2.2.4. Klasifikasi
Menurut Pickering, 2000. Berdasarkan lokasi dibagi dalam 5 tipe, yaitu: 1.
Ileo-ileal 2.
Ileo-colica 3.
Ileo-ileocolica 4.
Colo-colica 5.
Appendical-colica
2.2.5. Manifestasi Klinis
Pada kasus-kasus yang khas, nyeri kolik hebat yang timbul mendadak, hilang timbul, sering kumat dan disertai dengan rasa tersiksa yang
menggelisahkan serta menangis keras pada anak yang sebelumnya sehat. Pada awalnya, bayi mungkin dapat dihibur tetapi jika invaginasi tidak cepat di reduksi
bayi menjadi semakin lemah dan lesu. Akhirnya terjadi keadaan seperti syok dengan kenaikan suhu tubuh sampai 41 C, nadi menjadi lemah-kecil, pernafasan
menjadi dangkal, dan nyeri dimanifestasikan hanya dengan suara rintihan. Muntah terjadi pada kebanyakan kasus dan biasanya pada bayi lebih sering pada fase awal.
Pada fase lanjut, muntah disertai dengan empedu, tinja dengan gambaran normal dapat dikeluarkan pada beberapa jam pertama setelah timbul gejala kemudian
pengeluaran tinja sedikit atau tidak ada, dan kentut jarang atau tidak ada. Darah umumnya keluar pada 12 jam pertama, tetapi kadang-kadang tidak keluar sampai
1-2 hari. Pada bayi 60 mengeluarkan tinja bercampur darah berwarna merah serta mukus Mansoer, 2001 dan Pickering, 2000.
2.2.6. Patologi
Invaginasi paling sering adalah ileo-colica, diikuti ileo-ileocolica, colo- colica, dan appendical-colica. Bagian atas usus yang disebut intususeptum
mengalami invaginasi ke bawah, intususipiens sambil menarik mesentriumnya bersama-sama memasuki lumen yang pembungkusnya. Pada mulanya terdapat
suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran balik vena, selanjutnya terjadi pembengkakan invaginasi terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa
yang menghasilkan tinja mengandung darah, kadang–kadang mengandung mukus
Universitas Sumatera Utara
lendir. Puncak dari invaginasi dapat terbentang hingga kolon tranversum desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus yang terlantar. Setelah suatu
invaginasi idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang membentuk puncaknya tampak edema dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa
yang menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan invaginasi tidak menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya
mengakibatkan gangren usus dan syok Pickering, 2000.
2.2.7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis invaginasi dapat dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen, dan reposisi enema barium Jong, 2004
dan Pickering, 2000 : 1. Anamnese
Anamnese dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit,
anak ada riwayat dipijat, diberi makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan.
2. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rektum dari
invaginasi. Invaginasi didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan
dinding anus. Pada palpasi teraba sausage shape, suatu massa yang posisinya
mengikuti garis usus colon ascendens sampai ke sigmoid dan rektum. Massa tumor sukar diraba bila berada di belakang hepar atau pada
dinding yang tegang. Pada perkusi pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong.
Pada auskultasi bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik menjadi normal kembali di luar serangan.
Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginasi seperti porsio uterus
Universitas Sumatera Utara
disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah. Harus dibedakan dengan prolapsus rektum.
3. Pemeriksaan Rontgen Foto polos abdomen dapat menunjukkan padatan di daerah invaginasi.
Dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral dekubitus kiri. Posisi lateral dekubitus kiri ialah posisi penderita yang dibaringkan dengan
bagian kiri di atas meja dan sinar dari arah mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi juga dapat mendeteksi adanya
perforasi. Gambaran X-ray pada invaginasi ileo-coecal memperlihatkan daerah bebas udara yang fossa iliaca kanan karena
terisi massa. Pada invaginasi tingkat lanjut kelihatan air fluid levels. 4. Reposisi barium enema:
Reposisi hidrostatik dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan hidrostatik tidak boleh melewati
satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik, dapat
dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis Rontgen ditegakkan, syaratnya adalah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda
rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi tinggi. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum.
2.2.8. Pemeriksaan penunjang