97
BAB IV PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF KITAB HADITS
SHAHIH IMAM MUSLIM
N. Setiap Manusia adalah Pemimpin
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Dari Ibnu Umar RA, dari Nabi Muhammad SAW, beliau telah bersabda, ”Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seoramg raja adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami
adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang isteri adalah pemimpin bagi rumah tangga suami dan anak-
anaknya, dan ia akan diminta pertanggung jawab atas yang dipimpinnya . Seorang hamba sahaya adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia akan diminta
pertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Ketahuilah bahwa setiap orang
98 dari kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggung jawab
atas apa yang dipimpinnya.” H.R Muslim 68.
69
Setiap perbuatan dan tindakan memiliki resiko yang harus dipertanggung jawabkan. Setiap orang adalah pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap
orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi oleh yang ia
ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas. Dengan demikian, setiap orang Islam harus berusaha untuk menjadi pemimpin yang paling baik dan
segala tindakannya tanpa di dasari kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu. Hal yang dikemukakan dari hadis diatas adalah bahwa manusia adalah
pemimpin termasuk bagi dirinya sendiri.
70
Dalam hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan adalah tanggung jawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai
pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab
atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab
kepada bawahannya, dan seorang presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya, dan seterusnya.
69
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim 2, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006, hlm. 8-9.
70
Rachmat Syafe‟i, Al-Hadits, Bandung: Setia Pustaka, 2000, hlm. 133.
99 Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna
melaksanakan tugas
lalu setelah
itu selesai
dan tidak
menyisakan dampak atsar bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud
tanggung jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra „a sendiri
secara bahasa bermakna gembala dan kata ra- „in berarti pengembala. Ibarat
pengembala, ia harus merawat, memberi makan dan mencarikan tempat berteduh binatang gembalanya. Singkatnya, seorang penggembala bertanggung jawab untuk
mensejahterakan binatang gembalanya. Tapi cerita gembala hanyalah sebuah tamsil, dan manusia tentu berbeda
dengan binatang, sehingga menggembala manusia tidak sama dengan menggembala binatang. Anugerah akal budi yang diberikan allah kepada manusia merupakan
kelebihan tersendiri bagi manusia untuk mengembalakan dirinya sendiri, tanpa harus mengantungkan hidupnya kepada penggembala lain. Karenanya, pertama-
tama yang disampaikan oleh hadis di atas adalah bahwa setiap manusia adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dirinya sendiri. Atau denga
kata lain, seseorang mesti bertanggung jawab untuk mencari makan atau menghidupi dirinya sendiri, tanpa mengantungkan hidupnya kepada orang lain.
Kepemimpinan dimulai dari lingkungan terkecil yaitu diri sendiri. Maka dari itu, sesorang tidak dapat berhasil memimpin orang lain dengan baik apabila tidak
dapat berhasil memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu. Nabi Muhammad SAW telah memberi teladan dan tuntunan bagaimana memimpin diri sendiri. Kesuksesan
100 dalam memimpin diri dan mengatasi rintangan dalam memimpin diri sendiri akan
jalan bagi kesuksesan dalam kepemimpinan-kepemimpinan lainnya yang melibatkan orang lain.
Dengan demikian, karena hakekat kepemimpinan adalah tanggung jawab dan wujud tanggung jawab adalah kesejahteraan, maka bila orang tua hanya sekedar
memberi makan anak-anaknya tetapi tidak memenuhi standar gizi serta kebutuhan pendidikannya tidak dipenuhi, maka hal itu masih jauh dari makna tanggung jawab
yang sebenarnya. Demikian pula bila seorang majikan memberikan gaji prt pekerja rumah tangga di bawah standar UMP upah minimu provinsi, maka majikan
tersebut belum bisa dikatakan bertanggung jawab. Begitu pula bila seorang pemimpin, katakanlah presiden, dalam memimpin negerinya hanya sebatas menjadi
“pemerintah” saja, namun tidak ada upaya serius untuk mengangkat rakyatnya dari jurang kemiskinan menuju kesejahteraan, maka presiden tersebut belum bisa
dikatakan telah bertanggung jawab. Karena tanggung jawab seorang presiden harus diwujudkan dalam bentuk
kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil dan kaum miskin, bukannya berpihak pada konglomerat dan teman-teman dekat. Oleh sebab itu, bila keadaan sebuah
bangsa masih jauh dari standar kesejahteraan, maka tanggung jawab pemimpinnya masih perlu dipertanyakan.
O. Larangan Meminta dan Memburu PangkatKedudukan