II.3. Teori Propaganda
Teori propaganda menurut Herman dan Chomsky dalam bukunya Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media 1988, adalah
teori tentang media yang memaksakan kepentingannya sedimikian rupa agar diterima oleh publik.
Media mempropagandakan nilai-nilai tertentu untuk didesakkan kepada publik.
Bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa kepemilikan media sangat strategis, oleh karena itu, para penguasa media akan melakukan apapun agar
posisi mereka aman serta sejahtera. Sebenarnya, fokus model propaganda ini adalah pada ketidakseimbangan
antara kekayaan dengan kekuasaan, dan efek multilevel terhadap minat serta pilihan media massa. Maksudnya, uang dan kekuasaan dapat menyetir output
berita, serta memungkinkan pihak-pihak dominan swasta maupun pemerintah menyampaikan pesan-pesan sesuai dengan kepentingan tertentu pada publiknya.
Herman dan Chomsky memperkenalkan model propaganda yang
didalamnya terdapat filter-filter yang mempresentasikan kekuatan politik yang ada, yakni: ukuran besar-kecil kepemilikan dan orientasi media; Pengiklan;
Sumber berita; Falk; dan Ideologi anti komunisme. Herman, 1988: 3-29
Filter pertama adalah, ukuran besar-kecil kepemilikan media. Media mempunyai keterkaitan jaringan kepemilikan dengan institusi ekonomi lainnya,
sehingga media yang dominan dikuasai oleh sedikit orang. Mereka biasanya tergabung dalam grup tertentu. Kepemilikan media tidak hanya berjung disitu
saja, biasanya mereka yang menguasai media juga mempunyai kepemilikan pada bidang bisnis atau politik lain. Konsentrasi kepemilikan ini memengaruhi tingkat
Universitas Sumatera Utara
kemampuan media untuk bisa survive, karena, semakin luas jaringannya, semakin aman keberadaan media tersebut.
Filter kedua yang dijelaskan oleh Herman dan Chomsky adalah keberadaan iklan. Keberadaan iklan berfungsi untuk menopang profit bisnis
media. Media menjadikan iklan sebagai sumber utama bagi mereka. Sedikit banyak, pengiklan juga melekatkan ideologinya pada media terkait, karena
mereka memegang kendali dengan mengiklankan produk pada media tersebut. Bahkan tak jarang pengiklan juga menentukan konten media.
Kemudian, menilik pada filter selanjutnya yakni sumberberita, media massa membutuhkan legitimasi atas berita tersebut dengan menghadirkan sumber
berita narasumber yang dianggap otoritatif dalam menjelaskan suatu peristiwa. Menurut Herman dan Chomsky, sumber berita penting untuk dua hal. Pertama,
kredibilitas berita. Semakin sulit narasumber diraih, semakin prestise suatu berita. Kedua, media bisa mengklaim berita yang dihasilkan sebagai sesuatu yang
objektif. Filter keempat adalah flak. Flak merupakan respon negatif terhadap
pernyataan media yang biasanya berasal dari surat, petisi, telepon, gugatan hukum, dan bentuk-bentuk komplain dan protes lainnya Herman, 2002: 26.
Respon ini bisa jadi muncul secara sporadis tetapi bisa juga terorganisir oleh korporasi atau kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.
Filter terakhir adalah ideologi anti komunisme merupakan kontrol mekanisme. Komunisme mengancam kepemilikan para pemodal, sehingga
kekayaan mereka tidak bisa maksimal. Komunisme menjadi musuh bersama pada
Universitas Sumatera Utara
tahun 50-an, saat keberadaan Rusia, Kuba dan China menonjol. Ideologi dan musuh bersama tersebut menyatukan media dan pandangan publik. Sehingga,
opini publikdapat disetir sesuai dengan ideologi yang ada di negara tersebut, yang kemudian menempatkan posisi aman secara nasional.
II.4. Teori Agenda Setting