13
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN
A. Pengertian dan Ketentuan Umum Perjanjian Kerjasama
1. Pengertian perjanjian
Menjalankan  bisnis  pada  dasarnya  manusia  tidak  bisa  melakukan  dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan dari
orang  lain.  Untuk  itu  diperlukan  suatu  perangkat  hukum  demi  kegiatan  bisnis yang  atau  sedang  berjalan  tersebut.  Perangkat  hukum  tersebutlah  yang  disebut
dengan  perjanjian.  Kegiatan  perjanjian  yang  dilakukan  karena  adanya kepentingan,  tujuan  dan  kebutuhan  para  pihak,  pada  intinya  diartikan  sebagai
suatu  peristiwa  dimana  seseorang  berjanji  kepada  orang  lain  atau  dimana  dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Pengaturan  tentang  perjanjian,  terdapat  pada  buku  III  KUHPerdata,  yang terdiri dari atas suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum terdiri
dari  empat  IV  bab,  dan  bagian  khusus  terdiri  dari  lima  belas  XV  bab.Bab  II diatur ketentuan umum mengenai persetujuan sedangkan ketentuan khusus diatur
dalam  bab  V  sd  XVIII  ditambah  bab  VII  A.  Suatu  perjanjian  juga  dinamakan persetujuan,  karena  dua  pihak  setuju  untuk  melakukan  sesuatu.  Buku  III
KUHPerdata tidak memberikan suatu rumusan dari perikatan, akan tetapi menurut ilmu  pengetahuan  hukum,  dianut  pengertian  bahwa  perikatan  adalah  hubungan
yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak  di dalam lapangan harta kekayaan,  dimana  pihak  yang  satu  berhak  atas  prestasi  dan  pihak  lainnya  wajib
memenuhi prestasi tersebut.
13
13
Mariam  Darus  Badrulzaman,  KUHPerdata  Buku  III:  Hukum  Perikatan  Dengan Penjelasan
, Bandung: Alumni Edisi Kedua, Cetakan I, 1996, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata, disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu  perbuatan  dimana  satu  orang  atau  lebih  mengikatkan  dirinya  terhadap  satu
orang  lain  atau  lebih.  Seorang  atau  lebih  berjanji  kepada  seorang  lain  atau  lebih atau  saling  berjanji  untuk  melakukan  sesuatu  hal.  Ini  merupakan  suatu  peristiwa
yang menimbulkan satu hubungan hukum antara orang-orang  yang membuatnya, yang disebut perikatan.
14
Menurut Setiawan
15
rumusan Pasal 1313 KUHPerdata selain tidak lengkap juga  sangat  luas.  Tidak  lengkap  karena  hanya  menyebutkan  persetujuan  sepihak
saja,  s angat  luas  karena  dengan  digunakannya  perkataan  “perbuatan”  tercakup
juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, menurut  Setiawan  perlu  kiranya  diadakan  perbaikan  mengenai  defenisi  tersebut,
ialah : a.
Perbuatan  harus  diartikan  sebagai  perbuatan  hukum,  yaitu  perbuatan
yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;
b. Menambahkan  perkataan  “atau  saling  mengikatkan  dirinya”  dalam
Pasal 1313 KUHPerdata
c. Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian adalah perbuatan hukum,
di  mana  satu  orang  atau  lebih  mengikatkan  dirinya  atau  saling mengikatkan dirinya terhad
ap satu orang atau lebih.”
Menurut  Salim  H.S.  perjanjian  adalah  hubungan  hukum  antara  subjek hukum  yang  satu  dengan  subjek  hukum  yang  lain  dalam  bidang  harta  kekayaan,
dimana  subjek  hukum  yang  satu  berhak  atas  prestasi  dan  begitu  juga  subjek hukum  yang  lain  berkewajiban  untuk  melaksanakan  prestasinya  sesuai  dengan
14
I.G.  Rai  Widjaya.,  Merancang  Suatu  Kontrak  Contact  Drafting,  Kesaint  Blanc, Jakarta, 2008, hal.21.
15
Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Bina Cipta, 1987, hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
yang  telah  disepakinya.
16
Menurut  Subekti,  perikatan  adalah  suatu  hubungan hukum mengenai harta kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih, yang
memberikan hak kepada satu pihak untuk menuntut kebendaan dari pihak lainnya, sedangkan  pihak  lainnya  tersebut  berkewajiban  untuk  memenuhi  tuntutan  itu.
17
Pengertian  ini  membatasi  perikatan  hanya  pada  aspek  hukum  harta  kekayaan vermogenrecht. Hal ini untuk membedakan pengertian perikatan dalam lapangan
hukum keluarga. Antara suami istri jelas terdapat perikatan menurut hukum, tetapi
bukanlah perikatan dalam pengertian yang dimaksudkan dalam bagian ini.
Sumber  utama  dari  suatu  perikatan  adalah  perjanjian  yang  dibuat  secara sah.  Perjanjian  itu  sendiri  dalam  KUHPerdata  diartikan  sebagai  suatu  perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
18
Bila  kita  perhatikan  defenisi  tersebut,  maka  akan  diperoleh  kesan  bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan satu pihak. Abdulkadir Muhammad secara
lebih  lugas  menyatakan  bahwa  defenisi  tersebut  mengandung  kelemahan- kelemahan.
19
Kelemahan pertama, rumusan itu menunjukkan hanya ada perbuatan sepihak.  Seharusnya  rumusan  “mengikatkan  diri”  diganti  menjadi  “saling
mengikat kan diri” agar tampak adanya hubungan timbal balik. Kelemahan kedua,
kata  perbuatan  mempunyai  pengertian  yang  terlampau  luas,  termasuk  perbuatan melawan  hukum  dan  tindakan  tanpa  kuasa  zaakwarneming.  Kelemahan  ketiga,
perjanjian  yang  dimaksud  dapat  mencakup  pula  perjanjian  perkawinan  yang masuk  ke  dalam  lapangan  hukum  keluarga.  Kelemahan  keempat,  rumusan  Pasal
tersebut  tidak  menyebutkan  apa  tujuan  dari  pihak-pihak  yang  mengadakan
16
Salim  H.S.  Hukum  Kontrak  Teori    Teknik  Penyusunan  Kontrak  Jakarta:  Sinar Grafika, 2009, hal. 27
17
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata  Jakarta: Intermasa, 1980,., hal. 123.
18
Pasal 1313 KUHPerdata
19
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan  Bandung: Alumni, 1982, hal. 78-79.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian.Berdasarkan  kelemahan-kelemahan  tersebut,  Abdulkadir  mengusulkan suatu rumusan yang lain, yaitu:
“perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam
lapangan harta kekayaan”. Menurut  sistem  hukum  perdata  di  Indonesia  tidak  dikenal  istilah  hukum
kontrak.  Hukum  perdata  mengenal  istilah  hukum  perikatan  dan  hukum perjanjian.
20
Hukum perikatan menunjuk pada suatu hubungan hukum yang tidak semata-mata diakibatkan karena perjanjian. Misalnya, dalam hal terjadi perbuatan
melawan hukum onrechmatigedaad, hubungan hak dan kewajiban antara orang yang  dirugikan  dengan  pelaku  perbuatan  melawan  hukum  tidak  disebabkan
karena  perjanjian,  melainkan  karena  undang-undang  menetapkan  bahwa  pelaku perbuatan  melawan  hukum  harus  membayar  ganti  kerugian  yang  terjadi
karenanya.
21
Menurut Pasal 1233 KUHPerdata, hubungan hukum dalam perikatan dapat lahir  karena  kehendak  para  pihak,  sebagai  akibat  dari  persetujuan  yang  dicapai
oleh  para  pihak,  dan  sebagai  akibat  perintah  peraturan  perundang-undangan. Dengan  demikian  berarti  hubungan  hukum  ini  dapat  lahir  sebagai  akibat
perbuatan hukum, yang disengaja ataupun tidak, serta dari suatu peristiwa hukum, atau  bahkan  dari  suatu  keadaan  hukum.  Peristiwa  hukum  yang  melahirkan
perikatan  misalnya  tampak  dalam  putusan  pengadilan  yang  bersifat  menghukum atau  kematian  yang  mewariskan  harta  kekayaan  seseorang  kepada  ahli
warisnya.
22
Hubungan hukum dalam perikatan ini melibatkan dua orang atau lebih, yang  merupakan  para  pihak  dalam  perikatan.  Pihak-pihak  dalam  perikatan
20
R. Subekti, Ibid, hal. 122.
21
Pasal 1365 KUHPerdata.
22
Kartini  Muljadi  dan  Gunawan  Widjaja,  Perikatan  Pada  Umumnya  Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2002 hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
tersebut  sekurangnya  terdiri  dari  dua  pihak,  yaitu  pihak  yang  berkewajiabn  pada satu  sisi,  yaitu  debitur  dan  pihak  yang  berhak  atas  pemenuhan  kewajiban
tersebut pada sisi lain  yaitu kreditur. Tidak mungkin lahir suatu perikatan yang hanya  terdiri  dari  satu  pihak  saja,  meskipun  dalam  pihak  tersebut  terdapat  lebih
dari  satu  orang,  hal  ini  adalah  konsekuensi  logis  dari  sifat  perikatan  itu  sendiri yang  melahirkan  kewajiban  pada  pihak  pada  pihak  yang  satu  dalam  perikatan.
Kewajiban  pada  satu  pihak,  meskipun  tidak  disebutkan  secara  langsung  dalam sebagian besar ketentuan KUHPerdata, dapat melahirkan atau menciptakan pihak
lain yang berhak atas pemenuhan kewajiban tersebut. 2.
Ketentuan umum perjanjian a.
Syarat sahnya perjanjian Sebuah perjanjian yang telah memenuhi syarat dan sah, mengikat sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu  perjanjian  diakui  undang-undang,  harus  dibuat  sesuai  dengan  syarat-syarat
yang  telah  ditentukan  oleh  undang-undang.  Syarat  sahnya  suatu  perjanjian menurut  ketentuan  Pasal  1320  KUHPerdata  adalah  sepakat  mereka  yang
mengikatkan  diri,  cakap  membuat  perjanjian,  suatu  hal  tertentu  dan  suatu  sebab yang halal.
23
Keempat syarat ini biasa juga disingkat dengan dengan sepakat, cakap, hal tertentu  dan  sebab  yang  halal.  Dua  syarat  pertama  dari  keempat  syarat  tersebut
disebut dengan syarat subjektif, yang apabila tidak terpenuhi dua syarat ini maka konsekuensi  hukumnya  adalah  perjanjian  dapat  dibatalkan  vernietigebaar.
Artinya  bahwa  salah  satu  pihak  dapat  mengajukan  kepada  pengadilan  untuk membatalkan  perjanjian  yang  telah  disepakatinya.  Adapun  syarat  ketiga  dan
23
Mohd  Syaufi  Syamsuddin.,  Perjanjian-perjanjian  Dalam  Hubungan  Industrial, Jakarta: Saran Bhakti Persada, 2005, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
keempat  disebut  dengan  syarat  objektif,  dimana  apabila  tidak  terjadinya  syarat tersebut maka perjanjian batal demi hukum. Artinya perjanjian itu dianggap tidak
ada. 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan diri Syarat  pertama  sahnya  suatu  kontrak  adalah  adanya  kesepakatan  atau
konsensus  para  pihak.  Kesepakatan  ini  diatur  dalam  Pasal  1320  ayat  1 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan
karena  kehendak  itu  dapat  dilihatdiketahui  orang  lain.  Ada  lima  cara  terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan :
a. bahasa yang sempurna dan tertulis
b. bahasa yang sempurna secara lisan
c. bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
d. bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya; dan
e. diam atau membisu tetaapi asal dipahami atau diterima pihak lawan
Pada  dasarnya,  cara  yang  paling  banyak  dilakukan  oleh  para  pihak,  yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan
perjanjian  secara  tertulis  adalah  agar  memberikan  kepastian  hukum  bagi  para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna di kala timbul sengketa di kemudian
hari. Menurut  Pasal  1321  KUHPerdata,  kata  sepakat  harus  diberikan  secara
bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan dan kekhilafan. Masalah lain yang dikenal  dalam  KUHPerdata  yakni  yang  disebut  cacat  kehendak  kehendak  yang
timbul  tidak  murni  dari  yang  bersangkutan.  Tiga  unsur  cacat  kehendak  Pasal 1321 KUHPerdata :
1 Kekhilafankekeliruankesesatandwaling Pasal 1322 KUHPerdata
Universitas Sumatera Utara
2 Paksaandwang Pasal 1323-1327 KUHPerdata
3 Penipuan Pasal 1328 KUHPerdata
Perjanjian  itu  dapat  dibatalkan,  apabila  terjadi  ketiga  hal  tersebut  di atas. Dalam  perkembangannya  muncul  unsur  cacat  kehendak  yang  keempat  yaitu
penyalahgunaan keadaan Undue Influence KUHPerdata tidak mengenal. 2.
Cakap membuat perjanjian Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan  hukum.  Perbuatan  hukum  adalah  perbuatan  yang  akan  menimbulkan akibat  hukum.  Orang-orang  yang  akan  mengadakan  perjanjian  haruslah  orang-
orang  yang  cakap  dan  wewenang  untuk  melakukan  perbuatan  hukum, sebagaimana  yang  ditentukan  oleh  undang-undang.
24
Menurut  KUHPerdata disebutkan  adanya  3  tiga  kelompok  orang  yang  tergolong  tidak  cakap  untuk
bertindak  di  dalam  hukum.  Orang-orang  yang  termasuk  dalam  kelompok  ini adalah seperti dimaksud dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu :
a. orang-orang yang belum dewasa
b. orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan; dan
c. orang-orang  perempuan  dalam  hal-hal  yang  ditetapkan  undang-
undang,  dan  semua  orang  kepada  siapa  UU  telah  melarang  membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Khusus  untuk  golongan  ketiga,  orang-orang  perempuan  yang  telah bersuami, kenyataannya sekarang ini dalam praktik sudah tidak berlaku  lagi. Hal
ini  dapat  dilihat  dari  sikap  Mahkamah  Agung  MA  dengan  surat  edarannya Nomor 031963 tanggal 4 Agustus 1963, yang menjelaskan bahwa Pasal 108 dan
110  KUHPerdata  tentang  wewenang  seorang  istri  untuk  melakukan  perbuatan
24
Salim H.S., Perancangan Kontrak  Memorandum of Understanding MoU Jakarta: Sinar Grafika, 2006, Hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
hukum dan menghadap di pengadilan tanpa izin dan bantuan dari suaminya sudah tidak berlaku lagi.
Cakap  atau  bekwaam  menurut  hukum  adalah  orang  sudah  dewasa,  yaitu sudah berumur 21 tahun Pasal 330 KUHPerdata. Dalam hal ini undang-undang
beranggapan  bahwa  pada  dasarnya  setiap  orang  adalah  cakap  untuk  membuat perikatan  perjanjian  apabila  ia  oleh  undang-undang  tidak  dinyatakan  tidak
cakap. Jadi, pada prinsipnya semua orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali ia dinyatakan tidak cakap oleh undang-undang.
3. Suatu hal tertentu
Suatu objek perjanjian haruslah jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian  tersebut  dapat  berupa  barang  maupun  jasa,  namun  dapat  juga  berupa
tidak  berbuat  sesuatu.  Hal  tertentu  ini  di  dalam  perjanjian  disebut  prestasi  yang dapat  berwujud  barang,  keahlian  atau  tenaga  dan  tidak  berbuat  sesuatu.Untuk
menentukan  barang  yang  menjadi  objek perjanjian,  dapat  dipergunakan  berbagai cara  seperti:  menghitung,  menimbang,  mengukur  dan  menakar.  Sementara  itu,
untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak. Untuk menentukan tentang hal tertentu  yang berupa tidak berbuat sesuatu
juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga.”
4. Suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat atau terakhir agar suatu  perjanjian  sah.  Dalam  Pasal  1320  KUHPerdata  tidak  dijelaskan  pengertian
orzaak kausa  yang  halal.  Di  dalam  Pasal  1320  KUHPerdata  hanya  disebutkan
kausa  yang  terlarang.  Suatu  sebab  adalah  terlarang  apabila  bertentangan  dengan
Universitas Sumatera Utara
undang-undang,  kesusilaan  dan  ketertiban  umum.
25
Mengenai  syarat  ini,  Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau perjanjian
yang  telah  dibuat  karena  sesuatu  sebab  yang  palsu  atau  terlarang,  tidak mempunyai  kekuatan.  Dengan  sebab  ini  dimaksudkan  tiada  lain  daripada  isi
perjanjian. Jadi yang dimaksudkan dengan sebab atau kausa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri.
b. Asas-asas perjanjian
Mengenai  prinsip-prinsip  atau  asas-asas  perjanjian  diatur  dalam KUHPerdata, yang setidaknya terdapat 5 asas yang perlu mendapatkan perhatian,
yaitu  asas  kebebasan  berkontrak,  asas  konsensualisme,  asas  kepastian  hukum, asas itikad baik dan asas kepribadian.
1. Asas kebebasan berkontrak
Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapapun,  apapun  isinya,  apapun  bentuknya  sejauh  tidak  melanggar  undang-
undang,  ketertiban  umum  dan  kesusilaan.  Menurut  Pasal  1338  ayat  1 KUHPerdata  yang  berbunyi
“semua  perjanjian  yang  dibuat  secara  sah  berlaku sebagai  undang-
undang bagi mereka yang membuatnya” yang artinya kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas
dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, di antaranya :
26
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
b. bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
c. bebas menentukian isi atau klausul perjanjian;
d. bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
25
Ibid., hal. 11
26
Ahmadi  Miru,  Hukum  Kontrak    Perancangan  Kontrak  Jakarta:  Raja  Grafindo Persada, 2010, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
e. kebebasan-kebebasan  lainnya  yang  tidak  bertentangan  dengan
peraturan perundang-undangan. Asas  kebebasan  berkontrak  merupakan  suatu  asas  yang  menjamin
kebebasan  orang  dalam  melakukan  kontrak.  Hal  ini  tidak  terlepas  juga  dari  sifat buku  III  KUHPerdata  yang  hanya  merupakan  hukum  yang  mengatur  sehingga
para pihak dapat meyimpanginya mengesampingkannya, kecuali terhadap Pasal- Pasal tertentu yang bersifat memaksan.
2. Asas konsensualisme
Asas konsensualisme berarti kesepakatan consensus, yaitu pada dasarnya kontrak atau perikatan yang timbul sudah dilahirkan  sejak detik tercapainya kata
sepakat.  Dengan  demikian,  apabila  tercapai  kesepakatan  antara  para  pihak  maka lahirlah kontrak, walaupun kontrak tersebut belum dilaksanakan pada saat itu Hal
ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak  sudah bersifat
obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.
27
Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas  ini  hanya  berlaku  tehadap  kontrak  konsensual  sedangkan  terhadap  kontrak
formal dan kontrak riel tidak berlaku. 3.
Asas kepastian hukum Asas  ini  mengandung  arti  bahwa  setiap  orang  yang  membuat  perjanjian,
dia  terikat  untuk  memenuhi  perjanjian  tersebut  karena  perjanjian  tersebut mengandung  janji-janji  yang  harus  dipenuhi  dan  janji  tersebut  mengikat  para
pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada  Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
27
Ibid., hal 3.
Universitas Sumatera Utara
Menurut  Pasal  tersebut,  hukum  mengakui  bahwa  suatu  perjanjian mempunyai  kekuatan  hukum  layaknya  undang-undang,  namun  terbatas  hanya
mengikat  para  pihak  yang  menandatanganinya.  Pihak  ketiga  diluar  para  pihak tidak terikat pada kontrak tersebut meskipun pihak ketiga itu disebutkan namanya
di  dalam  kontrak;  kecuali  pihak  ketiga  tersebut  ikut  menandatangani  perjanjian tersebut sebagai bentuk persetujuan.
Oleh  karena  berlaku  sebagai  undang-undang  dan  mengikat  para  pihak yang  membuatnya,  perjanjian  ini  tidak  dapat  ditarik  kembali  tanpa  persetujuan
dari  salah  satu  pihak.  Para  pihak  harus  menaati  apa  yang  telah  mereka  sepakati bersama.  Apabila  salah  satu  pihak  melanggar  perjanjian  yang  telah  disetujui
bersama,  maka  pihak  lainnya  dapat  mengajukan  tuntutan  atas  dasar  wanprestasi dari pihak lawannya.
4. Asas itikad baik
Asas  itikad  baik  merupakan  salah  satu  asas  yang  dikenal  dalam  hukum perjanjian.  Ketentuan  tentang  itikad  baik  ini  diatur  dalam  Pasal  1338  ayat  3
KUHPerdata bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik berarti  keadaan  batin  para  pihak  untuk  melaksanakan  perjanjian  secara  jujur,
terbuka  dan  saling  percaya.  Asas  itikad  baik  dibagi  menjadi  dua  macam,  yaitu itikad  baik  nisbi  dan  mutlak.  Pada  itikad  baik  nisbi,  orang  memperhatikan  sikap
dan  tingkah  laku  yang  nyata  dari  subjek.  Pada  itikad  baik  mutlak,  penilaiannya terletak  pada  akal  sehat  dan  keadilan,  dibuat  ukuran  yang  objektif  untuk menilai
keadaan penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif.
28
5. Asas kepribadian
28
Salim  H.S.  Perancangan  Kontrak    Memorandum  of  Understanding  MoU,  Op.cit. hal. 11
Universitas Sumatera Utara
Asas  kepribadian  merupakan  asas  yang  menentukan  bahwa  seseorang yang  akan  melakukan  dan  atau  membuat  perjanjian  hanya  untuk  kepentingan
perseorangan  saja.  Hal  ini  dapat  dilihat  pada  Pasal  1315  dan  Pasal  1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi
“ Pada umumnya seseorang tidak dapat  mengadakan  perikatan  atau  perjanjian  selain  untuk  dirinya  sendiri.”  Inti
ketentuan  ini  bahwa  seseorang  yang  mengadakan  perjanjian  hanya  untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata
berbunya: “perjanjian hanya berlaku antarpihak yang membuatnya.” Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat
oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun, ketentuan ini  ada  pengecualiannya  sebagaimana  yang  diintrodusir  dalam  Pasal  1317
KUHPerdata,  yang  menyatakan  bahwa  seseorang  dapat  mengadakan  perjanjian untuk  pihak  ketiga  dengan  suatu  syarat  yang  ditentukan.  Sedangkan  pada  Pasal
1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk  kepentingan  ahli  warisnya  dan  untuk  orang-orang  yang  memperoleh  hak
daripadanya.
29
Jika  dibandingkan  kedua  Pasal  itu  maka  dalam  Pasal  1317  KUHPerdata mengatur  tentang  perjanjian  untuk  pihak  ketiga,  sedangkan  dalam  Pasal  1318
KUHPerdata untuk kepentingan : 1.
dirinya sendiri, 2.
ahli warisnya; dan 3.
orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. 6.
Unsur-unsur perjanjian Kontrak lahir jika disepakati tentang hal pokok atau unsur esensial dalam
suatu kontrak. Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena selain unsur
29
Ibid. hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
yang essensial masih dikenal unsur lain dalam suatu kontrak. Menurut Asse dalam perjanjian  terdiri  bagian  inti  essensialia  dan  bagian  bukan  inti  naturalia  dan
accidentalia .
1. Unsur essensialia
Unsur  essensialia  merupakan  unsur  yang  harus  ada  dalam  suatu  kontrak karena  tanpa  adanya  kesepakatan  tentang  unsur  essensialia  ini  maka  tidak  ada
kontrak.  Unsur  ini  sangat  erat  kaitannya  dengan  syarat  sahnya  perjanjian  Pasal 1320  KUHPerdata  dan  untuk  mengetahui  adatidaknya  perjanjian  serta  untuk
mengetahui jenis  perjanjiannya.  Sebagai  contoh,  dalam  perjanjian jual-beli  harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai
barang dan harga dalam perjanjian jual beli, perjanjian tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.
2. Unsur naturalia
Unsur  naturalia  merupakan  unsur  yang  telah  diatur  dalam  undang- undang  sehingga  apabila  tidak  diatur  oleh  para  pihak  dalam  kontrak,  undang-
undang  yang  mengaturnya.  Dengan  demikian,  unsur  naturalia  ini  merupakan unsur  yang  selalu  dianggap  ada  dalam  kontrak.  Sebagai  contoh,  jika  dalam
kontrak  tidak  diperjanjiakan  tentang  cacat  tersembunyi,  secara  otomatis  berlaku ketentuan  dalam  KUHPerdata  bahwa  penjual  yang  harus  menanggung  cacat
tersembunyi.
30
3. Unsur accidentalia
Unsur  accidentalia  merupakan  unsur  yang  nanti  ada  atau  mengikat  para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli
dengan  angsuran  diperjanjikan  bahwa  apabila  pihak  debitur  lalai  membayar
30
Ahmadi Miru., Op.cit hal. 32
Universitas Sumatera Utara
utangnya,  dikenakan  denda  dua  persen  perbulan  keterlambatan,  dan  apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli
dapat  ditarik  kembali  oleh  kreditur  tanpa  melalui  pengadilan.  Demikian  pula klausul-klausul  lainnya  yang  sering  ditentukan  dalam  suatu  kontrak,  yang  bukan
merupakan unsur esensial dalam suatu kontrak tersebut.
B. Subjek dan Objek Perjanjian