Sejarah Perkembangan Institusi Kejaksaan

BAB III JAKSA AGUNG SEBAGAI PEJABAT NEGARA

A. Sejarah Kejaksaan Republik Indonesia

1. Sejarah Perkembangan Institusi Kejaksaan

Hampir seluruh negara modern di dunia ini mempunyai sebuah institusi yang disebut dengan istilah “kejaksaan”, yang mempunyai tugas utama melakukan penuntutan dalam perkara pidana ke pengadilan. Istilah “jaksa” atau “kejaksaan” sebagai institusi dalam bahsa Indonesia tidaklah mudah untuk dipersamakan dengan istilah yang sama dalam berbagai bahasa. Dalam bahasa Inggris dibedakan antara “attorney general” jaksa agung dengan “public prosecutor” penuntut umum. Demikian pula dalam Bahasa Belanda, dibedakan antara “officer van justitie” untuk istilah “jaksa” dan “openbaar aanklager” untuk “penuntut umum”. Sementara dalam bahasa Melayu Malaysia digunakan istilah “peguam negara” untuk jaksa, dan “pendakwa negara” untuk penuntut umum, yang kesemuanya berada dibawah Jabatan Peguam Negara. Jabatan ini adalah semacam Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Dalam Negeri. 101 Sebelum masa reformasi istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa kerajaan Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu 101 httpyusril.ihzamahendra.com20100820kedudukan-kejaksaan-dan-posisi- jaksaagung-dalam-sistem-presidensial, terakhir diakses pada tanggal 22 November 2012 pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan, istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam bahasa sansekerta. 102 Dalam doktrin kejaksaan ‘Trikarma Adhyaksa’ mengatakan bahwa kejaksaan ialah Satya Adhi Wicaksana yang berarti bahwa ‘Satya’ adalah kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia, ‘Adhi’ adalah kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pada rasa yang bertanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesame manusia, dan ‘Wicaksana’ adalah bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangannya. 103 Seorang peniliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah pejabat negara di zaman kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa 1350-1389 M. Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam siding pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi. 104 Kesimpulan tersebut didukung oleh peneliti lainnya, yakni H.H. Juynboll, yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas opzichter atau hakim tertinggi oppenrechter. Sementara itu, Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang peneliti 102 httpkejaksaan.go.idtentang_kejaksaan.php?id=3, terakhir diakses 12 Januari 2012 103 Ibid., 104 Ibid., Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang ‘adhyaksa’. Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad Pengadilan Negeri, Jurisdictie Geschillen Pengadilan Justisi dan Hoogerechtshof Mahkamah Agung dibawah perintah langsung dari Residen assisten Residen. 105 Lalu Belanda mengambil alih Lembaga Penuntut Umum dari Prancis dan memasukkannya dalam Undang Undang Hukum Acara Pidananya 1838 yang berdasarkan IR 1848 ditetapkan pula di Indonesia, khususnya Jawa dan Madura. IR ini kemudian diperbaharui dengan Staatsblad 1941 No. 44 sehingga menjadi HIR. HIR inilah yang kemudian didasarkan pada Undang Undang Darurat No. 1 Tahun 1951, sedapat mungkin dijadikan pedoman Hukum Acara Pidana seluruh Indonesia. 106 Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difungsikan pertama kali oleh Undang Undang pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 11942, yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.31942, No.21944 dan No.491944. Eksistensi kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, 105 Ibid., 106 Djoko Prakoso S.H, I Ketut Murtika S.H, Mengenal Lembaga Kejaksaan di Indonesia, Jakarta, PT Bina Aksara, 1987, hal.18 yakni sejak Saaiko Hooin pengadilan agung, Kootoo Hooin pengadilan tinggi dan Tihooo Hopoin pengadilan negeri. 107 Secara yuridis formal, Kejaksaan Republik Indonesia telah ada sejak kemerdekaan diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktut Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman. Pada masa itu, secara resmi digariskan bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk mencari menyidik kejahatan dan pelanggaran, menuntut perkara dan menjalankan putusan pengadilan dalam perkara criminal, serta mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum. 108 Namun pada masa reformasi lembaga Kejaksaan hadir di tengah gencarnya berbagai sorotan terhadap pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada, khususnya dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah, memasuki masa reformasi Undang Undang tentang Kejaksaan juga mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1991. 109 107 Ibid., 108 Ibid., 109 Ibid.,

2. Visi dan Misi Kejaksaan Republik Indonesia