BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Refluks dari asam lambung ke esofagus telah lama dikenal sebagai Gastroesophageal Reflux Disease GERD, hingga tahun 1968 refluks dari asam
lambung diketahui sebagai penyebab laringitis, yang sekarang dikenal sebagai refluks laringofaring Lenderking et al. 2003. Penyakit refluks laringofaring
merupakan varian ekstraesofageal dari GERD yang sedang meningkat pada 4 dekade terakhir Lipan, Reidenberg Laitman 2006.
Koufman, Amin Panetti 2000 melaporkan bahwa 50 pasien dengan gangguan suara menderita penyakit refluks laringofaring. Belafsky Rees 2007
menyatakan hampir 35 orang dewasa mempunyai gejala yang diduga refluks laringofaring. Altman pada tahun 2005 seperti yang dikutip oleh Koufman 2011
melaporkan kunjungan ke dokter spesialis THT dengan keluhan refluks laringofaring meningkat hampir 500 dari tahun 1990-2001.
Penyakit refluks laringofaring disebabkan adanya aliran balik atau refluks cairan lambung ke daerah laringofaring yang terjadi karena rusaknya barrier fisiologis yang
dapat menghalangi refluks ke daerah laringofaring. Barrier itu adalah sfingter bawah esofagus atau Lower Esophageal Sphincter yang disingkat dengan LES, acid
clearance melalui fungsi motorik esofagus dan gaya gravitasi esophageal clearance, resistensi mukosa esofagus, sfingter atas esofagus atau Upper
Esophageal Sphincter yang disingkat dengan UES Ford 2005. Tingkat keasaman serta frekuensi paparan asam juga berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit refluks laringofaring, dimana PH 0-4 dianggap yang paling berbahaya, serta 3 kali refluks ke daerah laringofaring dalam 1 minggu dapat
menyebabkan kerusakan mukosa laring yang berat, dibandingkan dengan 50 kali refluks di daerah esofagus per hari yang masih dianggap normal. Hal ini disebabkan
karena epitel laring lebih sensitif daripada mukosa esofagus. Laring tidak
Universitas Sumatera Utara
mempunyai proteksi terhadap refluks khususnya asam dan pepsin, karena tidak diproteksi oleh bicarbonate saliva, endogenous tissue buffering ataupun peristaltis
seperti halnya esofagus. Rees Belafsky 2008; Vardar et al. 2012. Prevalensi penyakit refluks laringofaring sendiri masih sedikit dipublikasikan,
terutama karena standar baku emas yaitu pengukuran pH metri untuk mendiagnosis penyakit refluks laringofaring yang masih belum disepakati Kotby et al. 2010.
Sampai saat ini pemeriksaan pH metri dianggap sebagai baku emas diagnosis penyakit refluks laringofaring. Tetapi pemeriksaan ini masih jauh dari ideal sebagai
baku emas dengan sensitivitas dan spesifitas yang hanya 50-60, banyaknya pasien yang tidak dapat bertoleransi terhadap prosedur pemeriksaan, serta
ketersediaan alat yang terbatas Knight 2005. Gejala dan tanda penyakit refluks laringofaring tidak spesifik, sehingga sering
tidak terdiagnosis. Walaupun begitu sangat penting untuk dapat mengenali penyakit refluks laringofaring dimana jika tidak terdiagnosis dapat menyebabkan penurunan
kualitas hidup pasien dan menjadi penyebab perkembangan penyakit-penyakit di saluran nafas dan saluran cerna yang dapat mengancam nyawa Cohen et al. 2002;
Ford 2005 Sampai
saat ini,
gejala klinis
serta pemeriksaan
laring dengan
nasofaringolaringoskop serat optik lentur digunakan sebagai modalitas untuk mendiagnosis penyakit refluks laringofaring oleh para ahli THT Vardar et al. 2012.
Untuk penilaian atas gejala pasien, Belafsky, Postma Koufman 2002 membuat indeks gejala refluks atau Reflux Symptom Index RSI yang terdiri dari
sembilan komponen indeks gejala. Skala untuk setiap komponen bervariasi dari nilai 0 tidak mempunyai keluhan sampai dengan 5 keluhan berat dengan skor total
maksimum 45. RSI dengan nilai 13 diduga penyakit refluks laringofaring. Pada tahun 2001, Belafsky dkk juga memperkenalkan Reflux Finding Score
RFS yang merupakan skala penilaian dalam menentukan beratnya gambaran kelainan laring yang dilihat dari pemeriksaan nasofaringolaringoskopi serat optik
Universitas Sumatera Utara
lentur. Skala ini bervariasi dari 0 tidak ada kelainan sampai dengan nilai maksimum 26 nilai yang terburuk dan RFS 7 menunjukkan dugaan penyakit refluks
laringofaring Belafsky, Postma Koufman 2001. Penilaian
Reflux Finding
Score RFS
dengan menggunakan
alat nasofaringolaringoskop serat optik lentur ini merupakan permasalahan karena tidak
semua sentra mempunyai alat ini. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui korelasi antara Reflux Symptom Index yang berdasarkan atas
keluhan yang dirasakan oleh pasien dan Reflux Finding Score yang didasarkan pada pemeriksaan nasofaringolaringoskopi serat optik lentur pada pasien dengan gejala
refluks laringofaring di poliklinik THT RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.2 Perumusan Masalah