan lainnya atau
menjadi sangat kecil. Hal ini berarti bila inti dengan proton genap dan neutron genap akan terdapat momen magnetic yang bernilai nol,
sedangkan untuk inti dengan proton dan neutron ganjil akan terdapat
Universitas Sumatera Utara
nilai momen dipol magnetik yang akan membuat fenomena resonansi magnetik dapat dimungkinkan.
Gambar 3. a.partikel bermuatan yang berputar spin b. inti hidrogen yang berputar Williams Wilkins, 1997
Dalam kondisi normal putaran proton atom hydrogen adalah random, sehingga orientasinya dalam jaringan tubuh manusia tidak
menimbulkan nilai magnetisasi atau sama dengan nol. Jika putaran proton diletakkan dalam medan magnet eksternal yang sangat kuat,
maka akan dihasilkan suatu orientasi proton yang disearahkan dengan medan magnet atau berlawanan.
Gambar 4. Arah momen magnet tergantung pada arah putaran spin proton inti hidrogen. Williams Wilkins, 1997
Magnetic field Spining nucleus
with charge Spining charged
particle Magnetic field
Direction of spin Direction of
magnetic field Direction of
magnetic field
Universitas Sumatera Utara
c. Presesi
Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom hydrogen tergantung pada kuat medan magnetic yang diberikan pada jaringan. Semakin kuat
medan semakin cepat presesi proton dan frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnetik yang disebut dengan
Frekuensi Larmor.
d. Sinyal
Besar dan proses waktu relaksasi T1 dan T2 sangat berpengaruh pada sinyal keluaran yang akan ditransformasikan sebagai kontras gambar,
kurva T1 akan menentukkan magnetisasi transversal. Peluruhan waktu T2 waktu relaksasi T2 adalah efek yang paling berkontribusi pada
gambar citra, sebab pada proses dephase proton akan dihasilkan suatu
induksi sinyal. Adapun pengulangan pulsa sekuen terjadi sebelum kurva
recovery menjadi maksimal, sehingga obyek jaringan dengan T1 pendek cepat kembali ke kondisi kesetimbangan akan mempunyai
jumlah recovery yang banyak dibandingkan dengan jaringan yang
mempunyai waktu yang panjang, sehingga dalam citra MRI akan didapatkan gambar yang hitam pada pembobotan T1
spin-echo. Setelah pulsa RF 90
˚ diberikan pada obyek magnetisasi longitudinal akan diputar 90
˚ ke bidang transversal dan terjadi proses relaksasi T2. Jaringan yang mempunyai nilai T2 pendek dephase yang terjadi sangat cepat, sehingga intensitas
sinyal yang dihasilkan sangat besar dan jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek ini akan kelihatan hitam pada pembobotan nilai T2. proses relaksasi T1
dan T2 adalah suatu kerja yang berlawanan yaitu pada saat proses pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
kembali magnetisasi longitudinal diimbangi dengan peluruhan yang sangat cepat hingga pada kurva relaksasi T2. Dua efek relaksasi T1 dan T2 terjadi ketika
sistem diberikan gelombang radio RF yang merupakan bentuk pulsa sekuen. Rangkaian pulsa RF dephasing phase echo dalam mendapatkan citra MRI
dilakukan pengulangan untuk 1 studi. Waktu pengulangan antara pulsa sekuen yang satu dengan yang berikutnya disebut dengan
Time Repetition TR, sedangkan waktu tengah antara pulsa 90
˚ dan sinyal maksimum echo disebut dengan
Time Echo TE. Parameter T1 dan T2 sebagai sifat instrinsik jaringan dan TR dan TE sebagai parameter teknis yang digunakan akan mengontrol derajat
kehitaman pada gambar MRI. Pada T2 Weighting derajat kehitaman gambar akan dikontrol oleh TE dan T2, sedangkan untuk T1 Weighting derajat kehitaman akan
dikontrol oleh TR dan T1 serta proton density Weighting akan tergantung dari densitas proton dalam jaringan yang menentukan besar kecilnya sinyal. Hal ini
berarti variasi T1, T2, TE dan TR adalah komponen utama yang akan menentukan derajat kehitaman pada masing-masing jaringan. Secara umum T1 weighting akan
menunjukkan struktur anatomi, T2 weighting menunjukkan struktur patologi Westbrook dan kaut, 1995.
Gambar 5. Repatition Time Woodward dan Freimark, 1995
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Echo Time Woodward dan Freimark, 1995 Urutan pulsa pulse sequence adalah urutan pulsa RF yang dipancarkan
selama pemeriksaan MRI, dengan parameter TR, TE, dan T1 serta parameter- parameter lain yang menyertainya. Beberapa urutan pulsa yang biasa digunakan
adalah sebagai berikut : 1
Spin Echo SE Urutan pulsa Spin Echo terdiri dari 90
˚ pulsa excitation yang diikuti 180
˚ pulsa rephasing, dan hanya dengan satu langkah Phase encoding per TR. Pembobotan gambar meliputi T1, T2 dan PD.
Spin Echo digunakan hampir disemua pemeriksaan dengan hasil citra yang sangat baik karena memiliki nilai SNR yang tinggi.
Pembobotan T1 menghasilkan gambaran anatomi, sedangkan pembobotan T2 menunjukkan patologinya, yang akan tampak
terang jika ada cairan. Tetapi kerugian SE adalah waktu yang relatif panjang.
Universitas Sumatera Utara
2 Fast Spin Echo FSE
Disamping SE Spin Echo ada juga FSE Fast Spin Echo, yaitu pencitraan cepat, pada awalnya dikenal dengan RARE Rapid
Acquisition With Recofussed Echos. FSE ini menggunakan pulsa 90
˚ yang diikuti rangkaian pulsa 180˚ untuk menghasilkan rangkaian echo yang disebut ETL Echo Train Length. Setiap
echo pada FSE memiliki sejumlah sinyal fase yang bersesuaian dengan jalur-jalur berbeda pada K-Space Osborn A.G, 1992.
Pencitraan FSE biasanya digunakan untuk menghasilkan citra dengan karakteristik T2 weighting dengan TR lebih besar dari 3000
ms. FSE mempunyai cara yang sangat fantastis untuk memanipulasi teknik SE konvensional dengan cara mempersingkat
waktu scanning. Selain TR dan TE, ETL adalah parameter utamanya. Nilai ETL menentukan banyaknya phase encoding
setiap TR sehingga lamanya waktu akuisisi dapat berkurang. Secara umum, kontras gambar dari FSE hampir sama dengan SE
sehingga teknik ini juga banyak digunakan di klinik misalnya sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal dan pelvis. Efek
samping penggunaan urutan pulsa ini adalah timbulnya artefak pada aliran dan gerakan. Untuk menguranginya diperlukan teknik
flow dan respiratory compensation Woodward dan Orrison, 1995 3
Inversion Recovery IR Inversion Recovery IR merupakan variasi dari SE, dimana urutan
pulsanya dimulai dengan 180 ˚ pulsa inversi yang dilanjutkan
Universitas Sumatera Utara
dengan pulsa 90 ˚ excilation, lalu pulsa 180˚ rephasing. Parameter
utamanya adalah TR, TE dan TI. Kontras gambar yang dihasilkan dari pembobotan Ti tergantung dari panjang pendeknya TI. Pulsa
Inversion 180 ˚ menghasilkan perbedaan kontras antara cairan dan
jaringan yang lain. Inversion Recovery biasanya digunakan sebagai alternatif metode spin echo yang secara konvensional juga untuk
membuat gambat dengan pembobotan T1. hasil gambar pada T1 Weighting sangat dipererat, karena pulsasi penginversi 180
˚ mencapai saturasi penuh dan memastikan adanya kontras yang
besar antara lemak dan air. Inversion IR secara konvensional digunakan untuk memperoleh gambar T1 Weighted yang
menghasilkan gambaran anatomi. Pulse penginversi 180 ˚
menghasilkan perbedaan kontras yang besar antara lemak dan air karena saturasi penuh dari vektor lemak dan air telah tercapai pada
permulaan setiap reperisi, sehingga sekuens pulse IR menghasilkan T1 Weighted yang lebih berat daripada spin echo konvensional dan
sebaiknya digunakan bila dibutuhkan. Bila IR digunakan untuk menghasilkan gambar T1 Weighted, TE mengendalikan besar
penurunan T2 dan oleh karena itu biasanya dibuat tetap pendek untuk menimbulkan efek T2. namun demikian, dapat diperpanjang
untuk memberi jaringan yang mempunyai T2 panjang sehingga sinyal yang dihasilkan terang Hiperintens hal ini disebut
penekanan patologi dan menghasilkan gambar yang secara
Universitas Sumatera Utara
predominan T2 Weighted, tetapi area yang mengalami proses patologis tampak terang.
4 Time Inversion TI
Time Inversion adalah pengenali kontras yang paling potensial pada sekuen IR. Besar T1 medium memberikan T1 Weighted,
tetapi karena diperpanjang, gambar menjadi PD weighted image. TR sebaiknya selalu dibuat cukup panjang untuk memulihkan
seluruh NMV sebelum pulse penginversi diaplikasikan. Bila tidak demikian, vektor individual dipulihkan pada derajat yang berbeda
5 Fat Suppresion Fat Sup
Fat Suppresion adalah teknik yang dipakai untuk menekan sinyal lemak sehingga gambaran lemak akan kelihatan hitam hipontens.
Ada dua teknik fat suppression yang digunakan, yaitu : a
Sort Tau Inversion Recovery STIR STIR adalah bagian dari teknik inversion recovery, dimana
untuk menekan sinyal lemak memakai nilai TI antara 150-175msec. urutan pulsanya adalah 180
˚ , lalu pulsa 90˚ exitation da 180˚ refocusing.
b Frequency Selective Excitation fat saturation = fat sat
Fat sat menggunakan pulsa 90 ˚ RF untuk menekan sinyal
lemak, yaitu pada frekuensi presisi vector lemak. Fat sat biasanya digunakan pada pembobotan T2.
Universitas Sumatera Utara
6 Fluid Attenuated In version Recovery FLAIR
Sebuah variasi FLAIR adalah teknik FLAIR. Dengan TI yang pendek untuk menangkap lemak saat titik null pada relaksasi
longitudinal, pada FLAIR diperlukan TI yang panjang untuk menangkap air pada titik null. Hal ini menghasilkan supresi
struktur seperti ventrikel CSF dan telah terbukti membantu mengidentifikasi bahkan lesi demielisasi yang sangat kecil seperti
sklerosis multipel. westbrook dan Kaut, 1995 FLAIR adalah variasi lain dari sekuens Inversion Recovery. Pada FLAIR, sinyal
CSF dihilangkan dengan memilih TI yang sesuai dengan waktu pemulihan CSF dari 180
˚ kebidang transversal dan tidak ada magnetisasi longitudinal pada CSF dibalik oleh 90
˚ dimasukkan, vektor CSF dibalik oleh 90
˚ menjadi saturasi penuh kembali. Sinyal dari CSF dihilangkan, dan FLAIR digunakan untuk
menekan sinyal CSF yang tinggi pada gambar T2 Weighted dan densitas proton sehingga patologi yang berdekatan dengan CSF
dapat terlihat lebih jelas. TI 1700-2200 milidetik mencapai supresi CSF Westbrook dan Kaut, 1995.
4. Kualitas Gambar
Dalam MRI, ada empat factor-faktor yang mempengaruhi kualitas gambar, yaitu :
a. Signal to Noise Ratio SNR
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan SNR adalah perbandingan antara besarnya amplitudo sinyal dengan amplitudo
derau noise. SNR dipengaruhi oleh :
1. Densitas Proton daerah yang diperiksa, yaitu semakin tinggi
densitas proton, semakin tinggi nilai SNRnya 2.
Tebal Irisan, yaitu semakin besar ukuran ketebalan irisan atau potongan akan menghasilkan volume voxel, maka akan semakin
tinggi pula nilai SNR 3.
TR, TE, dan Flip Angle 4.
NEX ganda berarti jumlah data yang tersimpan pada K-Space juga ganda. Namun karena deraunya acak, yaitu dimana saja data
dicatat, sedangkan sinyalnya tetap, maka NEX ganda hanya meningkatkan SNR sebesar 1,4.
5. Receive Bandwidth RBW
Semakin kecil bandwidth, maka deraunya akan semakin mengecil. 6.
Penggunaan koil yang dipasang sedekat mungkin dengan obyek b.
Contrast to Noise Ratio CNR CNR adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan.
CNR yang baik dapat menunjukan perbedaan daerah yang patologis daerah yang sehat. Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan dengan
cara : 1.
Menggunakan media kontras 2.
Menggunakan pembobotan gambar T2
Universitas Sumatera Utara
3. Memilih magnetization transfer
4. Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectral pre-
saturation c.
Spatial Resolution Besarnya matriks akuisisi mengontrol resolusi citra dan waktu
pencitraan scan time. Spatial Resolution dapat diperoleh dengan
menentukan jumlah pixel picture element atau satuan pembentuk
gambar yang ditampilkan dalam Field Of View FOV.
Spatial Resolution dapat dilukiskan sebagai berikut, penggunaan pixel-pixel yang mewakili besarnya frekuensi
encoding mengontrol waktu scan. Resolusi, dalam arah frekuensi
encoding terdapat pada window width yang membaca data jaringan yang dipilih. Misalnya,
banyaknya data yang diambil menentukan resolusi vertical. Resolution juga berhubungan dengan
Signal to Noise Ratio SNR. Umumnya, resolusi citra sebanding dengan pemilihan ukuran
jaringan dalam arah frekuensi encoding. Ukuran matriks pada sumbu
frekuensi dapat dipilih dari 256 sampai 64 satuan. Ada banyak cara untuk mempertinggi
Spatial Resolution, salah satunya dengan menggunakan
pixel-pixel kecil yang memiliki suatu matriks pencitraan yang besar, namun harga SNR akan berkurang. Hal ini
karena besarnya sinyal yang sama harus diditribusikan keseluruh pixel yang banyak jumlahnya, sehingga setiap pixel menerima sinyal
yang kecil. Makin besar ukuran matriks maka waktu pengambilan citranya semakin lama.
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan lainnya adalah bidikan Zoom pencitraan. Dengan zoom pencitraan FOV berkurang sehingga volume jaringan yang lebih kecil
ditampilkan dalam pixel-pixel yang banyak, tetapi SNR menurun. Penambahan permukaan kumparan coil surfaceakan menambah
efiensi dalam memperbaiki resolusi spasial tanpa perlu mengorbankan harga SNR. Permukaan kumparan memberikan
sensitivitas yang tinggi terhadap batas FOV, sedangkan harga SNR tetap dan perbaikan resolusi tercapai tanpa perlu menambah waktu
pencitraan. Faktor lain yang mempengaruhi Spatial Resolution adalah ketebalan irisan.
Irisan yang tebal cenderung menghasilkan pembagian volume yang lebih besar, dimana hal ini dapat menyarankan pembatasan obyek-obyek yang lebih kecil.
Penggunaan irisan tipis dapat mengatasi keadaan tersebut, tetapi menyebabkan harga SNR berkurang karena berkurangnya sinyal pixel.
Jadi penambahan ketebalan irisan akan memperoleh SNR yang lebih baik dan dapat mencakup suatu volume jaringan yang besar, tetapi
resolusi spatialnya kecil. Sebaliknya irisan yang tipis memberikan resolusi yang lebih tinggi tetapi volume yang dapat dicakup lebih
kecil. d.
Waktu Pencitraan scan time
Waktu pencitraan, dipengaruhi oleh Time Repetition TR, jumlah
phase encoding Ny, dan NEX. Sehingga untk mengurangi waktu dilakukan dengan cara :
Universitas Sumatera Utara
1. TR sependek mungkin
2. Matriks yang kasar
3. NEX sekecil mungkin
5. Teknik Scanning Lumbal
a. Indikasi pemeriksaan Nesseth, 2000
1. Hernia lukleus pulposus HNP
2. Peradangan
3. Kelainan kongenital
4. Tumor-tumor vertebra dan medulla spinalis
5. Evaluasi pasca operasi
6. Trauma
b. Persiapan Pasien Nesseth, 2000
Pasien diminta melengkapi check list yang tersedia. Isi ce k list antara lain:
1. Apakah pasien clsustrophobia
2. Apakah pasien pernah dipasang implan sehubungan dengan operasi
jantung atau pembuluh darah atau operasi orthopedi dan jenis lainnya.
3. Apakah pasien menggunakan gigi palsu
4. Apakah pasien ada riwayat alergi dan lain-lain.
5. Pasien diminta untuk ganti baju pasien dan meninggalkan semua
barang yang dibawa. c.
Persiapan Alat Nesseth, 2000 1.
Posterior spinal coilphased array spinal coil.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengganjal kaki
3. Penutup telinga atau headphone
d. Protokol pemeriksaan
1. Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan feet first. Beri
pengganjal di bawah lutut agar pasien nyaman. 2.
Lampu penunjuk longitudinal sejajar dengan mid sagital plane, lampu penunjuk horizontal setinggi lumbal III.
3. Coil diletakkan antara xipoid sternum sampai sacrum.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Parameter yang terdapat pada MRI.
Sekuens dalam pemeriksaan MRI tidak terlepas dari parameter- parameter yang saling mempengaruhi, baik parameter intrinsik maupun
parameter ekstrinsik. Untuk itu sebelum membahas mengenai sekuens, penulis akan menyajikan mengenai sebagian dari parameter-parameter
yang ada, antara lain :
2.1.3.1 Parameter Intrinsik
1. T1 Waktu Relaksasi Longitudinal Waktu relaksasi longitudinal T1 adalah waktu berkurangan
energi proton sampai 63 dari energi pulsa Radio Frekwensi
RF yang diserap. Pada gambaran MRI dengan pembobotan T1, jaringan dengan T1 yang
pendek pendek akan tampaknya putih, sedangkan jaringan dengan T1 yang lama akan tampak gelap.
2. T2 Waktu Relaksasi Transversal Waktu relaksasi Transversal T2 adalah waktu
berkurangnya kuat magnetisasi yang menyebar di bidang XY sampai 63. Gambar MRI dengan pembobotan T2, jaringan
dengan T2 yang lama akan tampak putih, sedangkan jaringan dengan T2 yang pendek akan tampak gelap.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Bahan atau Materi Penelitian
Materi penelitian adalah hasil pencitraan MRI yang diperoleh dari hubungan variasi
flip agle, pembobotan T
2
spin echo terhadap kualitas pencitraan Brain, yang dilakukan pada setiap pasien.
3.2. Tempat dan Instrumen dalam Penelitian
Penelitian dilakukan di RS Murni Teguh Medan. Instrumen Magnetik
Resonance Imaging yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah Magnetom
Avanto buatan Siemens . sistem medan magnet yang dipergunakan adalah superkonduktor yang mampu memberikan medan magnet yang sangat
besar yaitu sebesar 1,5 tesla T.
3.2.1. Instrumentasi MRI