selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar dari serbuk semula granul.
Dengan metode ini, baik bahan aktif maupun pengisi harus memiliki sifat kohesif agar massa yang jumlahnya besar dapat dibentuk. Metode ini khususnya
untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau suhu tinggi Ansel,1989.
Contoh tablet dengan teknik granulasi kering antara lain tablet desogestrel, alendronat sodium, alupurinol, amitryprilin.
c. Kompresi Langsung
Pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini
merupakan metode yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya, namun hanya dapat digunakan pada kondisi zat aktif yang kecil dosisnya, serta zat aktif
tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab. Ada beberapa zat berbentuk kristal seperti NaCl, NaBr dan KCl yang mungkin langsung dikempa, tetapi
sebagian besar zat aktif tidak mudah untuk langsung dikempa, selain itu zat aktif tunggal yang langsung dikempa untuk dijadikan tablet kebanyakan sulit untuk
pecah jika terkena air cairan tubuh. Secara umum sifat zat aktif yang cocok untuk metode kempa langsung adalah alirannya baik, kompresibilitasnya baik,
bentuknya kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet. Contoh tablet dengan teknik kempa langsung yaitu tablet
asetaminofen.
Universitas Sumatera Utara
6.6 Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet
a. Capping : pemisahan sebagian atau keseluruhan dari badan tablet
b. Laminasi : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih
c. Chipping : keadaan dimana bagian bawah tablet terpotong
d. Cracking : keadaan dimana tablet pecah, lebih sering di bagian atas-tengah
e. Picking : keadaan dimana granul menempel pada dinding die ada adhesi
f. Sticking : permukaan tablet menempel pada permukaan punch
g. Mottling : distribusi zat warna pada permukaan tablet tidak merata
6.7 STUDI PRAFORMULASI
6.7.1 Keterangan Spesifikasi Bahan 6.7.1.1 Zat Aktif
a. Klordiazepoksida
Rumus molekul : C
16
H
14
ClN
3
O Bobot molekul : 299,76
Klordiazepoksida mengandung tidak kurang dari 99,0 dan tidak lebih dari 101,0 C
16
H
14
ClN
3
O, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian: Serbuk hablur, kuning; tidak berbau; peka terhadap cahaya
matahari
Universitas Sumatera Utara
Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam kloroform P dan dalam etanol 95P
Jarak Lebur: antara 240 dan 244
Susut Pengeringan: tidak lebih dari 0,3; pengeringan dilakukan pada suhu 105
selama 3 jam Stabilitas penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Indikasi: derivat benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas, dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan
dengan rasa cemas, hipnotik, antikonvulsi, pelemas otot dan induksi anastesi umum.
Farmakologi: Klordiazepoksid merupakan prototype derivat benzodiazepine yang digunakan secara meluas sebagai antiansietas.
Mekanisme kerja : Merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Dari hasil penelitian ternyata klordiazepoksid bekerja
pada system limbic otak yang berhubungan dengan respon emosi. Farmakodinamik: Bekerja secara sentral tetapi perifer pada susunan secara
kolinergik, adrenergic dan triptaminergik. Pemberian oral mencapai kadar tertinggi dalam 8 jam dan tetap tinggi sampai 24 jam. Ekskresi melalui ginjal
lambat. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian: Sebagai antiansietas,
klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau suntikan dengan dosis 25-100 mg sehari dalam 2 atau 4 pemberian. Tersedia sebagai tablet 5 dan 10 mg.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap klordiazepoksi dan glaucoma. Efek samping: Mual, nyeri kepala, gangguan fungsi seksual, dan vertigo.
Universitas Sumatera Utara
b. Thyamin Hidroklorida Vitamin B