Santoso, Urip, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007
Sihombing, Irene Eka, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Jakarta : Universitas Trisakti, 2005
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, 1986 Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit Rajawali
Pers, 2006 Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta : Sinar Grafika, 2007
Sutedi, Adrian, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta : Sinar Grafika, 2007
Zendrato, Mariati, Bahan Ajar Pendaftaran Tanah Pemahaman Terhadap Perlindungan Hukum dan Kepastian Hak Atas Tanah, Medan,
2016
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 1973 Tentang Pengawasan Pemindahan Hak-Hak atas Tanah
Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 Tentang Badan Pertanahan Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah Peraturan Menteri Agraria dan Tata RuangKepala Badan Pertanahan
Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pelayanan Peralihan Hak Guna Bangunan Tertentu di Wilayah Tertentu
C. Internet
http:adln.lib.unair.ac.id http:irmadevita.com2016peralihan-hgb-karena-jual-beli-harus-selesai-dalam-8-
hari-kerja http:m.detik.comfinancepropertid-3149849mau-urus-izin-hgb-sekarang-bisa-
online-dan-selesai-2-hari http:www.bpn.go.idBeritaSiaran-Perskementerian-atrbpn-terbitkan-aturan-
percepatan-layanan-peralihan-hgb-61949 http:www.bpn.go.idPublikasiInovasiLayanan-Informasi-Online
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERANAN PPAT DALAM PERALIHAN HAK GUNA BANGUNAN
BESERTA AKIBAT HUKUMNYA
A. Tinjauan Umum Mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT
1. Pengertian PPAT Sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961, yang maka setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan Hak atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan Hak atas
tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan sesuatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria
selanjutnya dalam Peraturan ini disebut Pejabat. Akta tersebut bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria. Untuk
diketahui, bahwa dengan berlakunya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988, tanggal 19 Juli 1988, maka PPAT ini diangkat danatau
ditunjuk oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional. Kemudian setelah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961,
tertanggal 23 Maret 1961, maka tentang Pendaftaran Tanah berjalan berlaku ± 36 tahun Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1951 tersebut
dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional, sehingga perlu
penyempurnaan dan karenanya dengan keputusan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, tanggal 8 Juli 1997, tentang Pendaftaran Tanah,
Universitas Sumatera Utara
klitisosnya Pasal 65 dinyatakan tidak berlaku sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
21
Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa “Pejabat Pembuat Akta
Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-
akta tanah tertentu”. Dan juga berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah,
selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-
akta tanah”. Akhirnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998,
tertanggal 5 Maret 1998, tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan
perundangan mengenai jabatan PPAT yang telah ada tetap berlakunya sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti Peraturan
Pemerintah ini. Perlu diketahui bahwa adanya Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 pada hakekatnya merupakan suatu Peraturan Pemerintah yang dikehendaki oleh Pasal 7 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997. Sebagai pelaksanaan dari pada Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 tentang jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah
21
Mariati Zendrato, Op.cit., Hal 40
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pelaksanaan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1998, tertanggal 30 Maret 1998
tentang ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang peraturan jabatan Pembuat Akta Tanah ditegaskan di dalam PP Nomor
37 Tahun 1998, khususnya dalam Pasal 1 ayat 1, ditentukan : “Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT adalah
Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat Akta otentik mengenai Hak Atas Tanah atau Hak milik atas
Satuan Rumah Susun.”
22
Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT adalah sebagai pejabat umum. Namun
dalam peraturan perundang-undangan tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan pejaba
t umum. Maksud “pejabat umum” itu adalah orang yang diangkat oleh Instansi yang berwenang, dengan tugas
melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan tertentu.
23
2. Keharusan untuk dibuatkan akta Pada mulanya, dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961, maka setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, menggadaikan tanah, atau meminjam uang dengan hak atas
tanah sebagai tanggungan, serta memberikan suatu hak baru atas tanah, harus dibuktikan di hadapan seorang pejabat yang ditunjuk oleh Kepala
Badan Pertanahan Nasional. Akta dimaksud bentuknya ditetapkan oleh Kepala Badan
Pertanahan Nasional. Bagaimana kenyataannya?
22
Mariati Zendrato, Loc.cit.
23
Boedi Harsono, Op.cit., Hal 486
Universitas Sumatera Utara
Pada kenyataannya bahwa dengan meningkatnya pembuatan perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah secara
di bawah tanah atau tidak dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang menurut peraturan perundangan yang berlaku, sehingga mengakibatkan
usaha-usaha untuk mengadakan pengawasan secara seksama oleh pemerintah.
Karenanya maka tahun 1973, oleh Menteri Dalam Negeri telah diterbitkan. Instruksi Menteri Dalam Negeri, dengan Nomor 27 Tahun
1973, tertanggal 22 Desember 1973, tentang Pengawasan Pemindahan Hak-hak atas tanah, bersambung Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
Nomor Ba 16611174, tertanggal 9 Januari 1974. Dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor Ba 16611174
dimaksud, maka setiap pemindahan hak yang tidak dibuktikan dengan sesuatu akta, yang dibuat oleh di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah,
tidak akan dapat didaftarkan haknya sehingga kepada pemilik yang baru tidak diberikan tanda bukti hak sertifikat. Hal ini adalah suatu kerugian
bagi pemilik tanah yang baru, karena ia tidak akan mempunyai Tanda Bukti Hak yang kuat atas tanah yang dimilikinya itu.
3. Tugas dan wewenang PPAT Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
Pasal 2 ayat 1, maka seorang PPAT, bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti
telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu, mengenai Hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan dasar bagi
Universitas Sumatera Utara
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
Adapun perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 adalah sebagai
berikut : a. Jual beli tanah-tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai b. Tukar menukar Hak atas Tanah
c. Hibah Hak atas Tanah d. Pemasukan kedalam perusahaan inbreng
e. Pembagian hak bersama f.
Pemberian Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas MIR g. Pemberian Hak Tanggungan
h. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
24
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, seorang PPAT mempunyi kewenangan membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan hukum tentang hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.
Kewajiban PPAT, di samping tugas pokok ialah : 1. Menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya.
2. Menyimpan asli dari akta-akta yang dibuatnya.
25
24
Mariati Zendrato, Op.cit., Hal 40-41
25
Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia : Sudut Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1994, Hal 7
Universitas Sumatera Utara
Kewenangan seorang PPAT : 1. Untuk melaksanakan tugas sebagai dimaksud dalam Pasal 2
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, maka, seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 mengenai Hak atas tanah dan hak milik rumah susun yang terletak di
dalam daerah kerja. Pasal 3 ayat 1 PP Nomor 371998 2. Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya berwenang membuat akta tanah
atau hak milik rumah susun yang terletak di daerah kerja. Pasal 4 ayat 1 PP Nomor 371998
26
4. Jenis Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dibedakan menjadi 4 empat macam, yaitu :
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT adalah pejabat umum
yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Pasal 1 angka 1. 2. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara PPAT Sementara
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dengan
26
Mariati Zendrato, Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT Pasal 1 angka 2.
3. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus PPAT Khusus Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus adalah pejabat Badan
Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dengan
membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu. Pejabat Pembuat Akta
Tanah Khusus PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam
penunjukannya Pasal 1 angka 3. 4. Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti PPAT Pengganti
Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti PPAT Pengganti yaitu yang menggantikan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang
berhalangan sementara, misalnya karena cuti Pasal 38 ayat 3. Yang dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah
PPAT, adalah : 1. Notaris,
2. Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria yang dianggap mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang peraturan-peraturan pendaftaran tanah dan peraturan- peraturan lainnya yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak
atas tanah,
Universitas Sumatera Utara
3. Para pegawai pamong praja yang pernah melakukan tugas seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT,
4. Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Agraria.
27
5. Honorarium seorang PPAT PPAT Khusus melaksanakan tugasnya tanpa memungut biaya.
Sesuai dengan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, menentukan bahwa :
1. Barang jasa Honorarium seorang PPAT dan PPAT 0. 2. PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa
memungut biaya kepada seseorang yang tidak mampu. 3. Dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara dilarang
melakukan pungutan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Untuk sementara, termasuk uang jasa Honorarium saksi
tidak boleh melebihi 1 dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.
6. Bentuk Akta Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
khususnya dalam Pasal 21, ditentukan bahwa : Ayat 1 :
“Bentuk Akta PPAT ditetapkan oleh Menteri.” Ayat 2 :
27
A.P.Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bandung : CV. Mandar Maju, 1991, Hal 38
Universitas Sumatera Utara
“Semua jenis akta PPAT diberi nomor urut yang berulang, pada permulaan tahun Tahwin.”
Untuk diketahui, bahwa untuk memenuhi syarat otentik suatu akta, maka akta PPAT wajib ditentukan bentuknya oleh Menteri, dalam
hal ini Menteri Negara AgrariaPertanahan.
28
7. Daerah Kerja dan Formasi PPAT Daerah kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan
kewenangan seorang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalamnya.
Berdasarkan Pasal 12 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, bahwa
“Daerah Kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya”.
Apabila suatu wilayah KabupatenKotamadya dipecah menjadi 2 dua atau lebih wilayah KabupatenKotamadya, maka Pejabat Pembuat
Akta Tanah PPAT dapat memilih satu wilayah kerjanya, dan jika dia tidak memilih maka di tempat mana dia bertugas dan ada kantor
pertanahannya di situlah dianggap sebagai tempat kedudukannya dan disamping itu diberi dia tenggang satu tahun untuk memilih sejak
diundangkannya Undang-undang pembentukan KabupatenKotamadya Daerah Tingkat II, dan jika dia tidak memilih salah satu dari daerah kerja
tersebut, maka dianggap dia telah memilih kantor pertanahan di daerah
28
Mariati Zendrato, Op.cit., Hal 42
Universitas Sumatera Utara
kerjanya dan atas daerah kerja lainnya setelah satu tahun tidak lagi berwenang.
29
Formasi PPAT adalah jumlah maksimum PPAT yang diperbolehkan dalam satu satuan daerah kerja PPAT. Berdasarkan Pasal
14 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, bahwa “formasi PPAT ditetapkan oleh
Menteri, apabila formasi PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri menetapkan wilayah tersebut tertutup untuk
pengangkatan PPAT”. Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dapat mengajukan
permohonan pindah ke daerah kerja lain. Pengangkatan PPAT baru atau karena pindah daerah kerja, diajukan oleh yang bersangkutan kepada
Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dilengkapi dengan rekomendasi dari Kepala Kantor Pertanahan
di tempat tujuan pindah, dan dari Daerah asal tempat tugasnya, melalui Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
yang bersangkutan.
30
Sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional, tertanggal 30 Maret 1994 Nomor 4 tahun
1999, maka ditentukan bahwa : Ayat 1 :
29
A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Indonesia Berdasarkan P.P. No. 24 Tahun 1997 Dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah P.P. No. 37 Tahun 1998,
Bandung : CV. Mandar Maju, 1999, Hal 193
30
Ibid., Hal 217
Universitas Sumatera Utara
Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri untuk setiap denah kerja PPAT mempertimbangkan factor-faktor sebagai berikut :
a. Jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan. b. Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan.
c. Jumlah bidang tanah yang sudah bersertifikat di daerah yang bersangkutan.
d. Frekuensi peralihan Hak di daerah yang bersangkutan dan program mengenai pertumbuhannya.
e. Jumlah rata-rata akta PPAT di daerah kerja yang bersangkutan. Ayat 2 :
Formasi PPAT ditetapkan secara periodik dan ditinjau kembali, apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu sebagaimana
dimaksud ayat 1. 8. Pengangkatan dan Pemberhentian PPAT
a. Riwayat Pengangkatan Seorang PPAT Pada mulanya khusus untuk pengangkatan dan pemberhentian
para Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai dimaksud dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 dilakukan oleh Menteri
Agraria dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 tahun 1961 tertanggal 7 September 1961.
Untuk kemudian pada tanggal 5 Maret 1998, diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tertanggal 5 Maret 1998,
Universitas Sumatera Utara
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang khusus pasal 5 ayat 1, ditentukan
“Pejabat Pembuat Akta Tanah, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.”
Pasal 5 ayat 2 ditentukan “Pejabat Pembuat Akta Tanah diangkat untuk suatu Daerah
Kerja tertentu.” b. Pengangkatan seorang PPAT
Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional, Nomor 4 Tahun 1999 tertanggal 30
Maret 1999, ditentukan bahwa : Ayat 1 :
Untuk dapat diangkat sebagai PPAT, yang bersangkutan harus lulus ujian PPAT, yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
Nasional. Ayat 2 :
Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan untuk memenuhi formasi PPAT di Kabupaten atau Kotamadya tertentu yang
formasi PPAT belum terpenuhi. Ayat 3 :
Materi ujian PPAT terdiri dari : -
Hukum Tanah Nasional -
Pendaftaran Tanah -
Peraturan Jabatan PPAT
Universitas Sumatera Utara
- Pembuatan Akta PPAT
c. Syarat untuk dapat diangkat menjadi seorang PPAT Sesuai dengan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun
1998, tertanggal 5 Maret 1998, ditentukan bahwa : 1. Berkewarganegaraan Indonesia
2. Berusia sekurang-kurangnya 30 tiga puluh tahun 3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan Surat Keterangan yang
dibuat oleh Industri Kepolisian Setempat. 4. Belum pernah dihukum penjara, karena melakukan kejahatan
berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan Hukum Tetap.
5. Sehat jasmani dan rohani 6. Lulusan Program Pendidikan Spesialis Notaris atau Program
Khusus PPAT yang diselenggarakan Lembaga Pendidikan Tinggi. 7. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara
AgrariaBadan Pertanahan Nasional. d. PPAT dapat merangkap atau dilarang jabatanProfesi
Seorang PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris, Konsultan atau Penasihat Hukum. Pasal 7 ayat 1 PP Nomor 371998
Seorang PPAT merangkap jabatan atau profesi : 1. Pengacara atau advokat
2. Pegawai Negeri atau Pegawai Badan Usaha Milik Negara Daerah.
Pasal 7 ayat 2 PP No. 37 tahun 1998.
Universitas Sumatera Utara
e. Pemberhentian seorang PPAT Seorang PPAT berhenti menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah, karena : 1. Meninggal dunia, atau
2. Telah mencapai usia 65 tahun 3. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan
tugas sebagai
Notaris dengan
tempat kedudukan
di KabupatenKotamadya Daerah Tingkat II yang lain dari pada
daerah kerjanya sebagai PPAT, atau 4. Diberhentikan oleh Menteri
5. Periksa Pasal 8n ayat 1 PP Nomor 37 Tahun 1998. 6. Sedangkan di dalam pasal 8 ayat 2, ditentukan :
“PPAT sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT, apabila tidak lagi memegang jabatan sebagaimana,
dimaksud dalam pasal 5 ayat 3, huruf a dan b, atau diberhentikan oleh Men
teri.” f.
Pemberhentian dengan hormat dari Jabatan PPAT Seorang PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena : 1. Permintaan sendiri
2. Tidak lagi mampu menjalankan tugasnya, karena kesehatan badan, atau kesehatan jiwanya setelah dinyatakan oleh team pemeriksa
kesehatan yang berwenang atas permintaan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Universitas Sumatera Utara
3. Melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT
4. Diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau ABRI. Periksa Pasal 10 ayat 1, Peraturan Pemerintah Nomor 371998
Sedangkan sesuai dengan Pasal 10 ayat 2, Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, menentukan bahwa
seorang PPAT diperhatikan dengan tidak hormat dari jabatannya karena :
1. Melakukan pelanggaran berat, terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT.
2. Dijatuhi hukuman kurungan penjara, karena melakukan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau
penjara selama-lamanya 5 lima tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Untuk diketahui bahwa untuk PPAT, PPAT Sementara dan
PPAT Khusus yang berhenti dari jabatannya, kecuali karena pemberhentian sementara, sebagaimana dimaksud dalam pasal 11
Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, tertanggal 5 Maret 1998, wajib menyerahkan protokol PPAT-nya kepada PPAT, PPAT
Sementara atau
kepada Kepala
Kantor Pertanahan
KabupatenKotamadya setempat.
Universitas Sumatera Utara
Periksa Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1999, tertanggal 30 Maret 1999, Khusus
pada Pasal 10 ayat 1.
31
9. Pengangkatan Sumpah Jabatan PPAT Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998,
tertanggal 5 Maret 1998, khususnya dalam pasal 15 ditentukan bahwa : Ayat 1 :
“Sebelum menjalankan jabatannya, PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Kantor
Pertanahan KabupatenKotamadya di daerah kerja PPAT yang
bersangkutan.” Ayat 2 :
“PPAT Khusus, sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf C tidak perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT.”
Ayat 3 : “PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena pemecahan
wilayah KabupatenKotamadya sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, tidak pula mengangkat sumpah jabatan PPAT untuk melaksanakan
tugasnya di daerah kerjanya yang baru.”
32
PPAT wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Pertanahan KabupatenKotamadya di daerah kerja PPAT yang
bersangkutan, sebelum menjalankan jabatannya. PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena pemecahan wilayah KabupatenKotamadya,
31
Mariati Zendrato, Op.cit., Hal 43-45
32
Ibid., Hal 47
Universitas Sumatera Utara
tidak perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di daerah kerjanya yang baru.
33
Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan pengambilan sumpah jabatan dalam waktu 1 satu bulan setelah diterimanya laporan tersebut.
Pengangkatan sumpah jabatan PPAT dilakukan sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing dengan pengucapan kata-kata sumpah jabatan
sebagai berikut : “Demi Allah Saya bersumpah”
“Bahwa Saya, untuk diangkat menjadi PPAT, akan setia, dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, dan Pemerintah Republik
Indonesia”. “Bahwa Saya, akan menaati peraturan perundang-undangan di bidang
pertanahan dan yang berkaitan dengan ke-PPAT-an serta peraturan perundang-undangan
lainnya”. “Bahwa Saya, akan menjalankan jabatan Saya dengan jujur, tertib, cermat,
dan penuh kesadaran, bertanggung jawab serta tidak berpihak”. “Bahwa Saya, akan selalu senantiasa menjunjung tinggi kehormatan
Negara, Pemerintah, dan martabat PPAT”. “Bahwa Saya, akan merahasiakan isi akta-akta yang dibuat dihadapan
Saya dan protokol yang menjadi tanggung jawab Saya, yang menurut sifatnya atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan harus dirahasiakan”.
33
A.P.Parlindungan, Op.cit., Hal 194-195
Universitas Sumatera Utara
“Bahwa Saya, untuk diangkat dalam jabatan Saya sebagai PPAT secara langsung atau tidak secara langsung dengan dalih atau alasan apapun juga,
tidak pernah memberikan atau berjanji untuk memberikan sesuatu kepada siapapun juga, demikian juga tidak akan memberikan atau berjanji
memberikan sesuatu kepada siapapu n juga”.
34
10. Pelaksanaan PPAT Setelah pelaksanaan pelantikan, dan pengambilan sumpah
jabatan, Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT wajib melaksanakan jabatannya secara nyata, yaitu sebagai berikut :
a. Menyampaikan alamat kantornya, contoh tandatangan, contoh paraf, dan teraan capstempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi, BupatiWalikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor
Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan dalam waktu 1 satu bulan setelah pengambilan sumpah
jabatan. b. PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya,
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pengangkatannya atau penunjukan dari Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia atau pejabat yang ditunjuk. c. Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan
ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
34
Boedi Harsono, Hukum Agraria di Indonesia : Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta : Djambatan, 2002, Hal 709
Universitas Sumatera Utara
d. Dalam hal PPAT juga merangkap jabatan sebagai Notaris, maka kantor tempat melaksanakan tugas jabatan PPAT wajib di tempat yang
sama dengan kantor Notarisnya. e. PPAT tidak dibenarkan membuka kantor cabang atau perwakilan atau
bentuk lainnya yang terletak di luar dan atau di dalam daerah kerjanya dengan maksud menawarkan jasa kepada masyarakat.
f. Kantor PPAT harus dibuka setiap hari kerja kecuali pada hari libur
resmi, dengan jam kerja minimum sama dengan jam kerja Kantor Pertanahan setempat.
g. PPAT dilarang meninggalkan kantornya lebih dari enam hari kerja berturut-turut kecuali sedang menjalankan cuti.
Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dilarang membuat akta apabila PPAT sendiri, suami atau istrinya, keluarganya sedarah atau
semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat kedua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum
yang bersangkutan baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain.
35
11. Yang menandatangani Akta PPAT Semua Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai terurai
tersebut di atas, harus ditandatangani oleh semua pihak, oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan para saksi, yang dibuat dalam rangkap 4 yaitu :
35
A.P.Parlindungan, Op.cit., Hal 201
Universitas Sumatera Utara
a. 1 helai yang asli bermaterai Rp 6.000,- khusus untuk Hypotheek, akta asli harus bermaterai 1 dari uang jaminan = Hypotheeksom
untuk disimpan dalam protokol Pejabat. b. 1 helai bermaterai Rp 6.000,- untuk keperluan Kantor Pertanahan
KabupatenKotamadya c.q. Seksi Pendaftaran Tanah. c. 1 helai untuk keperluan lampiran izin bila diperlukan izin.
d. 1 helai untuk yang berkepentingan. 12. Larangan membuat Akta PPAT
Seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah harus menolak membuat Akta Peralihan Hak atau Pembebanan Hutang, dengan jaminan Hak atas
Tanah apabila : a. Hak atas tanah dimaksud dalam keadaan sengketa.
b. Hak atas tanah dalam sitaan. c. Hak atas tanah itu dikuasai Negara, tanah bekas kepunyaan orang
asing, apabila lewat 1 tahun sejak yang bersangkutan menjadi orang asing.
d. Yang mengalihkan hak ternyata bukan pemiliknya atau kurunnya. e. Yang menerima hak ternyata bukan berhak untuk memiliki hak atas
tanah itu. Misalnya : •
Orang asing kecuali untuk Hak Pakai. •
Badan Hukum untuk Hak Milik, kecuali Badan Hukum tertentu, sebagai tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun
1965. f.
Hak yang dialihkan adalah ternyata Hak Guna Usaha.
Universitas Sumatera Utara
g. Bidang tanah itu, ternyata terletak di luar wilayah kerja PPAT tersebut. h. Apabila tanah-tanah dimaksud :
• Telah ada sertifikatnya, tetapi tidak dapat ditunjukkan kepada
Pejabat. •
Belum membayar biaya pendaftaran pada Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya c.q. Seksi Pendaftaran Tanah.
• Belum dicocokkan dengan Badan Tanah yang ada pada Kantor
Pertanahan KabupatenKotamadya c.q. Seksi Pendaftaran Tanah. i.
Di samping itu, seorang PPAT dilarang membuat akta, apabila PPAT sendiri suami atau istrinya, keluarganya sedarah atau semenda, dalam
garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping derajat kedua menjadi pihak dalam perbuatan Hukum yang
bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain.
j. Untuk diketahui, bahwa sehubungan dengan adanya ketentuan bahwa
yang berwenang untuk membuat akta tanah, hanya para Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961, dilarang siapa saja untuk membuat Akta Tanah, apabila isi itu tidak ditunjuk oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional.
k. Demikian juga pada Kepala Desa dilarang untuk menguatkan perjanjian yang dimaksud dalam Pasal 19 PP Nomor 10 Tahun 1961.
Apabila perjanjian itu tidak miliki aktanya oleh Pejabat Pembuat Akta, khusus untuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan, ataupu Hak Guna
Usaha.
Universitas Sumatera Utara
13. Ketentuan Peralihan Sesuai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun
1998, maka dengan Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundangan mengenai jabatan PPAT, yang telah ada tetap berlaku,
sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan peraturan ini.
36
B. Akibat Hukum