setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Jaksa Agung selalu menjadi anggota kabinet, baik dengan status menteri atau pejabat setingkat menteri.
Semua undang-undang Kejaksaan yang pernah ada di bawah UUD 1945 tidak ada yang mengatur berapa lamakah jabatan Jaksa Agung. Oleh karena Jaksa Agung
berstatus menteri atau pejabat setingkat menteri yang menjadi anggota kabinet, maka praktik ketatanegaraan menunjukkan bahwa masa jabatan Jaksa Agung adalah sama
dengan jabatan Presiden dan kabinet yang dibentuknya. Meskipun masa penetapan pejabat-pejabat negara public tersebut selain
penetapan Jaksa Agung telah ditentukan oleh undang-undang, namun dalam rangka memberikan kepastian hukum maka seharusnya penetapan masa jabatan pejabat
publik seperti halnya penetapan masa jabatan jaksa agung masih belum ditentukan secara definitive, dan limitative sebagaimana penetapan masa jabatan pejabat publik
lainnya, sehingga perlu adanya Legislative Review mengenai Undang Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
B. Kedudukan Institusi Kejaksaan dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Negara
Dalam sejarah perkembangan institusi kejaksaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara Indonesia, Kejaksaan telah memiliki perkembangan yang
signifikan. Hal itu ditandai dengan perubahan-perubahan secara mendasar, yang memiliki persepsi berbeda mengenai kedudukan institusi kejaksaan dimulai dari
Undang Undang Dasar 1945, Undang Undang No. 15 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia hingga pada Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia hingga pada Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Berikut adalah pemaparan kedudukan institusi kejaksaan yang dilihat berdasarkan undang undang yang telah berlaku di Indonesia;
1.
Kedudukan Kejaksaan di bawah UUD 1945
Di dalam UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, tidak ditemukan satu katapun yang menyebut institusi kejaksaan, baik dalam Batang Tubuh
maupun Penjelasannya. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan Undang Undang Dasar Sementara 1950 yang menganut sistem pemerintahan Parlementer,
kata kejaksaan juga tidak ditemukan, kecuali kata “Jaksa Agung pada MAhkamah Agung” Pasal 106 UUD Sementara 1950, tetapi hanya dalam konteks pejabat tinggi
negara yang hanya dapat diwakili oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan pertama dan terakhir kalau didakwa dalam perkara pidana.
Ketentuan tersebut hanya mengatur “forum previlegiatum” yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kedudukan kejaksaan dalam ranah kekuasaan negara.
Sementara dalam UUD 1945 sebelum perubahan, hanya ada dua pasal saja yang mengatur badan Yudikatif ini, yakni ketentuan dalam Bab IX UUD 1945 tentang
“Kekuasaan Kehakiman” yang mengatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Pada saat itu, pemerintah berupaya menata ulang institusi kejaksaan, untuk tidak lagi mengikuti tradisi kolonial Belanda yang rancu sehingga Presiden Sukarno
mengeluarkan Keputusan Presiden No. 204 Tahun 1960, yang secara tegas memisahkan Kejaksaan dari Kementerian Kehakiman dan Mahkamah Agung, dan
menjadikannya sebagai suatu institusi yang berdiri sendiri dan merupakan bagian langsung dari kabinet. Inilah landasan hukum pertama yang menempatkan Kejaksaan
sepenuhnya sebagai bagian dari ranah kekuasaan eksekutif.
131
2. Kedudukan Kejaksaan Menurut UU Nomor 15 Tahun 1961
Undang Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan memposisikan kedudukan kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum
yang terutama bertugas sebagai penuntut umum, bahakan dalam konteks penyelesaian revolusi, kejaksaan bukan saja alat negara penegak hukum tetapi kejaksaan adalah
alat revolusi. Penegasan kedudukan kejaksaan dalam Undang Undang Nomor 15 Tahun
1961 mengandung dualitas makna bahwa jika dilihat dari penamaannya, sekalipun Kejaksaan sebagai alat penegak hukum bukan merupakan alat pemerintahan
eksekutif, namun jika dikaitkan dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b UU No. 15 Tahun 1961 ini bahwa penyelenggaraan tugas Departemen Kejaksaan diatur dengan
131
http:yusril.ihzamahendra.com20100820kedudukan-kejaksaan-dan-posisi- jaksaagung
, terakhir diakses tanggal 21 Januari 2013
Keputusan Presiden, sehingga memperlihatkan posisi Kejaksaan berada di bawah lingkungan pemerintah.
132
3. Kedudukan Kejaksaan Menurut UU Nomor 5 Tahun 1991
Berbeda dengan Undang Undang No. 15 Tahun 1961 menyebutkan bahwa dalam konsiderannya Kejaksaan adalah “alat negara” dan juga “alat revolusi”,
Undang Undang No.5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dalam konsiderannya tidak lagi menyebutkan kejaksaan sebagai “alat negara” tetapi
menyebutnya sebagai “lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dalam tatanan susunan kekuasaan badan-badan penegak hukum
dan keadilan”. Penegasan ini, lebih mempertajam dari rumusan UU No. 15 Tahun 1961, yang
menempatkan Kejaksaan sepenuhnya berada dalam ranah eksekutif. Selanjutnya dikatakan bahwa Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggungjawab tertinggi
kejaksaan yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan. Istilah Departemen Kejaksaan dan Menteri sebagai penyelenggaranya sebagaimana diatur
dalam UU No. 15 Tahun 1961 dihapuskan.
4. Kedudukan Kejaksaan Dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004
132
http:yusril.ihzamahendra.com20100820kedudukan-kejaksaan-dan-posisi- jaksa-agung-dalam-sistem-pemerintahan-presidensial
, diakses pada tanggal 21 Januari 2013
Perubahan terhadap undang undang tentang Kejaksaan terjadi pergolakan pada masa pemerintahan Presiden Megawati, yakni pada tahun 2004, ketika seluruh
proses perubahan Undang Undang Dasar 1945 telah selesai. Pada awalnya di era pemerintahan Presiden Megawati, baik DPR maupun Pemerintah sama-sama
berkeinginan untuk melakukan perubahan terhadap kedudukan kejaksaan yang berada di dalam kekuasaan eksekutif dan menjadikan sebagai lembaga negara yang berdiri
sendiri. Jika dilihat dari ketentuan Pasal 24 ayat 3 Undang Undang Dasar 1945
belumlah menafsirkan bahwa Kejaksaan adalah “lembaga penegak hukum yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan yang bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun”. Sementara itu, dalam hal melaksanakan tugas penuntutan, Kejaksaan adalah badan yang secara fungsional dimana tugas dan wewenangnya
berada di bawah kekuasaan kehakiman. Petugas Rumah Tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan yang juga terkait dengan kekuasaan kehakiman, dalam konteks teori
criminal justice system.
133
C. Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49PUU-VIII2010