25
3.3 Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam menganalisis karya sastra adalah analisis deskriptif. Menurut Nasir dalam Tantawi 2014:66 metode deskriptif adalah
mendeskripsikan tentang situasi atau kejadian, gambaran, lukisan, secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena
dengan fenomena pada objek yang diteliti. Analisis data dikerjakan secara menyeluruh. Analisis dilakukan dengan langkah-langkah berikut: a Peneliti
membaca data yang telah dikumpulkan untuk memahaminya secara keseluruhan, b Peneliti akan mengindentifikasikan dan mengklasifikasikan seluruh data
berdasarkan butir-butir masalah yang telah dirumuskan, dan c Peneliti kembali menafsirkan seluruh data untuk menemukan kepaduan dan hubungan antar data,
hingga akhirnya diperoleh pengetahuan tentang makna karya sastra. Data yang telah didapatkan kemudiaan dipisahkan berdasarkan masalah-masalah yang telah
dirumuskan. Hasil yang diperoleh adalah berupa uraian penjelasan penelitian yang bersifat deskriptif.
Universitas Sumatera Utara
26
BAB IV NILAI-NILAI PERJUANGAN KELOMPOK PENDAMAR
DAN MANFAATNYA
4.1 Nilai-Nilai Perjuangan dalam Novel Harimau Harimau
Nilai-nilai perjuangan biasanya akan ditunjukkan oleh seseorang ketika dia mendapat suatu masalah di dalam kehidupannya. Orang tersebut akan melakukan
perjuangan dengan tujuan agar dapat lepas dari masalah itu dan dengan harapan bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Nilai-nilai perjuangan akan
mendorong lahirnya suatu sikap mental yang baru, dan yang selanjutnya membimbing orang tersebut untuk melakukan suatu tindakan baru yang lebih baik
dalam upaya menghadapi dan menyelesaikan masalah kehidupan yang sedang dihadapinya.
Nilai-nilai perjuangan merupakan suatu nilai yang sudah melekat pada masyarakat kita sejak dulu. Dari masa penjajahan, bangsa kita telah melakukan
perjuangan agar dapat bertahan hidup dan yang paling utama adalah agar dapat mengusir penjajah dari negara kita ini, dan sampai sekarang ini, meskipun bangsa
kita telah merdeka, namun masalah kehidupan masih banyak sekali menghampiri kehidupan kita sehari-hari. Karena memang selama kita masih hidup, maka masalah
hidup juga akan selalu menghampiri kita, dan itu berarti bahwa perjuangan akan terus berlanjut dan nilai-nilai yang terdapat dalam perjuangan tersebut akan selalu
mengiringi langkah kehidupan kita. Secara sadar atau tidak sadar nilai ini akan timbul atau lahir begitu saja ketika kita menghadapi suatu persoalan. Begitu juga
dengan para tokoh kelompok pendamar di dalam novel Harimau Harimau. Kelompok ini terdiri dari tujuh orang, yaitu Buyung, Wak Katok, Pak Haji, Pak
Universitas Sumatera Utara
27
Balam, Sutan, Sanip, Talib. Jadi, nilai-nilai perjuangan yang akan diteliti adalah nilai-nilai perjuangan yang ditunjukkan oleh kelompok pendamar dalam novel
Harimau Harimau karya Mochtar Lubis. Kelompok pendamar ini mendapatkan suatu masalah yang sangat besar yang mengharuskan mereka untuk melakukan
suatu perjuangan. Besarnya masalah kehidupan yang dialami oleh kelompok pendamar
membuat mereka harus melakukan perjuangan yang besar pula. Kelompok pendamar menunjukkan nilai-nilai perjuangan dalam perbuatan dan usaha mereka
untuk melewati masalah kehidupan yang menghampiri mereka. Nilai-nilai perjuangan yang terdapat dalam novel Harimau Harimau adalah :
4.1.1 Nilai Rela Berkorban
Dalam menjalani hidup ini, kita tidak akan selalu mendapatkan setiap hal yang kita inginkan, pasti suatu saat akan ada masalah yang akan menghampiri kita
walaupun kita tidak pernah mengundangnya untuk hadir dalam kehidupan kita. Memang seperti itulah yang dinamakan hidup, akan selalu penuh dengan tantangan
dan suatu hal yang baru. Suatu hal baru yang paling tidak pernah kita harapkan untuk hadir dalam perjalanan hidup kita, bisa saja muncul tanpa pernah kita duga
dan tak pernah kita pikirkan atau perkirakan sama sekali. Beragamnya masalah yang muncul dalam kehidupan ini sering kali menuntut
kita untuk berkorban untuk orang di sekitar kita. Ketika orang di sekitar kita mendapat masalah, tidak jarang kita menjadi ikut terseret ke dalam pusaran masalah
tersebut, dan untuk membantu atau menyelamatkan orang tersebut kita harus melakukan pengorbanan yang terkadang membahayakan hidup kita sendiri. Begitu
juga dengan kelompok pendamar dalam novel Harimau Harimau ini. Ketika salah
Universitas Sumatera Utara
28
satu dari anggota kelompok mereka ada yang terkena masalah atau terancam bahaya, maka anggota kelompok yang lain akan mencoba membantu, meskipun itu
mungkin akan mengorbankan kenyamanan atau bahkan keselamatan diri mereka sendiri. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut.
”Berjalan mengusung Pak Balam tidak dapat mereka lakukan dengan cepat. Apalagi jalan yang mereka tempuh masih licin,
dan mereka harus mendaki sejak meninggalkan sungai. Berapa kali yang lain terpaksa harus menbantu Talib dan Sutan, karena
mereka berdua tak sanggup mengangkat usungan sambil mendaki tebing.
” Lubis,1992:117 Kutipan di atas menerangkan bahwa anggota kelompok yang lain dengan bersusah
payah membawa dan menyelamatkan Pak Balam yang telah sekarat karena terkena terkaman harimau. Anggota kelompok yang lain rela berkorban untuk melewati
jalanan yang sulit dan berbahaya bagi keselamatan diri mereka sendiri sambil mengusung Pak Balam yang dalam kondisi penuh dengan luka cakaran dan gigitan
harimau. Anggota kelompok pendamar bahkan menunjukkan nilai rela berkorban yang
lebih besar lagi ketika Talib terkena serangan harimau. Ketika Talib diseret oleh harimau ke dalam hutan, anggota kelompok pendamar yang lainnya nekat
menyerbu masuk ke dalam hutan, mengejar harimau yang telah menyeret Talib. Mereka dengan spontan melakukan tindakan tersebut karena mereka ingin
menyelamatkan Talib, padahal tindakan mereka tersebut dapat membahayakan diri mereka sendiri, karena bisa saja harimau tersebut tiba-tiba menyerang balik salah
satu dari mereka yang datang mengejar. Tapi hal tersebut tak mereka pikirkan, mereka dengan sepenuh hati rela menolong Talib. Hal itu tergambar jelas dalam
kutipan berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
29
”Mereka melupakan bahaya terhadap terhadap diri mereka kini, penuh dengan semangat dan naluri yang terdapat dalam diri
setiap manusia. Ingat pada nasib kawan mereka yang berada di dalam kekuasaan harimau, dan dengan parang terhunus mereka
menyerbu ke dalam pohon-
pohon yang tumbuh rapat.” Lubis, 1992:121-122
Nilai rela berkorban juga ditunjukkan oleh anggota kelompok pendamar ketika salah satu anggota mereka Pak Haji, hampir saja diserang oleh seekor ular
berbisa. Salah satu dari anggota kelompok pendamar tersebut Buyung, secara spontan segera melakukan tindakan yang sangat berbahaya bagi dirinya sendiri
untuk menyelamatkan Pak Haji yang akan diserang oleh ular berbisa tersebut. Karena, jika saja tindakan pertolongannya tersebut gagal atau meleset, maka dia
yang akan terkena serangan ular tersebut. Hal itu tergambar dengan jelas dalam kutipan berikut ini.
”Pertolongan diberikannya dengan cepat sekali, tanpa mem- perhitungkan bahaya terhadap dirinya sendiri. Karena jika
tebasan parang Buyung tidak tepat, maka dialah yang akan diserang ular berbisa.” Lubis, 1992: 180
Nilai rela berkorban memang terlihat jelas ditunjukkan oleh para anggota kolompok pendamar. Ketika ada anggota kelompok mereka mendapat masalah atau
bahaya maka anggota yang lain akan segera melakukan tindakan pertolongan semampu mereka. Mereka tidak terlalu peduli walaupun mungkin saja tindakan
pertolongan yang akan mereka lakukan bisa saja akan menyusahkan atau membahayakan keselamatan diri mereka sendiri, mereka tetap rela melakukannya.
4.1.2 Nilai Persatuan
Nilai persatuan merupakan suatu nilai yang sangat perlu untuk dimiliki oleh suatu kelompok. Karena nilai persatuan ini akan mencegah terjadinya perpecahan
Universitas Sumatera Utara
30
yang diakibatkan oleh perbedaan yang dimiliki anggota-anggota kelompok tersebut. Oleh karena itu, nilai persatuan ini sangat penting untuk kita miliki, karena dapat
mempertahankan dan menjaga keutuhan kelompok agar tidak tercerai-berai. Nilai persatuan juga dapat menuntun kita agar melewati setiap masalah
dengan cara bersama-sama. Jika kita melewati atau menghadapi suatu masalah dengan cara bersama-sama, maka masalah tersebut akan menjadi terasa lebih ringan
dan akan menjadi lebih gampang untuk diselesaikan. Karena kita akan mempunyai orang lain yang akan membantu kita untuk menghadapi masalah tersebut, dengan
kata lain kita akan mempunyai teman berbagi. Kelompok pendamar dalam kelompok ini juga memperlihatkan nilai
persatuan dalam keseharian mereka saat melakukan pekerjaan mencari damar. Hal tersebut dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”Mereka bertujuh selalu bersama-sama pergi mengumpulkan dama
r,,,,” Lubis, 1992: 5 Dari kutipan di atas, kita dapat melihat bahwa ketujuh anggota kelompok pendamar
ini selalu pergi mencari damar bersama-sama. Karena jika suatu pekerjaan dilakukan dan dijalani dengan bersama-sama, maka pekerjan itu akan menjadi
terasa lebih ringan, karena akan ada orang yang menemani dan siap membantu jika kita menemui suatu rintangan dalam mengerjakan pekerjaan tersebut. Dengan
adanya orang lain bersama kita, maka kita akan menjadi lebih aman dan tenang dalam mengerjakan pekerjaan tersebut.
Ketujuh anggota kelompok pendamar ini tidak hanya menunjukkan nilai persatuan dalam melakukan pekerjaan mereka sehari-hari. Namun mereka juga
menunjukkan nilai perjuangan tersebut dalam hal beribadah, yaitu dalam
Universitas Sumatera Utara
31
melakukan sembahyang. Mereka bertujuh selalu melakukan sembahyang dengan bersama-sama pada saat menjalani hari-hari di tengah hutan. Hai itu dapat kita lihat
dalam dua kutipan berikut ini. ”….karena mereka terus sembahyang magrib bersama-sama…”
Lubis, 1992: 77 ”Mereka sembahyang magrib bersama-sama dekat api
unggun.” Lubis, 1992: 87 Pada saat harimau buas mulai menyerang kelompok mereka, anggota
kelompok pendamar ini juga menunjukkan nilai persatuan dalam menghadapi ancaman tersebut. Ketika Pak Balam diserang harimau di pinggir sungai dan ditarik
ke dalam hutan, para anggota kelompok pendamar yang lain segera mengambil perlengkapan masing-masing dan bersatu menyerbu harimau untuk menyelamatkan
Pak Balam. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut ini. ”Reaksi kawan-kawannya di sekeliling api unggun cukup
cepat. Wak Katok segera mengambil senapan, yang muda- muda melompat menghunus parang panjang, dan segera berlari
ke api mengambil sepotong kayu yang menyala, dan mereka berlari ketempat Pak Balam.” Lubis, 1992: 91
Sebagai sekelompok orang yang telah bekerja bersama-sama mencari nafkah di tengah hutan rimba yang penuh dengan bahaya yang dapat mengancam
keselamatan mereka kapan saja, para anggota kelompok pendamar ini memang telah menunjukkan nilai persatuan dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari.
4.1.3 Nilai Harga-menghargai
Sikap menghargai sesama sangat penting untuk kita miliki di tengah-tengah kehidupan kita dalam bermasyarakat. Kita harus bisa menghargai dan menghormati
Universitas Sumatera Utara
32
orang-orang yang ada di sekitar kita. Begitu juga dengan para anggota kelompok pendamar ini. Di tengah-tengah perbedaan kemampuan dan perbedaan karakter
yang mereka miliki, mereka mampu saling menghargai. Pernah suatu ketika Buyung tidak berhasil menembak rusa, dan mereka pun
tidak mendapatkan suatu hasil apa pun dalam perburuan yang telah mereka lakukan seharian. Namun anggota kelompok yang lain tidak marah kepada Buyung karena
tembakannya telah meleset, namun mereka menghargai Buyung dan bahkan balik menyemangati Buyung agar tidak merasa bersalah karena kegagalannya menembak
rusa. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini ”Akan tetapi tembakannya tak kena. Rusa lari, dan meskipun
mereka buru sepanjang hari, tak lagi dapat mereka temukan. Buyung menyesali dirinya tak putus-putusnya, akan tetapi
Sanip enak saja berkata: ”Apa yang engkau susahkan Buyung, rusa itu akan beranak lagi, dan artinya akan lebih
banyak rusa yang dapat engkau tembak di hutan.”” Lubis, 1992: 18
Para anggota kelompok pendamar mampu menghormati dan menghargai hak orang lain, dan yang paling jelas terlihat dalam novel ini adalah para anggota
kelompok pendamar yang lebih muda sangat menghormati dan menghargai anggota kelompok yang lebih tua dari mereka. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut
ini. ”Buyung pun merasa hormat pada Pak Haji yang tua.”
Lubis, 1992: 20 Dari kutipan di atas, dapat kita lihat bahwa anggota kelompok yang paling muda
yang bernama Buyung, menghormati Pak Haji yang lebih tua dari dirinya. Dia tetap menaruh rasa hormat kepada Pak Haji walaupun di dalam beberapa hal dia lebih
Universitas Sumatera Utara
33
unggul disbanding dengan Pak Haji. Misalnya dalam hal berburu, Buyung adalah seorang pendamar yang rajin dan sekaligus seorang pemuda yang sangat terlatih
dan hebat dalam hal berburu di hutan, sedangkan Pak Haji hanya seorang pendamar biasa yang tidak memiliki kehebatan dalam hal berburu di hutan, namun Buyung
tetap menghormati Pak Haji. Dalam hal mengambil keputusan, para anggota kelompok ini juga saling
menghargai, walaupun terkadang keputusan yang diambil tidak sesuai dengan keinginan semua anggota kelompok. Dalam mengambil keputusan terhadap suatu
masalah yang muncul, mereka akan saling berunding dan akan saling bertanya pendapat. Hal itu dapat kita lihat pada kutipan berikut ini.
”Baru setelah Pak Haji mengulang pertanyaannya untuk kedua kalinya, Wak Katok mendengar suar
a Pak Haji, ”Bagaimana Wak Katok, bagaimana pikiran Wak Katok tentang kata Pak
Balam? Menurut pikiran saya, belumlah tentu benar bahwa harimau yang menyerang..”” Lubis, 1992: 106
”Pak Haji mengatakan bahwa putusan terserah pada Wak Katok, karena Wak Katok yang membawa senapan dan Wak
Katoklah yang ahli berburu.” Lubis, 1992: 165
Dari kutipan pertama di atas, dapat kita lihat jelas bahwa Pak Haji menanyakan pendapat Wak Katok tentang kebenaran harimau apa yang telah menyerang mereka.
Pak Haji yang telah dianggap banyak mendapat pengalaman hidup karena telah keliling dunia dan telah bertemu berbagai macam orang, ternyata tetap bertanya
kepada Wak Katok tentang kebenaran harimau apa yang telah menyerang mereka. Dia tetap menghargai Wak Katok yang selama ini telah dianggap penduduk desa
sebagai dukun yang hebat dan sangat diseganai, padahal pada saat itu kebohongan dan dosa-dosa Wak Katok telah diceritakan oleh Pak Balam. Walaupun dia telah
Universitas Sumatera Utara
34
mengetahui dosa-dosa dan keburukan Wak Katok, namun Pak Haji masih tetap menghargainya. Pada kutipan kedua di atas, dapat juga kita lihat bahwa Pak Haji
menyerahkan semua keputusan yang akan diambil kepada Wak Katok. Dia menyerahkan keputusan kepada Wak Katok, karena dia menghargai bahwa Wak
Katok adalah seorang yang sangat berpengalaman dalam hal berburu. Jadi Pak Haji menyerahkan pilihan kepada Wak Katok, apakah mereka akan memburu balik
harimau yang telah memburu mereka atau mereka akan melanjutkan perjalan pulang saja dan meninggalkan harimau itu.
Begitu juga sebaliknya, Wak Katok juga sangat menghormati Pak Haji yang telah terkenal mempunyai banyak pengalaman, begitu juga dengan anggota
kelompok pendamar yang lainnya, mereka juga sangat menghargai Pak Haji. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”Membawa damar sambil mengusung Pak Balam rasanya tak mungkin. ”Bagaimana yang baik Pak Haji, akan kita tinggalkan
keranjang……?”” Lubis, 1992: 112 ”Pikiran Pak Haji mereka terima” Lubis, 1992: 112
Nilai harga-menghargai sesama juga tetap diperlihatkan oleh anggota kelompok pendamar walaupun ada salah satu dari anggota mereka telah melakukan
kejahatan terhadap anggota kelompok yang lainnya. Pak Haji tetap menyuruh Buyung dan Sanip untuk tetap menghargai dan menghormati Wak Katok. Padahal
saat ituWak Katok telah melakukan kejahatan kepada mereka, Wak Katok telah mengusir Pak Haji, Buyung, Sanip dari pondok tempat mereka bermalam ke dalam
hutan yang gelap dan dihuni oleh harimau buas yang telah memburu mereka. Terlihat dengan jelas bahwa sebenarnya Wak Katok tidak peduli dengan
Universitas Sumatera Utara
35
keselamatan nyawa mereka bertiga, dan bahkan pada akhirnya Wak Katoklah yang menembak Pak Haji, dan peluru dari senapan Wak Katok itulah yang membuat Pak
Haji meninggal. Namun sebelum Pak Haji meninggal, dia berpesan kepada teman- temannya agar menghargai orang lain, dan jangan pernah memaksakan suatu
kehendak kepada orang lain. Pak Haji juga menekankan dengan jelas dalam pesannya agar mereka mau menghargai dan memaafkan kesalahanWak Katok,
padahal Wak Katok telah menembaknya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”… jangan paksakan Tuhanmu pada orang lain, seperti juga jangan paksakan kemanusiaanmu pada orang lain. Manusia
perlu manusia lain…manusia harus belajar hidup dengan kesalahan dan kekurangan manusia lain. Wak Katok jangan
dibenci. Maafkan dia....….ingatlah hidup orang lain adalah hidup kalian
juga…” Lubis, 1992: 199 Setelah mendengarkan pesan Pak Haji, Buyung dan Sanip menjadi tersadar
bahwa mereka harus tetap menghargai Wak Katok, walaupun telah melakukan kejahatan kepada mereka. Nilai harga-menghargai kembali mereka tunjukkan
ketika mereka memindahkan Wak Katok yang sedang pingsan ke dalam pondok. Sebenarnya bisa saja mereka membiarkan Wak Katok tergeletak pingsan di luar
pondok, namun mereka tetap peduli akan keadaan Wak Katok, dan mereka pun memindahkannya masuk ke dalam pondok. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan
berikut ini. ”Kemudian mereka memindahkan Wak Katok yang masih
pingsan ke dalam pondok.” Lubis, 1992: 201
Universitas Sumatera Utara
36
4.2.9 Nilai Sabar dan Semangat Pantang Menyerah
Dalam menjalani kehidupan di tengah hutan, kelompok pendamar juga memperlihatkan nilai sabar dan semangat pantang menyerah. Ketika ada suatu
kesusahan yang menghampiri perjalan mereka, maka para anggota kelompok pendamar ini akan saling menguatkan agar mereka tetap sabar dan tetap semangat
dalam menghadapi masalah tersebut. Sanip yang berkarakter periang dan ramah sering kali memberi semangat
kepada anggota pendamar yang lainnya agar tetap semangat. Pernah suatu kali, ketika mereka melewati perjalan yang sulit dan hujan pun turun lebat, sehingga
perjalan semakin sulit. Mereka semua menjadi basah kuyup, namun pada saat itu Sanip segera menyemangati teman-temannya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan
berikut. ”…. mereka sedang menempuh hutan, dan turun hujan yang
lebat, hingga jalan menjadi licin dan badan mereka basah kuyup, maka Sanip dengan gembira akan berseru ”…jangan
susah hati, habis hujan datanglah terang”” Lubis, 1992: 17 Sikap saling menyemangati juga ditunjukkan oleh kelompok pendamar dalam
kutipan berikut ini. ”Pada suatu kali mereka mengumpulkan damar amat banyak.
Beban damar yang harus mereka pikul pulang amat berat, dan Sanip berseru gembira: ”Aduh, ini dua kali lebih banyak dari
yang biasa kita bawa pulang. Untung besar kita”” Lubis, 1992: 19
Perjalan hidup mencari nafkah di tengah hutan sangat membutuhkan sikap sabar dan sikap semangat pantang menyerah. Karena kesabaran dan semangat
pantang menyerah sangat mempengaruhi hasil yang akan didapatkan pada saat mengerjakan sesuatu. Begitu juga dalam hal menjalani pekerjaan di tengah hutan,
Universitas Sumatera Utara
37
terutama pada saat berburu, sikap sabar sangat dibutuhkan. Para anggota kelompok pendamar juga menunjukkan nilai sabar dan semangat pantang menyerah ketika
berburu rusa. Mereka sabar dan pantang menyerah ketika mengikuti jejak rusa, dan ketika rusa tersebut sudah terlihat, maka mereka akan tenang dan sabar menunggu
saat yang tepat untuk menembak rusa tersebut. Karena jika mereka terlalu buru- buru dan salah perhitungan untuk menembak rusa tersebut, maka bisa jadi mereka
akan gagal dan tidak akan mendapatkan hasil apa-apa. Kesabaran itu terlihat jelas dalam kutipan berikut ini.
”Dua ratus meter terlalu jauh untuk senapan lantak tua Wak Katok. Karena itu mereka menunggu. Apalagi udara masih
terlalu g elap untuk dapat menembak sejauh itu.” Lubis, 1992:
82 Dari kutipan di atas, terlihat jelas bahwa kelompok pendamar dengan sabar
menunggu saat yang tepat untuk menembak rusa tersebut, karena pada saat itu mereka sadar bahwa jerak antara mereka dengan rusa masih terlalu jauh dan
penglihatan mereka untuk menembak juga masih terhalang oleh kabut. Nilai semangat pantang menyerah juga semakin ditunjukkan oleh para
anggota kelompok mendamar ketika mereka diburu oleh harimau yang sangat buas. Mereka menyadari bahwa mereka harus berjuang untuk dapat selamat dari bahaya
yang menghampiri mereka. Semangat untuk tidak menyerah dan terus berjuang untuk selamat keluar dengan sendirinya dari dalam jiwa mereka. Hal itu dapat di
lihat dari kutipan berikut ini. ”Akan tetapi dalam bawah sadar mereka nafsu hidup tetap
menyala dengan kuat. Malahan kini, di tengah ancaman yang dahsyat, menyala lebih besar dan lebih kuat lagi. Mereka
hendak hidup terus, mereka hendak keluar dari hutan, mereka hendak meninggalkan rimba denga
n selamat…..Mereka tak
Universitas Sumatera Utara
38
hendak mati diserang harimau yang ganas dan zalim. Bawah sadar mereka berteriak menyuruh mereka berjuang, berkelahi,
bertarung untuk mempertahankan hak hidupnya.” Lubis, 1992: 127
Rasa semangat itu semakin kuat ketika mereka mulai menyadari bahwa sebenarnya mereka dapat menentukan dan memperjuangkan keselamatan nasib mereka sendiri,
dan mereka juga mulai menyadari bahwa seharusnya merekalah yang memburu harimau tersebut dan bukan harimau tersebut yang memburu mereka. Hal itu
terlihat jelas dalam kutipan berikut ini. ”Merekalah yang memberi putusan,yang mengambil putusan,
yang berbuat, mereka yang memburu. Rasa manusia mereka kembali jadi kukuh dan menyala.” Lubis, 1992: 138
Setelah sepakat mengambil keputusan untuk memburu harimau tersebut, sikap sabar dan semangat pantang mereka semakin tertantang. Mereka mulai
mengikuti jejak harimau tersebut dengan penuh kesabaran dan semangat pantang menyerah. Mereka memulai pencarian mereka dengan sangat hati-hati dan sabar.
Meskipun pencarian jejak yang mereka lakukan sangat melelahkan, memerlukan waktu yang panjang dan penuh dengan bahaya, namun mereka tetap semangat
melakukannya dan tetap sabar mengikuti jejak-jejak tersebut selangkah demi selangkah. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
”Wak Katok, Buyung, dan Sanip telah dua jam mengikuti jejak harimau dari tempat harimau menyer
ang Talib.” Lubis, 1992: 143
Perburuan mereka tidak gampang, dan itu semakin menguji kesabaran dan semangat mereka. Mereka sadar akan hal itu, mereka juga tetap sabar dan mencoba
untuk tidak terlalu memaksakan dan tidak terburu-buru. Karena mereka tahu jika
Universitas Sumatera Utara
39
mereka terlalu memaksakan atau terlalu terburu-buru, maka hal yang buruk bisa akan menimpa mereka. Oleh karena itu, ketika melakukan perburuan terhadap
harimau tersebut, mereka tetap menyempatkan untuk tetap makan dan beristirahat sebentar. Karena mereka sadar bahwa tidak akan ada untungnya jika terlalu
memaksakan keadaan pencarian tanpa mempersiapkan tenaga dalam tubuh mereka. Mereka sadar, bahwa dalam perburuan ini mereka bisa sewaktu-waktu akan
bertemu dengan harimau tersebut, dan mereka membutukan tenaga untuk melawan harimau tersebut. Jadi mereka tetap memutuskan untuk sabar, dan tetap makan dan
istirahat, itu mereka lakukan untuk kebaikan dan persiapan untuk ke depannya. Hal itu terlihat itu terlihat jelas dalam kutipan berikut.
”.…mereka tak melihat jejak harimau timbul di seberang sungai. ”Akan perlu waktu untuk mencari jejaknya kembali,”
kata Wak Katok, dan dia melihat ke langit mencari matahari yang terlindung di balik daun-
daun kayu. “Lebih baik kita makan dahulu. Telah tengah hari…”” Lubis, 1992: 144
Nilai sabar dan semangat pentang menyerah semakin mereka tunjukkan ketika mereka memutuskan untuk menunggu dan akan menyergap harimau di suatu
tempat yang telah mereka anggap tepat untuk menunggu kedatangan harimau tersebut. Mereka sabar menunggu dan tetap tenang menunggu kedatangan harimau
yang telah mereka buru dari pagi. Hal itu terlihat dalam kutipan-kutipan berikut ini. ”Soalnya kini ialah menunggu. Menunggu dengan sabar. Yang
mereka perlukan ialah waktu.” Lubis, 1992:146 ”Lama mereka menunggu.” Lubis 1992: 152
Dalam penantian ini, kesabaran kelompok pendamar semakin di uji. Nyamuk menyerang mereka dalam penantian panjang ini, dan membuat penantian mereka
menjadi semakin menyiksa dan melelahkan. Nyamuk menyiksa dan menghisap
Universitas Sumatera Utara
40
darah mereka dengan bebas, mereka harus tetap tenang dan berusaha untuk tidak bergerak sama sekali. Mereka hanya bisa menguatkan hati mereka dan bersabar,
dan mereka tidak akan menyerah, karena mereka sadar bahwa hal yang mereka harus lakukan untuk saat itu hanyalah menunggu dengan sabar dan tidak berisik
sedikitpun. Nilai kesabaran dalam menunggu itu mereka tunjukkan dalam kutipan berikut ini.
”Kadang-kadang Buyung merasa seakan hendak melompat dan memekik, dan memukul nyamuk di tangan, kaki, dan
tengkuknya dengan keras, demikian rasanya tekanan di dalam dirinya mendesak-desak menyuruhnya berbuat sesuatu. Akan
tetapi Buyung pun menginsyafi, bahwa kini keselamatan mereka tergantung dari kekuatan hati mereka menunggu, dan
menunggu, dan menunggu.” Lubis,1992:153
Penantian mereka berlangsung sangat lama, harimau yang ditunggu-tunggu tidak muncul juga. Mereka semakin menyadari bahwa sebenarnya harimau yang sedang
mereka buru dalah harimau yang pandai berburu pula. Mereka sadar, bahwa sesungguhnya sekarang mereka saling memburu. Jadi mereka harus tetap sabar
dalam menantikan kedatangan harimau tersebut. Mereka tidak boleh lengah sedikit pun, karena harimau tersebut juga pintar dalam hal berburu mangsa. Mereka tidak
akan menyerah walaupun dalam penantian ini mereka tersiksa oleh gigitan nyamuk. Walaupun badan mereka telah penuh gatal karena bekas gigitan nyamuk, namun
mereka akn tetap tenang, sabar, dan akan terus menunggu kedatangan harimau tersebut. Semangat dan kesabaran mereka tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
”Akan tetapi kerena sadar, bahwa untuk dapat hidup terus mereka harus dapat menahan siksaan ini, maka mereka pun
diam dan menunggu……..Mereka menunggu terus.” Lubis, 1992: 153-154
Universitas Sumatera Utara
41
Setelah perburuan di hari pertama gagal, mereka melanjutkan perburuan tersebut di hari berikutnya. Mereka bertekad untuk membalas dan menuntut bela
atas kematian kawan-kawan mereka yang telah diserang oleh harimau. Mereka memulai perburuan lagi, namun untuk kali ini, pemimpin mereka Wak Katok
ternyata tidak terlalu berniat untuk memburu harimau buas tersebut. Wak Katok mencoba mengulur-ulur waktu agar lama sampai ke tempat tujuan mereka. Dengan
menggunakan alasan untuk mempercepat waktu, Wak Katok mengajak mereka untuk memotong jalan dengan cara masuk dan melalui hutan gelap yang belum
pernah lewati sekalipun. Di dalam hutan gelap tersebut perjalan menjadi sangat sulit. Mereka harus membuka jalan baru di tengah semak-semak belukar yang
berduri. Namun mereka tetap mencoba untuk bersabar dan tetap semangat. Mereka mencoba menguatkan hati mereka, walupun perjalanan itu sudah sangat
melelahkan. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut. ”….mereka menguatkan hati untuk cepat dapat ke luar dari
hutan gelap. Di banyak tempat mereka terpaksa berjalan membungkuk, belukar lebat dan rapat sekali.” Lubis, 1992:
178
Ternyata dalam perjalan panjang di hutan gelap ini, Wak Katok sengaja membuat mereka tersesat, dan membuat mereka hanya berjalan berputar-putar saja di dalam
hutan gelap tersebut. Namun pada akhirnya anggota lain menyadari bahwa mereka sebenarnya telah tersesat. Tapi ternyata Wak Katok sang pemimpin palsu, pandai
membuat alasan agar dia tidak disalahkan oleh anggota yang lain karena mereka telah tersesat di bawah tuntunannya. Wak Katok kembali menipu mereka dengan
alasan baru. Namun anggota kelompok yang lain tetap memilih untuk bersabar dan tidak marah, malahan mereka segera kembali melanjutkan perjalanan walaupun
Universitas Sumatera Utara
42
mereka telah sadar bahwa perjuangan mereka dan perjalanan mereka dari tadi ternyata sia-sia saja dan tidak berguna. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut
ini. ”Dengan enggan Buyung menahan dirinya. Kembali mengikuti
jalan yang telah mereka tempuh dari pagi…..” Lubis, 1992: 183
Permasalahan yang utama dalam novel ini adalah nafsu keserakahan dan dosa-dosa yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok pendamar tersebut. Setiap
mereka ternyata mempunyai suatu masalah atau dosa yang telah mereka simpan selama ini. Sehingga terasa bahwa semua yang mereka tunjukkan selama ini
hanyalah suatu kepalsuan dan mereka semua ternyata memaki topeng, mereka menyembunyikan wajah mereka yang sebenarnya dibalik topeng mereka.
Salah satu kepalsuan atau kebohongan yang membawa dampak besar bagi permasalahan mereka adalah kepalsuan yang dimiliki oleh seseorang yang selama
ini telah mereka anggap sebagai pemimpin mereka, yaitu Wak Katok. Ternyata semua ilmu-ilmu yang dimiliki oleh Wak Katok selama ini ternyata palsu. Semua
mantra dan jimat-jimat yang telah dimilikinya selama ini ternyata palsu. Dia hanyalah seorang pembohong besar dan sangat licik. Padahal semua anggota
kelompok pendamar dan bahkan semua penduduk kampunya telah percaya pada kehebatannya dan bahkan sangat takut dan segan kepadanya.
Setelah semua kebohongan Wak Katok mulai terungkap di depan mata teman-temannya, kelicikan dan nafsu jahat yang dia miliki selama ini menjadi
semakin tidak terkendali. Dia berniat membahayakan dan bahkan telah berniat untuk membunuh teman-temannya yang lain. Dia melakukan itu karena dia merasa
Universitas Sumatera Utara
43
marah kepada semua teman-temannya, karena mereka telah mengetahui dosa-dosa yang pernah dilakukannya selama ini. Dia meresa sangat benci kepada Pak Balam,
karena Pak Balamlah yang telah membeberkan semua dosa yang telah disimpannya dengan rapi selama ini. Wak Katok berniat membunuh semua teman-temannya agar
mereka tidak dapat menceritakan dosa yang telah dilakukannya selama ini kepada orang lain di desa. Wak Katok tidak ingin semua penduduk desa yang selama ini
telah menakuti dan mengagung-agungkanya menjadi berbalik menghina dan tidak menghormatinya lagi. Dia tidak sanggup hidup tanpa penghormatan dari penduduk
desanya. Jadi dia tidak akan membiarkan dosa-dosanya diketahui oleh penduduk desanya.
Emosi dan nafsu kejahatan Wak Katok semakin tidak dapat dibendungnya, semua sifat aslinya mulai terlihat, topengnya mulai terbuka. Dia pun mulai
mengancam teman-temannya agar mereka juga mengakui dan membeberkan dosa- dosa yang mereka miliki masing-masing. Wak Katok mengancam akan menembak
Buyung dan Pak Haji jika mereka tidak mau mengakui dosa-dosa mereka. Namun Pak Haji tetap menghadapi emosi Wak Katok dengan sabar. Hal itu dapat kita lihat
dalam kutipan berikut. ”Tetapi Pak Haji menguatkan hatinya, ”Dengarlah kataku
dahulu,” katanya dengan tenang dan sabar.” Lubis, 1992: 188
Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa Pak Haji tetap menunjukkan nilai-nilai kesabaran ketika menghadapi seorang pemimpin palsu dan penuh kejahatan seperti
Wak Katok. Pak Haji tetap berusaha untuk sabar dan mencoba berbicara dengan
Universitas Sumatera Utara
44
pelan-pelan kapada Wak Katok yang pada saat itu tengah mengancam akan menembaknya dengan senapan.
4.2.10 Nilai Kerja Sama
Nilai kerja sama sangat penting untuk kita miliki di tengah-tengah kehidupan kita bermasyarakat. Kita harus mampu bekerja sama dengan orang yang ada
disekitar kita. Apalagi jika kita mempunyai ikatan dengan suatu kelompok, entah itu kelompok kerja atau yang lainnya. Kita harus mau dan mampu bekerja sama
dengan anggota kelompok kita yang lain. Hal itu sangat perlu dilakukan agar kelompok tersebut dapat menghasilkan hasil kerja yang terbaik.
Nilai kerja sama sangat penting untuk diterapkan di dalam suatu kelompok, karena jika setiap anggota kelompok dapat bekerja sama, maka setiap pekerjaan
akan terasa menjadi semakin gampang dan dapat diselesaikan dengan cepat. Karena nilai kerja sama mengajarkan kita untuk saling membantu dalam mengerjakan
sesuatu. Begitu juga dengan kelompok pendamar dalam novel ini. Mereka telah terbiasa bekerja sama dan saling membantu dalam mencari damar di tengah hutan
rimba. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”…. mereka merasa lebih aman dan lebih dapat bantu-
membantu me lakukan pekerjaan.”
Lubis, 1992: 5 Kutipan di atas menjelaskan bahwa ketika mereka mencari damar secara
berkelompok, maka mereka akan merasa aman dan mereka dapat bekerja sama dalam melakukan pekerjaan ini. Tidak hanya terbiasa bekerja sama dalam
menjalani pekerjaan mencari damar di tengah hutan, namun anggota kelompok pendamar ini juga mau bekerja sama dengan penduduk desa tempat mereka tinggal.
Universitas Sumatera Utara
45
Contohnya adalah ketika ada penduduk yang ingin membangun rumah. Maka mereka akan ikut membantu dan ikut bekerja sama dalam membangun rumah
tersebut. Hal tersebut dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”…. mereka ikut bekerja bersama-sama ketika ada orang
membangun rumah...” Lubis, 1992: 6 Nilai kerja sama memang telah tertanam dalam kehidupan para anggota
kelompok pendamar ini. Apalagi pekerjaan mereka ini termasuk pekerjaan yang berat dan berbahaya. Oleh karena itu mereka sudah terbiasa dalam menjalani
pekerjaan ini. Pada saat di tengah hutan pun mereka akan bekerja sama pada saat mencari damar. Buyung bekerja sama dengan Talib. Ketika mereka mandapatkan
damar yang banyak, dan membutuhkan keranjang yang lebih banyak lagi untuk menampung damar tersebut, maka saling berbagi tugas. Buyung bertugas untuk
mengambil keranjang tambahan ke pondok Wak Hitam, sedangkan Talib bertugas untuk melanjutkan pekerjaan mencari damar. Mereka bekerja sama untuk dapat
menghasilkan hasil yang maksimal. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut. ”Dia terkejut ketika mendengar suara Talib.. mereka berdua
bekerja sama mengumpulka n damar.” Lubis, 1992: 51
Tidak hanya dalam mencari damar, namun mereka juga akan bekerja sama untuk mempersiapkan hal-hal yang mereka butuhkan bersama. Seperti dalam
mempersiapkan makanan sehari-hari dan membuat pondok bermalam. Mereka semua akan bekerja sama untuk mengerjakannya. Hal itu dapat kita lihat dalam
kutipan-kutipan berikut. ”Mereka sedang mendirikan sebuah pondok…” Lubis, 1992:
69
Universitas Sumatera Utara
46
”….sedang Sanip dan Talib bergegas masak makanan pagi..” Lubis, 1992: 85
”Mereka tiba di sana jam setengah lima petang. Dengan cepat mereka membuat pondok bermalam……….Anak-anak muda,
seperti Buyung, Sanip, Talib, dan Sutan mengumpulkan kayu api banyak-banyak. Mereka bermaksud hendak memasang api
unggun, mungkin sampai pagi.” Lubis, 1992: 87
Sama juga halnya ketika mereka akan berburu rusa. Mereka akan bekerja sama untuk mencari jejak dan mengejar rusa tersebut. Hal itu dapat kita lihat dalam
kutipan-kutipan berikut. ”….kami dibawa Wak Katok berburu rusa…,…tetapi ketika
kami melihatnya dan ku tembak….” Lubis, 1992: 70
”… Mereka bertiga akan pergi berburu rusa..” Lubis, 1992: 80
Jika perburuan mereka berhasil, maka mereka juga akan bekerja sama untuk mengolah hasil buruan tersebut. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan-kutipan
berikut ini. ”…ketika mereka telah tiba membawa rusa di tempat
bermalam dan rusa telah digantungkan kepada sebuah cabang pohon yang kuat, dan Wak Katok baru saja selesai
mengulitinya.” Lubis, 1992: 84
”Mereka pun dengan cepat memotong-motong daging rusa, sedan
g Sanip dan Talib bergegas masak makanan pagi” Lubis, 1992: 85
Dari beberapa kutipan di atas, memang telah terlihat dengan jelas nilai kerja sama dalam kehidupan kelompok pendamar ini. Nilai kerja sama juga mereka
terapkan dengan baik ketika sang harimau buas datang menyerang mereka. Hal itu terjadi ketika Pak Balam diserang dan diseret oleh harimau ke dalam hutan yang
gelap. Mereka bersama-sama menyerbu harimau tersebut, dan ketika mereka telah
Universitas Sumatera Utara
47
menemukan Pak Balam dalam kondisi yang penuh dengan luka, mereka pun segera berbagi tugas dan bekerja sama. Wak Katok yang membawa senapan bertugas
menyiapkan senapan kembali, an anggota kelompok yang lain segera bekerja sama untuk mengangkat Pak Balam ke pondok mereka. Hal itu dapat kita lihat dalam
kutipan berikut. ”Buyung, Sanip, Talib, Pak Haji, dan Sutan cepat
mengangkatnya. Wak Katok telah mengisi senapannya kembali, dan dengan Wak Katok berjalan di belakang, mereka
cepat-
cepat membawa Pak Balam ke tempat api unggun.” Lubis, 1992: 92
Setelah Pak Balam diserang, maka anggota kelompok yang lain memutuskan untuk menghadapi harimau itu bersama-sama. Mereka sepakat untuk bekerja sama
menghadapi harimau buas tersebut. Hal tersebut dapat kita lihat dalam kutipan berikut.
”….seperti mereka juga selalu berusaha untuk melupakan dosa- dosanya sendiri.
”Nah,” kata Wak Katok, ”harimau biasa dapat kita hadapi bersama”” Lubis, 1992: 111
Mereka juga bekerja sama dalam merawat dan membawa Pak Balam yang dalam kondisi penuh luka cakar dan gigitan harimau. Pak Balam tidak sanggup lagi
untuk berjalan sendiri, oleh karena itu anggota kelompok yang lain bekerja sama untuk mengusungnya dan juga tetap bekerja sama dalam melakukan pekerjaan yang
lainnya. Hal itu dapat kita lihat di dalam kutipan berikut ini. ”Talib dan Buyung segera membuat usungan setelah mereka
makan. Pak Haji, Wak Katok dan Sutan mengemasi perbekalan makanan dan daging rusa ke dalam dua buah keranjang, yang
akan mereka pikul berganti-ganti, sambil berganti-ganti pula mengusung Pak Balam.” Lubis, 1992:116
Universitas Sumatera Utara
48
Kesepakatan mereka untuk bekerja sama dalam menghadapi harimau tersebut mereka tepati. Ketika harimau kembali datang menyerang, mereka segera bekerja
sama untuk menghadapi harimau buas tersebut. Mereka langsung mengambil bagian masing-masing dan bersama-sama menghadapi harimau tersebut, padahal
sebenarnya pada saat itu sedang terjadi perselisihan di antara mereka. Pada saat itu Wak Katok sedang memaksa Buyung dan Pak Haji untuk
menceritakan dosa mereka masing-masing. Pak Haji mau mengikuti kemauan Wak Katok tersebut dan menceritakan semua dosanya, namun Buyung menolak untuk
menceritakan dosa-dosanya. Wak Katok terus memaksanya dengan cara mengancam akan menembaknya jika dia tidak mau menceritakan semua dosanya.
Wak Katok telah mengacungkan mulut senapannya ke arah Buyung dan terus memaksanya, pada saat itulah harimau datang menyerang. Mereka yang sedang
terlibat dalam perselisihan segera melupakan perselisihan mereka. Mereka segera bersama-sama bersiap menghadapi harimau tersebut, dan ketika senapan Wak
Katok tidak dapat meletus karena bubuk mesiunya basah, mereka yang sadar akan hal tersebut segera bersama-sama mencoba untuk menyerang dan menakut-nakuti
harimau tersebut dengan cara melemparkan kayu bakar yang menyala ke arah harimau tersebut. Mereka segera berbagi tugas dan mengambil bagian masing-
masing dalam menyerang harimau ini, ada yang bertugas untuk melemparkan kayu bakar yang menyala ke arah harimau dan ada juga yang bertugas untuk
menambahkan kayu bakar yang baru ke dalam api unggun untuk persiapan berikutnya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
”….Buyung terus mengerti, dia melompat ke api unggun, sambil berseru: ”Lemparkan kayu menyala” dan cepat Buyung
Universitas Sumatera Utara
49
melompat melontarkan sebuah kayu besar yang terbakar menyala ke arah kedua mata yang bersinar hijau, disusul oleh
lemparan Pak Haji dan Sanip,…….”Cepat Wak Katok, tukar
mesiu baru” kata Buyung, dan dia berlari kembali ke api unggun, menyiapkan sebuah kayu yang menyala di tangannya,
sambil berseru pada Sanip, supaya melemparkan kayu lebih banyak lagi ke atas api.” Lubis, 1992: 191
Nilai kerja sama juga masih ditunjukkan oleh para anggota kelompok pendamar yang tersisa ketika mereka menghadapi kejahatan pemimpin mereka.
Pada saat itu Wak Katok yang telah dianggap sebagai pemimpin kelompok, mengusir Pak Haji, Buyung, dan Sanip dari pondok tempat mereka menginap. Wak
Katok mengusir mereka masuk ke dalam hutan yang gelap dan meninggalkan cahaya terang api unggun. Namun mereka tidak mau pergi begitu saja ke dalam
hutan yang gelap karena di sana ada harimau buas yang menunggu mereka. Mereka bertiga memutuskan untuk melawan kejahatan Wak Katok, mereka bersembunyi di
balik gelap malam. Mereka mengintai Wak Katok dari jauh, dari luar jangkaun cahaya terang yang dihasilkan api unggun. Mereka bertiga menunggu Wak Katok
dalam keadan tidak waspada, mereka akan segera menyerang ketika mereka mendapatkan kesempatan. Kesempatan yang mereka tunggu-tunggu pun tiba.
Mereka bekerja sama menyerang Wak Katok, mereka menyerang Wak Katok dari tiga arah yang berbeda. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut.
”Buyung memberi isyarat, bunyi burung hantu, dan melompat menyerbu hendak menyergap Wak Katok. Sanip dan Pak Haji
datang menyerang dari jurusan yang lain.” Lubis, 1992: 196
Setelah Buyung dan Sanip berhasil mengalahkan Wak Katok dan mengikatnya, mereka melanjutkan memburu harimau tersebut. Mereka
menggunakan Wak Katok sebagai umpan untuk memancing harimau tersebut agar
Universitas Sumatera Utara
50
keluar. Setelah menunggu beberapa lama, harimau itupun keluar. Dengan ketenangan perkiraan yang baik, akhirnya Buyung pun berhasil membunuh harimau
buas tersebut. Mereka pun segera bekerja sama untuk menguliti harimau tersebut dan selanjutnya bekerja sama membuat pondok untuk tempat mereka bermalam.
Nilai kerja sama itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”Mari kita kuliti dia cepat, dan kita memasang pondok di tepi
sungai,” kata Buyung, ” kita bermalam saja di sini malam ini.”” Lubis 1992: 210
Nilai kerja sama tetap ditunjukkan oleh anggota kelompok pendamar yang tersisa sampai akhir cerita novel ini. Mereka juga menyelesaikan masalah-masalah
yang mereka hadapi dengan cara bekerja sama.
4.2.11 Nilai Keberanian
Nilai keberanian merupakan suatu nilai yang sangat perlu untuk dimiliki oleh seseorang ketika dia menghadapi dan hendak menyelesaikan masalah tersebut.
Namun sifat berani harus dibarengi dengan pemikiran yang matang dan sifat bijaksana, tidak boleh hanya modal berani saja, segala sesuatu kemungkinan yang
terjadi harus dipikirkan. Nilai keberanian dibutuhkan untuk mengambil suatu tindakan baru pada saat
kita sedang berada dalam suatu masalah. Suatu tindakan baru yang dapat merubah keadaan dan membawa kita lepas dari masalah yang menghampiri kehidupan kita.
Kita harus berani untuk membuat dan mengambil suatu keputusan atau tindakan yang baru meskipun tindakan baru ini akan membutuhkan perjuang yang lebih
besar lagi.
Universitas Sumatera Utara
51
Kehidupan mencari damar di tengah hutan membutuhkan keberaniaan, karena pekerjaan ini dekat dengan bahaya yang selalu siap mengancam kapan saja. Para
anggota kelompok pendamar yang sudah terbiasa keluar masuk hutan, sudah terbiasa dengan berbagai macam bahaya yang dapat menghampiri ketika berada di
tengah hutan. Baik itu bahaya yang berasal dari hewan buas ataupun bahaya yang disebabkan oleh sulitnya medan perjalanan yang biasa mereka tempuh ketika
mencari damar di tengah hutan. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, para anggota kelompok pendamar
sudah terbiasa menunjukkan nilai keberanian dalam tindakan atau pekerjaan mereka sehari-hari. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut.
”….Talib tanpa ragu-ragu menyerang babi dengan tombaknya, dan menyelamatkan pemburu itu.” Lubis, 1992: 20
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Talib salah satu anggota kelompok pendamar dengan berani menyerang seekor babi hutan yang tengah mengamuk dan
menyerang seorang pemburu yang pada saat itu sedang mengepung babi hutan tersebut. Talib tanpa ragu-ragu menyerang babi hutan tersebut dengan tombaknya,
dan dia pun dapat menyelamatkan pemburu yang pada saat itu sedang berada dalam bahaya serangan babi hutan yang sedang mengamuk.
Ketika Pak Balam diserang oleh harimau, anggota kelompok pendamar yang lain segera mengeluarkan respon yang cepat. Mereka langsung mengambil
tindakan. Mereka mengambil senjata masing-masing dan dengan berani mereka semua berlari untuk menyelamatkan Pak Balam yang telah diterkam dan diseret
oleh harimau ke dalam hutan yang gelap. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
52
”Reaksi kawan-kawannya di sekeliling api unggun cukup cepat. Wak Katok segera mengambil senapan, yang muda-
muda melompat menghunus parang panjang dan segera berlari….., dan mereka terus berlari ke tempat Pak Balam…..
Wak Katok berlari di depan dengan senapannya, disusul segera oleh Buyung dan yang lain.” Lubis, 1992: 91
Begitu juga ketika talib diserang oleh sang harimau, mereka juga langsung melakukan tindakan pertolongan dengan cepat. Meskipun mereka telah melihat
dengan jelas besarnya jejak yang ditinggalkan sang harimau, yang menandakan bahwa harimau tersebut sangatlah besar, namun tanpa berpikir panjang dan ragu-
ragu, mereka langsung berani mengejar harimau tersebut dan hendak menyelamatkan Talib. Nilai keberanian tersebut dapat kita lihat dalam kutipan
berikut. ”Mereka melihat besarnya jejak itu. Akan tetapi tanpa berpikir
panjang mereka berlari ke dalam hutan mengikuti jejak dan darah…,..dengan pedang terhunus mereka menyerbu ke dalam
pohon-pohon
yang tumbuh
ra pat…….pemandangannya
sungguh mengerikan hati. Tetapi saat itu bukan saat untuk merasa takut lagi.” Lubis,1992:121-122
Kutipan di atas juga menggambarkan bahwa para anggota kelompok pendamar dengan berani menyerbu harimau yang sedang berada di dalam pohon-pohon hutan
yang tumbuh rapat. Hal itu berbahaya bagi mereka, karena bisa saja harimau tersebut balik menyerang mereka. Namun demi menyelamatkan nyawa Talib, maka
mereka pun dengan gagah berani menyerbu sang harimau. Pada saat Pak Balam dan Talib telah menjadi korban serangan sang harimau
buas, keberanian anggota kelompok pendamar tidak menjadi luntur dan hilang. Buyung yang merupakan anggota kelompok pendamar yang paling muda di antara
anggota kelompok yang lainnya, dengan berani mengusulkan agar mereka
Universitas Sumatera Utara
53
memburu harimau buas tersebut, Buyung ingin menuntut bela dari kematian temannya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut.
”Buyung mengusulkan agar mencoba memburu harimau.” Lubis, 1922: 137
Ketika percobaan pertama mereka untuk memburu harimau gagal dan bahkan Sutan pun telah ikut menjadi korban ketiga dari kebuasan harimau tersebut, namun
Buyung dengan berani tetap mengusulkan agar mereka tetap melanjutkan perburuan terhadap harimau buas tersebut. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan
berikut. ”…..tiba-tiba buyung tak dapat menahan dirinya. ”Wak Katok,
katanya, ”mari sekarang kita buru harimau itu sampai dapat. Hatiku panas sekali. Pak Balam, Talib, dan Sutan harus
dituntut bela.”” Lubis, 1992: 164
Nilai keberanian juga tetap ditunjukkan oleh anggota kelompok pendamar yang tersisa ketika mereka diancam oleh orang yang selama ini sangat mereka
segani dan takuti dan bahkan telah mereka anggap sebagai pemimpin kelompok mereka. Mereka berani untuk untuk melawan Wak Katok. Bahkan ketika Wak
Katok mengancam akan membunuh mereka dengan ilmu-ilmu gaib, mereka dengan berani berkata bahwa semua ilmu Wak Katik hanyalah takhyul dan mereka tidak
percaya lagi, padahal selama ini mereka sangat takut dengan ilmu-ilmu Wak Katok. Tapi karena mereka percaya dengan adanya Tuhan, maka mereka pun tidak takut
lagi dengan ancaman Wak Katok. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”Sedang kini pun dalam hati mereka timbul juga sedikit
kesangsian Bagaimana jika benar, akan tetapi mereka ingat kata Pak Haji… percayalah pada adanya Tuhan, dan Buyung ,
membalas ”Kami sudah tak takut dan percaya lagi pada
Universitas Sumatera Utara
54
mantera dan jimat dan sihir Wak Katok. Takhyul yang palsu saja.”” Lubis, 1992: 203
Walaupun anggota kelompok mereka hanya tinggal bertiga, dan yang satu adalah pengecut dan pembohong. Namun mereka dengan berani memutuskan
untuk tetap lanjut memburu harimau tersebut. Nilai keberanian itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”Ke mana kita?” tanya Wak Katok. ”Memburu harimau,” kata Buyung” Lubis, 1992: 203
Sikap beranilah yang membuat kelompok ini dapat mengalahkan masalah yang datang menghadang perjalanan mereka. Mereka dengan berani menyelesaikan
satu-persatu masalah yang ada.
4.2.12 Nilai Kerja Keras
Kerja keras merupakan salah satu cara untuk dapat menyelesaikan masalah atau mencapai suatu hal yang kita inginkan. Kerja keras dapat membawa kita ke
dalam suatu keberhasilan. Nilai kerja keras perlu untuk kita tanamkan dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari. Sesulit atau sebesar apapun masalah yang
datang menghadang langkah kita, jika kita sabar dan mau bekerja keras, maka masalah tersebut akan dapat kita selesaikan.
Mencari damar di tengah hutan merupakan suatu pekerjaan yang sulit dan membutuhkan kerja keras. Para anggota kelompok pendamar sudah terbiasa bekerja
keras dalam menjalani perkerjaan mereka ini. Mencari damar membutuhkan kerja keras karena harus melewati perjalanan yang panjang dan sulit. Nilai keras itu
tergambar dalam kutipan berikut.
Universitas Sumatera Utara
55
”Mendaki dan menuruni gunung, membawa beban damar atau rotan yang berat,..” Lubis, 1992: 3
Nilai kerja keras tidak hanya ditunjukkan oleh anggota kelompok pendamar yang muda-muda saja, namun oleh yang tua juga. Pak Haji yang Rakhmad yang
merupakan anggota kelompok pendamar yang paling tua juga masih kuat dalam bekerja keras. Meskipun usianya sudah tidak lagi muda, namun dalam hal bekerja
keras Pak Haji tidak kalah dari anggota kelompok pendamar yang masih muda. Nilai kerja keras itu dapat dilihat dalam kutipan berikut.
”Meskipun rambutnya sudah putih, tetapi masih lebat. Dia masih kuat mendukung beban damar menandingi siapa pun
juga di antara mereka.” Lubis, 1992: 20
Setelah mereka menyadari bahwa mereka telah berurusan dengan seekor harimau, maka mereka semakin menunjukkan kerja keras mereka. Mereka semakin
bekerja keras karena mereka takut jika harimau tersebut akan mengikuti perjalan mereka. Kini mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat lagi berjalan pelan
seperti biasanya, mereka harus mempercepat langkah mereka, agar harimau tidak menemukan mereka. Setelah selesai makan pun mereka memutuskan untuk segera
melanjutkan perjalanan tenpa istirahat seperti biasanya. Mereka mencoba untuk berjalan lebih cepat lagi dari biasanya. Hal ini menuntut mereka untuk lebih bekerja
keras lagi, karena mereka harus berjalan dengan cepat dan buru-buru tanpa istirahat seperti biasanya, padahal mereka sedang membawa beban yang berat dan melalui
jalan yang lumayan sulit. Nilai kerja keras yang ditunjukkan oleh kelompok pendamar itu dapat kita lihat dalam kutipan-kutipan berikut.
”Sepanjang pagi mereka berjalan secepat mungkin, tanpa banyak berkata-kata. Jalan pun agak licin karena rupanya
kemarin hujan.” Lubis, 1992: 86
Universitas Sumatera Utara
56
”Mereka tak lama berhenti di sana, akan tetapi segera setelah makan lalu meneruskan perjalanan.” Lubis, 1992: 87
Perjalanan mereka menjadi sulit setelah Pak Balam diserang oleh harimau, karena mereka harus mengusung Pak Balam yang pada saat itu sedang berada
dalam keadaan penuh luka bekas gigitan dan cakaran harimau. Mereka berusaha berjalan dengan cepat dengan tetap waspada terhadap kemungkinan harimau akan
menyerang mereka kembali. Hal ini menuntut mereka untuk semakin bekerja keras, karena mereka juga harus mengusung Pak Balam. Mereka harus saling membantu
untuk mengusung Pak Balam, karena mereka harus melewati medan perjalanan yang sangat sulit. Apalagi pada saat itu jalan yang mereka lalui masih licin,
ditambah lagi mereka harus berjalanan mendaki tebing. Nilai kerja keras tersebut dapat kita lihat dalam kutipan berikut.
”Berjalan mengusung Pak Balam tidak dapat mereka lakukan dengan cepat. Apalagi jalan yang mererka tempuh masih licin,
dan mereka harus mendaki sejak meninggalkan sungai. Beberapa kali yang lain terpaksa harus membantu Talib dan
Sutan, karena mereka berdua tak sanggup mengangkat usungan sambil mendaki tebing.,..…mereka berjalan dengan bersusah
payah hingga tengah hari..” Lubis, 1992: 117 Perjalanan mereka semakin sulit setelah Talib diserang oleh harimau. Seluruh
tubuh Talib dipenuhi dengan luka dan dia pun pingsan. Jadi mereka juga harus mengusungnya. Namun mereka tidak dapat membawa keranjang perbekalan mereka
sambil mengusung Pak Balam dan Talib. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk mengusung Pak Balam dan Talib terlebih dahulu ke tempat mereka akan
bermalam, setelah itu mereka akan kembali untuk mengambil keranjang perbekalan mereka. Hal itu menuntut mereka untuk harus lebih bekerja keras lagi, karena
Universitas Sumatera Utara
57
meraka harus berjalan dua kali. Nilai kerja keras tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.
”…untuk mengusung Pak Balam dan Talib dahulu ke tempat bermalam mereka yang lebih dekat, dan meninggalkan kedua
keranjang, kemudian menjemput kedua keranjang berisi perbekalan makanan.
” Lubis, 1992:123 Perjalan mereka untuk mengusung Pak Balam dan Talib ke tempat mereka
bermalam tidaklah mudah. Mereka harus berjalan menuruni bukit yang licin dan memiliki jalan yang sukar untuk dilalui. Jadi mereka harus bekerja keras untuk bisa
sampai ke sana, hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. ”Jalan menuruni bukit licin dan sukar dan dengan susah payah
mereka menurun,….” Lubis, 1992: 124 Ketika mereka telah memutuskan untuk memburu harimau yang telah
menyerang mereka, mereka juga lebih bekerja keras lagi. Mereka harus mengikuti jejak harimau buas itu dengan berhati-hati dan penuh kewaspadaan, karena mereka
menyadari dari jejak harimau yang ada di tanah, bahwa sang harimau juga hebat dalam hal berburu. Di hari kedua mereka memburu harimau tersebut, mereka
memutuskan untuk memotong jalan melalui hutan gelap yang belum pernah mereka lalui. Hutan ini lembab dan basah, di dalamnya panas dan jalan yang harus mereka
lalui sukar sekali, kerena mereka harus membuka jalan baru di antara tumbuhan hutan yang berduri. Kerja keras mereka tergambar dalam kutipan berikut.
”Udara di dalamnya panas, lembab dan basah, dan jalan yang mereka lalui berat sekali, karena mereka harus membuka jalan
antara pandan-pandan den rotan- rotan berduri.” Lubis, 1992:
168 Saat perjalanan mereka akan hampir tiba di tempat harimau menyerang Sutan,
maka Wak Katok yang pada saat itu mereka anggap sebagai pemimpin
Universitas Sumatera Utara
58
memerintahkan mereka agar berhenti memotong semak berduri yang menghalangi jalan mereka, karena itu hal itu dapat menimbulkan bunyi berisik yang dapat
didengar oleh sang harimau. Jadi mereka pun berhenti untuk menebas semak berduri yang menghalangi mereka. Seringkali mereka harus berjalan membungkuk
ketika melewati belukar yang lebat dan rapat. Duri daun pandan pun sering kali menggores baju dan kulit mereka. Mereka pun menjadi semakin kelelahan karena
hawa yang panas dan badan mereka merasa sakit dan letih. Kerja keras mereka ditunjukkan dalam kutipan berikut.
”Mereka dapat menerima kebenaran perintah ini. Meskipun kini perjalanan mereka jadi bertambah sukar, karena mereka
tak dapat memotong jalan, dan baju dan kulit mereka acap tergores oleh duri daun-
daun pandan….Di banyak tempat mereka terpaksa berjalan membungkuk, belukar lebat dan rapat
sekali…..Mereka tak dapat lagi mengira-ngirakan telah berapa lama mereka berjalan demikian. Seluruh badan mereka rasanya
sakit dan letih……….Napas mereka terengah-engah, bukan saja kerena keletihan, akan tetapi juga karena hawa panas dan
lembab yang memberat di dalam hutan.” Lubis, 1992: 177- 178
Di hari berikutnya, setelah menguburkan Pak Haji, perburuan mereka lanjutkan. Untuk kali ini, mereka harus lebih bekerja keras lagi karena mengukuti
jejak harimau sampai masuk ke dalam sungai. Mereka berjalan memudiki sungai. Mereka harus loncat dari batu ke batu dan bahkan turun ke dalam sungai yang
terkadang kedalamannya sampai di peinggang mereka. Kerja keras mengikuti jejak harimau ini terlihat dalam kutipan berikut.
”Buyung membawa mereka ke dalam sungai, berjalan memudiki sungai di dalam air, meloncat dari batu ke batu, dan
turun sungai. Kadang-kadang hingga ke pinggang mereka tinggi air.” Lubis, 1992: 204
Universitas Sumatera Utara
59
Kelompok pendamar ini selalu menunjukkan kerja keras di sepanjang perjalanan yang mereka lakukan. Mereka melewati semua maslah yang datang
dengan terus bekerja keras.
4.2.13 Nilai Tolong-menolong
Tolong-menolong merupakan suatu nilai yang perlu kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai tolong-menolong menuntun kita agar saling peduli
dan saling menbantu dalam mengerjakan sesuatu. Ketika ada orang disekitar kita yang membutuhkan pertolongan kita, maka sudah seharusnya kita menolongnya
dengan cara melakukan hal terbaik yang sanggup kita lakukan untuk membantu masalahnya.
Ketika ada anggota kelompok pendamar yang mengalami kesusahan atau terancam bahaya maka anggota kelompok yang lain akan berusaha menolong dan
menyelamatkannya. Nilai tolong-menolong diperlihatkan oleh anggota kelompok pendamar ketika Pak Balam diterkam dan ditarik oleh harimau ke dalam hutan yang
gerak. Para anggota kelompok yang lain segera mengambil senjata masing-masing lalu berlari mengejar harimau untuk menolong Pak Balam. Ketika Pak Balam telah
terlepas dari cengkraman harimau, mereka segera mengangkat Pak Balam yang sedang terluka dan membawanya ke pondok dekat api unggun tempat mereka
bermalam. Pertolongan mereka itu terlihat dalam kutipan berikut. ”Melihat Pak Balam telah tak ada, mereka lalu berlari melihat
semak-semak yang bergerak-gerak bekas dilewati bekas dilalui harimau……..Mereka melihat harimau melepaskan Pak Balam,
dan terus berlari, menghilang ke dalam hutan yang lebih gelap. Dengan
cepat mereka
berlari ke
tempat Pak
Balam…….Buyung, Sanip, Talib, Pak Haji, dan Sutan cepat
Universitas Sumatera Utara
60
mengangkatnya…… dan dengan Wak Katok berjalan di belakang, mereka cepat-cepat membawa Pak Balam ke tempat
api unggun.” Lubis, 1992: 91-92
Setelah tiba di pondok tempat mereka bermalam, mereka segera memeriksa luka Pak Balam. Lalu mereka mulai membersihkannya dengan perlengkapan yang
seadanya. Kemudian mereka mengobatinya dengan ramuan-ramuan yang telah mereka buat dan segera membalutnya dengan menggunakan kain sarung. Nilai
tolong-menolong yang mereka tunjukkan terlihat dalam kutipan berikut. ”Mereka membersihkan luka-luka Pak Balam dengan air panas,
dan Wak Katok menutup luka besar di betis dengan ramuan daun-daunan, yang kemudian mereka bungkus dengan sobekan
kain sarung Pak Balam.” Lubis, 1992: 92
Di hari selanjutnya, para anggota kelompok pendamar yang lain berusaha untuk membantu dan mengobati Pak Balam. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan-kutipan
berikut. ”…maka air obat dituangkan ke dalam mangkok dari batok
kelapa. Setelah air agak dingin Wak Katok meminumkannya pada Pak Balam sedikit demi sedikit.” Lubis, 1992: 93
”Ketika Wak Katok membuka betisnya untuk mengganti obatnya dengan ramuan yang baru, kelihatan lukanya…”
Lubis, 1992: 115
Melihat keadaan Pak balam menderita luka yang sangat parah, para anggota kelompok yang lainnya memutuskan untuk menolong Pak Balam dengan cara akan
mengusungnya dalam perjalanan pulang secara berganti-gantian. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut ini.
”....berusaha untuk melupakan dosa-dosanya sendiri. ”..Pak Balam rasanya tak akan kuat berjalan kaki, karena itu harus
kita pikul berganti-ganti. Esok baiklah kita buatkan usungan untuknya.”” Lubis, 1992: 111-112
Universitas Sumatera Utara
61
Nilai tolong-menolong juga ditunjukkan oleh kelompok pendamar kita Talib diserang oleh harimau. Mereka segera menyusul Talib yang saat itu ditarik harimau
ke dalam hutan. Mereka mengusir harimau tersebut dan langsung menolong Talib dengan cara mengangkatnya dan membawanya ke tempat yang aman. Pertolongan
yang dilakukan oleh kelompok pendamar terlihat dalam kutipan berikut. ”…mereka melihat Talib terbaring di tanah, tak sadarkan diri.
Badannya penuh berlumuran darah dari kepala hingga ke kaki……… Dengan cepat tiga orang mengangkat Talib, sedang
Wak Katok dan yang lain berjaga-
jaga.” Lubis, 1992: 122 Setelah sampai di tempat yang aman, para anggota kelompok pendamar segera
bekerja sama untuk membersihkan dan mengobati luka yang diderita oleh Talib. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut.
”dan mereka akan segera memasak air untuk membersihkan luka-
luka Talib dan membuat obat baginya.” Lubis, 1992: 125
Pada saat mereka melakukan perburuan terhadap harimau, mereka memotong jalan melalui hutan yang sangat gelap yang belum pernah mereka lewati. Di tengah
perjalanan, Pak Haji hampir saja terkena patukan ular yang sangat berbisa. Untung saja Buyung datang menolong dan menyelamatkan Pak Haji dari bahaya yang
mengancamnya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”Buyung melompat amat cepat mendekati Pak Haji… Parang
panjang dihayunkannya, Pak Haji terdorong ke pinggir terkejut… nah, kena dia Buyung berseru-seru
gembira…Muka Pak Haji pucat ketika melihat badan dan kepala ular hijau yang kini bergerak-gerak jatuh di tanah yang
lembab. Ular yang amat berbisa. Dia hampir saja dipatuk oleh ular yang berbisa itu yang turun dari pohon ketika ia lewat.
Untunglah Buyung memalingkan mukanya hendak melihat wajah Pak Haji.” Lubis, 1992: 179
Universitas Sumatera Utara
62
Nilai tolong menolong memang telah menjadi bagian dari prinsip hidup anggota kelompok pendamar, salah satunya adalah Buyung. Buyung menerangkan
bahwa dia akan menolong setiap orang yang membutuhkan pertolongannya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”” Tak sampai kesana pikiranku,” kata Buyung, ”menurut rasa hatiku, di mana kita bertemu dengan yang jahat, dan hendak
merusak kita, atau hendak merusak orang lain, merusak orang banyak, maka kita yang paling dekat wajib melawannya.””
Lubis, 1992: 182
Nilai tolong-menolong juga ditunjukkan oleh anggota kelompok pendamar ketika salah satu anggota mereka, yaitu Pak Haji terkena tembakan Wak Katok.
Talib dan Buyung segera membersihkan dan mengobati luka Pak Haji, dan setelah selesai mereka membaringkan Pak Haji di dalam pondok tempat mereka bermalam.
Hal itu terlihat dalam kutipan berikut. ”Kemudian dia mendatangi Sanip yang sedang membersihkan
luka di dada kanan Pak Haji. Buyung membasahi sepotong kain dengan air, dan menggosok kening dan muka Pak Haji.
Kemudian mereka membalut luka Pak Haji dan menutup pakaiannya kembali, dan membaringkannya baik-baik di dalam
pondok.” Lubis, 1992: 198
Nilai tolong-menolong memang sangat perlu kita miliki dalam menjalani kehidupan ini. Ketika setiap orang memiliki nilai tolong-menolong dalam dirinya,
maka setiap persoalan atau bahaya yang datang dapat segera diselesaikan dengan cepat, karena ada orang lain yang menolong kita untuk menyelesaikannya.
Universitas Sumatera Utara
63
4.3 Manfaat Nilai-nilai Perjuangan untuk Penyelesaian Masalah yang
Dihadapi Kelompok Pendamar 4.2.1 Manfaat Nilai Rela Berkorban
Nilai rela berkorban memang dengan jelas telah ditunjukkan oleh para anggota kelompok pendamar dalam menjalani kehidupan mereka di tengah hutan
rimba. Nilai rela berkorban yang mereka miliki membuat mereka mau menolong teman mereka yang membutuhkan secara ikhlas dan tanpa pamrih. Sikap rela
berkorban yang tanpa mengharapkan imbalan ditunjukkan oleh para nggota kelompok pendamar ketika mereka harus mengejar harimau buas untuk
menyelamatkan temannya. Aksi penyelamatan dengan sikap rela berkorban yang pertama mereka
tunjukkan ketika hendak menyelamatkan Pak Balam dari terkaman sang harimau. Setelah aksi penyelamatan yang mereka lakukan untuk Pak Balam, di hari
selanjutnya mereka juga rela mengusung Pak Balam secara bergantian. Aksi penyelamatan dengan sikap rela berkorban yang kedua mereka tunjukkan ketika
menyelamatkan Talib yang telah diseret oleh harimau ke dalam hutan, dan selanjutnya mereka juga harus mengusung Talib ke pondok tempat mereka akan
bermalam. Nilai rela berkorban juga terlihat ketika Buyung dengan tanpa berpikir panjang menyelamatkan Pak Haji dari patukan ular berbisa. Padahal jika saat itu
tebasannya meleset maka dialah yang akan terkena patukan ular berbisa tersebut. Nilai rela berkorban yang ada dalam diri merekalah yang membuat mereka
mau menolong teman mereka yang kesusahan tanpa mengharapkan imbalan dari orang yang mereka tolong. Nilai rela berkorban membuat mereka tanpa ragu
langsung menolong teman mereka yang sedang diancam bahaya. Nilai rela
Universitas Sumatera Utara
64
berkorban yang mereka milikilah yang membuat teman-teman mereka yang sedang berada dalam bahaya dapat terselamatkan. Nilai rela berkorban yang dimiliki
teman-temannya lah yang membuat Pak Balam dan Talib dapat selamat dari terkaman harimau dan melanjutkan hidup mereka sedikit lebih lama, walaupun pada
akhirnya mereka harus mati juga karena luka yang tidak dapat disembuhkan lagi karena terbatasnya obat-obatan yang mereka miliki.
Nilai rela berkorban yang ditunjukkan oleh Buyunglah yang membuat Pak Haji tersadar akan kesalahan cara berpikirnya selama ini. Dia sadar bahwa selama
ini dia telah melakukan kesalahan karena tidak sepenuhnya lagi percaya kepada Tuhan, dia juga menyadari bahwa tidak semua manusia itu egois dan serakah
seperti orang-orang yang ditemuinya di perantauan, dan kesadaran yang dialami Pak Haji ini semakin mempererat hubungan mereka secara tulus tanpa kebohongan.
4.2.2 Manfaat Nilai Persatuan
Nilai persatuan yang dimiliki oleh para anggota kelompok pendamarlah yang membuat mereka bersatu dan bersama-sama menghadapi masalah yang menimpa
mereka. Ketika ada salah satu dari mereka yang terkena serangan harimau, maka anggota kelompok yang lain segera bersatu untuk menolong. Persatuan ini
membuat mereka menjadi lebih mudah untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Contohnya, ketika Pak Balam dan Talib diterkam harimau dan ditarik ke
dalam hutan, persatuan yang dimiliki oleh anggota kelompok yang lain lah yang membuat mereka dengan mudah dapat mengusir harimau buas tersebut.
Nilai persatuan yang membuat mereka dapat menjaga dan mempertahankan keutuhan kelompok agar tidak tercerai-berai pada saat ada masalah perpecahan.
Universitas Sumatera Utara
65
Nilai persatuan juga lah yang membuat mereka bersatu untuk membawa teman mereka yang sedang berada dalam keadaan sakit dan segera mengobatinya.
Para anggota kelompok pendamar bersatu mengerjakan dan mempersiapkan setiap hal yang mereka butuhkan. Nilai persatuanlah yang membuat mereka
berhasil dalam menghadapi pemimpin yang telah menipu dan bahkan ingin membahayakan nyawa mereka. Selanjutnya anggota kelompok pendamar yang
tersisa juga bersatu untuk memburu dan membunuh harimau.
4.2.3 Manfaat Nilai Harga-menghargai
Para anggota kelompok pendamar mampu saling menghargai walaupun mereka memiliki kemampuan dan karakter yang berbeda-beda. Nilai harga-
menghargai yang membuat mereka mampu berusaha untuk menjaga keutuhan kelompok mereka pada saat masalah perpecahan datang. Nilai harga-menghargai
yang membuat Buyung mampu untuk memaafkan Wak Katok dari semua kesalahan dan penipun yang telah dia lakukan kepada semua anggota kelompok mereka.
Buyung dengan tulus melupakan kesalahan yang telah dilakukan Wak Katok kepada mereka. Karena pesan dari Pak Haji, Buyung dapat kembali menghargai
Wak Katok. Niatnya untuk balas dendam kepada Wak Katok sirna, dan hal ini membuat perasaannya semakin tenang dan akhirnya dapat membunuh harimau dan
menyelesaikan semua masalah yang mendera kelompok mereka.
4.3.4 Manfaat Nilai Sabar dan Semangat Pantang Menyerah
Nilai sabar dan semangat pantang menyerah yang dimiliki oleh para anggota kelompok pendamar membuat mereka akhirnya dapat mengalahkan semua masalah
Universitas Sumatera Utara
66
yang mereka hadapi. Nilai sabar dan semangat pantang menyerah membuat mereka tetap sabar menjalani setiap cobaan yang ada, mereka juga tetap semangat dan tidak
menyerah walaupun terkadang usaha yang mereka lakukan tidak menuai keberhasilan dan bahkan hanya terbuang dengan sia-sia tanpa arti.
Mereka tetap sabar dan tenang ketika harus menghadapi seorang pemimpin palsu yang penuh dengan kebohongan seperti Wak Katok. Dengan ketenangan dan
kesabaran, akhirnya mereka dapat mengalahkan keangkuhan dan kejahatan yang dilakukan Wak Katok. Mereka juga tetap sabar ketika percobaan pertama mereka
untuk memburu harimau gagal. Mereka tidak menyerah, namun tetap semangat dan kembali melanjutkan peburuan mereka di hari berikutnya. Akhirnya kesabaran dan
semangat pantang menyerah yang mereka miliki menghasilkan buah yang manis, mereka akhirnya dapat membunuh harimau tersebut.
4.3.5 Manfaat Nilai Kerja Sama
Para anggota kelompok pendamar sudah terbiasa bekerja sama ketika mengerjakan sesuatu. Nilai kerja sama sudah menyatu dalam keseharian mereka
dalam menjalani pekerjaan mencari damar di tengah hutan. Begitu juga kali ini, ketika mereka diserang oleh seekor harimau yang kelaparan, mereka juga dengan
segera langsung bekerja sama untuk menghadapi harimau tersebut. Nilai kerja sama yang mereka miliki membuat mereka lebih gampang untuk
menyelesaikan masalah yang menghadang langkah mereka. Dengan bekerja sama, akhirnya mereka dapat membekuk Wak Katok yang telah mencoba membahayakan
nayawa mereka. Dengan bekerja sama juga mereka dapat mengikuti jejak harimau dan akhirnya berhasil membunuhnya.
Universitas Sumatera Utara
67
4.3.6 Manfaat Nilai Keberanian
Nilai keberanian dibutuhkan ketika hendak mengambil suatu tindakan baru pada saat kita sedang berada dalam suatu masalah. Begitu juga dengan apa yang
dialami oleh para anggota kelompok pendamar. Mereka berani untuk memburu harimau yang telah membunuh tiga orang teman mereka.
Nilai keberanian juga membuat para anggota kelompok pendamar yang tersisa berani untuk melawan kejahatan Wak Katok, dan akhirnya mereka berani
untuk tidak takut lagi terhadap ancaman mantra-mantra dan semua ilmu hitam Wak Katok. Nilai keberanian juga menuntun mereka untuk memburu sang harimau buas.
4.3.7 Manfaat Nilai Kerja Keras
Bekerja keras merupakan salah satu cara yang perlu untuk kita dilakukan agar dapat mencapai suatu hal yang diinginkan. Karena kerja keras dapat membawa kita
ke dalam suatu keberhasilan. Ketika masalah datang menghampiri kehidupan para anggota kelompok pendamar, maka mereka langsung bekerja keras agar dapat
mengalahkan dan keluar dari masalah tersebut. Ketika harimau buas menyerang salah satu dari mereka, maka anggota
kelompok yang lain langsung bekerja untuk menyelamatkannya. Mereka juga bekerja keras untuk mengusung teman mereka yang sedang dalam keadaan terluka
parah. Bekerja keras juga membuat mereka berhasil mengikuti jejak harimau dan akhirnya membunuhnya.
4.3.8 Manfaat Nilai Tolong-menolong
Nilai tolong-menolong mengajari kita untuk saling peduli dan saling menbantu dalam mengerjakan sesuatu. Jika ada orang di sekitar kita yang
Universitas Sumatera Utara
68
membutuhkan bantuan, maka sebaiknya kita harus segera melakukan apa yang kita bisa untuk menolongnya.
Nilai tolong-menolong juga ditunjukkan oleh para anggota kelompok pendamar ketika ada anggota kelompok mereka yang membutuhkan pertolongan.
Nilai tolong-menolong yang ada pada diri mereka membuat hati mereka langsung tergerak untuk menbantu teman-teman mereka yang sedang berada dalam
kesusahan. Sikap tolong-menolong membuat mereka mampu dan berhasil untuk
menyelamatkan Pak Balam. Nilai tolong menolong yang ditunjukkan oleh Buyung membuat Pak Haji selamat dari bahaya patukan ular berbisa.
Universitas Sumatera Utara
69
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisa terhadap novel Harimau Harimau karya Mochtar Lubis tentang nilai-nilai perjuangan dan manfaatnya, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat delapan nilai perjuangan di dalam novel ini. Nilai-nilai perjuangan tersebut di antara lain adalah nilai rela berkorban, nilai persatuan, nilai harga-menghargai,
nilai sabar dan semangat pantang menyerah, nilai kerja sama, nilai keberanian, nilai kerja keras, dan nilai tolong menolong. Semua nilai perjuangan ini timbul dengan
sendirinya pada saat mereka menjalani perjuangan di tengah hutan. Semua nilai perjuangan ini bermanfaat bagi penyelesaian masalah yang
mereka hadapi. Kedelapan nilai perjuangan inilah yang membuat mereka berhasil untuk menyelesaikan masalah-masalah yang datang menghampiri kehidupan
mereka, baik itu masalah yang berasal dari dalam kelompok mereka sendiri atau pun masalah yang datang dari harimau buas yang menyerang dan memburu mereka.
Meskipun sempat terjadi perpecahan di antara mereka, namun karena timbulnya nilai-nilai perjuangan ini pada mereka, maka akhirnya mereka berhasil melalui
semuanya.
5.2 Saran