31
melakukan sembahyang. Mereka bertujuh selalu melakukan sembahyang dengan bersama-sama pada saat menjalani hari-hari di tengah hutan. Hai itu dapat kita lihat
dalam dua kutipan berikut ini. ”….karena mereka terus sembahyang magrib bersama-sama…”
Lubis, 1992: 77 ”Mereka sembahyang magrib bersama-sama dekat api
unggun.” Lubis, 1992: 87 Pada saat harimau buas mulai menyerang kelompok mereka, anggota
kelompok pendamar ini juga menunjukkan nilai persatuan dalam menghadapi ancaman tersebut. Ketika Pak Balam diserang harimau di pinggir sungai dan ditarik
ke dalam hutan, para anggota kelompok pendamar yang lain segera mengambil perlengkapan masing-masing dan bersatu menyerbu harimau untuk menyelamatkan
Pak Balam. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut ini. ”Reaksi kawan-kawannya di sekeliling api unggun cukup
cepat. Wak Katok segera mengambil senapan, yang muda- muda melompat menghunus parang panjang, dan segera berlari
ke api mengambil sepotong kayu yang menyala, dan mereka berlari ketempat Pak Balam.” Lubis, 1992: 91
Sebagai sekelompok orang yang telah bekerja bersama-sama mencari nafkah di tengah hutan rimba yang penuh dengan bahaya yang dapat mengancam
keselamatan mereka kapan saja, para anggota kelompok pendamar ini memang telah menunjukkan nilai persatuan dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari.
4.1.3 Nilai Harga-menghargai
Sikap menghargai sesama sangat penting untuk kita miliki di tengah-tengah kehidupan kita dalam bermasyarakat. Kita harus bisa menghargai dan menghormati
Universitas Sumatera Utara
32
orang-orang yang ada di sekitar kita. Begitu juga dengan para anggota kelompok pendamar ini. Di tengah-tengah perbedaan kemampuan dan perbedaan karakter
yang mereka miliki, mereka mampu saling menghargai. Pernah suatu ketika Buyung tidak berhasil menembak rusa, dan mereka pun
tidak mendapatkan suatu hasil apa pun dalam perburuan yang telah mereka lakukan seharian. Namun anggota kelompok yang lain tidak marah kepada Buyung karena
tembakannya telah meleset, namun mereka menghargai Buyung dan bahkan balik menyemangati Buyung agar tidak merasa bersalah karena kegagalannya menembak
rusa. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini ”Akan tetapi tembakannya tak kena. Rusa lari, dan meskipun
mereka buru sepanjang hari, tak lagi dapat mereka temukan. Buyung menyesali dirinya tak putus-putusnya, akan tetapi
Sanip enak saja berkata: ”Apa yang engkau susahkan Buyung, rusa itu akan beranak lagi, dan artinya akan lebih
banyak rusa yang dapat engkau tembak di hutan.”” Lubis, 1992: 18
Para anggota kelompok pendamar mampu menghormati dan menghargai hak orang lain, dan yang paling jelas terlihat dalam novel ini adalah para anggota
kelompok pendamar yang lebih muda sangat menghormati dan menghargai anggota kelompok yang lebih tua dari mereka. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut
ini. ”Buyung pun merasa hormat pada Pak Haji yang tua.”
Lubis, 1992: 20 Dari kutipan di atas, dapat kita lihat bahwa anggota kelompok yang paling muda
yang bernama Buyung, menghormati Pak Haji yang lebih tua dari dirinya. Dia tetap menaruh rasa hormat kepada Pak Haji walaupun di dalam beberapa hal dia lebih
Universitas Sumatera Utara
33
unggul disbanding dengan Pak Haji. Misalnya dalam hal berburu, Buyung adalah seorang pendamar yang rajin dan sekaligus seorang pemuda yang sangat terlatih
dan hebat dalam hal berburu di hutan, sedangkan Pak Haji hanya seorang pendamar biasa yang tidak memiliki kehebatan dalam hal berburu di hutan, namun Buyung
tetap menghormati Pak Haji. Dalam hal mengambil keputusan, para anggota kelompok ini juga saling
menghargai, walaupun terkadang keputusan yang diambil tidak sesuai dengan keinginan semua anggota kelompok. Dalam mengambil keputusan terhadap suatu
masalah yang muncul, mereka akan saling berunding dan akan saling bertanya pendapat. Hal itu dapat kita lihat pada kutipan berikut ini.
”Baru setelah Pak Haji mengulang pertanyaannya untuk kedua kalinya, Wak Katok mendengar suar
a Pak Haji, ”Bagaimana Wak Katok, bagaimana pikiran Wak Katok tentang kata Pak
Balam? Menurut pikiran saya, belumlah tentu benar bahwa harimau yang menyerang..”” Lubis, 1992: 106
”Pak Haji mengatakan bahwa putusan terserah pada Wak Katok, karena Wak Katok yang membawa senapan dan Wak
Katoklah yang ahli berburu.” Lubis, 1992: 165
Dari kutipan pertama di atas, dapat kita lihat jelas bahwa Pak Haji menanyakan pendapat Wak Katok tentang kebenaran harimau apa yang telah menyerang mereka.
Pak Haji yang telah dianggap banyak mendapat pengalaman hidup karena telah keliling dunia dan telah bertemu berbagai macam orang, ternyata tetap bertanya
kepada Wak Katok tentang kebenaran harimau apa yang telah menyerang mereka. Dia tetap menghargai Wak Katok yang selama ini telah dianggap penduduk desa
sebagai dukun yang hebat dan sangat diseganai, padahal pada saat itu kebohongan dan dosa-dosa Wak Katok telah diceritakan oleh Pak Balam. Walaupun dia telah
Universitas Sumatera Utara
34
mengetahui dosa-dosa dan keburukan Wak Katok, namun Pak Haji masih tetap menghargainya. Pada kutipan kedua di atas, dapat juga kita lihat bahwa Pak Haji
menyerahkan semua keputusan yang akan diambil kepada Wak Katok. Dia menyerahkan keputusan kepada Wak Katok, karena dia menghargai bahwa Wak
Katok adalah seorang yang sangat berpengalaman dalam hal berburu. Jadi Pak Haji menyerahkan pilihan kepada Wak Katok, apakah mereka akan memburu balik
harimau yang telah memburu mereka atau mereka akan melanjutkan perjalan pulang saja dan meninggalkan harimau itu.
Begitu juga sebaliknya, Wak Katok juga sangat menghormati Pak Haji yang telah terkenal mempunyai banyak pengalaman, begitu juga dengan anggota
kelompok pendamar yang lainnya, mereka juga sangat menghargai Pak Haji. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”Membawa damar sambil mengusung Pak Balam rasanya tak mungkin. ”Bagaimana yang baik Pak Haji, akan kita tinggalkan
keranjang……?”” Lubis, 1992: 112 ”Pikiran Pak Haji mereka terima” Lubis, 1992: 112
Nilai harga-menghargai sesama juga tetap diperlihatkan oleh anggota kelompok pendamar walaupun ada salah satu dari anggota mereka telah melakukan
kejahatan terhadap anggota kelompok yang lainnya. Pak Haji tetap menyuruh Buyung dan Sanip untuk tetap menghargai dan menghormati Wak Katok. Padahal
saat ituWak Katok telah melakukan kejahatan kepada mereka, Wak Katok telah mengusir Pak Haji, Buyung, Sanip dari pondok tempat mereka bermalam ke dalam
hutan yang gelap dan dihuni oleh harimau buas yang telah memburu mereka. Terlihat dengan jelas bahwa sebenarnya Wak Katok tidak peduli dengan
Universitas Sumatera Utara
35
keselamatan nyawa mereka bertiga, dan bahkan pada akhirnya Wak Katoklah yang menembak Pak Haji, dan peluru dari senapan Wak Katok itulah yang membuat Pak
Haji meninggal. Namun sebelum Pak Haji meninggal, dia berpesan kepada teman- temannya agar menghargai orang lain, dan jangan pernah memaksakan suatu
kehendak kepada orang lain. Pak Haji juga menekankan dengan jelas dalam pesannya agar mereka mau menghargai dan memaafkan kesalahanWak Katok,
padahal Wak Katok telah menembaknya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”… jangan paksakan Tuhanmu pada orang lain, seperti juga jangan paksakan kemanusiaanmu pada orang lain. Manusia
perlu manusia lain…manusia harus belajar hidup dengan kesalahan dan kekurangan manusia lain. Wak Katok jangan
dibenci. Maafkan dia....….ingatlah hidup orang lain adalah hidup kalian
juga…” Lubis, 1992: 199 Setelah mendengarkan pesan Pak Haji, Buyung dan Sanip menjadi tersadar
bahwa mereka harus tetap menghargai Wak Katok, walaupun telah melakukan kejahatan kepada mereka. Nilai harga-menghargai kembali mereka tunjukkan
ketika mereka memindahkan Wak Katok yang sedang pingsan ke dalam pondok. Sebenarnya bisa saja mereka membiarkan Wak Katok tergeletak pingsan di luar
pondok, namun mereka tetap peduli akan keadaan Wak Katok, dan mereka pun memindahkannya masuk ke dalam pondok. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan
berikut ini. ”Kemudian mereka memindahkan Wak Katok yang masih
pingsan ke dalam pondok.” Lubis, 1992: 201
Universitas Sumatera Utara
36
4.2.9 Nilai Sabar dan Semangat Pantang Menyerah