Prospek pelaksanaan UU Hak Cipta

Ketidakpastian pemahaman juga timbul dalam kaitannya dengan karya rekaman suara danatau gambar pertunjukan pelaku performers. Terhadap karya seperti itu, performer berhak untuk melarang pihak lain memperbanyak atau menyiarkan rekaman UU Hak Cipta 2002 telah menetapkan karya rekaman suara tunduk pada rejim Hak Terkait. Menurut rejim ini, perlindungan difokuskan pada subyeknya, yaitu produser rekaman suara. Perlindungan diberikan karena pihak produser yang telah memprakarsai kegiatan merekam lagu-lagu dengan melibatkan penyanyi performerpelaku dan musisi termasuk arranger. Dalam kegiatan rekaman itu, lagu hanya merupakan salah satu unsur yang terkait. Hasilnya, terwujud dalam bentuk kaset atau CD atau bahkan VCD. Lalu, apabila kaset, CD atau VCD tersebut digunakan oleh para users, apakah penyanyi dan produsernya tidak berhak mendapatkan sebagian. 14

B. Prospek pelaksanaan UU Hak Cipta

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat 14 Hutagalung, Sophar Maru, Hak Cipta kedudukan dan peranannya di dalam pembangunan, Akademika Pressindo, Jakarta, 2004, hlm 82 Universitas Sumatera Utara meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para Penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 yang selanjutnya disebut Undang-undang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan. Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas. 15 Dengan memperhatikan hal-hal di atas dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Hak Cipta dengan yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi economic rights dan hak moral moral rights. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang 15 Damian, Eddy, Pengturan dan Pengertian Hak Cipta Sebagui Hak Kekayaan Intelektual, Jurnal, Pro Justitia Tahun XIX No. 3, Juli, FH Unpar, Bandung, 2001. Universitas Sumatera Utara tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan. Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Undang-undang No.19 tahun 2002 ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai: 1 database merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi; 2 penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik optical disc melalui media audio, media audiovisual danatau sarana telekomunikasi; 3 penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa; 4 penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak; 5 batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung; 6 pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi; 7 pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk- produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi; 8 ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait; Universitas Sumatera Utara 9 ancaman pidana dan denda minimal; 10 ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum. Tanpa mengabaikan berbagai permasalahan lain yang relevan, terdapat beberapa ketentuan penting dalam UU Hak Cipta 2002 yang perlu dikaji. Hal itu utamanya terkait dengan anggapan sebagian pelaku bisnis yang bereaksi merasa haknya tereduksi. Beberapa ketentuan tersebut diantaranya mencakup jabaran hak ekonomi, end user piracy, dan peniadaan perlindungan ganda bagi karya rekaman suara. Sejauh menyangkut jabaran hak ekonomi, UU Hak Cipta 2002 telah menegaskan kembali status dan legitimasi hak penyewaan atau rental right. Namun, hak seperti itu hanya berlaku untuk karya filmsinematografi dan program komputer. UU Hak Cipta 2002 memang tidak mengaplikasikannya pada karya rekaman suara sebagai obyek UU Hak Cipta sebagaimana sebelumnya, karena status karya rekaman suara telah dipindahkan perlindungannya kedalam rejim Neighbouring Right atau Hak Terkait. Di domain yang baru itu hak penyewaan diakui dan tetap diberlakukan. Menurut Pasal 1 angka 8 Undang- undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Universitas Sumatera Utara Hak cipta untuk program computer berlaku selama 50 tahun Pasal 30. Harga program komputer software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga Rp 500.000,00 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. 16 C. Pelaksanaan Undang-undang Hak Cipta khususnya tindak pidana pembajakan kaset serta cara menanggulanginya dari pihak industri perekaman suara maupun upaya dari pihak pemerintah Dibentuknya beberapa UU Hak Cipta sebagai hukum positif yang berlaku di Indonesia sekaligus menegaskan sikap Indonesia untuk mengakui dan melindungi HKI. Ketegasannya juga bisa dilihat dari jenis dan besarnya sanksi yang diancamkan kepada siapa saja yang terbukti melanggar ketentuan dalam undang-undang tersebut. UU Hak Cipta misalnya, mengancam pelanggarnya dengan ancaman pidana penjara maksimal hingga tujuh tahun danatau denda hingga Rp5 miliar. UU Merek juga mengancam pelanggarnya dengan pidana yang cukup berat, yaitu maksimal 5 tahun pidana penjara danatau denda hingga Rp1 miliar. Yang perlu juga diperhatikan adalah bahwa di Indonesia berlaku tiga norma hukum. Selain hukum positif, berlaku juga hukum Islam dan hukum adat. Idealnya 16 Widyopramono, 1992, Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya, Sinar Grafika, Jakarta Universitas Sumatera Utara apa yang diatur dalam satu norma hukum bersesuaian atau tidak bertentangan dengan norma hukum lainnya. Dengan kata lain, misalnya, apa yang diatur dalam norma hukum positif tidak bertentangan dengan norma hukum Islam dan norma hukum adat. Hal yang sama berlaku juga untuk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HKI. Idealnya, norma hukum positif yang dimuat dalam beberapa UU berkaitan dengan HKI tidak bertentangan dengan norma hukum lainnya. Ketidakjelasan prosedur dan kekurangjelian pemerintah daerah dalam merespon industri musik di daerah mengakibatkan hilangnya suatu peluang untuk sumber pemasukan kas daerah dan menunjukkan ketidakpedulian pemerintah daerah dalam melindungi hak cipta karya-karya musik daerah.Hambatan dari ketidakadaan label dalam setiap produksi album rekaman lokal sempat membuat distributor album rekaman resmi menolak mengedarkan produk tanpa label izin produksi. Baru setelah adanya jaminan bahwa kalau terjadi sesuatu masalah yang berkaitan dengan hukum maka si produser album rekaman lokal sendiri yang akan bertanggungjawab, maka beberapa distributor album rekaman resmi mau mendistribusikannya. Selain ketidaktahuan prosedur untuk mengesahkan produknya sehingga dapat dijual di pasaran secara resmi, produk-produk bukan bajakan tetapi illegal, memperlihatkan suatu gejala kekurang tanggapan dari aparat terkait. Misalnya tidak nampak adanya pendekatan atau sosialisasi kepada para produser-produser musik di daerah. Kemudian juga lamanya prosedur pengesahan, dalam kasus di Pontianak lamanya izin industri memakan waktu selama tiga bulan. Ketiadaan label ijin produksi dan pajak bagi produk album rekaman lokal menyebabkan kesulitan tersendiri untuk menghadapi pembajakan. Apabila mereka melaporkan produknya telah dibajak Universitas Sumatera Utara mereka takut mendapat tuduhan balik bahwa produknya juga illegal berada di pasaran. Dalam hal ini produser produk-produk illegal bukan bajakan berada dalam posisi yang lemah. Sementara itu bagi produser produk musik album lokal yang legal yang pernah menjadi korban pembajakan menunjukkan adanya keengganan untuk melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Karena berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah pihak kepolisian akan meminta uang penyisiran yang tidak sedikit jumlahnya tanpa jaminan adanya suatu penyelesaian masalah. Dengan melaporkan kepada pihak yang berwajib dalam hal ini polisi sebagai aparat negara mereka akan mendapat kerugian yang lebih besar. Padahal ASIRI sebagai suatu lembaga yang berkepentingan dengan pemberantasan pembajak ini seharusnya dapat merespon atau bahkan membantu produser-produser yang legal di daerah. Suatu fenomena memprihatinkan adalah putus asanya para produser yang legal terhadap upaya-upaya pemberantasan pembajakan. Upaya pemberantasan pembajak dianggap suatu yang sia-sia. Salah satunya nampak dari cover album rekaman kaset Genk Cobra, cukup terkenal di Yogyakarta dan Solo, yang menuliskan “Silahkan dibajak”. 17 Upaya lain yang dilakukan oleh produser musik lokal adalah dengan mencoba memberikan sentuhan moral dengan pesan yang dituliskan dalam produknya. Pesan tersebut seperti “sebagian dari penjualan kaset ini akan disumbangkan ke yatim piatu”. Hal seperti itu telah dilakukan oleh Jansen record di Makasar. Meskipun 17 Raharjo, Agus, Pemahaman dan Upaya Pencegahan kejahatan Hak Cipta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Universitas Sumatera Utara pesan moral tersebut dianggap juga tidak berhasil mengatasi pembajakan secara tuntas. Cara penyelesaian kasus pembajakan di Pontianak nampaknya sangat unik dan dianggap berhasil untuk melindungi produk-prodduk industri musik lokal dari pembajakan. Yaitu dengan cara denda adat, yang melibatkan tokoh-tokoh adat setempat. Pembajak dan korban dipertemukan oleh para tetua adat, kemudian disepakati jumlah denda yang harus dibayarkan. Nampaknya proses penyelesaian dengan cara seperti itu efektif diterapkan di Pontianak. Karena, sejak kasus itu di Pontianak tidak ditemui lagi kasus pembajakan terhadap produk-produk industri musik lokal. 18 Jika seseorang melakukan suatu pelanggaran terhadap hak cipta orang lain maka orang tersebut dapat dikenakan tuntutan pidana maupun gugatan perdata. Jika perusahaan melanggar hak cipta pihak lain, yaitu dengan sengaja dan tanpa hak memproduksi, meniru atau menyalin, menerbitkan atau menyiarkan, memperdagangkan atau mengedarkan atau menjual karya-karya hak cipta pihak lain atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta produk-produk bajakan. Disamping itu, dapat dikenakan gugatan perdata dari pemegang atau pemilik hak cipta itu, yang dapat menuntut ganti rugi dan atau memohon pengadilan untuk menyita produk-produk bajakan tersebut dan memerintahkan atau perusahaan menghentikan pelanggaran-pelanggaran itu. 18 Polisi Musnahkan Narkoba danVCD Bajakan” , Republika Online, http:www.republika.co.idkoran_detail.asp?id=242624kat_id=286kat_id1=kat_id2=, diakses 3 Juli 2008 Universitas Sumatera Utara Langkah pemerintah ini telah menuai protes dari kalangan pengusaha industri dan artis rekaman yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia ASIRI, meskipun sejumlah artis lain mendukung kebijakan pemerintah ini. Alasan pemerintah untuk mengenakan pita cukai rekaman pada Industri Musik adalah untuk mengatasi maraknya pembajakan, selain untuk meningkatkan penerimaan negara melalui cukai. Jika tujuan pemerintah adalah untuk memberantas pembajakan terhadap produk-produk rekaman, sepertinya pengenaan cukai pada industri musik tersebut bukan merupakan solusi yang tepat untuk memberantas pembajakan. Pada era tahun 80-an, Indonesia telah dihebohkan oleh adanya laporan dari musisi asal Amerika Serikat – Bob Geldof yang mengatakan bahwa negara Indonesia telah melakukan pembajakan terhadap produk-produk rekaman dalam bentuk kaset, dimana seluruh rekaman musik asing yang diperjualbelikan di Indonesia dilakukan tanpa memperoleh ijin dari perusahaan rekaman yang menjadi pemegang lisensi. Atas tekanan dari pemerintah Amerika Serikat, akhirnya pemerintah Indonesia mengambil langkah serius untuk menanggulangi praktek pembajakan dengan memerintahkan pengusaha rekaman agar menarik semua produk-produk rekaman yang tidak memiliki lisensi. 19 Peristiwa tersebut sangat ironis, karena Indonesia merupakan negara yang memiliki kedaulatan hukum, namun dalam menegakkan hukum harus mendapat kontrol dan tekanan dari negara asing. Tidak mengherankan apabila penegakan hukum di negeri ini tidak dapat dilakukan secara konsisten. Salah satu contoh nyata 19 Suherman, Ade Maman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002. Universitas Sumatera Utara adalah pada saat mulai diberlakukannya Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pada tanggal 29 Juli 2003, hampir seluruh pedangang CD, VCD dan DVD bajakan tidak tampak di pinggir-pinggir jalan, di tempat mereka biasa menggelar barang dagangannya. Namun beberapa minggu kemudian, sedikit-demi sedikit para pedagang tersebut mulai tampak menggelar kembali barang dagangannya, dan hingga sampai saat ini mereka dengan sangat leluasa dan terang-terangan berani menjual barang dagangannya di tempat keramaian. Kondisi ini semakin diperburuk dengan tindakan para aparat penegak hukum yang hanya melakukan razia terhadap para pedagang tetapi tidak terhadap sumber produk bajakan tersebut, sehingga produksi barang bajakan terus berlanjut. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah belum secara tuntas menyelesaikan masalah pembajakan, oleh karena masih terdapat produsen yang memproduksi barang bajakan tersebut yang belum tersentuh oleh aparat penegak hukum. Jika memang niat pemerintah adalah untuk memberantas praktek pembajakan, maka tanpa pengenaan cukai terhadap produksi rekamanpun sebenarnya hal tersebut sudah dapat dilakukan sejak belakunya UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun dalam kenyataannya, praktek perdagangan barang ilegal tersebut bukan semakin berkurang, malahan semakin marak diperdagangkan di kaki lima. Untuk membedakan bahwa suatu produk rekaman merupakan produk bajakan, tidaklah sulit, karena dari tampilan fisik dan kualitas produk serta harga jual, dapat dengan mudah diketahui bahwa produk tersebut merupakan hasil bajakan. Universitas Sumatera Utara Dari ketentuan tersebut, maka dengan pembuktian yang cukup sederhana sebenarnya aparat penegak hukum sudah dapat melakukan tindakan terhadap praktek pembajakan, sehingga kerugian negara yang diakibatkan oleh praktek pembajakan tersebut dapat dikurangi. Jika dilihat dari sisi penerimaan negara, pengenaan cukai terhadap produk-produk rekaman diharapkan akan menambah pendapatan bagi negara. Namun apabila hal tersebut juga dimaksudkan sebagai upaya untuk memberantas tindak pidana pembajakan nampaknya hal tersebut tidak akan berjalan efektif. Praktek pembajakan yang merupakan pelanggaran terhadap UU Hak Cipta, sudah sepatutnya jika sanksi pidana yang dikenakannya didasarkan pula pada UU Hak Cipta. Pelanggaran hak cipta dalam industri musik lokal dapat diidentifikasi berdasarkan beberapa cara. Berikut ini akan dipaparkan berapa cara yang umum dilakukan dalam pelanggaran hak cipta industri musik lokal: 1 membajak dalam bentuk merekam langsung dari tv kemudian diubah ke dalam format vcd untuk diperjualbelikan di tempat-tempat umum. Cara kerja pembajakan ini cukup popular di berbagai daerah, seiring dengan berkembangnya stasiun-stasiun tv lokal. Kasus dengan modus operandi yang juga berlaku dalam industri musik nasional ini, terutama dapat ditemukan di wilayah Bali, Surabaya, dan Bandung. Untuk wilayah Bali, hal itu dimungkinkan dengan adanya program siaran khusus lagu-lagu Bali secara teratur di Bali TV. Selain itu terdapat pula selingan-selingan pada pergantian berbagai acara tv ataupun adanya penayangan iklan musik lokal. Pada kasus di Surabaya dimungkinkan dengan adanya penayangan dalam selingan acara Universitas Sumatera Utara maupun pemasangan iklan di Jawa TV. Sementara pada kasus di Bandung pembajakan musik lokal dimungkinkan terjadi karena adanya siaran-siaran musik lokal di TVRI stasiun Bandung. 2 merekam dari vcd asli ke dalam format vcd. Beberapa daerah penelitian memang telah menghasilkan produk-produk industri musik lokal dalam format vcd. Hal itu dimungkinkan dengan pemanfaatan teknologi yang semakin familiar karena semakin mudah dipelajari dan murah. Sehingga dengan handycam yang penggunaannya semakin memasyarakat dan dibantu seperangkat komputer maka telah dapat diproduksi vcd musik lokal. Akan tetapi, pada sisi lain pemanfaatan teknologi komputer yang semakin familiar juga telah dimanfaatkan oleh para pembajak dengan cara meng- copy produk-produk asli ke dalam disk kosong untuk kemudian menjualnya ke pasaran. 3 merekam dari vcd kemudian diubah ke dalam bentuk mp3 dan diperjualbelikan ke pasaran. Produk-produk dalam format mp3 sangat digemari konsumen karena merekam banyak lagu dalam satu keping cakram disk dan murah harganya. Jumlah lagu yang terdapat dalam setiap keping mp3 minimal berjumlah 40 lagu. Oleh karena dapat merekam banyak lagu, maka dalam produk bajakan dengan format mp3 biasanya terdapat lebih dari dua album produk asli yang dibajak. Pada kasus industri musik di daerah terdapat produk mp3 bajakan yang merupakan campuran dari album pop lokal dan pop nasional. Universitas Sumatera Utara 4 dari kaset kemudian diubah ke dalam bentuk vcd. Dalam penelitian, cara seperti ini hanya terjadi satu kasus saja yaitu di Pontianak. Seperti diketahui bahwa kaset hanya menyajikan sisi audio saja, sementara vdc bersifat audio visual. Untuk mengisi ruang visual tersebut pembajak mengambil gambar apa saja. Dalam kasus-kasus produk industri musik nasional biasanya pembajak akan mengambil gambar penyanyi yang bersangkutan ketika melakukan pertunjukan di tv-tv nasional. Meskipun lagu dan penampilan tidak nyambung, lagu yang berada di format vcd bajakan bukan lagu yang dinyanyikan ketika penyanyi tersebut tampil di tv. Dalam kasus di Pontianak ada penyanyi yang dibajak tidak pernah melakukan pertunjukan untuk program tv dan tidak memproduksi vcd. Oleh karena tidak ada gambar si penyanyi, si pembajak kemudian menempatkan film Folra dan Fauna dalam vcd bajakan tersebut. 5 mengubah lagu atau karya musik. Dalam hal ini ada dua penyebabnya, pertama si pencipta lagu mengadaptasi lagu-lagu karya orang lain tanpa izin. Kedua, disebabkan adanya campur tangan produsen yang menginginkan produknya laku di pasaran tanpa memperdulikan hak cipta. Campur tangan produser dalam menentukan suatu produk rekaman terutama berlaku pada artis atau grup band yang dikontrak oleh produser rekaman. Hal ini dikarenakan musik yang dibuat harus berdasarkan orientasi pasar sang produser. Beberapa produser melakukan cara apapun untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin. Misalnya sampai saat ini masih ada produser di Bali yang mengambil beberapa lagu Mandarin, dan dibebankan kepada Universitas Sumatera Utara musisi untuk diganti kata-katanya, lalu lagu tersebut diganti nama penciptanya dan kemudian dinyanyikan oleh seorang penyanyi terkenal, iramanya Mandarin tapi bahasanya bahasa Bali. Demikian juga dengan lagu dangdut SMS yang diproduksi oleh sebuah perusahaan rekaman di Sumatra Barat. Adalah suatu lagu yang mengadaptasi lagu India. 6 merekam gambar pada saat pertunjukan berlangsung. Pengambilan bukan berasal dari tv tetapi langsung dari tempat suatu pertunjukan berlangsung. Biasanya diambil melalui alat rekam yang sederhana saja handycam. Hasil rekaman tersebut kemudian dijual dalam bentuk vcd. Dalam format vcd bajakan tersebut, gambar yang dilihat dapat berupa pertunjukkan langsung dari artis atau grup band yang direkam, bisa juga diisi dengan lagu lain. Artinya gambar berasal dari pertunjukkan secara langsung tetapi lagunya adalah lagu yang lain yang tidak dinyanyikan di pertunjukkan tersebut. Selain itu, ada juga bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta lainnya. Dalam hal ini adanya penggunaan lagu-lagu untuk nada dering maupun nada panggil yang digunakan pada handphone tanpa izin. Akan tetapi, kasus ini tidak banyak dijumpai di wilayah-wilayah yang diteliti. Fenomena yang paling umum ditemui dalam industri musik lokal adalah adanya produk legal tetapi tidak sah. Produk industri musik dibuat secara benar, artinya tanpa melakukan pembajakan atau pelanggaran karya cipta, tetapi tidak mempunyai izin produksi maupun izin penjualan dari departemen perindustrian, keuangan, atau kehakiman. Universitas Sumatera Utara Maraknya pembajakan kaset di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemegang hak cipta. Tindakan pembajakan kaset tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2002 dan bagi yang menyiarkan, menjual, barang hasil pelanggaran hak cipta akan dikenakan hukuman sesuai dengan Pasal 72 ayat 2 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA