BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Media massa sebagai penyedia informasi, dewasa ini semakin memegang peran yang penting dalam kehidupan politik. Aktivitas media
dalam melaporkan peristiwa-peristiwa politik sering memberi dampak yang amat signifikan bagi perkembangan politik. Sebagai contoh,
kekuatan media massa pada tahun 1998 mampu mempercepat tumbangnya rezim Orde Baru oleh Gerakan Reformasi. Ketika itu, pemberitaan luas
tentang gerakan reformasi yang dilakukan mahasiswa beserta masyarakat oleh media cetak dan elektronik mampu mempercepat pengunduran diri
Presiden Soeharto. Dalam komunikasi politik, media acapkali tidak hanya bertindak
sebagai saluran yang menyampaikan pesan politik melainkan juga sebagai agen politik. Sebagai agen politik, media melakukan proses pengemasan
pesan framing of political messages dan proses inilah yang sesungguhnya menyebabkan sebuah peristiwa atau aktor politik memiliki
citra tertentu. Dalam proses pengemasan pesan ini, media dapat memilih fakta yang akan dan yang tidak dimasukkan ke dalam teks berita politik
Suwardi dalam Hamad, 2004: xvi.
Universitas Sumatera Utara
Media massa dalam melakukan produksi berita boleh jadi dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal antara lain berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media
dengan sebuah kekuatan politik tertentu. Sementara faktor eksternal berupa tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik yang berlaku
dan kekuatan-kekuatan luar lainnya. Pada era reformasi, sejumlah media massa memperlihatkan sikap
partisannya terhadap partai politik secara terbuka walaupun tidak menyatakan diri secara resmi sebagai pendukung salah satu partai politik.
Keterlibatan media massa dengan kegiatan politik, tidak semata-mata mencerminkan perhatian media terhadap politik, melainkan menyiratkan
pula adanya keterikatan atas dasar suatu kepentingan antara sebuah media dan kekuatan politik yang diberitakannya entah itu kepentingan ekonomi,
politik ataupun ideologis Hamad, 2004: 75. Untuk media cetak, Harian Media Indonesia MI merupakan salah
satu media yang sering menunjukkan sikap partisannya terhadap partai politik. Sepak terjang Surya Paloh sebagai pemilik surat kabar ini dalam
politik, tidak bisa dipungkiri mempengaruhi pemberitaannya. Terutama pemberitaan mengenai Partai Golkar, dimana Surya Paloh sempat menjadi
anggota MPR dari partai ini. Saat Surya Paloh masih aktif berkiprah di Partai Golkar, semua
berita mengenai Partai Golkar diberitakan secara positif. Citra positif
Universitas Sumatera Utara
dalam pemberitaan terhadap Partai Golkar yang dilakukan MI menunjukkan bagaimana pengaruh Surya Paloh sebagai pemilik dari MI
ketika itu. Beberapa penelitian menunjukkan bagaimana harian Media
Indonesia memberitakan Partai Golkar secara positif. Hasil penelitian Ibnu Hamad yang dituliskan dalam bukunya, Konstruksi Realitas Politik dalam
Media massa 2004, mengungkapkan bahwa dalam berita-berita mengenai Pemilu 2004, MI memperlihatkan sikap yang positif untuk
mencitrakan Partai Golkar. Situasi reformasi yang cenderung
mendiskreditkan Golkar disiasati agar tidak merusak hubungan politik dan ekonomi yang selama ini terjaga antara MI dan Golkar Hamad, 2004:
134. Yakni dengan memberi wacana positif ke semua partai. Bahkan, salah satu penelitian terbaru yakni pada Pemilu 2009, menunjukkan bahwa
pemberitaan MI cenderung berpihak dan mendukung calon presiden dari Partai Golkar. Dalam pemberitaan MI, Jusuf Kalla selalu dicitrakan secara
positif dengan memberitakan Jusuf Kalla sebagai calon presiden yang paling tepat memimpin Indonesia dikutip dari abstraksi skripsi Dewanto
Samodro, 2010. Namun, sejak kekalahan Paloh pada pemilihan ketua umum Partai
Golkar pada Musyawarah Nasional Golkar tahun 2009 di Pekan Baru, Surya Paloh tidak lagi aktif berkiprah di partai tersebut. Alih-alih, Paloh
bersama 44 orang deklarator lainnya mendirikan organisasi massa Nasional Demokrat pada tahun 2010. Hal ini boleh jadi berimplikasi pada
Universitas Sumatera Utara
perubahan arah pemberitaan MI mengenai Partai Golkar saat ini. Apalagi setelah Golkar berperan sebagai salah satu partai koalisi dalam
pemerintahan. Baru-baru ini Partai Golkar sebagai partai koalisi dalam
pemerintahan membuat suatu keputusan kontroversial dengan mendukung hak angket terhadap kasus mafia pajak dalam Sidang Paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat DPR. Padahal, Partai Demokrat yang notabene-nya adalah ‘rekan’ Partai Golkar dalam koalisi dan representatif dari
pemerintah, tidak menyetujui adanya hak angket tersebut dengan berbagai alasan.
Pengajuan hak angket terhadap kasus mafia perpajakan ini dilatarbelakangi oleh kasus penyelewengan biaya pajak yang dilakukan
oleh Pegawai Golongan Tiga Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Halomoan Tambunan. Sebagai salah satu hak istimewa DPR, hak angket boleh
dilaksanakan boleh juga tidak. Tentu pengajuan hak angket untuk menyelesaikan permasalahan ini memicu pro dan kontra dalam tubuh DPR
sendiri. Keputusan Golkar mendukung hak angket ini dipandang kontroversial oleh beberapa pihak dikarenakan peran Partai Golkar sebagai
partai koalisi yang seharusnya mendukung dan sejalan dengan pemerintahan.
Peristiwa ini dikemas pula oleh media massa dengan berbagai macam pandangan, tak terkecuali oleh Harian Media Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti
Universitas Sumatera Utara
bagaimana Harian Media Indonesia mengkonstruksi realitas Partai Golkar dalam pemberitaan mengenai hak angket kasus mafia pajak.
I.2 Perumusan Masalah