1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah prevalensi penderita invaginasi pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan dengan Rumah Sakit Umum Dokter Pirngadi Medan periode 2006-2009.
1.3.2 Tujuan Khusus :
Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah: Mengetahui prevalensi kejadian penyakit invaginasi pada anak di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan Rumah Sakit Umum Dokter Pirngadi Medan periode 2006-2009 yang dilihat berdasarkan jenis kelamin,
tingkat umur, status gizi, dan jenis invaginasi.
1.4. Manfaat Penelitan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1.
Bagi pemerintah dapat memberikan gambaran prevalensi invaginasi pada anak khususnya di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dengan
Rumah Sakit Umum Dokter Pirngadi Medan periode 2006-2009. 2.
Bagi masyarakat dapat memberikan pengetahuan mengenai penyakit invaginasi pada anak sehingga diharapkan dapat menurunkan angka
morbilitas dan mortalitas. 3.
Bagi peneliti dapat dijadikan bahan informasi sebagai penambah latihan dalam membuat suatu penelitian dan dapat digunakan atau melengkapi
data penelitian bagi peneliti lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prevalensi
Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah
jumlah kasus yang ada dengan kondisi pada waktu tertentu dan penyebutnya adalah populasi total Dorland, 2002.
2.2 Invaginasi 2.2.1 Definisi
Invaginasi merupakan suatu keadaan, bagian saluran cerna dimasuki oleh segmen bagian bawahnya sehingga menimbulkan obstruksi intestinum Pickering,
2000.
2.2.2. Epidemiologi
Invaginasi merupakan penyebab obstruksi intestinum dijumpai pada umur antara 3 bulan sampai 6 tahun, kelainan ini jarang pada anak 3 bulan dan
frekuensi menurun setelah 36 bulan. Insiden bervariasi dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup dengan perbandingan laki-laki berbanding perempuan adalah 4:1
Pickering, 2000.
2.2.3. Etiologi
Penyebab invaginasi belum diketahui. Pada umur puncak insidens masih diduga bahwa terjadinya invaginasi akibat infeksi adenovirus, perubahan cuaca
atau perubahan pola makan. Sedangkan pada orang dewasa 5-10 penderita dapat dikenali hal-hal pendorong untuk terjadinya invaginasi, seperti apendiks yang
terbalik, divertikulum Meckelli, polip usus, atau kistik fibrosis Pickering, 2000.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Klasifikasi
Menurut Pickering, 2000. Berdasarkan lokasi dibagi dalam 5 tipe, yaitu: 1.
Ileo-ileal 2.
Ileo-colica 3.
Ileo-ileocolica 4.
Colo-colica 5.
Appendical-colica
2.2.5. Manifestasi Klinis
Pada kasus-kasus yang khas, nyeri kolik hebat yang timbul mendadak, hilang timbul, sering kumat dan disertai dengan rasa tersiksa yang
menggelisahkan serta menangis keras pada anak yang sebelumnya sehat. Pada awalnya, bayi mungkin dapat dihibur tetapi jika invaginasi tidak cepat di reduksi
bayi menjadi semakin lemah dan lesu. Akhirnya terjadi keadaan seperti syok dengan kenaikan suhu tubuh sampai 41 C, nadi menjadi lemah-kecil, pernafasan
menjadi dangkal, dan nyeri dimanifestasikan hanya dengan suara rintihan. Muntah terjadi pada kebanyakan kasus dan biasanya pada bayi lebih sering pada fase awal.
Pada fase lanjut, muntah disertai dengan empedu, tinja dengan gambaran normal dapat dikeluarkan pada beberapa jam pertama setelah timbul gejala kemudian
pengeluaran tinja sedikit atau tidak ada, dan kentut jarang atau tidak ada. Darah umumnya keluar pada 12 jam pertama, tetapi kadang-kadang tidak keluar sampai
1-2 hari. Pada bayi 60 mengeluarkan tinja bercampur darah berwarna merah serta mukus Mansoer, 2001 dan Pickering, 2000.
2.2.6. Patologi
Invaginasi paling sering adalah ileo-colica, diikuti ileo-ileocolica, colo- colica, dan appendical-colica. Bagian atas usus yang disebut intususeptum
mengalami invaginasi ke bawah, intususipiens sambil menarik mesentriumnya bersama-sama memasuki lumen yang pembungkusnya. Pada mulanya terdapat
suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran balik vena, selanjutnya terjadi pembengkakan invaginasi terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa
yang menghasilkan tinja mengandung darah, kadang–kadang mengandung mukus
Universitas Sumatera Utara
lendir. Puncak dari invaginasi dapat terbentang hingga kolon tranversum desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus yang terlantar. Setelah suatu
invaginasi idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang membentuk puncaknya tampak edema dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa
yang menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan invaginasi tidak menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya
mengakibatkan gangren usus dan syok Pickering, 2000.
2.2.7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis invaginasi dapat dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen, dan reposisi enema barium Jong, 2004
dan Pickering, 2000 : 1. Anamnese
Anamnese dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit,
anak ada riwayat dipijat, diberi makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan.
2. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rektum dari
invaginasi. Invaginasi didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan
dinding anus. Pada palpasi teraba sausage shape, suatu massa yang posisinya
mengikuti garis usus colon ascendens sampai ke sigmoid dan rektum. Massa tumor sukar diraba bila berada di belakang hepar atau pada
dinding yang tegang. Pada perkusi pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong.
Pada auskultasi bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik menjadi normal kembali di luar serangan.
Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginasi seperti porsio uterus
Universitas Sumatera Utara
disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah. Harus dibedakan dengan prolapsus rektum.
3. Pemeriksaan Rontgen Foto polos abdomen dapat menunjukkan padatan di daerah invaginasi.
Dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral dekubitus kiri. Posisi lateral dekubitus kiri ialah posisi penderita yang dibaringkan dengan
bagian kiri di atas meja dan sinar dari arah mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi juga dapat mendeteksi adanya
perforasi. Gambaran X-ray pada invaginasi ileo-coecal memperlihatkan daerah bebas udara yang fossa iliaca kanan karena
terisi massa. Pada invaginasi tingkat lanjut kelihatan air fluid levels. 4. Reposisi barium enema:
Reposisi hidrostatik dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan hidrostatik tidak boleh melewati
satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik, dapat
dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis Rontgen ditegakkan, syaratnya adalah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda
rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi tinggi. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum.
2.2.8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu foto polos abdomen dan reposisi barium enema Latief, dkk., 2005.
1. Foto polos abdomen memperlihatkan bagian proksimal invaginasi
banyak udara sedangkan bagian kanan kosong. 2.
Reposisi barium enema di bawah fluoroskopi didapati gambaran cupping dari invaginasi pemeriksaan ini kontraindikasi bila sudah
terdapat tanda- tanda peritonitis.
Universitas Sumatera Utara
Penatalaksaan
Penatalaksaan dapat dilakukan dengan reposisi barium enema dan reposisi operatif Pickering, 2000 dan Jong, 2004:
1. Pertama kali dibawa ke rumah sakit, bayi kemungkinan mengalami
dehidrasi dan memerlukan terapi cairan intravena secepatnya. Nasofaringeal Tube bisa digunakan pada bayi dengan perut yang
kosong. 2.
Reduksi invaginasi dilakukan dengan barium enema yang menggunakan prinsip hidrostatik. Reduksi dengan barium enema
hanya dilakukan bila tidak ada distensi yang hebat, tanda peritonitis, dan demam tinggi. Akan tampak gambaran cupping dan coiled spring
yang menghilang bersamaan dengan terisinya ileum oleh barium. Reduksi dengan barium enema dikatakan berhasil bila sudah mencapai
ileus terminal. 3.
Selain barium enema, terdapat reduksi manual pada operasi. Reduksi ini dilakukan bila terjadi perforasi, peritonotis dan tanda- tanda
obstruksi dan biasanya pada invaginasi yang sudah berlangsung 48 jam.
4. Kebanyakan anak yang dirawat sebelum dari 24 jam sembuh dari
invaginasi tanpa komplikasi. Dalam 48 jam setelah operasi anak akan dimonitor, anak akan menggunakan mesin untuk memonitor
temperatur, denyut jantung dan respirasi. Setidaknya selama 48 jam pertama, anak tidak bisa makan atau minum agar ususnya istirahat.
Anak akan mendapatkan terapi cairan untuk mencegah dehidrasi. Anak juga akan mendapat Nasofaringeal Tube untuk mengambil cairan di
dalam perut. Saat cairan dari Nasofaringeal Tube bersih dan jumlah cairan berkurang, anak bisa mulai makan sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran bagaimana prevalensi penyakit invaginasi pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
dengan Rumah Sakit Umum Dokter Pirngadi Medan pada periode 2006-2009.
Tabel 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
Penyakit invaginasi adalah penderita yang dikatakan sakit berdasarkan hasil
diagnosa dokter dan tercatat pada rekam medis.
Prevalensi adalah jumlah keseluruhan orang yang sakit invaginasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan Rumah Sakit Umum Dokter
Pirngadi Medan yang menggambarkan kondisi pada waktu tertentu.
Prevalensi penyakit invaginasi adalah penggambaran besarnya angka kejadian invaginasi pada anak yang terjadi pada suatu periode.
Umur adalah jumlah hari, bulan, tahun dilalui sejak lahir sampai waktu tertentu dan apakah berdasarkan tingkatan umur membedakan angka prevalensi
penyakit invaginasi. Jenis kelamin adalah istilah yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan secara biologis dan dibawa sejak lahir dan apakah berdasarkan Penyakit invaginasi
Prevalensi penyakit invaginasi
Berdasarkan: -
Jenis kelamin -
Umur -
Status gizi -
Jenis invaginasi
Universitas Sumatera Utara
karakteristik laki-laki dan perempuan membedakan angka prevalensi penyakit invaginasi.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun, dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan dan apakah berdasarkan tingkat status gizi
mempengaruhi angka prevalensi penyakit invaginasi. Jenis invaginasi yang dibedakan dalam 5 tipe yaitu, ileo-ileal, ileo-colica,
ileo-ileocolica, colo-colica, dan appendical-colica. Namun masih belum jelas perbandingan untuk masing-masing jenis invaginasi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian