pemilik seperti melakukan pengawasan terhadap barang jaminan. Hal ini adalah penting karena kreditur sebagai penerima jaminan tidak menguasai sendiri barang
jaminan. Mahkamah Agung dalam keputusan yang telah penulis sebutkan terdahulu mempunyai pertimbangan yang sama, bahwa penyerahan hak milik kepada kreditur
dalam fidusia bukanlah penyerahan hak milik dalam arti yang sebenarnya sebagaimana halnya dengan perjanjian jual-beli sehingga kreditur bukanlah pemilik
penuh volle eigendaar atas barang jaminan, melainkan hanyalah pemilik terbatas, yang dimiliki oleh seseorang yang berhak atas barang jaminan. Hal ini adalah relevan
dengan maksud dan tujuan perjanjian tentang jaminan tersebut.
B. Jaminan Kredit Sebagai Salah Satu Bentuk Jaminan
Dalam masa pembangunan selalu ada keterkaitan yang mendukung antara perkembangan satu sektor dengan perkembangan sektor yang lain. Misalnya
perkembangan ekonomi, di mana dalam pengembangan usaha sarana yang mutlak adalah modal dan jasa bank berupa kredit sebagai urat nadi pengusaha. Untuk
mengimbangi perkembangan dalam bidang ekonomi terutama dalam jasa perkreditan diperlukan perangkat hukum jaminan yang memadai sebagai pendukung bidang
ekonomi. Hukum jaminan di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan di bawah ini: a.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Hukum jaminan merupakan bagian dari hukum benda Buku II KUH Perdata,
diatur di dalam bab tentang 1 Piutang-piutang yang diistimewakan Bab XIX, 2 Gadai Bab XX, 3 Hipotik Bab XXO : dengan berlakunya Undang-
undang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, maka hipotik yang mengatur tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Disamping itu terdapat Hukum Jaminan yang diatur diluar Buku II KUHPerdata yaitu didalam Hukum Perikatan Buku III KUH Perdata yaitu tentang
Penanggungan Bab XVII. b.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang, mengatur mengenai 1 surat-surat berharga, 2 asuransi, 3 kapal.
c. Undang-undang tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang
Berkaitan dengan Tanah UU No. 4 Tahun 1996 mengatur mengenai pertanahan termasuk yagn secara yuridis dapat dijaminkan yaitu 1 Hak Milik, 2 Hak Guna
Bangunan, 3 Hak Guna Usaha, 4 Hak Pakai atas Tanah Negara. d.
Undang-undang tentang Rumah Susun Undang-undang No. 16 Tahun 1985. e.
Undang-undang Perumahan dan Pemukiman UU No. 7 Tahun 1996. f.
Undang-undang tentang Perbankan UU No. 10 Tahun 1998 pasal 8 dan penjelasannya.
g. Undang-undang tentang Penerbangan UU No. 15 Tahun 1992.
Selanjutnya, jaminan dalam kaitannya dengan kredit merupakan salah satu syarat untuk dapat dikabulkannya permohonan kredit. Jaminan merupakan alat
terakhir bagi bank untuk mendapatkan pelunasan kewajiban debitur
25
artinya bila ternyata sumber utama pelunasan debitur yang berupa hasil keuangan yang diperoleh
dari usaha debitur tidak memadai sebagaimana yang diharapkan oleh bank dari debitur yang bersangkutan.
Sehubungan dengan arus perkembangan perkreditan dan perkembangan hubungan-hubungan hukum yang terjadi, memang diperlukan adanya hukum jaminan
yang mampu mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit dengan menjaminkan benda-benda yang akan dibelinya sebagai jaminan.
Hukum jaminan menurut Djuhaendah Hasan adalah perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur
atau pelaksanaan suatu prestasi. Di dalam rumusan ini tercakup pengertian jaminan kebendaan dan jaminan perorangan jaminan pihak ketiga.
26
Jaminan yang menurut hukum merupakan cara pengamanan pembayaran kembali kredit yang diberikan kepada debitur adalah sarana perlindungan bagi
keamanan kreditur yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur.
Dalam hal tersebut di atas, Kitab Undang-undang Hukum Perdata telah memberikan sarana perlindungan bagi kreditur seperti yang tercantum dalam pasal
1131 dan pasal 1132. Ketentuan pasal 1131 KUH Perdata ini merupakan jaminan secara umum atau jaminan yang timbul atau lahir dari undang-undang. Disini
undang-undang memberikan perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan
25
Indriani A. Haddy, Peranan Legal Officer Dalam Proses Pemberian Kredit, Makalah disampaikan pada Workshop on Legal Officer in Banking 1996, diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Keilmuan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 8 Mei 1996, hal. 17.
yang sama, dan disini berlaku asas paritas creditorum, di mana pembayaran atau pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara berimbang atau ponds-ponds
gewijs. Dengan demikian para kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren yang bersaing dalam pemenuhan piutangnya, kecuali apabila ada alasan
yang memberikan kedudukan preferen droit de preference kepada kreditur pemegang gadai dan hak tanggungan.
Droit de preference hanya dimiliki oleh para kreditur yang mempunyai hak kebendaan yaitu dengan mengikat perjanjian jaminan kebendaan terhadap benda
tertentu milik debitur, pengikatan mana bersifat hak mutlak atas benda tertentu yang diikat, sehingga apabila debitur melakukan wanprestasi atau cidera janji, maka
kreditur mempunyai hak terhadap benda yang diikat tersebut untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu daripada kreditur lainnya.
Sedangkan dalam jaminan perorangan tidak ada benda tertentu yang diikat dan yang menjadi jaminan adalah kesanggupan pihak ketiga atau janji pihak ketiga
untuk melunasi hutang debitur atau untuk pengamanan kelancaran pelaksanaan prestasi debitur. Di dalam jaminan perorangan, kreditur hanya berkedudukan sebagai
kreditur konkuren saja sebagaimana dalam jaminan secara umum dalam ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata.
27
26
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Cet. I, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1996, hal. 231.
27
Ibid, hal. 233.
C. Pentingnya Jaminan Kredit