Latar Belakang Masalah PENERAPAN MODEL KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR.

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014 Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting terhadap dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. IPA mempelajari alam dan seisinya baik yang hidup maupun tak hidup. Pada hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan pengembangan sikap ilmiah Sulistyorini, 2007, artinya, IPA memiliki dimensi produk, proses, dan sikap yang saling terkait. Dimensi produk dalam IPA merupakan fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori IPA. Dimensi proses adalah proses mendapatkan IPA yang disusun dan diperoleh melalui metode ilmiah. Winaputra Samatowa, 2006 mengemukakan bahwa IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau mahluk hidup tetapi merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah. Tampak jelas bahwa IPA baik sebagai produk, proses, sikap, cara berpikir, cara memecahkan masalah, merupakan instrumen terpenting yang dapat membantu manusia dalam memudahkan mengarungi kehidupannya. Dalam kehidupannya manusia akan selalu menghadapi masalah yang harus dicari solusinya, dan dalam mencari solusi tentu manusia harus berpikir dan harus menempuh langkah-langkah kerja yang sistematis, teliti, komprehensif dan obyektif. IPA sebagai produk memberi landasan keilmuan untuk berpikir dan IPA sebagai proses memberi arahan langkah-langkah kerja yang sistematis dalam wujud metode ilmiah. Atas dasar kepentingan itu IPA perlu dipahami dan dikuasai dengan baik oleh manusia. Perlu ada pengenalan dan pembekalan IPA secara utuh kepada segenap umat manusia. Dalam rangka itu IPA dijadikan salah satu mata pelajaran yang diselenggarakan di berbagai jenjang pendidikan formal, bahkan sejak level Ika Wulandari Utamining Tias, 2014 Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sekolah dasar SD. Tujuannya tiada lain agar siswa dapat mengenal IPA sejak dini. Dalam kurikulum pendidikan formal di Indonesia, pelajaran IPA juga termasuk salah satu mata pelajaran yang diselenggarakan sejak level SD. Pembelajaran IPA di sekolah dasar ditujukan untuk memupuk rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap alam, kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur. Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan siswa, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan baru dan akhirnya dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Secara lebih spesifik, menurut Depdiknas 2006 pembelajaran IPA di sekolah dasar memiliki tujuan yang harus dicapai peserta didik sebagai berikut 1 Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2 Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3 Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; 4 Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5 Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; dan 6 Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Pada tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar nomor 2 dan 4 secara eksplisit dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Sebagaimana telah dipaparkan di muka, kedua hal ini amatlah penting untuk dikuasai peserta didik karena akan memberikan landasan pengetahuan untuk berpikir dan langkah-langkah kerja sistematis dalam mencari solusi atas persoalan yang mereka hadapi dalam kehidupannya. Ika Wulandari Utamining Tias, 2014 Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Agar kedua aspek tersebut dapat dicapai oleh siswa dengan baik, tentu dalam pembelajarannya harus dipilih model, strategi, metode dan pendekatan yang tepat, sehingga dalam prosesnya terjadi pembekalan kemampuan kognitif dan pelatihan keterampilan proses sains tersebut. Karena IPA merupakan ilmu yang ditemukan oleh para ilmuwan atas dasar pengamatan empiris terhadap gejala alam yang dilanjutkan dengan segenap langkah kerja ilmiah penyelidikan hingga sebuah konsep, hukum, azas, dan prinsip dapat dikonstruk, maka dalam mempelajari IPA sebaiknya siswa difasilitasi untuk beraktivitas sebagaimana yang dilakukan para ilmuwan dalam membangun suatu konsep IPA, tentu dalam batas- batas kewajaran. Minimal ada dua keuntungan yang dapat diraih siswa jika pembelajaran dilakukan secara demikian, yaitu siswa dapat menguasai produk dan proses IPA sekaligus. Pembelajaran IPA yang mendorong untuk menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah ketika mereka difasilitasi untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, dikenal sebagai pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri ilmiah scientific inquiry. Dengan pendekatan inkuiri siswa diberikan kesempatan untuk mencari sendiri tentang apa yang ingin mereka ketahui melalui pengamatan dan observasi menggunakan seluruh panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan perabaan. Pendekatan Inkuiri ilmiah sangat cocok digunakan dalam proses pembelajaran untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting dari kecakapan hidup Depdiknas, 2006. Sayangnya pendekatan inkuiri masih sangat jarang digunakan dalam pembelajaran IPA di sekolah Dasar di negara kita. Keadaan ini setidaknya teramati dari hasil observasi pelaksanaan pembelajaran IPA di salah satu SD Negeri di kota Metro, yang menunjukkan bahwa 1 . Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih dominan adalah metode ceramah, dimana guru berperan sebagai pusat pembelajaran; 2 Jarang sekali siswa terlibat aktif selama proses pembelajaran, terutama untuk aktivitas penyelidikan ilmiah 3 Pembelajaran IPA lebih dominan berorientasi pada produk dan bukan pada proses. Ika Wulandari Utamining Tias, 2014 Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dengan pembelajaran seperti itu sudah dapat ditebak hasilnya, jangankan dalam tataran aplikasi dan keterampilan proses dalam hal pengetahuan saja hasil belajar IPA mereka masih tergolong rendah. Hal ini tercermin dari rendahnya hasil tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses siswa di SD tersebut pada saat studi lapangan dilakukan. Kondisi tersebut di atas dapat terjadi dengan beberapa faktor penyebab, bisa faktor keengganan dari guru untuk menggunakan metode-metode pembelajaran IPA yang sesuai hakikat IPA atau ketidaktahuan guru-guru akan metode-metode pembelajaran IPA seperti itu. Jika penyebabnya adalah faktor kedua, maka perlu diperkenalkan metode-metode pembelajaran IPA yang sesuai hakikat IPA, tentu perlu disertai dengan gambaran hasil studi empirisnya yang membuktikan keampuhan metode tersebut dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran IPA, agar mereka lebih tertarik. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuan sendiri secara inkuiri ilmiah adalah model pembelajaran kontekstual CTL Contextual Teaching and Learning Nurhadi, 2002 dalam Rusman, 2011. Menurut Yamin 2011, model pembelajaran CTL sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan pembelajaran bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang bersifat lebih konkret terkait dengan kehidupan nyata melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses Rusman, 2011. Siswa diberikan kesempatan untuk langsung terlibat dalam aktivitas dan pengalaman ilmiah seperti apa yang dilakukan dialami oleh ilmuwan. Dengan demikian siswa dididik dan dilatih untuk terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi melalui aktivitas berpikir dengan mengikuti prosedur metode ilmiah, seperti terampil melakukan pengamatan, pengukuran, pengklasifikasian, penarikan kesimpulan, dan pengkomunikasian hasil temuan. Ika Wulandari Utamining Tias, 2014 Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pada model pembelajaran CTL terdapat ada 7 asas penting yang dikembangkan yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya. Dari 7 asas ini dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains. Model pembelajaran kontekstual CTL merupakan suatu model pembelajaran yang mengaitkan antara subyek materi konten isi dengan keterampilan intelektual yang dimiliki siswa dalam situasi dan kondisi yang disesuaikan dengan psikologi kognitif siswa dan kebutuhan lingkungan Komalasari, 2011. Penelitian terkait penggunaan model kontekstual salah satu nya penelitian Hayati, Supardi, dan Miswadi 2013 yang mengembangkan model kontekstual berbasis proyek untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan proses sains dan terdapat peningkatan hasil belajar kognitif siswa. Pembelajaran kontekstual berbasis proyek cukup berpotensi meningkatkan keterampilan proses sains siswa, yaitu siswa akan terbiasa menumbuhkan keterampilan kinerja ilmiah dan keterampilan memecahkan masalah. Keuntungan pembelajaran kontekstual diantaranya adalah siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan kompleks, misalnya pemecahan masalah, berpikir tingkat tinggi, kolaborasi, komunikasi yang siswa akan terlibat langsung dan memiliki tanggung jawab besar pada pembelajaran mereka sendiri. Beberapa penelitian terkait penggunaan model CTL dalam pembelajaran IPA serta gambaran pengaruhnya terhadap hasil belajar telah dilaporkan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Anak Agung Oka 2011 menemukan bahwa pembelajaran CTL dapat meningkatkan aktivitas belajar dan mempertahankan daya ingat siswa terhadap materi-materi pelajaran yang telah dipelajari dalam pembelajaran sains. Penelitian yang dilakukan oleh Suryanti, dkk 2006 menyimpulkan bahwa model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri dengan setting kelompok kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa di kelas dalam hal bertanya, mengemukakan pendapatide serta mendengarkan dengan aktif, serta dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pokok panas. Sementara penelitian yang dilakukan Dewi Ratnasari 2011 menunjukkan Ika Wulandari Utamining Tias, 2014 Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan komunikasi siswa dibandingkan penerapan pendekatan konvensional. Atas dasar paparan di atas penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang implementasi model pembelajaran CTL dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar untuk mencari bukti empirik tentang potensi model CTL dalam membangun kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa sekolah dasar dengan diberi judul : Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar.

B. Rumusan Masalah