Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru
TESIS
Oleh
ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN
127011118/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN
127011118/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Nama Mahasiswa : ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN
Nomor Pokok : 127011118
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. Bastari, MM)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
(4)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
2. Dr. Bastari, MM
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
(5)
Nama : ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN
Nim : 127011118
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWAJIBAN
VERIFIKASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS PERALIHAN HAK
ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA
PEKANBARU
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN Nim :127011118
(6)
Pekanbaru. Permasalahan tersebut disebabkan karena Walikota Pekanbaru menetapkan Peraturan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dengan melakukan verifikasi sebelum penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan bangunan dihadapan PPAT/Notaris. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ataupun Peraturan Pemerintah 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, telah mengatur bahwa pemungutan pajak BPHTB dilakukan dengan sistem menghitung sendiri pajak terutang(Self Assessment System)
dan tidak mengatur verifikasi.
Permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah bagaimana Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Pekanbaru, permasalahan kedua adalah apa sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di Kota Pekanbaru dan permasalahan ketiga adalah apa hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi dalam menentukan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang di Kota Pekanbaru.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analitis dan teori yang digunakan teori hierarki oleh Hans Kelsen dan teori kewenangan sebagai teori pendukung.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa sistem pemungutan BPHTB di Kota Pekanbaru berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menjadiOfficial Assesment System karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juncto Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak. Sanksi perpajakan terhadap hasil verifikasi yang lebih besar dari keadaan yang sebenarnya adalah jumlah BPHTB yang terutang menjadi Kurang Bayar dan atas kekurangan bayar tersebut akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dari jumlah BPHTB yang kurang bayar maksimal 24 bulan. Sedangkan sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya adalah jumlah BPHTB yang terutang menjadi Lebih Bayar, atas kelebihan bayar tersebut harus dikembalikan kepada Wajib Pajak dan apabila pengembaliannya terlambat diberikan, Dispenda Pekanbaru diwajibkan memberikan imbalan bunga sebesar 2% sebulan maksimal 24 bulan. Hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi untuk menentukan BPHTB terutang adalah kepastian
(7)
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak. Apabila Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru melakukan verifikasi maka hasil verifikasi tersebut harus dituangkan dalam produk hukum berupa Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) sesuai dengan ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah, SKPDKB sesuai dengan ketentuan Pasal 97 Undang-undang PDRD atau SKPDLB sesuai dengan ketentuan Pasal 165 UU PDRD. Selanjutnya Pemerintah Kota Pekanbaru diharapkan agar melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2010 tentang BPHTB serta Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak.
(8)
the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru. The problem occured because the City Mayor of Pekanbaru established the Local Regulation No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land and Building by doing the verification before signing the deed on the transfer of right to land and building before the Land Certificate Issuing Officer/Notary. Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies or the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself has regulated that the collection of tax of the duty obtained from the Right to Land and Building should be done through Self Assesment System and does not regulation verification.
The first problem arose in this study was how the system of collecting the duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru was implemented. The second problem was what tax were given to the NPOP (selling value of the tax object) as the result verification which is not in accordance with the true condition in the city of Pekanbaru. The third problem was what the juridical constraints of the activity of verification in determining the payable duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru were.
The result of this study showed that the system of collecting the duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru was based on the Regulation of the City Mayor of Pekanbaru No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land which become Official Assesment System because it was on the contrary to the Article 98 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies in conjuntion with Article 4 of the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself. The tax penalty against the result of verification which is bigger than the true condition was that the amount of the payable duty obtained from the Right to Land and Building became underpayment and an administrative sanction in the from of interest for 2% of the amount of the payable duty obtained from the Right to Land and Building for maximum 24 months was imposed to the underpayment. While the tax penalty for the NPOP (selling value of the tax object) as the result of verification which is smaller than that of the true condition was the amount of the payable duty obtained from the Right to Land and Building became overpayment, and the overpayment must be returned to the Taxpayer and if the return of overpayment is given late, the Local Revenue Service of Pekanbaru is required to provide the monthly interest of 2% for the maximum of 24 months. The juridical constraint of the activity of verification to determine the amount of the payable Duty Obtained from the Right to Land and Building was the law applied when the transfer of the right to land
(9)
Self Assesment in accordance with the provisions of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies collected based on the the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself. If the Local Revenue Service of Pekanbaru did the verification, the result of the verification must be stated in the product of law in the form of Local Tax Collection Notice in accordance with the provisions of Article 100 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies, SKPDKB in accordance with the provisions of Article 97 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies, or SKPDLB in accordance with the provisions of Article 165 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies. Then the City Government of Pekanbaru is expected to revise the Local Regulation No.04/2010 on BPHTB (Duty Obtained from the Right to Land and Building) and the Regulation of the City Mayor of Pekanbaru No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land in order to make them in accordance with Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies and the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself.
Keyword : Verification, Duty Obtained from the Right to Land and Building, City of Pekanbaru
(10)
(11)
dan rahmat serta karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWAJIBAN VERIFIKASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS
PERALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA
PEKANBARU.” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapkan terima kasih yang mendalam Penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum dan Bapak Dr. Bastari, MM selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas serta sabar memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Dengan selesainya penulisan tesis ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang
(12)
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan Fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan Fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini serta selaku penguji yang telah memberikan masukan maupun kritikan serta saran demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembimbing yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. BapakDr. Bastari, MM, selaku Pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta pengetahuan yang Penulis butuhkan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan selaku penguji yang telah memberikan masukan maupun kritikan serta saran demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat
(13)
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.
9. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini khususnya Budi SugiarsodanConny Rimawati Silaen.
10. Teristimewa Penulis ucapkan hormat kepada kedua orangtua Penulis atas doa-doa serta restu beliaulah Penulis dapat menyelesaikan studi pada Magister Kenotariatan.
11. Secara khusus penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada suami Penulis yaitu Kristianus Barus dan anak-anakku tercinta Gabriel Rendy Valentino Barusserta Ivan Marcelino Barus yang telah menjadi motivasi dan pemberi semangat kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan studi tepat pada waktunya.
Medan, Agustus 2014 Penulis,
(14)
Nama : Erika Jenri Halasan Panjaitan Tempat/ Tanggal Lahir : Parlanggean/01 Januari 1974
Status : Menikah
Alamat : Jl. Karya I / Miduk II Blok O No.20 Pekanbaru
II. ORANG TUA
Nama Ayah : Poltak Panjaitan
Nama Ibu : Ennawati Silalahi
III. PENDIDIKAN
1. SD Negeri 1 Panombean Tamat Tahun 1986 2. SMP Negeri 1 Panei Tongah Tamat Tahun 1989 3. SMA Negeri 1 Pematang Siantar Tamat Tahun 1992
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Tamat Tahun 2010
(15)
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 9
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 12
1. Kerangka Teori ... 12
2. Konsepsi... 19
G. Metode Penelitian... 23
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 24
2. Sumber Data... 25
3. Tehnik Pengumpulan Data... 26
4. Alat Pengumpulan Data ... 27
5. Analisis Data ... 27
BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI PEKANBARU ... 29
A. Defenisi Dan Klasifikasi Pajak ... 29
(16)
YANG SEBENARNYA DI KOTA PEKANBARU ... 64
A. Tinjauan Tentang Sanksi Hukum... 64
B. Sanksi Perpajakan ... 75
C. Sanksi Perpajakan Terhadap NPOP Hasil Verifikasi Yang Tidak Sesuai Dengan Keadaan Yang Sebenarnya di Kota Pekanbaru... 81
BAB IV HAMBATAN YURIDIS DARI KEGIATAN VERIFIKASI DALAM MENENTUKAN BPHTB TERUTANG DI KOTA PEKANBARU ... 99
A. Kepastian Hukum... 99
B. Kepastian Hukum saat beralihnya Hak atas Tanah dan Bangunan ... 104
C. Pengaruh Verifikasi Terhadap Kepastian Saat Beralihnya Hak Atas Tanah Dan Bangunan ... 110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118
A. Kesimpulan ... 118
B. Saran ... 119
(17)
Pekanbaru. Permasalahan tersebut disebabkan karena Walikota Pekanbaru menetapkan Peraturan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dengan melakukan verifikasi sebelum penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan bangunan dihadapan PPAT/Notaris. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ataupun Peraturan Pemerintah 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, telah mengatur bahwa pemungutan pajak BPHTB dilakukan dengan sistem menghitung sendiri pajak terutang(Self Assessment System)
dan tidak mengatur verifikasi.
Permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah bagaimana Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Pekanbaru, permasalahan kedua adalah apa sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di Kota Pekanbaru dan permasalahan ketiga adalah apa hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi dalam menentukan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang di Kota Pekanbaru.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analitis dan teori yang digunakan teori hierarki oleh Hans Kelsen dan teori kewenangan sebagai teori pendukung.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa sistem pemungutan BPHTB di Kota Pekanbaru berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menjadiOfficial Assesment System karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juncto Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak. Sanksi perpajakan terhadap hasil verifikasi yang lebih besar dari keadaan yang sebenarnya adalah jumlah BPHTB yang terutang menjadi Kurang Bayar dan atas kekurangan bayar tersebut akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dari jumlah BPHTB yang kurang bayar maksimal 24 bulan. Sedangkan sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya adalah jumlah BPHTB yang terutang menjadi Lebih Bayar, atas kelebihan bayar tersebut harus dikembalikan kepada Wajib Pajak dan apabila pengembaliannya terlambat diberikan, Dispenda Pekanbaru diwajibkan memberikan imbalan bunga sebesar 2% sebulan maksimal 24 bulan. Hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi untuk menentukan BPHTB terutang adalah kepastian
(18)
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak. Apabila Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru melakukan verifikasi maka hasil verifikasi tersebut harus dituangkan dalam produk hukum berupa Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) sesuai dengan ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah, SKPDKB sesuai dengan ketentuan Pasal 97 Undang-undang PDRD atau SKPDLB sesuai dengan ketentuan Pasal 165 UU PDRD. Selanjutnya Pemerintah Kota Pekanbaru diharapkan agar melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2010 tentang BPHTB serta Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak.
(19)
the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru. The problem occured because the City Mayor of Pekanbaru established the Local Regulation No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land and Building by doing the verification before signing the deed on the transfer of right to land and building before the Land Certificate Issuing Officer/Notary. Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies or the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself has regulated that the collection of tax of the duty obtained from the Right to Land and Building should be done through Self Assesment System and does not regulation verification.
The first problem arose in this study was how the system of collecting the duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru was implemented. The second problem was what tax were given to the NPOP (selling value of the tax object) as the result verification which is not in accordance with the true condition in the city of Pekanbaru. The third problem was what the juridical constraints of the activity of verification in determining the payable duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru were.
The result of this study showed that the system of collecting the duty obtained from the Right to Land and Building in the city of Pekanbaru was based on the Regulation of the City Mayor of Pekanbaru No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land which become Official Assesment System because it was on the contrary to the Article 98 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies in conjuntion with Article 4 of the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself. The tax penalty against the result of verification which is bigger than the true condition was that the amount of the payable duty obtained from the Right to Land and Building became underpayment and an administrative sanction in the from of interest for 2% of the amount of the payable duty obtained from the Right to Land and Building for maximum 24 months was imposed to the underpayment. While the tax penalty for the NPOP (selling value of the tax object) as the result of verification which is smaller than that of the true condition was the amount of the payable duty obtained from the Right to Land and Building became overpayment, and the overpayment must be returned to the Taxpayer and if the return of overpayment is given late, the Local Revenue Service of Pekanbaru is required to provide the monthly interest of 2% for the maximum of 24 months. The juridical constraint of the activity of verification to determine the amount of the payable Duty Obtained from the Right to Land and Building was the law applied when the transfer of the right to land
(20)
Self Assesment in accordance with the provisions of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies collected based on the the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself. If the Local Revenue Service of Pekanbaru did the verification, the result of the verification must be stated in the product of law in the form of Local Tax Collection Notice in accordance with the provisions of Article 100 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies, SKPDKB in accordance with the provisions of Article 97 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies, or SKPDLB in accordance with the provisions of Article 165 of Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies. Then the City Government of Pekanbaru is expected to revise the Local Regulation No.04/2010 on BPHTB (Duty Obtained from the Right to Land and Building) and the Regulation of the City Mayor of Pekanbaru No.10/2011 on the System and Procedure of Collecting the Duty Obtained from the Right to Land in order to make them in accordance with Law No.28/2009 on Local Taxes and Levies and the Government Regulation No.91/2010 on Kinds of Local Taxes Collected Based on the Determination of Head of Region or Paid by the Taxpayer Himself.
Keyword : Verification, Duty Obtained from the Right to Land and Building, City of Pekanbaru
(21)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur merupakan tujuan nasional negara Indonesia sebagaimana dimuat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan pembangunan yang melibatkan pemerintah dan seluruh potensi masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan.
Kelancaran pembangunan harus didukung oleh sumber daya alam dan sumber pendanaan atau keuangan yang memadai. Sumber keuangan negara berasal dari berbagai sektor pendapatan, namun salah satu sektor terbesar adalah pajak.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.1
Dasar Yuridis pemungutan pajak diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang memuat bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang.2
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
1Mardiasmo,Perpajakan, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), hal 1. 2Pasal 23A Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
(22)
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438), maka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian dan evaluasi.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa Pajak Daerah yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut
(23)
dengan Peraturan Daerah.
Pemberlakuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah untuk menyesuaikan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
BPHTB merupakan salah satu pajak objektif atau pajak yang terutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sebelum akta, risalah lelang atau surat keputusan pemberian hak dapat dibuat dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.3
Tanah dan bangunan adalah bagian dari sumber daya alam yang memberikan manfaat ekonomi bagi pemiliknya, oleh karena itu sudah sewajarnyalah orang/pihak yang memperoleh hak atas tanah tersebut menyerahkan sebagian dari nilai pembayaran ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, dalam hal ini BPHTB.
Pemungutan BPHTB adalah salah satu bagian yang sangat penting dalam proses peralihan hak ( balik nama ) atas tanah dan bangunan di Indonesia, karena Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) dilarang untuk menandatangani akta peralihan hak sebelum wajib pajak melunasi BPHTB sebagaimana mestinya.4
3Marihot Pahala Siahaan,Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori Dan Praktek, Edisi I ,Cet. I,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal.160
4Marihot Pahala Siahaan, Kompilasi Peraturan Di Bidang BPHTB, Panduan Dalam Penyusunan Aturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang BPHTB, Graha Ilmu,
(24)
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan disebabkan oleh :
1. Pemindahan hak karena: jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah.
2. Pemberian hak baru yang dikarenakan kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak.5
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak adalah peraturan pelaksanaan atas Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.6 Dalam peraturan ini ditetapkan bahwa pemungutan BPHTB dilakukan berdasarkan prinsip menghitung dan membayar sendiri pajak terutang(Self Assessment System).
Self Assessment System adalah suatu sistem perpajakan dalam mana inisiatif untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada di Wajib Pajak.7
Sistem pemungutan pajak dengan Self Assessment System memberikan kewenangan kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang sedangkan fiskus hanya mengawasi saja.8
Kota Pekanbaru merupakan salah satu daerah yang melaksanakan kewenangan pemerintahan pada kabupaten/kota sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk memenuhi ketentuan
Yogyakarta, 2010, hal. 7.
5
Darwin,Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), hal.141.
6
Pasal 98 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
7
Safri Nurmanu,Pengantar Perpajakan,(Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2003), hal. 110
8
(25)
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut, Pemerintah Kota Pekanbaru menetapkan Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat 2 Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memuat bahwa Sistem dan Prosedur pemungutan BPHTB diatur dengan Peraturan Walikota. Untuk melaksanakan dan memenuhi ketentuan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 04 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tersebut, Walikota Pekanbaru Peraturan Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagai landasan hukum operasional dan teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan BPHTB.
Sistem dan Prosedur Pemungutan BPHTB mencakup seluruh rangkaian proses yang harus dilakukan dalam menerima, menatausahakan, dan melaporkan penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Walikota tersebut.
Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di dalam lebih lanjut di dalam ayat 2 mengatur bahwa : “Prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. prosedur pengurusan Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan;
b. prosedur pembayaran BPHTB;
(26)
d. prosedur pendaftaran Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan;
e. prosedur pelaporan BPHTB; f. prosedur penagihan;
g. prosedur pengurangan.”9
Ketentuan Pasal 2 huruf c mengenai prosedur penelitian Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB dimuat sebagai lampiran III Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan tersebut, merupakan proses verifikasi kelengkapan dokumen dan kebenaran data terkait objek pajak yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB. Prosedur ini dilakukan setelah Wajib Pajak melakukan pembayaran BPHTB terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB melalui Bank yang Ditunjuk/ Bendahara Penerimaaan.10
Prosedur verifikasi yang dilakukan oleh Fungsi Pelayanan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru adalah untuk meneliti kebenaran data dan kelengkapan Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD BPHTB) dan dokumen pendukungnya dan dapat disertai dengan pemeriksaan lapangan.11
Penelitian kebenaran data peralihan hak atas tanah dan bangunan yang tercantum dan tertera dalam Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD BPHTB) merupakan syarat yang harus dilakukan 9Pasal 2 ayat 2 Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
10Lampiran III Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
11Pasal 2 ayat 5 Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem Dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru.
(27)
sebelum Fungsi Pelayanan menandatangani SSPD BPHTB. Apabila SSPD BPHTB belum ditanda-tangani oleh Fungsi Pelayanan Dispenda, maka penandatangan akta peralihan hak dihadapan PPAT/Notaris juga belum dapat dilakukan PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta peralihan hak tersebut setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak kepada PPAT/Notaris yang bersangkutan.
Dari hasil verifikasi akan diperoleh beberapa kemungkinan diantaranya adalah timbulnya pajak Kurang Bayar (KB) dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak lebih rendah dibandingkan hasil verifikasi. Sedangkan timbulnya pajak Lebih Bayar (LB) adalah karena NPOP lebih tinggi dibandingkan hasil verifikasi.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak mengatur secara tegas dan jelas tentang sistem pemungutan BPHTB. Akan tetapi peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, telah mengatur bahwa pemungutan pajak BPHTB dilakukan dengan sistem menghitung sendiri pajak terutang (Self Assessment System).
Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 sebagai peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah 04 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, mengatur Sistem dan prosedur pemungutan BPHTB dengan melakukan verifikasi sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak sebagai peraturan
(28)
pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah mengatur bahwa Sistem pemungutan BPHTB adalah Self Assesment System.12
Hal-hal tersebut di atas melatarbelakangi pentingnya untuk dilakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kota Pekanbaru.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kota Pekanbaru?
2. Apa sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di kota Pekanbaru?
3. Apa hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi untuk menentukan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang di Kota Pekanbaru?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
12Candra Fajri Ananda, dkk, Tim Asistensi Kementrian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal, Analisa Dampak Pengalihan Pemungutan BPHTB ke Daerah Terhadap Kondisi Fiskal Daerah, (Jakarta : Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2012), hal.11-12
(29)
1. Untuk mengetahui Sistem Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Pekanbaru.
2. Untuk mengetahui sanksi perpajakan terhadap NPOP hasil verifikasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di kota Pekanbaru.
3. Untuk mengetahui hambatan yuridis dari kegiatan verifikasi untuk menentukan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang di Kota Pekanbaru.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pajak khususnya mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
2. Secara praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para perangkat daerah dalam membuat petunjuk pelaksanaan peraturan daerah agar tidak memberikan pengaturan yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan dan informasi serta penelusuran yang dilakukan di kepustakaan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
(30)
Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Kota Pekanbaru, belum pernah dilakukan oleh peneliti lainnya terutama dalam topik dan permasalahan yang sama, sehingga dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Judul tesis lain yang berkaitan dengan masalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang pernah ditulis sebelumnya, adalah :
1. Penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam transaksi jual beli tanah dan bangunan di kota Tanjung Balai, oleh Chairumi, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Nomor Induk 117011056. Rumusan permasalahan yang dibahas adalah :
a. Bagaimana sistem pemungutan BPHTB dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di kota Tanjung Balai?
b. Bagaimana kepastian hukum terhadap transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di Tanjung Balai dengan adanya verifikasi oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKA) Kota Tanjung Balai?
c. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan BPHTB terutang di Kota Tanjung Balai?
2. Penelitian dengan judul “Kajian Yuridis terhadap Pelaksanaan Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Medan” oleh Wilson Saktisila Widjono, Mahasiswa
(31)
Magister Kenotariatan, Nomor Induk 107011049. Rumusan permasalahan yang dibahas adalah :
a. Bagaimana fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh PPAT/Notaris terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB atas pengalihan hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Medan?
b. Bagaimana sistem pemungutan BPHTB di Kota Medan?
c. Bagaimana kepastian hukum atas pembayaran BPHTB Terutang yang akta pengalihan hak atas tanah dan bangunannya telah dibuat oleh PPAT/Notaris di Kota Medan?
3. Penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum bagi PPAT/Notaris Yang dikenakan sanksi denda atas Penandatanganan Akta Peralihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebelum Wajib Pajak Membayar BPHTB studi di Kota Medan” oleh Ferymensen Bangun, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Nomor Induk 107011054. Rumusan permasalahan yang dibahas adalah :
a. Apakah penerapan sanksi denda yang dikeakan terhadap PPAT/Notaris atas penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum Wajib Pajak membayar BPHTB merupakan sanksi pajak?
b. Apakah dasar pertimbangan serta kewenangan terhadap penerapan sanksi denda bagi PPAT/Notaris atas penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum Wajib Pajak membayar BPHTB?
(32)
c. Bagaimanakah upaya perlindungan hukum bagi PPAT/Notaris yang dikenakan sanksi denda atas penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum Wajib Pajak membayar BPHTB? 4. Penelitian dengan judul “Analisis Hukum atas perbuatan oknum Notaris yang
menerima penitipan pembayarn BPHTB (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)”, oleh Agustina Lusiana Elisabet Lumbanbatu, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Nomor Induk 097011061. Rumusan permasalahan yang dibahas adalah :
a. Bagaimana tanggungjawab Notaris yang menerima penitipan pembayaran BPHTB dan Notaris tersebut tidak menyetorkan pajak BPHTB yang dititipkan kepadanya?
b. Bagaimana akibat hukum apabila seorang Notaris tidak membayarkan BPHTB yang dititipkan kepadanya?
c. Bagaimana kewenangan hukum Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam pengawasan Notaris?
Dari judul dan permasalahan pada penelitian di atas jika dikaitkan dengan penelitian ini bahwa judul dan permasalahannya tidak ada yang mirip atau menyerupai sehingga penelitian ini dinyatakan asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah berdasarkan metode yang digunakan.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
(33)
teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan(problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.13 Kerangka teori adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.
Teori merupakan suatu penjelasan yang berupaya menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.14
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.15
Teori-teori tersebut berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenara.
Berdasarkan pengertian teori dan kegunaan serta daya kerja teori tersebut diatas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan di Kota Pekanbaru, maka dipergunakan teori hierarki dan teori kewenangan.
13M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80. 14Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.134
15Made Wiratha,Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis,(Yogyakarta: Andi, 2006), hal.6
(34)
Teori Hierarki atau norma hukum berjenjang (stufentheorie) merupakan teori yang mengenai sistem hukum yang diperkenalkan oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang. Hubungan antara norma yang mengatur perbuatan norma lain dan norma lain tersebut dapat disebut sebagai hubungan super dan sub ordinasi dalam konteks spasial.16 Norma yang menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang dibuat inferior. Pembuatan yang ditentukan oleh norma yang lebih tinggi menjadi alasan validitas keseluruhan tata hukum yang membentuk kesatuan.
Norma hukum yang dimuat dalam suatu peraturan tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang diatur pada peraturan yang secara hierarki berada diatasnya. Secara garis besar ajaran norma hukum berjenjang berkisar pada pemahaman bahwa suatu norma hukum yang berada di bawah tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang berada di atas. Sebuah norma absah (valid ) karena (dan bila) diciptakan dengan cara tertentu yaitu cara yang ditentukan oleh norma lain di atasnya.17
Teori Hans Kelsen yang mendapat banyak perhatian adalah hierarki norma hukum dan rantai validitas yang membentuk piramida hukum (stufentheorie). Salah
16 Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safaat, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum,Cetakan I, (Jakarta : Sekretariat Jendreral & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal. 110.
17 Imam Soebechi, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal.9
(35)
seorang tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah murid Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky.
Teori Nawiaky disebut dengan theorie von stufenufbau der rechtsordnung. Susunan norma menurut teori tersebut adalah:
1. Norma fundamental negara(Staatsfundamentalnorm); 2. Aturan dasar negara(staatsgrundgesetz);
3. Undang-undang formal(formell gesetz); dan
4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung).18
Sedangkan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terdiri atas:
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; 4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.19
Teori hierarki digunakan dalam penelitian untuk menjawab tentang letak atau posisi dari Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagai peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 04 Tahun 2010 tentang Bea
18
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal.25
19Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerUndangan-Undangan
(36)
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di dalam Peraturan Perundang-undangan dan apakah Peraturan Walikota bertentangan atau tidak dengan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya.
Selain teori hierarki juga digunakan teori kewenangan sebagai teori pendukung. Suatu tindakan pemerintahan dapat diperoleh dari peraturan perundang-undangan baik secara langsung (atribusi) ataupun pelimpahan (delegasi dan sub delegasi) serta atas dasar penugasan (mandate). Pendapat ini juga dikemukakan oleh H.D.Van Wijk dan Wilem Konijnenbelt yang mengklasifikasikan cara perolehan kewenangan atas 3 (tiga) cara antara lain: :
a. Atributie:Teoleninning van een bestuursbevoegdheid door een wetgever aan een bestuurorgaan,atau atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.
b. Delegatie : Overdracht van een bevoegdheid van he teen bestuurorgan aan een ander atau delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya
c. Mandate : een bestuurorgan lat zijn bevoegdheid names hues uitoefenen door een ander, artinya mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.20 Kewenangan yang berdasar pada peraturan perundang-undangan dapat juga disebut dengan kewenangan konstitusionalisme yang secara sederhana didefinisikan sebagai, sejumlah ketentuan hukum yang tersusun secara sistematis untuk menata dan mengatur struktur dan fungsi-fungsi lembaga-lembaga negara termasuk dalam ihwal kewenangan.21
20Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada ,2006), hal. 105. 21
Jazim Hamidi dan Malik, Hukum Perbandingan Konstitusi, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2008), hal. 11
(37)
Syarat keputusan agar sah, apabila keputusan tersebut memenuhi syarat materiil dan formil. Adapun syarat Materiil meliputi:
1. Aparat pembuat keputusan harus memiliki kewenangan. Sumber kewenangan bisa karena atribusi, delegasi dan mandat. Ketidakwenangan dalam membuat keputusan dikarenakan:ratio ne materi; ratio ne loci dan ratione temporis;
2. Dalam kehendak tidak boleh mengalami kondisi kekurangan yuridis yang disebabkan karenadwang; dwaling;danbedrog;
3. Isi dan tujuan dari pembuatan keputusan harus sama dengan isi dan tujuan dari peraturan dasarnya.
Sedangkan syarat formil terkait dengan formalitas atau prosedur yang harus ditempuh untuk pembuatan keputusan tersebut yang meliputi:
1. Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya; 2. Prosedur dan syarat sebelum keputusan dibuat;
3. Apa yang harus dilaksanakan ketika keputusan di buat.
Apabila kedua syarat terus dipenuhi, maka keputusan tersebut akan menjadi keputusan yang sah, walau ada gugatan tidak akan menimbulkan masalah.22
Menurut Philipus M. Hadjon keabsahan tindakan pemerintah pada hakekatnya ditentukan oleh 3 (tiga) unsur utama, yaitu wewenang, prosedur dan substansi, dengan menggunakan parameter peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.23
Perihal 3 (tiga) unsur utama, keabsahan tindakan pemerintah sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka dijabarkan lebih lanjut:
1. Wewenang;
Dalam hal ini pihak yang mengambil atau melakukan suatu tindakan haruslah pihak yang memiliki kewenangan baik atributif maupun delegatif.
2. Prosedur;
Keabsahan tindakan pemerintah harus memenuhi prosedur sebagaimana ditetapkan dalam tata cara atau prosedur tindakan pemerintah yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Substansi;
22Ridwan HR,Op.Cit, hal.108 23Ibid, hal.110
(38)
Substansi tindakan pemerintah pada hakekatnya tidak boleh bertentangan dengan segala bentuk peraturan perundang-undangan, konsepsi Hak Asasi Manusia, maupun norma-norma yang ada dan hidup di masyarakat.
Ketiga unsur utama keabsahan tindakan pemerintah dapat diukur dengan tolok ukur berupa peraturan perundang-undangan maupun asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Dengan demikian setiap unsur dari tindakan pemerintah di satu sisi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan di sisi lain harus memenuhi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik.24
Apabila pada salah satu unsur keabsahan tindakan pemerintah terbukti bertentangan dengan suatu peraturan perundang-undangan, maka keabsahan suatu tindakan pemerintah tidak akan terpenuhi, demikian juga apabila tindakan pemerintah tidak memenuhi atau bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, maka keabsahan tindakan tersebut juga tidak akan terpenuhi.
Terkait dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), menurut Philipus M. Hadjon bahwa : Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) haruslah dipandang sebagai norma-norma hukum tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, yang meskipun arti yang tepat dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Dapat dikatakan, bahwa Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) adalah asas-asas hukum tidak tertulis, dari mana untuk keadaan tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat diterapkan.25
24Philipus Mandiri Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang bersih, Orasi Ilmiah Pegukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Airlangga, Surabaya, tanggal 10 Oktober 1994, hal.7
25Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hal. 237.
(39)
Sudikno Mertokusumo26 berpendapat bahwa keabsahan itu sendiri setara jika berbicara mengenai keberadaan hukum, sebagaimana pendapat bahwa hukum ada karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan yang sahlah yang menciptakan hukum. Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan yang sah pada dasarnya bukanlah hukum, jadi hukum bersumber pada kekuasaan yang sah.
Teori kewenangan digunakan dalam penelitian untuk menjawab tentang keabsahan kegiatan verifikasi oleh petugas Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagai peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 04 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2. Konsepsi
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional.27 Kegunaan dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis 26 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar , (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010), hal. 25
(40)
yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi - defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.
Agar terdapat persamaan persepsi dalam memahami penulisan di dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa konseptual sebagaimana terdapat di bawah ini:
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.28
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau selanjutnya disebut BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah susun, dan ketentuan perUndang-undang- perundang-undangan lainnya.29
Obyek pajak BPHTB adalah perolehan atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.
Obyek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah obyek pajak yang diperoleh: perwakilan diplomatik, negara untuk penyelenggaranaan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum, badan atau 28Liberty Pandiangan,Pemahaman Praktis Undang-undang Perpajakan Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal.345
(41)
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas; orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; orang pribadi atau badan karena wakaf; orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Verifikasi adalah pemeriksaan terhadap kebenaran laporan, pernyataan, perhitungan uang, dan sebagainya.30
Validasi adalah proses untuk memastikan bahwa pajak atas peralihan hak atas tanah tersebut benar telah dibayar, artinya validasi merupakan pekerjaan dokumentasi.
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) adalah harga transaksi atau nilai pasar atas tanah dan bangunan yang dialihkan atau diperoleh yang dimuat dalam akta peralihan hak, risalah lelang atau pemberian hak baru.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) adalah suatu jumlah dari Nilai Perolehan Objek Pajak yang tidak dikenakan pajak.
Harga Transaksi adalah harga perolehan hak atas tanah dan atau bangunan berdasarkan jual beli.
Nilai Pasar adalah nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena peralihan hak kecuali jual beli.
Wajib Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
30
(42)
Objek dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan, sedangkan Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Surat Setoran Pajak Daerah, yang disingkat SSPD, adalah surat yang dipergunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Walikota;
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang disingkat SKPDKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang harus dibayar;
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang disingkat SKPDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang disingkat SKPDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang; Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang disingkat SKPDN, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
(43)
Surat Tagihan Pajak daerah, yang disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
Self Assesment System adalah yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Official Assesment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
With Holding System yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan).
Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau alat bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.31
G. Metode Penelitian
Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu ”method” yang berarti cara atau jalan. Dan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode adalah menyangkut masalah cara kerja yaitu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
31 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Pedoman Perpajakan Lengkap berdasarkan Undang-Undang Terbaru,(Jakarta : PT. Indeks, 2010), hal.93.
(44)
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, di mana penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi normatifnya.32 Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan hukum sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku serta doktrin-doktrin.
Untuk menunjang diperolehnya data yang aktual dan akurat, penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu penelitian yang hanya menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yuridis, dengan tujuan menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian.33
Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan Undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.34
32Johny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya : Bayu Media Publishing, 2005), hal. 46.
33Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 116-117.
(45)
2. Sumber Data
Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan atau library research.35
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri dari:
1. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-undang Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 04 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak
35 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal 10-11
(46)
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
2. Bahan hukum sekunder adalah hasil penelitian para ahli yang termuat dalam literatur, artikel, media cetak maupun media elektronik mengenai perjanjian yang berhubungan dengan penelitian ini.
3. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, jurnal ilmiah yang berhubungan dengan materi penelitian. 3. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah dan menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang pemikiran tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Untuk mendukung data dalam penelitian ini digunakan pula dengan
wawancara dengan informan dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini yaitu para wajib pajak dan PPAT/Notaris wilayah kerja Kota P e k a n b a r u m a s i n g - m a s i n g 2 o r a n g .
(47)
4. Alat Pengumpulan Data
Bahan atau materi yang dipakai dalam tesis ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan (studi dokumen). Dari hasil penelitian kepustakaan diperoleh data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Melalui data sekunder akan tergambar penerapan peraturan perundang-undangan tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan di Kota Pekanbaru.
5. Analisis Data
Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.36
Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. “Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi”.37 Penelitian yang dilakukan dalam tesis ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan dibahas. Analisis data dilakukan dengan :38
36Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 101.
37Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 6. 38Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hal.45
(48)
a. mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti;
b. memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian; c. mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, asas atau doktrin;
d. menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, Pasal atau doktrin yang ada;
e. menarik kesimpulan dengan menggunakan pendekatan deduktif.
Dengan demikian kegiatan analisis data ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang diharapkan dapat memberikan kesimpulan yang dilakukan dengan memakai analisa dedukatif yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya mengambil hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan dari permasalahan dan tujuan penelitian ini.
(49)
BAB II
SISTEM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI PEKANBARU
A. Defenisi Dan Klasifikasi Pajak. 1. Defenisi dan Fungsi Pajak
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara dipandang sangatlah perlu untuk terus ditingkatkan sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian.39
Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.40
Pajak memiliki berbagai definisi yang pada hakikatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli adalah sebagai berikut.
1. P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-39Tjip Ismail,Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, (Jakarta : Yellow Printing, 2007), hal.1
40Ida Zuraida dan L.Y. Hari Sih Advianto,Penagihan Pajak Pajak Pusat dan Pajak Daerah Dilengkapi dengan Kompilasi Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011), hal.3
(50)
pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.41
2. Rochmat Soemitro.
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum.42
3. Soeparman Soemahamidjaja.
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.43 4. Edi Gernadi dan Kustadi Arinta.
“Pajak adalah pembayaran berupa uang pada perbendaharaan umum negara dan daerah yang dikenakan atas wajib pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.44
Pajak menurut Pasal 1ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memberikan
41 Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas, Panduan Komprehensif dan Praktis Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)(Jakarta: Salemba Empat, 2010), hal.2
42Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas,Ibid,hal.2
43R. Santoso Brotodihardjo, Penghantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hal.5
44 Edi Garnadi dan Kustadi Arinta, Intisari dan Sarana ketentuan Perpajakan Nasional, (Bandung: Alumni, 1984), hal. 4
(51)
defenisi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.45
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.
Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).46
45Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas,Ibid, hal.2 46Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas,Ibid,hal.3
(52)
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN. 2. Fungsi mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
3. Fungsi stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
4. Fungsi redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.47
2. Penggolongan Pajak.
Apabila ditinjau dari sifatnya pajak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Pajak Subjektif adalah pajak yag berpangkal atau berdsarkan pada subjeknya, dengan artian memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : pajak Penghasilan.
2. Pajak Objektif adalah pajak yang hanya memperhatikan objek tanpa memperhatikan wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan nilai dan Pajak penjualan berang mewah.48
47Ibid, hal.3
48Marihot Pahala Siahaan,Seri Hukum Pajak Indonesia, Hukum Pajak Elementer Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal.141
(53)
Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah (yang terbagi menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota). Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui undang-undang, yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan. Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraan pemungutannya dilaksanakan oleh Kementrian Keuangan.49
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Dengan demikian pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintahan daerah dengan Peraturan Daerah.50
Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berdasarkan pemungutnya di Indonesia dikenal 2 jenis pajak yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari :
1. Pajak Penghasilan
Diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009.
3. Bea Materai
Diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. 49Ibid, hal 142
(54)
4. Bea Masuk
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 jo. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
5. Cukai
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 jo. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Sedangkan Pajak Daerah terdiri dari : 1. Pajak Provinsi terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.51
B. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 1. Pengertian BPHTB
BPHTB merupakan salah satu pajak objektif atau pajak yang terutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar akta risalah lelang, atau surat keputusan pemberian hak dapat dibuat dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.52
51Waluyo,Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 2(Jakarta: Salemba Empat, 2011), hal.237 52 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori Dan Praktek, Edisi I ,Cet. I,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal.160
(55)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang harus dibayar sebagai akibat dari diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.
Pemungutan BPHTB diatur dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.53
Terdapat 3 (tiga) unsur yang terkandung dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), yaitu bea (pajak), perolehan, hak atas tanah dan bangunan, yang pengertiannya merupakan satu kesatuan, yaitu:
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.54
2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.55
3. Hak atas tanah: adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.56
4. Bangunan adalah hak yang melekat pada hak atas tanah. 53Ibid,hal.226
54 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, Pasal 1 ayat (1)
55 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, Pasal 1 ayat (2)
(56)
Subjek hukum atau Wajib Pajak dalam BPHTB adalah wajib pajak orang perorangan dan/atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan melalui perbuatan hukum dan peristiwa hukum.57
2. Objek BPHTB
Objek dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan,58 sedangkan Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Perolehan Hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.59
Undang-undang BPHTB mengatur bahwa perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi obyek pajak terdiri karena 2 (dua) hal, yaitu : Pemindahan Hak dan Pemberian Hak Baru. Pemindahan Hak yang merupakan obyek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) meliputi 13 (tiga belas) jenis perolehan hak, yaitu :
1. Perolehan Hak Karena Jual Beli.
Yaitu perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan oleh pembeli dari penjual (Pemilik tanah dan bangunan atau kuasanya) yang terjadi melalui transaksi jual beli, dimana atas perolehan tersebut pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual.
57Pasal 86 ayat 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
58Pasal 85 ayat 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
(1)
tertunda sampai dengan selesainya kegiatan verifikasi dan PPAT/Notaris menandatangani akta peralihan hak.
B. Saran
1. Diharapkan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru agar dapat mengembalikan sistem pemungutan BPHTB menjadi Self Assesment sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak.
2. Apabila Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru melakukan verifikasi maka hasil verifikasi tersebut harus dituangkan dalam produk hukum berupa Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) sesuai dengan ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah, SKPDKB sesuai dengan ketentuan Pasal 97 Undang-undang PDRD atau SKPDLB sesuai dengan ketentuan Pasal 165 UU PDRD.
3. Pemerintah Kota Pekanbaru diharapkan agar melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2010 tentang BPHTB serta Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Ananda, Candra Fajri, dkk, Tim Asistensi Kementrian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal, Analisa Dampak Pengalihan Pemungutan BPHTB ke Daerah Terhadap Kondisi Fiskal Daerah, Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Jakarta, 2012.
Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Asshiddiqie, Jimly dan Safaat, M. Ali, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum, Cetakan I, Sekretariat Jendreral & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.
Bohari, Pengantar Hukum Pajak,P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.
Brotodihardjo, Santoso,Pengantar Ilmu Hukum Pajak ,PT RefikaAditama, Bandung, 2008.
Darwin,Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010. Djafar, Saidi, Muhammad, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian
Sengketa Pajak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Fajar, Mukti dan Achmad Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.
Garnadi, Edi dan Arinta, Kustadi, Intisari dan Sarana ketentuan Perpajakan Nasional,Alumni, Bandung, 1984.
Hamidi, Jazim dan Malik, Hukum Perbandingan Konstitusi, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2008
Hadjon, Philipus M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987
HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, UII.Press, Yogyakarta, 2003
---, HukumAdministrasi Negara (edisi revisi), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011
(3)
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dan Lintasan Sejarah, cetakan VIII,
Husein, Umar,Metode Riset Bisnis, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 2003. Ibrahim, Johny Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media
Publishing, Surabaya, 2005.
Ilyas, B.Wirawan dan Burton, Richard,Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2004, Kanisius, 1995
Islahuzzaman,Istilah-istilah Akuntansi dan Audit, PT. Bumi Aksara, Jakarta,2012 Ismail, Tjip, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, 2007 Kansil, Christine S.T, dkk,Kamus Istilah Hukum, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2009 Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusamedia
& Nuansa, Bandung, 2007
Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Maju, Bandung, 1994. Mardiasmo,Perpajakan, Andi Press, Yogyakarta, 2003.
---,Perpajakan Edisi Revisi, Andi Press, Yogyakarta, 2011. Marzuki,Peter Mahmud,Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2009.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010)
Moleong, Lexy J,Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bndung, 2002. Muhammad, Rusli, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, PT. Raja Grafindo
Persada, 2006.
Nurmanu, Safri,Pengantar Perpajakan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003. Pandiangan, Liberty Pemahaman Praktis Undang-undang Perpajakan Indonesia,
Erlangga, Jakarta, 2002.
(4)
Saidi, Muhammad Djafar, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Peyelesaian Sengketa Pajak, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007
Siahaan, Marihot Pahala, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori Dan Praktek , Edisi I ,Cetakan I, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2005.
---, Hukum Pajak Elementer Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010.
Soebechi, Imam, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986
Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998
Suandy, E, Hukum Pajak Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta, 2005.
Sugiharti, Dewi Kania, Perkembangan Peradilan Pajak di Indonesia. Cet.1. PT. Refika Aditama, Bandung, 2005
Suhartono, Rudy dan Wirawan B. Ilyas, Panduan Komprehensif dan Praktis Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP),Salemba Empat, Jakarta, 2010
Sumarsan, Thomas, Perpajakan Indonesia Pedoman Perpajakan Lengkap berdasarkan Undang-Undang Terbaru, PT.Indeks, Jakarta, 2010
Suryabarata, Sumadi ,Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998
Sumyar,Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Perpajakan. Cet.1, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2004.
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001
---, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
Sutedi, Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
(5)
Syofrin, Syofyan dan Hidayat, Asyhar, Hukum Pajak dan Permasalahannya, Refika Aditaman, Bandung, 2009.
Thaib, Dahlan,Teori dan Hukum Konstitusi, PT. Grafindo Persada, 2008
Wiratha, Made, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006
Waluyo,Perpajakan Indonesia Edisi 7, Salemba Empat, Jakarta, 2007
---, Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 2, Salemba Empat, Jakarta, 2011 Y.Sri, Pudiatmoko,Pengantar Hukum Pajak, Penerbit Adi, Yogyakarta, 2002. Yudhanti, Ristina, Hukum Pajak, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang,
2010.
Zuraida, Ida dan Advianto, L.Y. Hari Sih,Penagihan Pajak, Pajak Pusat dan Pajak Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011
B. Peraturan Pundang-undangan.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah susun
undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundangan-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
(6)
Peraturan Daerah Pekanbaru Nomor 04 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Peraturan Kepala BPN Nomor 1/2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
C. Jurnal, Majalah, Bahan Internet dan Tesis
Bastari,Sistem Pemungutan BPHTB dalam Seminar BPHTB Pasca Pengalihan Dari Pajak Pusat Menjadi Pajak Daerahdi Medan pada tanggal 29 Januari 2013 Philipus Mandiri Hadjon,Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan
Pemerintahan yang bersih, Orasi Ilmiah Pegukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Airlangga, Surabaya, tanggal 10 Oktober 1994
Amir Islamudin, “BPHTB sebagai Pajak Daerah”, http://amir-islamudin.blogspot.com/2011/05/bphtb-sebagai-pajak-daerah.html diakses tanggal 14 Juli 2014
A.Fuad Rahmany, “Intisari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009” http://iprotax.wordpress.com/2012/03/08/ intisari-undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 diakses tanggal 14 Juli 2014
Direktorat Jenderal Pajak, “Seri KUP – Verifikasi Dalam Rangka Penerbitan Ketetapan Pajak”, http://www.pajak.go.id/content/seri-kup-verifikasi-dalam-rangka-penerbitan-ketetapan-pajak diakses tanggal 11 Juli 2014
Mikail Jam’an, Naslul Wirda, Raynold Tambunan & Sunarta Pormando,
“Meninjau-sistem-pemungutan-pajak di Indonesia”,
http://indonesiantaxation.blogspot.com/ 2009/11/meninjau-sistem-pemungutan-pajak di Indonesia diakses tgl 9 Juli 2014