Pengertian dan Ketentuan Umum Perjanjian Kerjasama

13

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

A. Pengertian dan Ketentuan Umum Perjanjian Kerjasama

1. Pengertian perjanjian Menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukan dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi kegiatan bisnis yang atau sedang berjalan tersebut. Perangkat hukum tersebutlah yang disebut dengan perjanjian. Kegiatan perjanjian yang dilakukan karena adanya kepentingan, tujuan dan kebutuhan para pihak, pada intinya diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Pengaturan tentang perjanjian, terdapat pada buku III KUHPerdata, yang terdiri dari atas suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum terdiri dari empat IV bab, dan bagian khusus terdiri dari lima belas XV bab.Bab II diatur ketentuan umum mengenai persetujuan sedangkan ketentuan khusus diatur dalam bab V sd XVIII ditambah bab VII A. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Buku III KUHPerdata tidak memberikan suatu rumusan dari perikatan, akan tetapi menurut ilmu pengetahuan hukum, dianut pengertian bahwa perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut. 13 13 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III: Hukum Perikatan Dengan Penjelasan , Bandung: Alumni Edisi Kedua, Cetakan I, 1996, hal. 1. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata, disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Seorang atau lebih berjanji kepada seorang lain atau lebih atau saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Ini merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum antara orang-orang yang membuatnya, yang disebut perikatan. 14 Menurut Setiawan 15 rumusan Pasal 1313 KUHPerdata selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja, s angat luas karena dengan digunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, menurut Setiawan perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai defenisi tersebut, ialah : a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum; b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata c. Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian adalah perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhad ap satu orang atau lebih.” Menurut Salim H.S. perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan 14 I.G. Rai Widjaya., Merancang Suatu Kontrak Contact Drafting, Kesaint Blanc, Jakarta, 2008, hal.21. 15 Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Bina Cipta, 1987, hal. 49. Universitas Sumatera Utara yang telah disepakinya. 16 Menurut Subekti, perikatan adalah suatu hubungan hukum mengenai harta kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan hak kepada satu pihak untuk menuntut kebendaan dari pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya tersebut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 17 Pengertian ini membatasi perikatan hanya pada aspek hukum harta kekayaan vermogenrecht. Hal ini untuk membedakan pengertian perikatan dalam lapangan hukum keluarga. Antara suami istri jelas terdapat perikatan menurut hukum, tetapi bukanlah perikatan dalam pengertian yang dimaksudkan dalam bagian ini. Sumber utama dari suatu perikatan adalah perjanjian yang dibuat secara sah. Perjanjian itu sendiri dalam KUHPerdata diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 18 Bila kita perhatikan defenisi tersebut, maka akan diperoleh kesan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan satu pihak. Abdulkadir Muhammad secara lebih lugas menyatakan bahwa defenisi tersebut mengandung kelemahan- kelemahan. 19 Kelemahan pertama, rumusan itu menunjukkan hanya ada perbuatan sepihak. Seharusnya rumusan “mengikatkan diri” diganti menjadi “saling mengikat kan diri” agar tampak adanya hubungan timbal balik. Kelemahan kedua, kata perbuatan mempunyai pengertian yang terlampau luas, termasuk perbuatan melawan hukum dan tindakan tanpa kuasa zaakwarneming. Kelemahan ketiga, perjanjian yang dimaksud dapat mencakup pula perjanjian perkawinan yang masuk ke dalam lapangan hukum keluarga. Kelemahan keempat, rumusan Pasal tersebut tidak menyebutkan apa tujuan dari pihak-pihak yang mengadakan 16 Salim H.S. Hukum Kontrak Teori Teknik Penyusunan Kontrak Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 27 17 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata Jakarta: Intermasa, 1980,., hal. 123. 18 Pasal 1313 KUHPerdata 19 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan Bandung: Alumni, 1982, hal. 78-79. Universitas Sumatera Utara perjanjian.Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, Abdulkadir mengusulkan suatu rumusan yang lain, yaitu: “perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”. Menurut sistem hukum perdata di Indonesia tidak dikenal istilah hukum kontrak. Hukum perdata mengenal istilah hukum perikatan dan hukum perjanjian. 20 Hukum perikatan menunjuk pada suatu hubungan hukum yang tidak semata-mata diakibatkan karena perjanjian. Misalnya, dalam hal terjadi perbuatan melawan hukum onrechmatigedaad, hubungan hak dan kewajiban antara orang yang dirugikan dengan pelaku perbuatan melawan hukum tidak disebabkan karena perjanjian, melainkan karena undang-undang menetapkan bahwa pelaku perbuatan melawan hukum harus membayar ganti kerugian yang terjadi karenanya. 21 Menurut Pasal 1233 KUHPerdata, hubungan hukum dalam perikatan dapat lahir karena kehendak para pihak, sebagai akibat dari persetujuan yang dicapai oleh para pihak, dan sebagai akibat perintah peraturan perundang-undangan. Dengan demikian berarti hubungan hukum ini dapat lahir sebagai akibat perbuatan hukum, yang disengaja ataupun tidak, serta dari suatu peristiwa hukum, atau bahkan dari suatu keadaan hukum. Peristiwa hukum yang melahirkan perikatan misalnya tampak dalam putusan pengadilan yang bersifat menghukum atau kematian yang mewariskan harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya. 22 Hubungan hukum dalam perikatan ini melibatkan dua orang atau lebih, yang merupakan para pihak dalam perikatan. Pihak-pihak dalam perikatan 20 R. Subekti, Ibid, hal. 122. 21 Pasal 1365 KUHPerdata. 22 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002 hal. 18. Universitas Sumatera Utara tersebut sekurangnya terdiri dari dua pihak, yaitu pihak yang berkewajiabn pada satu sisi, yaitu debitur dan pihak yang berhak atas pemenuhan kewajiban tersebut pada sisi lain yaitu kreditur. Tidak mungkin lahir suatu perikatan yang hanya terdiri dari satu pihak saja, meskipun dalam pihak tersebut terdapat lebih dari satu orang, hal ini adalah konsekuensi logis dari sifat perikatan itu sendiri yang melahirkan kewajiban pada pihak pada pihak yang satu dalam perikatan. Kewajiban pada satu pihak, meskipun tidak disebutkan secara langsung dalam sebagian besar ketentuan KUHPerdata, dapat melahirkan atau menciptakan pihak lain yang berhak atas pemenuhan kewajiban tersebut. 2. Ketentuan umum perjanjian a. Syarat sahnya perjanjian Sebuah perjanjian yang telah memenuhi syarat dan sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui undang-undang, harus dibuat sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata adalah sepakat mereka yang mengikatkan diri, cakap membuat perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. 23 Keempat syarat ini biasa juga disingkat dengan dengan sepakat, cakap, hal tertentu dan sebab yang halal. Dua syarat pertama dari keempat syarat tersebut disebut dengan syarat subjektif, yang apabila tidak terpenuhi dua syarat ini maka konsekuensi hukumnya adalah perjanjian dapat dibatalkan vernietigebaar. Artinya bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang telah disepakatinya. Adapun syarat ketiga dan 23 Mohd Syaufi Syamsuddin., Perjanjian-perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Jakarta: Saran Bhakti Persada, 2005, hal. 6. Universitas Sumatera Utara keempat disebut dengan syarat objektif, dimana apabila tidak terjadinya syarat tersebut maka perjanjian batal demi hukum. Artinya perjanjian itu dianggap tidak ada. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri Syarat pertama sahnya suatu kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus para pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan karena kehendak itu dapat dilihatdiketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan : a. bahasa yang sempurna dan tertulis b. bahasa yang sempurna secara lisan c. bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. d. bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya; dan e. diam atau membisu tetaapi asal dipahami atau diterima pihak lawan Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna di kala timbul sengketa di kemudian hari. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan dan kekhilafan. Masalah lain yang dikenal dalam KUHPerdata yakni yang disebut cacat kehendak kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan. Tiga unsur cacat kehendak Pasal 1321 KUHPerdata : 1 Kekhilafankekeliruankesesatandwaling Pasal 1322 KUHPerdata Universitas Sumatera Utara 2 Paksaandwang Pasal 1323-1327 KUHPerdata 3 Penipuan Pasal 1328 KUHPerdata Perjanjian itu dapat dibatalkan, apabila terjadi ketiga hal tersebut di atas. Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang keempat yaitu penyalahgunaan keadaan Undue Influence KUHPerdata tidak mengenal. 2. Cakap membuat perjanjian Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang- orang yang cakap dan wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. 24 Menurut KUHPerdata disebutkan adanya 3 tiga kelompok orang yang tergolong tidak cakap untuk bertindak di dalam hukum. Orang-orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah seperti dimaksud dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu : a. orang-orang yang belum dewasa b. orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan; dan c. orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan undang- undang, dan semua orang kepada siapa UU telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Khusus untuk golongan ketiga, orang-orang perempuan yang telah bersuami, kenyataannya sekarang ini dalam praktik sudah tidak berlaku lagi. Hal ini dapat dilihat dari sikap Mahkamah Agung MA dengan surat edarannya Nomor 031963 tanggal 4 Agustus 1963, yang menjelaskan bahwa Pasal 108 dan 110 KUHPerdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan 24 Salim H.S., Perancangan Kontrak Memorandum of Understanding MoU Jakarta: Sinar Grafika, 2006, Hal. 10. Universitas Sumatera Utara hukum dan menghadap di pengadilan tanpa izin dan bantuan dari suaminya sudah tidak berlaku lagi. Cakap atau bekwaam menurut hukum adalah orang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 21 tahun Pasal 330 KUHPerdata. Dalam hal ini undang-undang beranggapan bahwa pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan perjanjian apabila ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Jadi, pada prinsipnya semua orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali ia dinyatakan tidak cakap oleh undang-undang. 3. Suatu hal tertentu Suatu objek perjanjian haruslah jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini di dalam perjanjian disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga dan tidak berbuat sesuatu.Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur dan menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak. Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga.” 4. Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat atau terakhir agar suatu perjanjian sah. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian orzaak kausa yang halal. Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata hanya disebutkan kausa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan Universitas Sumatera Utara undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. 25 Mengenai syarat ini, Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau perjanjian yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Dengan sebab ini dimaksudkan tiada lain daripada isi perjanjian. Jadi yang dimaksudkan dengan sebab atau kausa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri. b. Asas-asas perjanjian Mengenai prinsip-prinsip atau asas-asas perjanjian diatur dalam KUHPerdata, yang setidaknya terdapat 5 asas yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum, asas itikad baik dan asas kepribadian. 1. Asas kebebasan berkontrak Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapapun, apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak melanggar undang- undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Menurut Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya” yang artinya kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, di antaranya : 26 a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak; b. bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; c. bebas menentukian isi atau klausul perjanjian; d. bebas menentukan bentuk perjanjian; dan 25 Ibid., hal. 11 26 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, hal. 14 Universitas Sumatera Utara e. kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat buku III KUHPerdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat meyimpanginya mengesampingkannya, kecuali terhadap Pasal- Pasal tertentu yang bersifat memaksan. 2. Asas konsensualisme Asas konsensualisme berarti kesepakatan consensus, yaitu pada dasarnya kontrak atau perikatan yang timbul sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak maka lahirlah kontrak, walaupun kontrak tersebut belum dilaksanakan pada saat itu Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut. 27 Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku tehadap kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku. 3. Asas kepastian hukum Asas ini mengandung arti bahwa setiap orang yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 27 Ibid., hal 3. Universitas Sumatera Utara Menurut Pasal tersebut, hukum mengakui bahwa suatu perjanjian mempunyai kekuatan hukum layaknya undang-undang, namun terbatas hanya mengikat para pihak yang menandatanganinya. Pihak ketiga diluar para pihak tidak terikat pada kontrak tersebut meskipun pihak ketiga itu disebutkan namanya di dalam kontrak; kecuali pihak ketiga tersebut ikut menandatangani perjanjian tersebut sebagai bentuk persetujuan. Oleh karena berlaku sebagai undang-undang dan mengikat para pihak yang membuatnya, perjanjian ini tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari salah satu pihak. Para pihak harus menaati apa yang telah mereka sepakati bersama. Apabila salah satu pihak melanggar perjanjian yang telah disetujui bersama, maka pihak lainnya dapat mengajukan tuntutan atas dasar wanprestasi dari pihak lawannya. 4. Asas itikad baik Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik berarti keadaan batin para pihak untuk melaksanakan perjanjian secara jujur, terbuka dan saling percaya. Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi dan mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif. 28 5. Asas kepribadian 28 Salim H.S. Perancangan Kontrak Memorandum of Understanding MoU, Op.cit. hal. 11 Universitas Sumatera Utara Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi “ Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunya: “perjanjian hanya berlaku antarpihak yang membuatnya.” Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun, ketentuan ini ada pengecualiannya sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan pada Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. 29 Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan : 1. dirinya sendiri, 2. ahli warisnya; dan 3. orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. 6. Unsur-unsur perjanjian Kontrak lahir jika disepakati tentang hal pokok atau unsur esensial dalam suatu kontrak. Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena selain unsur 29 Ibid. hal. 13. Universitas Sumatera Utara yang essensial masih dikenal unsur lain dalam suatu kontrak. Menurut Asse dalam perjanjian terdiri bagian inti essensialia dan bagian bukan inti naturalia dan accidentalia . 1. Unsur essensialia Unsur essensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur essensialia ini maka tidak ada kontrak. Unsur ini sangat erat kaitannya dengan syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata dan untuk mengetahui adatidaknya perjanjian serta untuk mengetahui jenis perjanjiannya. Sebagai contoh, dalam perjanjian jual-beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam perjanjian jual beli, perjanjian tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan. 2. Unsur naturalia Unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang- undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang- undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjiakan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUHPerdata bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi. 30 3. Unsur accidentalia Unsur accidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar 30 Ahmadi Miru., Op.cit hal. 32 Universitas Sumatera Utara utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditur tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur esensial dalam suatu kontrak tersebut.

B. Subjek dan Objek Perjanjian

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Perjanjian Pengangkutan Barang Dalam Penyelenggaraan Angkutan Darat (Studi Pada PT Bintang Rezeki Utama Jakarta)

5 109 87

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Antara Apoteker Dengan Pemilik Sarana Apotek Ditinjau Dari Hukum Perikatan

14 199 122

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Antara Perusahaan Pengguna Jasa Tenaga Kerja Dengan Perusahan Penyedia Jasa Pekerja (Studi Penelitian Di PT. Gunung Garuda Group)

0 52 102

PERJANJIAN CHARTER KAPAL PENGANGKUTAN SEMEN ANTARA PT.SEMEN PADANG DENGAN PT.INDO BARUNA BULK TRANSPORT.

0 3 13

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Pengangkutan Barang Melalui Darat Antara PT. Rahmat Jaya Transport dengan PT. Indofood (studi pada PT. Rahmat Jaya Transport)

0 0 6

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Pengangkutan Barang Melalui Darat Antara PT. Rahmat Jaya Transport dengan PT. Indofood (studi pada PT. Rahmat Jaya Transport)

0 0 1

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Pengangkutan Barang Melalui Darat Antara PT. Rahmat Jaya Transport dengan PT. Indofood (studi pada PT. Rahmat Jaya Transport)

0 0 12

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Pengangkutan Barang Melalui Darat Antara PT. Rahmat Jaya Transport dengan PT. Indofood (studi pada PT. Rahmat Jaya Transport)

0 0 23

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Pengangkutan Barang Melalui Darat Antara PT. Rahmat Jaya Transport dengan PT. Indofood (studi pada PT. Rahmat Jaya Transport)

0 0 3

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Pengangkutan Barang Melalui Darat Antara PT. Rahmat Jaya Transport dengan PT. Indofood (studi pada PT. Rahmat Jaya Transport)

0 0 3