Sebaliknya apabila pergantian auditor terjadi karena peraturan yang membatasi masa perikatan auditnya, seperti yang terjadi di
Indonesia, maka perhatian utama beralih kepada auditor pengganti, tidak lagi kepada klien. Pada pergantian secara wajib, yang terjadi
adalah pemisahan paksa oleh peraturan.
2.1.2 Reputasi Auditor
Auditor merupakan pihak yang dianggap dapat independen serta mampu untuk menjembatani antara kepentingan pihak manajemen
dengan para pemegang saham. Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama
besar yang dimiliki auditor tersebut. Rudyawan dan Badera, 2008. Craswell, et al dalam Fanny dan Saputra, 2005
menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan memiliki
afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasional yang mempunyai kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut
mempunyai karakteristik yang dapat dikaitkan dengan
kualitas,seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. Reputasi KAP dipertaruhkan apabila opini yang
diberikan tidak sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Bukan hal yang gampang bagi auditor untuk memberikan status going
concern kepada perusahaan karena menyangkut reputasi dari
auditor itu sendiri. Auditor yang bereputasi baik akan cenderung menerbitkan opini going concern jika klien terdapat masalah
berkaitan opini going concern perusahaan. Geiger dan Rama 2006 menguji perbedaan kualitas audit antara KAP Big four
dengan KAP non Big four. Proksi penelitian ini adalah skala KAP yang digunakan untuk menilai reputasi KAP sama seperti
penelitian terdahulu.
2.1.3 Financial Distress
Financial distress merupakan suatu kondisi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Hal ini dapat dilihat dari
laporan keuangan perusahaan. Untuk menilai kesehatan suatu perusahaan dapat digunakan laporan keuangan yang terdiri dari
neraca, perhitungan laba rugi, iktisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan.
Hoffer 1980:20 dan Witaker 199:24 dalam Endri, 2009 mengumpamakan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi
dari perusahaan yang mengalami laba bersih net profit negatif selama beberapa tahun. Kebangkrutan sebagai kegagalan
didefenisikan dalam berbagai arti, yaitu: kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan Adnan dan Kurniasih, 2000:137 dalam Edri,
2009. Kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba Endri, 2009.
Perusahaan yang kondisinya buruk, banyak ditemukan indikator masalah going concern Ramadhany, 2004. Perusahaan yang
tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, tidak menerima opini going concern dari auditor. Namun semakin buruknya perusahaan
akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern Keown, 1991 dalam Januarti, 2009. Pemakai
laporan keuangan seringkali merasa pengeluaran opini going concern sebagai sebuah prediksi kebangkrutan Altman, 1982
dalam Setiawan, 2006. Altman 1968 telah melakukan studi serupa untuk menemukan
suatu model prediksi kebangkrutan dalam beberapa periode sebelum kebangkrutan benar-benar terjadi. Altman dan McGough
1974 dalam Fanny dan Saputra 2005 menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk
memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan
kelangsungan hidupnya, karena penelitiannya menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model
prediksi mencapai tingkat keakuratan hingga 82. Penelitian yang digunakan oleh Setyarno, et al 2006 juga berhasil membuktikan
bahwa model prediksi Altman berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
Model Z-score Altman sampai sekarang adalah yang paling banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi serta akademisi dibidang
akuntansi dibandingkan dengan model prediksi kebangkrutan lainnya Altman, 1993 dalam Fanny dan Saputra, 2005. Model
yang dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi yang dilakukan oleh Altman agar tidak hanya pada
perusahaan manufaktur yang go public saja model ini dapat diaplikasikan melainkan untuk perusahaan-perusahaan sektor
swasta juga. Model Z-score dinilai baik, karena dapat menganalisis dengan
handal tanpa memperhatikan ukuran perusahaan yang dianalisis. Apabila perusahaan sangat makmur didapati Z-score mulai turun
dengan tajam maka perusahaan harus waspada terhadap kebangkrutan. Atau apabila perusahaan baru survive, maka Z-score
dapat membantu perusahaan mengevaluasi dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen
perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Altman untuk perusahaan yang
bangkrut dan tidak bangkrut menunjukkan nilai tertentu. Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaaan
dengan model diskriminan adalah dengan melihat zone of ignorance yaitu daerah nilai Z.
Rumus Model Altman Z-Score untuk perusahaan manufaktur dan go public:
� = �, � ���� ������� ����� ��� �����
������ ������ +
�, � ����� ����� ������
������ ������ +
�, � ���������
������ ������ +
�, � ����� ����� �������
����� ���� �������� +
�, � ��������� ���� �������
������ ������
Tabel 2.1 Kriteria titik cut off Model Z-Score
Kriteria Nilai Z
Tidak bangkrutsehat jika Z lebih dari 2,99
Daerah rawan bangkrut gray area 1,81-2,99
Bangkrut jika Z kurang dari 1,81
Berdasarkan analisis ini apabila nilai Z dari perusahaan yang diteliti lebih kecil dari 1,8 beresiko tinggi terhadap kebangkrutan,
bila nilai Z berada diantara 1,81-2,99 dikatakan masih memiliki resiko kebangkrutan, bila diatas nilai 2,99 maka dikatakan aman
dari kebangkrutan.
2.1.4 Pendapat Audit