Dasar tindak pidana karena perbuatan pembajakan Hak Cipta

pengaduan dari pihak-pihak yang dirugikan, baik para pencipta, pemegang izin, warga masyarakat sebagai konsumen ataupun negara sebagai penerima pajak. Delik aduan ini adalah dalam bentuk delik aduan mutlak absolute klachidelict, yakni peristiwa pidana yang hanya dapat dituntut bila ada pengaduan. Berlakunya UU No. 19 Tahun 2002, pelanggaran hak cipta menjadi Delik Biasa yang dapat diancam pidana bagi siapa saja yang melanggarnya. Adanya perubahan ini sebagai upaya pemerintah mengajak masyarakat untuk menghargai dan menghormati HKI mengingat masalah pelanggaran hak cipta telah menjadi bisnis ilegal yang merugikan para pencipta dan pemasukan pajakdevisa negara di samping masyarakat internasional menuding Indonesia sebagai “surga” bagi para pembajak. 9

D. Dasar tindak pidana karena perbuatan pembajakan Hak Cipta

Undang-Undang UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta membawa kemajuan baru dalam perlindungan hak tersebut, yang meliputi perlindungan terhadap buku, program komputer, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Dari sekian banyak ciptaan yang dilindungi sesuai UU itu, penulis mengkhususkan pembahasannya pada hak cipta atas lagu atau musik, mengingat maraknya pelanggaran yang terjadi. Bahkan Indonesia pernah dikecam dunia 9 Yuliati, et, al, Laporan Penelitian Efektivitas Penerapan UUNo.192002 tantang Hak Cipta terhadap karya musik Indilabel, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, 2004. Universitas Sumatera Utara internasional karena lemahnya perlindungan hukum terhadap hak cipta musik dan lagu tersebut. Dalam UU No 19 Tahun 2002 telah diatur perlindungan hukum terhadap pemegang hak cipta atas lagu atau musik baik secara perdata maupun secara pidana. Perlindungan hukum dimaksud diberikan kepada pemegang hak cipta musik atau lagu atas perbuatan pihak lain yang dengan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak ciptaan musik atau lagu. Perbuatan pengumuman ini sendiri adalah pembacaan, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain, Sedangkan perbuatan yang dikategorikan sebagai perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Masa perundingan untuk menentukan besarnya royalti tersebut, pihak penerima lisensi tidak ada kewajiban hukum untuk membayar royalti sebagai akibat perbuatannya untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaan musik atau lagu yang merupakan hak pemegang hak cipta. Persoalan ini perlu dimajukan mengingat adanya spekulasi dari para pengguna user yang tidak melakukan pembayaran royalti yang dengan sengaja mengulur-ulur waktu untuk tercapainya kesepakatan tersebut. Akibatnya tidak tertutup kemungkinan selama dalam masa perundingan yang bertahun-tahun perusahaan user menjadi bangkrut atau bubar sehingga royalti sebagai kewajibannya yang timbul sebelumnya tidak dapat terpenuhi. Universitas Sumatera Utara Untuk memberikan perlindungan terhadap pemegang hak cipta sesuai dengan undang-undang, maka setiap penerima lisensi user diwajibkan membayar royalti, hanya saja besarnya yang perlu disepakati. Dari sisi pidana, perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta musik atau lagu diatur dalam Pasal 72 Ayat 1 UU No 19 Tahun 2002 yang menentukan bahwa barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 49 Ayat 1 dan Ayat 2 dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat satu bulan danatau denda paling sedikit Rp 1.000.000 atau pidana penjara paling lama 7 tahun danatau denda paling banyak Rp 5 miliar. Selanjutnya dalam Ayat 2 ditentukan bahwa barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun danatau denda paling banyak Rp 500.000.000. Perbuatan pidana yang dilanggar dalam pasal tersebut adalah pelanggaran atas hak eksklusif. Ancaman hukuman minimum dan bersifat kumulatif, yang diatur dan ditentukan di dalamnya, merupakan kemajuan UU itu. Artinya, hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terikat kepada adanya ancaman hukuman minimal dan dapat menjatuhkan hukuman penjara sekaligus dengan hukuman denda. Dapat dilihat betapa UU No 19 Tahun 2002 ini memberikan perlindungan terhadap pemegang hak cipta atas musik atau lagu secara privat melalui penetapan Pengadilan Niaga sebagai lembaga peradilan yang berwenang memutus sengketa pelanggaran hak cipta musik atau lagu. Dengan ditetapkanya Pengadilan Niaga Universitas Sumatera Utara sebagai lembaga yang berwenang maka asas peradilan cepat dan kepastian hukum dapat segera terpenuhi mengingat ditetapkannya batas waktu untuk menyelesaikan dan memutus tuntutan ganti rugi tersebut selama 90 hari sejak gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari atas persetujuan Mahkamah Agung MA. Terhadap putusan pengadilan Niaga tersebut hanya tersedia upaya hukum kasasi yang dalam jangka waktu 90 hari setelah permohonan kasasi diterima, MA harus memberikan putusan atas permohonan kasasi tersebut. Demi kepentingan bisnis dengan mengingat keuntungan yang diperoleh melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan, UU No 19 Tahun 2002 memungkinkan untuk menyelesaikan perselisihan bidang hak cipta musik atau lagu melalui arbitrase dan sejumlah alternatif penyelesaian sengketa lainnya berdasarkan UU No 30 Tahun 1999 . Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN