hidupnya cenderung menetap menyebabkan Moluska menerima setiap perubahan lingkungan ataupun perubahan dari dalam hutan mangrove tersebut, misalnya
perubahan fungsi hutan mangrove menjadi areal pemukiman ataupun hutan mangrove yang semakin meningkat ini tertutama pada subsektor perikanan yang
memanfaatkan hutan tersebut untuk kegiatan budidaya tambak.
3. Karakteristik Fisika Kimia Perairan
Hasil pengukuran suhu perairan pada ketiga stasiun pengamatan berkisar antara 28-31
˚C pada stasiun I dan stasiun II, pada stasiun III berkisar antara 28- 32
˚C Tabel 5. Kisaran ini sesuai untuk pertumbuhan Moluska maupun bentos. Menurut Dharma 1988, Gastropoda memiliki kemampuan beradaptasi terhadap
suhu yang baik. Gastropoda masih dapat bertahan hidup pada kisaran suhu 12- 43
˚C. Pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu dengan kisaran 28- 32
˚C, hal ini sesuai dengan Wantasen 2013, menyatakan bahwa suhu berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Pertumbuhan
mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20º C. Suhu antar stasiun secara keseluruhan tidak menunjukkan variasi yang
besar. Tingginya suhu air disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat pengamatan. Pengukuran suhu dilakukan pada waktu pagi hari hingga siang hari, dan nilai suhu
tertinggi didapat pada saat pengukuran siang hari, hal itu dikarenakan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh perairan pada saat itu sangat tinggi sehingga
nilainya menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan Hutabarat dan Evans 1986, suhu suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi dan posisi sinar matahari, musim, kondisi
awan, serta interaksi antara air dan udara seperti penguapan dan hembusan angin.
Universitas Sumatera Utara
Kandungan oksigen terlarut dari ketiga stasiun di lokasi penelitian adalah berkisar 1,4-3 mgl pada stasiun I, pada stasiun II dan stasiun III berkisar antara 2-
2,5 mgl Tabel 5. Oksigen terlarut terendah dan tertinggi pada kisaran suhu didapatkan pada stasiun I 1,4-3 mgl. Menurut Effendi 2003, kadar oksigen
terlarut tertinggi adalah pada saat pasang naik. Berdasarkan KepMenLH No. 51 tahun 2004, kadar oksigen yang sesuai baku mutu untuk ekosistem mangrove
adalah 5 mgl. Dapat dikatakan bahwa kadar oksigen terlarut di ekosistem mangrove Pulau Sembilan tidak memenuhi baku mutu perairan, disebabkan ada
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Hal ini sesuai dengan Simanjuntak 2007, menyatakan bahwa menurunnya kadar oksigen terlarut pada umumnya
dipengaruhi proses sedimentasi yang tinggi, sehingga mengakibatkan terjadinya kekeruhan yang dapat menghalangi kelancaran proses fotosintetis dan proses
diffusi udara. Marpaung 2013 menyatakan bahwa semakin besar kandungan oksigen
terlarut dalam ekosistem maka semakin baik pula kehidupan makrozoobentos yang mendiaminya. Kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh makrozoobentos
adalah berkisar 1,00 – 3,00 mgl. Hasil pengukuran pada masing–masing stasiun menujukkan kisaran nilai oksigen terlarut masih cukup baik bagi pertumbuhan
makrozoobentos. Kisaran salinitas pada stasiun I, II, dan III memenuhi baku mutu yaitu
dengan nilai rata-rata 25,8 ‰, 27 ‰ dan 27,4 ‰ Tabel 5. Berdasrkan hasil yang diperoleh salinitas rata-rata tertinggi terdapat pada stasiun III 27,4 ‰ dan
terendah pada stasiun I 25,8 ‰,. Berdasarkan KepMenLH No.51 tahun 2004 bahwa kisaran salinitas di ekosistem mangrove ialah sd 34 ‰.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa faktor yang mempengaruhi salinitas suatu perairan adalah pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran air tawar dari sungai. Kisaran
salinitas pada kedua stasiun pengamatan berada pada kisaran nilai yang masih layak bagi makrozoobentos. Salinitas tidak memiliki pengaruh besar terhadap
Gastropoda karena Gastropoda memiliki toleransi yang luas terhadap salinitas. Hal ini sesuai dengan Monika 2013 yang menyatakan bahwa kisaran salinitas
yang layak bagi kehidupan makrozoobentos adalah 15 – 45‰. Nilai derajat keasaman pH perairan yang terukur pada setiap stasiun
pengamatan selama penelitian berkisar 6,3-7,8 untuk stasiun I, stasiun II berkisar 6-7,3 dan stasiun III adalah 6,1-7,6 Tabel 5. Nilai suatu pH perairan dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain aktivitas fotosintesis, kandungan oksigen, dan adanya kation dan anion dalam perairan. Nilai pH air pada ekosistem mangrove
berkisar antara 8,0-9,0 bersifat basa. Hal ini sesuai dengan Winarno 1996, menyatakan bahwa nilai hutan pH hutan mangerove berkisar antara 8,0-9,0.
Nilai pH pada lokasi penelitian didapat dengan rata-rata terendah adalah pada stasiun II yakni 6,6 dan tertinggi pada stasiun I yaitu 6,9. Menurut Ernanto
dkk 2010 setiap jenis bentos atau organisme perairan lainnya mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap nilai pH. Namun pada umumnya biota air
dapat hidup layak pada kisaran pH 5-9. Hal ini sesuai dengan Wahyuni dkk 2015, menyatakan bahwa untuk ukuran pH yang bagus bagi kelangsungan hidup
Gastropoda berkisar antara 6,8-8,5. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing stasiun penelitian mempunyai derajat
keasaman pH yang cukup baik bagi kehidupan organisme.
Universitas Sumatera Utara
Hasil nilai kecepatan arus yang telah diukur dilapangan pada saat penelitian ialah berkisar antara 0,06-02 ms pada stasiun I, kisaran 0,03-0,15
ms pada stasiun II, dan kisaran 0,06-0,015 ms pada stasiun III. Setelah dirata- ratakan dari hasil perstasiun, maka diperoleh hasil kecepatan arus tertinggi
terdapat pada stasiun I yaitu 0,11 ms, dan kecepatan arus terendah pada stasiun II dan stasiun III yaitu 0,08 ms. Hal ini disebabkan karena ada perbedaan waktu
pada saat pangukuran arus. Pengukuran arus dilakukan pada saat pasang dan pada saat surut, disertakan karena ada faktor angin yang mempengaruhi. Hal ini sesuai
dengan Alwidakdo dkk 2014, menyatakan bahwa angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus.
4. Karakteristik Substrat