25
3.3 Teknik Analisis Data
Analisis  yang  digunakan  dalam  menganalisis  karya  sastra  adalah  analisis deskriptif.  Menurut  Nasir  dalam  Tantawi  2014:66  metode  deskriptif  adalah
mendeskripsikan tentang situasi atau kejadian, gambaran, lukisan, secara sistematis, faktual,  akurat  mengenai  fakta-fakta,  sifat-sifat  serta  hubungan  antara  fenomena
dengan  fenomena  pada  objek  yang  diteliti.  Analisis  data  dikerjakan  secara menyeluruh.  Analisis  dilakukan  dengan  langkah-langkah  berikut:  a  Peneliti
membaca  data  yang  telah  dikumpulkan  untuk  memahaminya  secara  keseluruhan, b  Peneliti  akan  mengindentifikasikan  dan  mengklasifikasikan  seluruh  data
berdasarkan  butir-butir  masalah  yang  telah  dirumuskan,  dan  c  Peneliti  kembali menafsirkan  seluruh  data  untuk  menemukan  kepaduan  dan  hubungan  antar  data,
hingga  akhirnya  diperoleh  pengetahuan  tentang  makna  karya  sastra.  Data  yang telah  didapatkan  kemudiaan  dipisahkan  berdasarkan  masalah-masalah  yang  telah
dirumuskan. Hasil yang diperoleh adalah berupa uraian penjelasan penelitian yang bersifat deskriptif.
Universitas Sumatera Utara
26
BAB IV NILAI-NILAI PERJUANGAN KELOMPOK PENDAMAR
DAN MANFAATNYA
4.1 Nilai-Nilai Perjuangan dalam Novel Harimau Harimau
Nilai-nilai  perjuangan  biasanya  akan  ditunjukkan  oleh  seseorang  ketika  dia mendapat  suatu  masalah  di  dalam  kehidupannya.  Orang  tersebut  akan  melakukan
perjuangan  dengan  tujuan  agar  dapat  lepas  dari  masalah  itu  dan  dengan  harapan bisa  mendapatkan  kehidupan  yang  lebih  baik  lagi.  Nilai-nilai  perjuangan  akan
mendorong  lahirnya  suatu  sikap  mental  yang  baru,  dan  yang  selanjutnya membimbing orang tersebut untuk melakukan suatu tindakan baru yang lebih baik
dalam  upaya  menghadapi  dan  menyelesaikan  masalah  kehidupan  yang  sedang dihadapinya.
Nilai-nilai  perjuangan  merupakan  suatu  nilai  yang  sudah  melekat  pada masyarakat  kita  sejak  dulu.  Dari  masa  penjajahan,  bangsa  kita  telah  melakukan
perjuangan  agar  dapat  bertahan  hidup  dan  yang  paling  utama  adalah  agar  dapat mengusir penjajah dari negara kita ini, dan sampai  sekarang ini, meskipun  bangsa
kita  telah  merdeka,  namun  masalah  kehidupan  masih  banyak  sekali  menghampiri kehidupan kita sehari-hari. Karena memang selama kita masih hidup, maka masalah
hidup  juga  akan  selalu  menghampiri  kita,  dan  itu  berarti  bahwa  perjuangan  akan terus  berlanjut dan nilai-nilai  yang terdapat  dalam  perjuangan tersebut  akan selalu
mengiringi  langkah  kehidupan  kita.  Secara  sadar  atau  tidak  sadar  nilai  ini  akan timbul  atau  lahir  begitu  saja  ketika  kita  menghadapi  suatu  persoalan.  Begitu  juga
dengan  para  tokoh  kelompok  pendamar  di  dalam  novel  Harimau  Harimau. Kelompok  ini  terdiri  dari  tujuh  orang,  yaitu  Buyung,  Wak  Katok,  Pak  Haji,  Pak
Universitas Sumatera Utara
27
Balam,  Sutan,  Sanip,  Talib.  Jadi,  nilai-nilai  perjuangan  yang  akan  diteliti  adalah nilai-nilai  perjuangan  yang  ditunjukkan  oleh  kelompok  pendamar  dalam  novel
Harimau  Harimau  karya  Mochtar  Lubis.  Kelompok  pendamar  ini  mendapatkan suatu  masalah  yang  sangat  besar  yang  mengharuskan  mereka  untuk  melakukan
suatu perjuangan. Besarnya  masalah  kehidupan  yang  dialami  oleh  kelompok  pendamar
membuat  mereka  harus  melakukan  perjuangan  yang  besar  pula.  Kelompok pendamar  menunjukkan  nilai-nilai  perjuangan  dalam  perbuatan  dan  usaha  mereka
untuk  melewati  masalah  kehidupan  yang  menghampiri  mereka.  Nilai-nilai perjuangan yang terdapat dalam novel Harimau Harimau adalah :
4.1.1 Nilai Rela Berkorban
Dalam  menjalani  hidup  ini,  kita  tidak  akan  selalu  mendapatkan  setiap  hal yang kita inginkan, pasti suatu saat akan ada masalah yang akan menghampiri kita
walaupun  kita  tidak  pernah  mengundangnya  untuk  hadir  dalam  kehidupan  kita. Memang seperti itulah yang dinamakan hidup, akan selalu penuh dengan tantangan
dan  suatu  hal  yang  baru.  Suatu  hal  baru  yang  paling  tidak  pernah  kita  harapkan untuk  hadir  dalam  perjalanan  hidup  kita,  bisa  saja  muncul  tanpa  pernah  kita  duga
dan tak pernah kita pikirkan atau perkirakan sama sekali. Beragamnya masalah yang muncul dalam kehidupan ini sering kali menuntut
kita  untuk  berkorban  untuk  orang  di  sekitar  kita.  Ketika  orang  di  sekitar  kita mendapat masalah, tidak jarang kita menjadi ikut terseret ke dalam pusaran masalah
tersebut,  dan  untuk  membantu  atau  menyelamatkan  orang  tersebut  kita  harus melakukan pengorbanan yang terkadang membahayakan hidup kita sendiri. Begitu
juga dengan kelompok pendamar dalam novel Harimau Harimau ini. Ketika salah
Universitas Sumatera Utara
28
satu  dari  anggota  kelompok  mereka  ada  yang  terkena  masalah  atau  terancam bahaya, maka anggota kelompok yang lain akan mencoba membantu, meskipun itu
mungkin  akan  mengorbankan  kenyamanan  atau  bahkan  keselamatan  diri  mereka sendiri. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut.
”Berjalan  mengusung  Pak  Balam  tidak  dapat  mereka  lakukan dengan  cepat.  Apalagi  jalan  yang  mereka  tempuh  masih  licin,
dan mereka harus mendaki sejak meninggalkan sungai. Berapa kali yang lain terpaksa harus menbantu Talib dan Sutan, karena
mereka  berdua  tak  sanggup  mengangkat  usungan  sambil mendaki tebing.
” Lubis,1992:117 Kutipan di atas menerangkan bahwa anggota kelompok yang lain dengan bersusah
payah membawa dan menyelamatkan Pak Balam yang telah sekarat karena terkena terkaman  harimau.  Anggota  kelompok  yang  lain  rela  berkorban  untuk  melewati
jalanan  yang  sulit  dan  berbahaya  bagi  keselamatan  diri  mereka  sendiri  sambil mengusung Pak Balam yang dalam kondisi penuh dengan luka cakaran dan gigitan
harimau. Anggota kelompok pendamar bahkan menunjukkan nilai rela berkorban yang
lebih  besar  lagi  ketika  Talib  terkena  serangan  harimau.  Ketika  Talib  diseret  oleh harimau  ke  dalam  hutan,  anggota  kelompok  pendamar  yang  lainnya  nekat
menyerbu  masuk  ke  dalam  hutan,  mengejar  harimau  yang  telah  menyeret  Talib. Mereka  dengan  spontan  melakukan  tindakan  tersebut  karena  mereka  ingin
menyelamatkan Talib, padahal tindakan mereka tersebut dapat membahayakan diri mereka  sendiri,  karena  bisa  saja  harimau  tersebut  tiba-tiba  menyerang  balik  salah
satu  dari  mereka  yang  datang  mengejar.  Tapi  hal  tersebut  tak  mereka  pikirkan, mereka  dengan  sepenuh  hati  rela  menolong  Talib.  Hal  itu  tergambar  jelas  dalam
kutipan berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
29
”Mereka melupakan bahaya terhadap terhadap diri mereka kini, penuh  dengan  semangat  dan  naluri  yang  terdapat  dalam  diri
setiap manusia. Ingat pada nasib kawan mereka yang berada di dalam kekuasaan harimau, dan dengan parang terhunus mereka
menyerbu ke dalam pohon-
pohon yang tumbuh rapat.” Lubis, 1992:121-122
Nilai  rela  berkorban  juga  ditunjukkan  oleh  anggota  kelompok  pendamar ketika salah satu anggota mereka Pak Haji, hampir saja diserang oleh seekor ular
berbisa.  Salah  satu  dari  anggota  kelompok  pendamar  tersebut  Buyung,  secara spontan  segera  melakukan  tindakan  yang  sangat  berbahaya  bagi  dirinya  sendiri
untuk  menyelamatkan  Pak  Haji  yang  akan  diserang  oleh  ular  berbisa  tersebut. Karena,  jika  saja  tindakan  pertolongannya  tersebut  gagal  atau  meleset,  maka  dia
yang  akan  terkena  serangan  ular  tersebut.  Hal  itu  tergambar  dengan  jelas  dalam kutipan berikut ini.
”Pertolongan  diberikannya  dengan  cepat  sekali,  tanpa  mem- perhitungkan  bahaya  terhadap  dirinya  sendiri.  Karena  jika
tebasan    parang  Buyung  tidak  tepat,  maka  dialah  yang  akan diserang ular berbisa.”  Lubis, 1992: 180
Nilai  rela  berkorban  memang  terlihat  jelas  ditunjukkan  oleh  para  anggota kolompok pendamar. Ketika ada anggota kelompok mereka mendapat masalah atau
bahaya  maka  anggota  yang  lain  akan  segera  melakukan  tindakan  pertolongan semampu  mereka.  Mereka  tidak  terlalu  peduli  walaupun  mungkin  saja  tindakan
pertolongan  yang  akan  mereka  lakukan  bisa  saja  akan  menyusahkan  atau membahayakan keselamatan  diri mereka sendiri, mereka tetap rela melakukannya.
4.1.2 Nilai Persatuan
Nilai persatuan merupakan suatu  nilai  yang sangat  perlu untuk  dimiliki oleh suatu  kelompok.  Karena  nilai  persatuan  ini  akan  mencegah  terjadinya  perpecahan
Universitas Sumatera Utara
30
yang diakibatkan oleh perbedaan yang dimiliki anggota-anggota kelompok tersebut. Oleh  karena  itu,  nilai  persatuan  ini  sangat  penting  untuk  kita  miliki,  karena  dapat
mempertahankan dan menjaga keutuhan kelompok agar tidak tercerai-berai. Nilai  persatuan  juga  dapat  menuntun  kita  agar  melewati  setiap  masalah
dengan  cara  bersama-sama.  Jika  kita  melewati  atau  menghadapi  suatu  masalah dengan cara bersama-sama, maka masalah tersebut akan menjadi terasa lebih ringan
dan akan menjadi lebih gampang untuk diselesaikan. Karena kita akan mempunyai orang  lain  yang  akan  membantu  kita  untuk  menghadapi  masalah  tersebut,  dengan
kata lain kita akan mempunyai teman berbagi. Kelompok  pendamar  dalam  kelompok  ini  juga  memperlihatkan  nilai
persatuan dalam keseharian mereka saat melakukan pekerjaan mencari damar. Hal tersebut dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”Mereka  bertujuh  selalu  bersama-sama  pergi  mengumpulkan dama
r,,,,”  Lubis, 1992: 5 Dari kutipan di atas, kita dapat melihat bahwa ketujuh anggota kelompok pendamar
ini  selalu  pergi  mencari  damar  bersama-sama.  Karena  jika  suatu  pekerjaan dilakukan  dan  dijalani  dengan  bersama-sama,  maka  pekerjan  itu  akan  menjadi
terasa lebih ringan, karena akan ada orang yang menemani dan siap membantu jika kita  menemui  suatu  rintangan  dalam  mengerjakan  pekerjaan  tersebut.  Dengan
adanya  orang  lain  bersama  kita,  maka  kita  akan  menjadi  lebih  aman  dan  tenang dalam mengerjakan pekerjaan tersebut.
Ketujuh  anggota  kelompok  pendamar  ini  tidak  hanya  menunjukkan  nilai persatuan  dalam  melakukan  pekerjaan  mereka  sehari-hari.  Namun  mereka  juga
menunjukkan  nilai  perjuangan  tersebut  dalam  hal  beribadah,  yaitu  dalam
Universitas Sumatera Utara
31
melakukan  sembahyang.  Mereka  bertujuh  selalu  melakukan  sembahyang  dengan bersama-sama pada saat menjalani hari-hari di tengah hutan. Hai itu dapat kita lihat
dalam dua kutipan berikut ini. ”….karena mereka terus sembahyang magrib bersama-sama…”
Lubis, 1992: 77 ”Mereka  sembahyang  magrib  bersama-sama  dekat  api
unggun.”     Lubis, 1992: 87 Pada  saat  harimau  buas  mulai  menyerang  kelompok  mereka,  anggota
kelompok  pendamar  ini  juga  menunjukkan  nilai  persatuan  dalam  menghadapi ancaman tersebut. Ketika Pak Balam diserang harimau di pinggir sungai dan ditarik
ke  dalam  hutan,  para  anggota  kelompok  pendamar  yang  lain  segera  mengambil perlengkapan masing-masing dan bersatu menyerbu harimau untuk menyelamatkan
Pak Balam. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut ini. ”Reaksi  kawan-kawannya  di  sekeliling  api  unggun  cukup
cepat.  Wak  Katok  segera  mengambil  senapan,  yang  muda- muda melompat menghunus parang panjang, dan segera berlari
ke  api  mengambil  sepotong  kayu  yang  menyala,  dan  mereka berlari ketempat Pak Balam.” Lubis, 1992: 91
Sebagai sekelompok orang  yang telah bekerja bersama-sama mencari nafkah di  tengah  hutan  rimba  yang  penuh  dengan  bahaya  yang  dapat  mengancam
keselamatan  mereka  kapan  saja,  para  anggota  kelompok  pendamar  ini  memang telah menunjukkan nilai persatuan dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari.
4.1.3 Nilai Harga-menghargai
Sikap  menghargai  sesama  sangat  penting  untuk  kita  miliki  di  tengah-tengah kehidupan kita dalam bermasyarakat. Kita harus bisa menghargai dan menghormati
Universitas Sumatera Utara
32
orang-orang  yang  ada  di  sekitar  kita.  Begitu  juga  dengan  para  anggota  kelompok pendamar  ini.  Di  tengah-tengah  perbedaan  kemampuan  dan  perbedaan  karakter
yang mereka miliki, mereka mampu saling menghargai. Pernah  suatu  ketika  Buyung  tidak  berhasil  menembak  rusa,  dan  mereka  pun
tidak mendapatkan suatu hasil apa pun dalam perburuan yang telah mereka lakukan seharian.  Namun  anggota  kelompok  yang  lain  tidak  marah  kepada  Buyung  karena
tembakannya  telah  meleset,  namun  mereka  menghargai  Buyung  dan  bahkan  balik menyemangati Buyung agar tidak merasa bersalah karena kegagalannya menembak
rusa. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini ”Akan tetapi tembakannya tak kena. Rusa lari, dan meskipun
mereka  buru  sepanjang  hari,  tak  lagi  dapat  mereka  temukan. Buyung  menyesali  dirinya  tak  putus-putusnya,  akan  tetapi
Sanip  enak  saja  berkata:  ”Apa  yang  engkau  susahkan Buyung,  rusa  itu  akan  beranak  lagi,  dan  artinya  akan  lebih
banyak rusa  yang dapat  engkau tembak di hutan.””  Lubis, 1992: 18
Para anggota kelompok pendamar mampu menghormati dan menghargai hak orang  lain,  dan  yang  paling  jelas  terlihat  dalam  novel  ini  adalah  para  anggota
kelompok pendamar yang lebih muda sangat menghormati dan menghargai anggota kelompok  yang  lebih  tua  dari  mereka.  Hal  itu  dapat  dilihat  dalam  kutipan  berikut
ini. ”Buyung pun merasa hormat pada Pak Haji yang tua.”
Lubis, 1992: 20 Dari  kutipan  di  atas,  dapat  kita  lihat  bahwa  anggota  kelompok  yang  paling  muda
yang bernama Buyung, menghormati Pak Haji yang lebih tua dari dirinya. Dia tetap menaruh  rasa  hormat  kepada  Pak  Haji  walaupun  di  dalam  beberapa  hal  dia  lebih
Universitas Sumatera Utara
33
unggul  disbanding  dengan  Pak  Haji.  Misalnya  dalam  hal  berburu,  Buyung  adalah seorang  pendamar    yang  rajin  dan  sekaligus  seorang  pemuda  yang  sangat  terlatih
dan hebat dalam hal berburu di hutan, sedangkan Pak Haji hanya seorang pendamar biasa  yang  tidak  memiliki  kehebatan  dalam  hal  berburu  di  hutan,  namun  Buyung
tetap menghormati Pak Haji. Dalam  hal  mengambil  keputusan,  para  anggota  kelompok  ini  juga  saling
menghargai,  walaupun  terkadang  keputusan  yang  diambil  tidak  sesuai  dengan keinginan  semua  anggota  kelompok.  Dalam  mengambil  keputusan  terhadap  suatu
masalah  yang  muncul,  mereka  akan  saling  berunding  dan  akan  saling  bertanya pendapat. Hal itu dapat kita lihat pada kutipan berikut ini.
”Baru setelah Pak Haji mengulang pertanyaannya untuk kedua kalinya,  Wak  Katok  mendengar  suar
a  Pak  Haji,  ”Bagaimana Wak  Katok,  bagaimana  pikiran  Wak  Katok  tentang  kata  Pak
Balam?  Menurut  pikiran  saya,  belumlah  tentu  benar  bahwa harimau yang menyerang..””   Lubis, 1992: 106
”Pak  Haji  mengatakan  bahwa  putusan  terserah  pada  Wak Katok,  karena  Wak  Katok  yang  membawa  senapan  dan  Wak
Katoklah yang ahli berburu.”   Lubis, 1992: 165
Dari  kutipan  pertama  di  atas,  dapat  kita  lihat  jelas  bahwa  Pak  Haji  menanyakan pendapat Wak Katok tentang kebenaran harimau apa yang telah menyerang mereka.
Pak  Haji  yang  telah  dianggap  banyak  mendapat  pengalaman  hidup  karena  telah keliling  dunia  dan  telah  bertemu  berbagai  macam  orang,  ternyata  tetap  bertanya
kepada Wak Katok  tentang kebenaran harimau  apa  yang telah menyerang mereka. Dia  tetap  menghargai  Wak  Katok  yang  selama  ini  telah  dianggap  penduduk  desa
sebagai dukun  yang hebat dan sangat diseganai,  padahal pada saat itu kebohongan dan  dosa-dosa  Wak  Katok  telah  diceritakan  oleh  Pak  Balam.  Walaupun  dia  telah
Universitas Sumatera Utara
34
mengetahui  dosa-dosa  dan  keburukan  Wak  Katok,  namun  Pak  Haji  masih  tetap menghargainya.  Pada  kutipan  kedua  di  atas,  dapat  juga  kita  lihat  bahwa  Pak  Haji
menyerahkan  semua  keputusan  yang  akan  diambil  kepada  Wak  Katok.  Dia menyerahkan  keputusan  kepada  Wak  Katok,  karena  dia  menghargai  bahwa  Wak
Katok adalah seorang yang sangat berpengalaman dalam hal berburu. Jadi Pak Haji menyerahkan  pilihan  kepada  Wak  Katok,  apakah  mereka  akan  memburu  balik
harimau  yang  telah  memburu  mereka  atau  mereka  akan  melanjutkan  perjalan pulang saja dan meninggalkan harimau itu.
Begitu juga sebaliknya, Wak  Katok juga sangat menghormati Pak Haji yang telah  terkenal  mempunyai  banyak  pengalaman,  begitu  juga  dengan  anggota
kelompok pendamar yang lainnya, mereka juga sangat menghargai Pak Haji. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”Membawa damar sambil mengusung Pak  Balam rasanya tak mungkin. ”Bagaimana yang baik Pak Haji, akan kita tinggalkan
keranjang……?””   Lubis, 1992: 112 ”Pikiran Pak Haji mereka terima”   Lubis, 1992: 112
Nilai  harga-menghargai  sesama  juga  tetap  diperlihatkan  oleh  anggota kelompok pendamar walaupun ada salah satu dari anggota mereka telah melakukan
kejahatan  terhadap  anggota  kelompok  yang  lainnya.  Pak  Haji  tetap  menyuruh Buyung dan Sanip untuk tetap menghargai dan menghormati Wak Katok.  Padahal
saat  ituWak  Katok  telah  melakukan  kejahatan  kepada  mereka,  Wak  Katok  telah mengusir Pak Haji, Buyung, Sanip dari pondok tempat mereka bermalam ke dalam
hutan  yang  gelap  dan  dihuni  oleh  harimau  buas  yang  telah  memburu  mereka. Terlihat  dengan  jelas  bahwa  sebenarnya  Wak  Katok  tidak  peduli  dengan
Universitas Sumatera Utara
35
keselamatan nyawa mereka bertiga, dan bahkan pada akhirnya Wak Katoklah yang menembak Pak Haji, dan peluru dari senapan Wak Katok itulah yang membuat Pak
Haji meninggal. Namun sebelum Pak Haji meninggal, dia berpesan kepada teman- temannya  agar  menghargai  orang  lain,  dan  jangan  pernah  memaksakan  suatu
kehendak  kepada  orang  lain.  Pak  Haji  juga  menekankan  dengan  jelas  dalam pesannya  agar  mereka  mau  menghargai  dan    memaafkan  kesalahanWak  Katok,
padahal  Wak  Katok  telah  menembaknya.  Hal  itu  dapat  kita  lihat  dalam  kutipan berikut ini.
”…  jangan  paksakan  Tuhanmu  pada  orang  lain,  seperti  juga jangan  paksakan  kemanusiaanmu  pada  orang  lain.  Manusia
perlu  manusia  lain…manusia  harus  belajar  hidup  dengan kesalahan  dan  kekurangan  manusia  lain.  Wak  Katok  jangan
dibenci.  Maafkan  dia....….ingatlah  hidup  orang  lain  adalah hidup kalian
juga…” Lubis, 1992: 199 Setelah  mendengarkan  pesan  Pak  Haji,  Buyung  dan  Sanip  menjadi  tersadar
bahwa  mereka  harus  tetap  menghargai  Wak  Katok,  walaupun  telah  melakukan kejahatan  kepada  mereka.  Nilai  harga-menghargai  kembali  mereka  tunjukkan
ketika  mereka  memindahkan  Wak  Katok  yang  sedang  pingsan  ke  dalam  pondok. Sebenarnya  bisa  saja  mereka  membiarkan  Wak  Katok  tergeletak  pingsan  di  luar
pondok,  namun  mereka  tetap  peduli  akan  keadaan  Wak  Katok,  dan  mereka  pun memindahkannya  masuk  ke  dalam  pondok.  Hal  itu  dapat  kita  lihat  dalam  kutipan
berikut ini. ”Kemudian  mereka  memindahkan  Wak  Katok  yang  masih
pingsan ke dalam pondok.”  Lubis, 1992: 201
Universitas Sumatera Utara
36
4.2.9 Nilai Sabar dan Semangat Pantang Menyerah
Dalam  menjalani  kehidupan  di  tengah  hutan,  kelompok  pendamar  juga memperlihatkan  nilai  sabar  dan  semangat  pantang  menyerah.  Ketika  ada  suatu
kesusahan  yang  menghampiri  perjalan  mereka,  maka  para  anggota  kelompok pendamar ini akan saling menguatkan agar mereka tetap sabar dan tetap semangat
dalam menghadapi masalah tersebut. Sanip  yang  berkarakter  periang  dan  ramah  sering  kali  memberi  semangat
kepada  anggota  pendamar  yang  lainnya  agar  tetap  semangat.  Pernah  suatu  kali, ketika  mereka  melewati  perjalan  yang  sulit  dan  hujan  pun  turun  lebat,  sehingga
perjalan  semakin  sulit.  Mereka  semua  menjadi  basah  kuyup,  namun  pada  saat  itu Sanip segera menyemangati teman-temannya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan
berikut. ”…. mereka sedang menempuh hutan, dan turun hujan yang
lebat,  hingga  jalan  menjadi  licin  dan  badan  mereka  basah kuyup, maka Sanip dengan  gembira akan berseru ”…jangan
susah hati, habis hujan datanglah terang””  Lubis, 1992: 17 Sikap  saling  menyemangati  juga  ditunjukkan  oleh  kelompok  pendamar  dalam
kutipan berikut ini. ”Pada suatu kali mereka mengumpulkan damar amat banyak.
Beban damar yang harus mereka pikul pulang amat berat, dan Sanip berseru gembira: ”Aduh, ini dua kali lebih banyak dari
yang  biasa  kita  bawa  pulang.  Untung  besar  kita””    Lubis, 1992: 19
Perjalan  hidup  mencari  nafkah  di  tengah  hutan  sangat  membutuhkan  sikap sabar  dan  sikap  semangat  pantang  menyerah.  Karena  kesabaran  dan  semangat
pantang  menyerah  sangat  mempengaruhi  hasil  yang  akan  didapatkan  pada  saat mengerjakan  sesuatu.  Begitu  juga  dalam  hal  menjalani  pekerjaan  di  tengah  hutan,
Universitas Sumatera Utara
37
terutama pada saat berburu, sikap sabar sangat dibutuhkan. Para anggota kelompok pendamar  juga  menunjukkan  nilai  sabar  dan  semangat  pantang  menyerah  ketika
berburu rusa. Mereka sabar dan pantang menyerah ketika mengikuti jejak rusa, dan ketika rusa tersebut sudah terlihat, maka mereka akan tenang dan sabar menunggu
saat  yang  tepat  untuk  menembak  rusa  tersebut.  Karena  jika  mereka  terlalu  buru- buru dan salah perhitungan untuk menembak rusa tersebut, maka bisa jadi mereka
akan  gagal  dan tidak akan mendapatkan hasil apa-apa. Kesabaran itu terlihat jelas dalam kutipan berikut ini.
”Dua  ratus  meter  terlalu  jauh  untuk  senapan  lantak  tua  Wak Katok.  Karena  itu  mereka  menunggu.  Apalagi  udara  masih
terlalu g elap untuk dapat menembak sejauh itu.”  Lubis, 1992:
82 Dari  kutipan  di  atas,  terlihat  jelas  bahwa  kelompok  pendamar  dengan  sabar
menunggu  saat  yang    tepat  untuk  menembak  rusa  tersebut,  karena  pada  saat  itu mereka  sadar  bahwa  jerak  antara  mereka  dengan  rusa  masih  terlalu  jauh  dan
penglihatan mereka untuk menembak juga masih terhalang oleh kabut. Nilai  semangat  pantang  menyerah  juga  semakin  ditunjukkan  oleh  para
anggota kelompok mendamar ketika mereka diburu oleh harimau yang sangat buas. Mereka menyadari bahwa mereka harus berjuang untuk dapat selamat dari bahaya
yang  menghampiri  mereka.  Semangat  untuk  tidak  menyerah  dan  terus  berjuang untuk  selamat  keluar  dengan  sendirinya  dari  dalam  jiwa  mereka.  Hal  itu  dapat  di
lihat dari kutipan berikut ini. ”Akan  tetapi  dalam  bawah  sadar  mereka  nafsu  hidup  tetap
menyala  dengan  kuat.  Malahan  kini,  di  tengah  ancaman  yang dahsyat,  menyala  lebih  besar  dan  lebih  kuat  lagi.  Mereka
hendak  hidup  terus,  mereka  hendak  keluar  dari  hutan,  mereka hendak  meninggalkan  rimba  denga
n  selamat…..Mereka  tak
Universitas Sumatera Utara
38
hendak  mati  diserang  harimau  yang  ganas  dan  zalim.  Bawah sadar  mereka  berteriak  menyuruh  mereka  berjuang,  berkelahi,
bertarung  untuk  mempertahankan  hak  hidupnya.”      Lubis, 1992: 127
Rasa semangat itu semakin kuat ketika mereka mulai menyadari bahwa sebenarnya mereka dapat menentukan dan memperjuangkan keselamatan nasib mereka sendiri,
dan  mereka  juga  mulai  menyadari  bahwa  seharusnya  merekalah  yang  memburu harimau  tersebut  dan  bukan  harimau  tersebut  yang  memburu  mereka.  Hal  itu
terlihat jelas dalam kutipan berikut ini. ”Merekalah yang memberi putusan,yang mengambil putusan,
yang  berbuat,  mereka  yang  memburu.  Rasa  manusia  mereka kembali jadi kukuh dan menyala.”  Lubis, 1992: 138
Setelah  sepakat  mengambil  keputusan  untuk  memburu  harimau  tersebut, sikap  sabar  dan  semangat  pantang  mereka  semakin  tertantang.  Mereka  mulai
mengikuti  jejak  harimau  tersebut  dengan  penuh  kesabaran  dan  semangat  pantang menyerah.  Mereka  memulai  pencarian  mereka  dengan  sangat  hati-hati  dan  sabar.
Meskipun  pencarian  jejak  yang  mereka  lakukan  sangat  melelahkan,  memerlukan waktu  yang  panjang  dan  penuh  dengan  bahaya,  namun  mereka  tetap  semangat
melakukannya  dan  tetap  sabar  mengikuti  jejak-jejak  tersebut  selangkah  demi selangkah. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
”Wak Katok, Buyung, dan Sanip telah dua jam mengikuti jejak harimau  dari tempat harimau menyer
ang Talib.”  Lubis, 1992: 143
Perburuan  mereka  tidak  gampang,  dan  itu  semakin  menguji  kesabaran  dan semangat mereka. Mereka sadar akan hal itu, mereka juga tetap sabar dan mencoba
untuk  tidak  terlalu  memaksakan  dan  tidak  terburu-buru.  Karena  mereka  tahu  jika
Universitas Sumatera Utara
39
mereka  terlalu  memaksakan  atau  terlalu  terburu-buru,  maka  hal  yang  buruk  bisa akan  menimpa  mereka.  Oleh  karena  itu,  ketika  melakukan  perburuan  terhadap
harimau  tersebut,  mereka  tetap  menyempatkan  untuk  tetap  makan  dan  beristirahat sebentar.  Karena  mereka  sadar  bahwa  tidak  akan  ada  untungnya  jika  terlalu
memaksakan keadaan pencarian tanpa mempersiapkan tenaga dalam tubuh mereka. Mereka  sadar,  bahwa  dalam  perburuan  ini  mereka  bisa  sewaktu-waktu  akan
bertemu dengan harimau tersebut, dan mereka membutukan tenaga untuk melawan harimau tersebut. Jadi mereka tetap memutuskan untuk sabar, dan tetap makan dan
istirahat, itu mereka lakukan untuk kebaikan dan persiapan untuk ke depannya. Hal itu terlihat itu terlihat jelas dalam kutipan berikut.
”.…mereka  tak  melihat  jejak  harimau  timbul  di  seberang sungai.  ”Akan  perlu  waktu  untuk  mencari  jejaknya  kembali,”
kata  Wak  Katok,  dan  dia  melihat  ke  langit  mencari  matahari yang  terlindung  di  balik  daun-
daun  kayu.  “Lebih  baik  kita makan dahulu. Telah tengah hari…””  Lubis, 1992: 144
Nilai  sabar  dan  semangat  pentang  menyerah  semakin  mereka  tunjukkan ketika mereka memutuskan untuk menunggu dan akan menyergap harimau di suatu
tempat  yang  telah  mereka  anggap  tepat  untuk  menunggu  kedatangan  harimau tersebut. Mereka sabar menunggu dan tetap tenang menunggu kedatangan harimau
yang telah mereka buru dari pagi. Hal itu terlihat dalam kutipan-kutipan berikut ini. ”Soalnya kini ialah menunggu. Menunggu dengan sabar. Yang
mereka perlukan ialah waktu.” Lubis, 1992:146 ”Lama mereka menunggu.”  Lubis 1992: 152
Dalam  penantian  ini,  kesabaran  kelompok  pendamar  semakin  di  uji.  Nyamuk menyerang  mereka  dalam  penantian  panjang  ini,  dan  membuat  penantian  mereka
menjadi  semakin  menyiksa  dan  melelahkan.  Nyamuk  menyiksa  dan  menghisap
Universitas Sumatera Utara
40
darah  mereka  dengan  bebas,  mereka  harus  tetap  tenang  dan  berusaha  untuk  tidak bergerak  sama  sekali.  Mereka  hanya  bisa  menguatkan  hati  mereka  dan  bersabar,
dan  mereka  tidak  akan  menyerah,  karena  mereka  sadar  bahwa  hal  yang  mereka harus  lakukan  untuk  saat  itu  hanyalah  menunggu  dengan  sabar  dan  tidak  berisik
sedikitpun.  Nilai  kesabaran  dalam  menunggu  itu  mereka  tunjukkan  dalam  kutipan berikut ini.
”Kadang-kadang Buyung merasa seakan hendak melompat dan memekik,  dan  memukul  nyamuk  di  tangan,  kaki,  dan
tengkuknya  dengan  keras,  demikian  rasanya  tekanan  di  dalam dirinya  mendesak-desak  menyuruhnya  berbuat  sesuatu.  Akan
tetapi  Buyung  pun  menginsyafi,  bahwa  kini  keselamatan mereka  tergantung  dari  kekuatan  hati  mereka  menunggu,  dan
menunggu, dan menunggu.” Lubis,1992:153
Penantian  mereka  berlangsung  sangat  lama,  harimau  yang  ditunggu-tunggu  tidak muncul juga. Mereka semakin menyadari bahwa sebenarnya harimau  yang sedang
mereka  buru  dalah  harimau  yang  pandai  berburu  pula.  Mereka  sadar,  bahwa sesungguhnya  sekarang  mereka  saling  memburu.  Jadi  mereka  harus  tetap  sabar
dalam menantikan kedatangan harimau tersebut. Mereka tidak boleh lengah sedikit pun, karena harimau tersebut juga pintar dalam hal berburu mangsa. Mereka tidak
akan menyerah walaupun dalam penantian ini mereka tersiksa oleh gigitan nyamuk. Walaupun  badan  mereka  telah  penuh  gatal  karena  bekas  gigitan  nyamuk,  namun
mereka  akn  tetap  tenang,  sabar,  dan  akan  terus  menunggu  kedatangan  harimau tersebut. Semangat dan kesabaran mereka tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
”Akan  tetapi  kerena  sadar,  bahwa  untuk  dapat  hidup  terus mereka  harus  dapat  menahan  siksaan  ini,  maka  mereka  pun
diam  dan  menunggu……..Mereka  menunggu  terus.”    Lubis, 1992: 153-154
Universitas Sumatera Utara
41
Setelah  perburuan  di  hari  pertama  gagal,  mereka  melanjutkan  perburuan tersebut  di  hari  berikutnya.  Mereka  bertekad  untuk  membalas  dan  menuntut  bela
atas  kematian  kawan-kawan  mereka  yang  telah  diserang  oleh  harimau.  Mereka memulai  perburuan  lagi,  namun  untuk  kali  ini,  pemimpin  mereka  Wak  Katok
ternyata  tidak  terlalu  berniat  untuk  memburu  harimau  buas  tersebut.  Wak  Katok mencoba mengulur-ulur waktu agar lama sampai ke tempat tujuan mereka. Dengan
menggunakan  alasan  untuk  mempercepat  waktu,  Wak  Katok  mengajak  mereka untuk  memotong  jalan  dengan  cara  masuk  dan  melalui  hutan  gelap  yang  belum
pernah  lewati  sekalipun.  Di  dalam  hutan  gelap  tersebut  perjalan  menjadi  sangat sulit.  Mereka  harus  membuka  jalan  baru  di  tengah  semak-semak  belukar  yang
berduri. Namun mereka tetap mencoba untuk bersabar dan tetap semangat. Mereka mencoba  menguatkan  hati  mereka,  walupun  perjalanan  itu  sudah  sangat
melelahkan. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut. ”….mereka  menguatkan  hati  untuk  cepat  dapat  ke  luar  dari
hutan  gelap.  Di  banyak  tempat  mereka  terpaksa  berjalan membungkuk,  belukar  lebat  dan  rapat  sekali.”    Lubis,  1992:
178
Ternyata dalam perjalan panjang di  hutan  gelap  ini, Wak Katok  sengaja  membuat mereka tersesat, dan membuat mereka hanya berjalan berputar-putar saja di dalam
hutan gelap tersebut. Namun pada akhirnya anggota lain menyadari bahwa mereka sebenarnya  telah  tersesat.  Tapi  ternyata  Wak  Katok  sang  pemimpin  palsu,  pandai
membuat  alasan  agar  dia  tidak  disalahkan  oleh  anggota  yang  lain  karena  mereka telah  tersesat  di  bawah  tuntunannya.  Wak  Katok  kembali  menipu  mereka  dengan
alasan baru. Namun anggota kelompok yang lain tetap memilih untuk bersabar dan tidak  marah,  malahan  mereka  segera  kembali  melanjutkan  perjalanan  walaupun
Universitas Sumatera Utara
42
mereka  telah  sadar  bahwa  perjuangan  mereka  dan  perjalanan  mereka  dari  tadi ternyata sia-sia saja dan tidak berguna. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut
ini. ”Dengan enggan Buyung menahan dirinya. Kembali mengikuti
jalan  yang telah mereka tempuh dari pagi…..”  Lubis, 1992: 183
Permasalahan  yang  utama  dalam  novel  ini  adalah  nafsu  keserakahan  dan dosa-dosa  yang  dimiliki  oleh  setiap  anggota  kelompok  pendamar  tersebut.  Setiap
mereka  ternyata  mempunyai  suatu  masalah  atau  dosa  yang  telah  mereka  simpan selama  ini.  Sehingga  terasa  bahwa  semua  yang  mereka  tunjukkan  selama  ini
hanyalah  suatu  kepalsuan  dan  mereka  semua  ternyata  memaki  topeng,  mereka menyembunyikan wajah mereka yang sebenarnya dibalik topeng mereka.
Salah  satu  kepalsuan  atau  kebohongan  yang  membawa  dampak  besar  bagi permasalahan  mereka  adalah  kepalsuan  yang  dimiliki  oleh  seseorang  yang  selama
ini  telah  mereka  anggap  sebagai  pemimpin  mereka,  yaitu  Wak  Katok.  Ternyata semua  ilmu-ilmu  yang  dimiliki  oleh  Wak  Katok  selama  ini  ternyata  palsu.  Semua
mantra  dan  jimat-jimat  yang  telah  dimilikinya  selama  ini  ternyata  palsu.  Dia hanyalah  seorang  pembohong  besar  dan  sangat  licik.  Padahal  semua  anggota
kelompok  pendamar  dan  bahkan  semua  penduduk  kampunya  telah  percaya  pada kehebatannya dan bahkan sangat takut dan segan kepadanya.
Setelah  semua  kebohongan  Wak  Katok  mulai  terungkap  di  depan  mata teman-temannya,  kelicikan  dan  nafsu  jahat  yang  dia  miliki  selama  ini  menjadi
semakin  tidak  terkendali.  Dia  berniat  membahayakan  dan  bahkan  telah  berniat untuk membunuh teman-temannya yang lain. Dia melakukan itu karena dia merasa
Universitas Sumatera Utara
43
marah kepada semua teman-temannya, karena mereka telah mengetahui dosa-dosa yang pernah dilakukannya selama ini. Dia meresa sangat benci kepada Pak Balam,
karena Pak Balamlah yang telah membeberkan semua dosa yang telah disimpannya dengan rapi selama ini. Wak Katok berniat membunuh semua teman-temannya agar
mereka tidak dapat  menceritakan dosa  yang telah dilakukannya selama ini kepada orang  lain  di  desa.  Wak  Katok  tidak  ingin  semua  penduduk  desa  yang  selama  ini
telah  menakuti  dan  mengagung-agungkanya  menjadi  berbalik  menghina  dan  tidak menghormatinya lagi. Dia tidak sanggup hidup tanpa penghormatan dari penduduk
desanya.  Jadi  dia  tidak  akan  membiarkan  dosa-dosanya  diketahui  oleh  penduduk desanya.
Emosi  dan  nafsu  kejahatan  Wak  Katok  semakin  tidak  dapat  dibendungnya, semua  sifat  aslinya  mulai  terlihat,  topengnya  mulai  terbuka.  Dia  pun  mulai
mengancam teman-temannya agar mereka juga mengakui dan membeberkan dosa- dosa yang mereka miliki masing-masing. Wak Katok mengancam akan menembak
Buyung dan Pak Haji jika mereka tidak mau mengakui dosa-dosa mereka. Namun Pak Haji tetap menghadapi emosi Wak Katok dengan sabar. Hal itu dapat kita lihat
dalam kutipan berikut. ”Tetapi  Pak  Haji  menguatkan  hatinya,  ”Dengarlah  kataku
dahulu,”  katanya  dengan  tenang  dan  sabar.”    Lubis,  1992: 188
Dari kutipan di  atas dapat  kita lihat  bahwa Pak  Haji tetap menunjukkan  nilai-nilai kesabaran ketika menghadapi seorang pemimpin palsu dan penuh kejahatan seperti
Wak  Katok.  Pak  Haji  tetap  berusaha  untuk  sabar  dan  mencoba  berbicara  dengan
Universitas Sumatera Utara
44
pelan-pelan  kapada  Wak  Katok  yang  pada  saat  itu  tengah  mengancam  akan menembaknya dengan senapan.
4.2.10 Nilai Kerja Sama
Nilai kerja sama sangat penting untuk kita miliki di tengah-tengah kehidupan kita  bermasyarakat.  Kita  harus  mampu  bekerja  sama  dengan  orang  yang  ada
disekitar  kita.  Apalagi  jika  kita  mempunyai  ikatan  dengan  suatu  kelompok,  entah itu  kelompok  kerja  atau  yang  lainnya.  Kita  harus  mau  dan  mampu  bekerja  sama
dengan  anggota  kelompok  kita  yang  lain.  Hal  itu  sangat  perlu  dilakukan  agar kelompok tersebut dapat menghasilkan hasil kerja yang terbaik.
Nilai  kerja  sama  sangat  penting  untuk  diterapkan  di  dalam  suatu  kelompok, karena  jika  setiap  anggota  kelompok  dapat  bekerja  sama,  maka  setiap  pekerjaan
akan terasa menjadi semakin gampang dan dapat diselesaikan dengan cepat. Karena nilai  kerja  sama  mengajarkan  kita  untuk  saling  membantu  dalam  mengerjakan
sesuatu.  Begitu  juga  dengan  kelompok  pendamar  dalam  novel  ini.  Mereka  telah terbiasa bekerja sama dan saling membantu dalam mencari damar di tengah hutan
rimba. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”….  mereka  merasa  lebih  aman  dan  lebih  dapat  bantu-
membantu me lakukan pekerjaan.”
Lubis, 1992: 5 Kutipan  di  atas  menjelaskan  bahwa  ketika  mereka  mencari  damar  secara
berkelompok,  maka  mereka  akan  merasa  aman  dan  mereka  dapat  bekerja  sama dalam  melakukan  pekerjaan  ini.  Tidak  hanya  terbiasa  bekerja  sama  dalam
menjalani  pekerjaan  mencari  damar  di  tengah  hutan,  namun  anggota  kelompok pendamar ini juga mau bekerja sama dengan penduduk desa tempat mereka tinggal.
Universitas Sumatera Utara
45
Contohnya  adalah  ketika  ada  penduduk  yang  ingin  membangun  rumah.  Maka mereka  akan  ikut  membantu  dan  ikut    bekerja  sama  dalam  membangun  rumah
tersebut. Hal tersebut dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”….  mereka  ikut  bekerja  bersama-sama  ketika  ada  orang
membangun rumah...”  Lubis, 1992: 6 Nilai  kerja  sama  memang  telah  tertanam  dalam  kehidupan  para  anggota
kelompok  pendamar  ini.  Apalagi  pekerjaan  mereka  ini  termasuk  pekerjaan  yang berat  dan  berbahaya.  Oleh  karena  itu  mereka  sudah  terbiasa  dalam  menjalani
pekerjaan  ini.  Pada  saat  di  tengah  hutan  pun  mereka  akan  bekerja  sama  pada  saat mencari  damar.  Buyung  bekerja  sama  dengan  Talib.  Ketika  mereka  mandapatkan
damar  yang  banyak,  dan  membutuhkan  keranjang  yang  lebih  banyak  lagi  untuk menampung  damar  tersebut,  maka  saling  berbagi  tugas.  Buyung  bertugas  untuk
mengambil  keranjang tambahan ke pondok Wak Hitam, sedangkan Talib bertugas untuk  melanjutkan  pekerjaan  mencari  damar.  Mereka  bekerja  sama  untuk  dapat
menghasilkan hasil yang maksimal. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut. ”Dia  terkejut  ketika  mendengar  suara  Talib..  mereka  berdua
bekerja sama mengumpulka n damar.”  Lubis, 1992: 51
Tidak  hanya  dalam  mencari  damar,  namun  mereka  juga  akan  bekerja  sama  untuk mempersiapkan    hal-hal  yang  mereka  butuhkan  bersama.  Seperti  dalam
mempersiapkan  makanan  sehari-hari  dan  membuat  pondok  bermalam.  Mereka semua  akan  bekerja  sama  untuk  mengerjakannya.  Hal  itu  dapat  kita  lihat  dalam
kutipan-kutipan berikut. ”Mereka sedang mendirikan sebuah pondok…”  Lubis, 1992:
69
Universitas Sumatera Utara
46
”….sedang  Sanip  dan  Talib  bergegas  masak  makanan  pagi..” Lubis, 1992: 85
”Mereka tiba di sana jam setengah lima petang. Dengan cepat mereka  membuat  pondok  bermalam……….Anak-anak  muda,
seperti  Buyung,  Sanip,  Talib,  dan  Sutan  mengumpulkan  kayu api  banyak-banyak.  Mereka  bermaksud  hendak  memasang  api
unggun, mungkin sampai pagi.”   Lubis, 1992: 87
Sama  juga  halnya  ketika  mereka  akan  berburu  rusa.  Mereka  akan  bekerja  sama untuk  mencari  jejak  dan  mengejar  rusa  tersebut.  Hal  itu  dapat  kita  lihat  dalam
kutipan-kutipan berikut. ”….kami  dibawa  Wak  Katok  berburu  rusa…,…tetapi  ketika
kami melihatnya dan ku tembak….”  Lubis, 1992: 70
”… Mereka bertiga  akan pergi berburu  rusa..”   Lubis, 1992: 80
Jika  perburuan  mereka  berhasil,  maka  mereka  juga  akan  bekerja  sama  untuk mengolah  hasil  buruan  tersebut.  Hal  itu  dapat  kita  lihat  dalam  kutipan-kutipan
berikut ini. ”…ketika  mereka  telah  tiba  membawa  rusa  di  tempat
bermalam  dan  rusa  telah  digantungkan  kepada  sebuah  cabang pohon  yang  kuat,  dan  Wak  Katok  baru  saja  selesai
mengulitinya.”  Lubis, 1992: 84
”Mereka  pun  dengan  cepat  memotong-motong  daging  rusa, sedan
g  Sanip  dan  Talib  bergegas  masak  makanan  pagi” Lubis, 1992: 85
Dari beberapa kutipan di atas, memang telah terlihat dengan jelas nilai kerja sama  dalam  kehidupan  kelompok  pendamar  ini.  Nilai  kerja  sama  juga  mereka
terapkan dengan baik ketika sang harimau buas datang menyerang mereka. Hal itu terjadi  ketika  Pak  Balam  diserang  dan  diseret  oleh  harimau  ke  dalam  hutan  yang
gelap. Mereka bersama-sama menyerbu harimau tersebut, dan ketika mereka telah
Universitas Sumatera Utara
47
menemukan Pak Balam dalam kondisi yang penuh dengan luka, mereka pun segera berbagi  tugas  dan  bekerja  sama.  Wak  Katok  yang  membawa  senapan  bertugas
menyiapkan senapan kembali, an anggota kelompok yang lain segera bekerja sama untuk  mengangkat  Pak  Balam  ke  pondok  mereka.  Hal  itu  dapat  kita  lihat  dalam
kutipan berikut. ”Buyung,  Sanip,  Talib,  Pak  Haji,  dan  Sutan  cepat
mengangkatnya.  Wak  Katok  telah  mengisi  senapannya kembali, dan dengan Wak Katok berjalan di belakang, mereka
cepat-
cepat  membawa  Pak  Balam  ke  tempat  api  unggun.” Lubis, 1992: 92
Setelah Pak Balam diserang, maka anggota kelompok yang lain memutuskan untuk menghadapi  harimau  itu  bersama-sama.  Mereka  sepakat  untuk  bekerja  sama
menghadapi  harimau  buas  tersebut.  Hal  tersebut  dapat  kita  lihat  dalam  kutipan berikut.
”….seperti mereka juga selalu berusaha untuk melupakan dosa- dosanya sendiri.
”Nah,” kata Wak Katok, ”harimau biasa dapat kita hadapi bersama””  Lubis, 1992: 111
Mereka  juga  bekerja  sama  dalam  merawat  dan  membawa  Pak  Balam  yang dalam kondisi penuh luka cakar dan gigitan harimau. Pak Balam tidak sanggup lagi
untuk  berjalan  sendiri,  oleh  karena  itu  anggota  kelompok  yang  lain  bekerja  sama untuk mengusungnya dan juga tetap bekerja sama dalam melakukan pekerjaan yang
lainnya. Hal itu dapat kita lihat di dalam kutipan berikut ini. ”Talib  dan  Buyung  segera  membuat  usungan  setelah  mereka
makan. Pak Haji, Wak Katok dan Sutan mengemasi perbekalan makanan  dan  daging  rusa  ke  dalam  dua  buah  keranjang,  yang
akan  mereka  pikul  berganti-ganti,  sambil  berganti-ganti  pula mengusung Pak Balam.” Lubis, 1992:116
Universitas Sumatera Utara
48
Kesepakatan mereka untuk bekerja sama dalam menghadapi harimau tersebut mereka  tepati.  Ketika  harimau  kembali  datang  menyerang,  mereka  segera  bekerja
sama  untuk  menghadapi  harimau  buas  tersebut.  Mereka  langsung  mengambil bagian  masing-masing  dan  bersama-sama  menghadapi  harimau  tersebut,  padahal
sebenarnya pada saat itu sedang terjadi perselisihan di antara mereka. Pada  saat  itu  Wak  Katok  sedang  memaksa  Buyung  dan  Pak  Haji  untuk
menceritakan dosa mereka masing-masing. Pak Haji mau mengikuti kemauan Wak Katok  tersebut  dan  menceritakan  semua  dosanya,  namun  Buyung  menolak  untuk
menceritakan  dosa-dosanya.  Wak  Katok  terus  memaksanya  dengan  cara mengancam  akan  menembaknya  jika  dia  tidak  mau  menceritakan  semua  dosanya.
Wak  Katok  telah  mengacungkan  mulut  senapannya  ke  arah  Buyung  dan  terus memaksanya,  pada  saat  itulah  harimau  datang  menyerang.  Mereka  yang  sedang
terlibat  dalam  perselisihan  segera  melupakan  perselisihan  mereka.  Mereka  segera bersama-sama  bersiap  menghadapi  harimau  tersebut,  dan  ketika  senapan  Wak
Katok tidak dapat meletus karena bubuk mesiunya basah, mereka yang sadar akan hal  tersebut  segera  bersama-sama  mencoba  untuk  menyerang  dan  menakut-nakuti
harimau  tersebut  dengan  cara  melemparkan  kayu  bakar  yang  menyala  ke  arah harimau  tersebut.  Mereka  segera  berbagi  tugas  dan  mengambil  bagian  masing-
masing dalam menyerang harimau ini, ada yang bertugas untuk melemparkan kayu bakar  yang  menyala  ke  arah  harimau  dan  ada  juga  yang  bertugas  untuk
menambahkan  kayu  bakar  yang  baru  ke  dalam  api  unggun  untuk  persiapan berikutnya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
”….Buyung  terus  mengerti,  dia  melompat  ke  api  unggun, sambil berseru: ”Lemparkan kayu menyala” dan cepat Buyung
Universitas Sumatera Utara
49
melompat  melontarkan  sebuah  kayu  besar  yang  terbakar menyala  ke  arah  kedua  mata  yang  bersinar  hijau,  disusul  oleh
lemparan  Pak  Haji  dan  Sanip,…….”Cepat  Wak  Katok,  tukar
mesiu  baru”  kata  Buyung,  dan  dia  berlari  kembali  ke  api unggun, menyiapkan sebuah kayu yang menyala di tangannya,
sambil  berseru  pada  Sanip,  supaya  melemparkan  kayu  lebih banyak lagi ke atas api.”  Lubis, 1992: 191
Nilai  kerja  sama  juga  masih  ditunjukkan  oleh  para  anggota  kelompok pendamar  yang  tersisa  ketika  mereka  menghadapi  kejahatan  pemimpin  mereka.
Pada  saat  itu  Wak  Katok  yang  telah  dianggap  sebagai  pemimpin  kelompok, mengusir Pak Haji, Buyung, dan Sanip dari pondok tempat mereka menginap. Wak
Katok  mengusir  mereka  masuk  ke  dalam  hutan  yang  gelap  dan  meninggalkan cahaya  terang  api  unggun.  Namun  mereka  tidak  mau  pergi  begitu  saja  ke  dalam
hutan yang gelap karena di sana ada harimau buas yang menunggu mereka. Mereka bertiga memutuskan untuk melawan kejahatan Wak Katok, mereka bersembunyi di
balik  gelap  malam.  Mereka  mengintai  Wak  Katok  dari  jauh,  dari  luar  jangkaun cahaya  terang  yang  dihasilkan  api  unggun.  Mereka  bertiga  menunggu  Wak  Katok
dalam  keadan  tidak  waspada,  mereka  akan  segera  menyerang  ketika  mereka mendapatkan  kesempatan.  Kesempatan  yang  mereka  tunggu-tunggu  pun  tiba.
Mereka bekerja sama menyerang Wak Katok, mereka menyerang Wak Katok dari tiga arah yang berbeda. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut.
”Buyung memberi isyarat, bunyi burung hantu, dan melompat menyerbu hendak menyergap Wak Katok. Sanip  dan Pak Haji
datang menyerang dari jurusan yang lain.”  Lubis, 1992: 196
Setelah  Buyung  dan  Sanip  berhasil  mengalahkan  Wak  Katok  dan mengikatnya,  mereka  melanjutkan  memburu  harimau  tersebut.  Mereka
menggunakan Wak Katok sebagai umpan untuk memancing harimau tersebut agar
Universitas Sumatera Utara
50
keluar.  Setelah  menunggu  beberapa  lama,  harimau  itupun  keluar.  Dengan ketenangan perkiraan yang baik, akhirnya Buyung pun berhasil membunuh harimau
buas  tersebut.  Mereka  pun  segera  bekerja  sama  untuk  menguliti  harimau  tersebut dan  selanjutnya  bekerja  sama  membuat  pondok  untuk  tempat  mereka  bermalam.
Nilai kerja sama itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”Mari kita kuliti dia cepat, dan kita memasang pondok di tepi
sungai,” kata Buyung, ” kita bermalam saja di sini malam ini.”” Lubis 1992: 210
Nilai  kerja  sama  tetap  ditunjukkan  oleh  anggota  kelompok  pendamar  yang tersisa sampai akhir cerita novel ini. Mereka juga menyelesaikan masalah-masalah
yang mereka hadapi dengan cara bekerja sama.
4.2.11 Nilai Keberanian
Nilai keberanian merupakan suatu nilai yang sangat perlu untuk dimiliki oleh seseorang  ketika  dia  menghadapi  dan  hendak  menyelesaikan  masalah  tersebut.
Namun  sifat  berani  harus  dibarengi  dengan  pemikiran  yang  matang  dan  sifat bijaksana, tidak boleh hanya modal  berani  saja, segala sesuatu  kemungkinan  yang
terjadi harus dipikirkan. Nilai keberanian dibutuhkan untuk mengambil suatu tindakan baru pada saat
kita sedang berada dalam suatu masalah. Suatu tindakan baru yang dapat merubah keadaan dan membawa kita lepas dari masalah yang menghampiri kehidupan kita.
Kita  harus  berani  untuk  membuat  dan  mengambil  suatu  keputusan  atau  tindakan yang  baru  meskipun  tindakan  baru  ini  akan  membutuhkan  perjuang  yang  lebih
besar lagi.
Universitas Sumatera Utara
51
Kehidupan mencari damar di tengah hutan membutuhkan keberaniaan, karena pekerjaan  ini  dekat  dengan  bahaya  yang  selalu  siap  mengancam  kapan  saja.  Para
anggota  kelompok  pendamar  yang  sudah  terbiasa  keluar  masuk  hutan,  sudah terbiasa dengan berbagai macam bahaya yang dapat menghampiri ketika berada di
tengah hutan. Baik  itu bahaya  yang berasal  dari  hewan buas  ataupun bahaya  yang disebabkan  oleh  sulitnya  medan  perjalanan  yang  biasa  mereka  tempuh  ketika
mencari damar di tengah hutan. Dalam  menjalani  kehidupan  sehari-hari,  para  anggota  kelompok  pendamar
sudah  terbiasa  menunjukkan  nilai  keberanian  dalam  tindakan  atau  pekerjaan mereka sehari-hari. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut.
”….Talib tanpa ragu-ragu menyerang babi dengan tombaknya, dan menyelamatkan pemburu itu.”  Lubis, 1992: 20
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Talib salah satu anggota kelompok pendamar dengan  berani  menyerang  seekor  babi  hutan  yang  tengah  mengamuk  dan
menyerang  seorang  pemburu  yang  pada  saat  itu  sedang  mengepung  babi  hutan tersebut. Talib tanpa ragu-ragu menyerang babi  hutan tersebut dengan tombaknya,
dan dia pun dapat menyelamatkan pemburu yang pada saat itu sedang berada dalam bahaya serangan babi hutan yang sedang mengamuk.
Ketika Pak Balam diserang oleh harimau, anggota kelompok pendamar yang lain  segera  mengeluarkan  respon  yang  cepat.  Mereka  langsung  mengambil
tindakan.  Mereka  mengambil  senjata  masing-masing  dan  dengan  berani  mereka semua  berlari  untuk  menyelamatkan  Pak  Balam  yang  telah  diterkam  dan  diseret
oleh harimau ke dalam hutan yang gelap. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
52
”Reaksi  kawan-kawannya  di  sekeliling  api  unggun  cukup cepat.  Wak  Katok  segera  mengambil  senapan,  yang  muda-
muda  melompat  menghunus  parang  panjang    dan  segera berlari….., dan mereka terus berlari ke tempat Pak Balam…..
Wak Katok berlari di depan dengan senapannya, disusul segera oleh Buyung dan yang lain.”   Lubis, 1992: 91
Begitu  juga  ketika  talib  diserang  oleh  sang  harimau,  mereka  juga  langsung melakukan  tindakan  pertolongan  dengan  cepat.  Meskipun  mereka  telah  melihat
dengan  jelas  besarnya  jejak  yang  ditinggalkan  sang  harimau,  yang  menandakan bahwa  harimau  tersebut  sangatlah  besar,  namun  tanpa  berpikir  panjang  dan  ragu-
ragu,  mereka  langsung  berani  mengejar  harimau  tersebut  dan  hendak menyelamatkan  Talib.  Nilai  keberanian  tersebut  dapat  kita  lihat  dalam  kutipan
berikut. ”Mereka melihat besarnya jejak itu. Akan tetapi tanpa berpikir
panjang  mereka  berlari  ke  dalam  hutan  mengikuti  jejak  dan darah…,..dengan pedang terhunus mereka menyerbu ke dalam
pohon-pohon
yang tumbuh
ra pat…….pemandangannya
sungguh  mengerikan  hati.  Tetapi  saat  itu  bukan  saat  untuk merasa takut lagi.” Lubis,1992:121-122
Kutipan  di  atas  juga  menggambarkan  bahwa  para  anggota  kelompok  pendamar dengan berani menyerbu harimau yang sedang berada di dalam pohon-pohon hutan
yang  tumbuh  rapat.  Hal  itu  berbahaya  bagi  mereka,  karena  bisa  saja  harimau tersebut balik menyerang mereka. Namun demi menyelamatkan nyawa Talib, maka
mereka pun dengan gagah  berani menyerbu sang harimau. Pada saat Pak Balam dan Talib telah menjadi korban serangan sang harimau
buas,  keberanian  anggota  kelompok  pendamar  tidak  menjadi  luntur  dan  hilang. Buyung yang merupakan anggota kelompok pendamar yang paling muda di antara
anggota  kelompok  yang  lainnya,  dengan  berani  mengusulkan  agar  mereka
Universitas Sumatera Utara
53
memburu  harimau  buas  tersebut,  Buyung  ingin  menuntut  bela  dari  kematian temannya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut.
”Buyung mengusulkan agar mencoba memburu harimau.” Lubis, 1922: 137
Ketika percobaan pertama mereka untuk memburu harimau gagal dan bahkan Sutan pun  telah  ikut  menjadi  korban  ketiga  dari  kebuasan  harimau  tersebut,  namun
Buyung  dengan  berani  tetap  mengusulkan  agar  mereka  tetap  melanjutkan perburuan  terhadap  harimau  buas  tersebut.  Hal  itu  dapat  kita  lihat  dalam  kutipan
berikut. ”…..tiba-tiba buyung tak dapat menahan dirinya. ”Wak Katok,
katanya,  ”mari  sekarang  kita  buru  harimau  itu  sampai  dapat. Hatiku  panas  sekali.  Pak  Balam,  Talib,  dan  Sutan  harus
dituntut bela.””   Lubis, 1992: 164
Nilai  keberanian  juga  tetap  ditunjukkan  oleh  anggota  kelompok  pendamar yang  tersisa  ketika  mereka  diancam  oleh  orang  yang  selama  ini  sangat  mereka
segani  dan  takuti  dan  bahkan  telah  mereka  anggap  sebagai  pemimpin  kelompok mereka.  Mereka  berani  untuk  untuk  melawan  Wak  Katok.  Bahkan  ketika  Wak
Katok mengancam akan membunuh mereka dengan ilmu-ilmu gaib, mereka dengan berani  berkata  bahwa  semua  ilmu  Wak  Katik  hanyalah  takhyul  dan  mereka  tidak
percaya lagi, padahal selama ini mereka sangat takut dengan ilmu-ilmu Wak Katok. Tapi  karena  mereka  percaya  dengan  adanya  Tuhan,  maka  mereka  pun  tidak  takut
lagi dengan ancaman Wak Katok. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”Sedang  kini  pun  dalam  hati  mereka  timbul  juga  sedikit
kesangsian  Bagaimana  jika  benar,  akan  tetapi  mereka  ingat kata Pak Haji… percayalah pada adanya Tuhan, dan Buyung ,
membalas  ”Kami  sudah  tak  takut  dan  percaya  lagi  pada
Universitas Sumatera Utara
54
mantera  dan  jimat  dan  sihir  Wak  Katok.  Takhyul  yang  palsu saja.””   Lubis, 1992: 203
Walaupun  anggota  kelompok  mereka  hanya  tinggal  bertiga,  dan  yang  satu adalah  pengecut    dan  pembohong.  Namun  mereka  dengan  berani  memutuskan
untuk  tetap lanjut  memburu harimau tersebut.  Nilai keberanian itu dapat  kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”Ke mana kita?” tanya Wak Katok. ”Memburu harimau,” kata Buyung” Lubis, 1992: 203
Sikap  beranilah  yang  membuat  kelompok  ini  dapat  mengalahkan  masalah yang datang menghadang perjalanan mereka. Mereka dengan berani menyelesaikan
satu-persatu masalah yang ada.
4.2.12 Nilai Kerja Keras
Kerja  keras  merupakan  salah  satu  cara  untuk  dapat  menyelesaikan  masalah atau  mencapai  suatu  hal  yang  kita  inginkan.  Kerja  keras  dapat  membawa  kita  ke
dalam  suatu  keberhasilan.  Nilai  kerja  keras  perlu  untuk  kita  tanamkan  dalam menjalani  kehidupan  kita  sehari-hari.  Sesulit  atau  sebesar  apapun  masalah  yang
datang  menghadang  langkah  kita,  jika  kita  sabar  dan  mau  bekerja  keras,  maka masalah tersebut akan dapat kita selesaikan.
Mencari  damar  di  tengah  hutan  merupakan  suatu  pekerjaan  yang  sulit  dan membutuhkan kerja keras. Para anggota kelompok pendamar sudah terbiasa bekerja
keras  dalam  menjalani  perkerjaan  mereka  ini.  Mencari  damar  membutuhkan  kerja keras  karena  harus  melewati  perjalanan  yang  panjang  dan  sulit.  Nilai  keras  itu
tergambar dalam kutipan berikut.
Universitas Sumatera Utara
55
”Mendaki dan menuruni gunung, membawa beban damar atau rotan yang berat,..”  Lubis, 1992: 3
Nilai  kerja  keras  tidak  hanya  ditunjukkan  oleh  anggota  kelompok  pendamar yang  muda-muda  saja,  namun  oleh  yang  tua  juga.  Pak  Haji  yang  Rakhmad  yang
merupakan  anggota  kelompok  pendamar  yang  paling  tua  juga  masih  kuat  dalam bekerja keras. Meskipun usianya sudah tidak lagi muda, namun dalam hal bekerja
keras  Pak  Haji  tidak  kalah  dari  anggota  kelompok  pendamar  yang  masih  muda. Nilai kerja keras itu dapat dilihat dalam kutipan berikut.
”Meskipun  rambutnya  sudah  putih,  tetapi  masih  lebat.  Dia masih  kuat  mendukung  beban  damar  menandingi  siapa  pun
juga di antara mereka.”  Lubis, 1992: 20
Setelah  mereka  menyadari  bahwa  mereka  telah  berurusan  dengan  seekor harimau, maka mereka semakin menunjukkan kerja keras mereka. Mereka semakin
bekerja  keras  karena  mereka  takut  jika  harimau  tersebut  akan  mengikuti  perjalan mereka.  Kini  mereka  menyadari  bahwa  mereka  tidak  dapat  lagi  berjalan  pelan
seperti  biasanya,  mereka  harus  mempercepat  langkah  mereka,  agar  harimau  tidak menemukan mereka. Setelah selesai makan pun mereka memutuskan untuk segera
melanjutkan  perjalanan  tenpa  istirahat  seperti  biasanya.  Mereka  mencoba  untuk berjalan lebih cepat lagi dari biasanya. Hal ini menuntut mereka untuk lebih bekerja
keras lagi, karena mereka harus berjalan dengan cepat dan buru-buru tanpa istirahat seperti  biasanya,  padahal  mereka  sedang  membawa  beban  yang  berat  dan  melalui
jalan  yang  lumayan  sulit.  Nilai  kerja  keras  yang  ditunjukkan  oleh  kelompok pendamar  itu dapat kita lihat dalam kutipan-kutipan berikut.
”Sepanjang  pagi  mereka  berjalan  secepat  mungkin,  tanpa banyak  berkata-kata.  Jalan  pun  agak  licin  karena  rupanya
kemarin hujan.”  Lubis, 1992: 86
Universitas Sumatera Utara
56
”Mereka tak lama berhenti di sana, akan tetapi segera setelah makan lalu meneruskan perjalanan.”  Lubis, 1992: 87
Perjalanan  mereka  menjadi  sulit  setelah  Pak  Balam  diserang  oleh  harimau, karena  mereka  harus  mengusung  Pak  Balam  yang  pada  saat  itu  sedang  berada
dalam  keadaan  penuh  luka  bekas  gigitan  dan  cakaran  harimau.  Mereka  berusaha berjalan  dengan  cepat  dengan  tetap  waspada  terhadap  kemungkinan  harimau  akan
menyerang mereka kembali. Hal ini menuntut mereka untuk semakin bekerja keras, karena mereka juga harus  mengusung Pak Balam.  Mereka harus saling membantu
untuk  mengusung  Pak  Balam,  karena  mereka  harus  melewati  medan  perjalanan yang  sangat  sulit.  Apalagi  pada  saat  itu  jalan  yang  mereka  lalui  masih  licin,
ditambah  lagi  mereka  harus  berjalanan  mendaki  tebing.  Nilai  kerja  keras  tersebut dapat kita lihat dalam kutipan berikut.
”Berjalan  mengusung  Pak  Balam  tidak  dapat  mereka  lakukan dengan cepat. Apalagi jalan yang mererka tempuh masih licin,
dan  mereka  harus  mendaki  sejak  meninggalkan  sungai. Beberapa  kali  yang  lain  terpaksa  harus  membantu  Talib  dan
Sutan, karena mereka berdua tak sanggup mengangkat usungan sambil  mendaki  tebing.,..…mereka  berjalan  dengan  bersusah
payah hingga tengah hari..”  Lubis, 1992: 117 Perjalanan mereka semakin sulit setelah Talib diserang oleh harimau. Seluruh
tubuh  Talib  dipenuhi  dengan  luka  dan  dia  pun  pingsan.  Jadi  mereka  juga  harus mengusungnya. Namun mereka tidak dapat membawa keranjang perbekalan mereka
sambil  mengusung  Pak  Balam  dan  Talib.  Oleh  karena  itu  mereka  memutuskan untuk  mengusung  Pak  Balam  dan  Talib  terlebih  dahulu  ke  tempat  mereka  akan
bermalam, setelah itu mereka akan kembali untuk mengambil keranjang perbekalan mereka.  Hal  itu  menuntut  mereka  untuk  harus  lebih  bekerja  keras  lagi,  karena
Universitas Sumatera Utara
57
meraka harus berjalan dua kali. Nilai kerja keras tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.
”…untuk  mengusung  Pak  Balam  dan  Talib  dahulu  ke  tempat bermalam  mereka  yang  lebih  dekat,  dan  meninggalkan  kedua
keranjang,  kemudian  menjemput  kedua  keranjang  berisi perbekalan makanan.
” Lubis, 1992:123 Perjalan  mereka  untuk  mengusung  Pak  Balam  dan  Talib  ke  tempat    mereka
bermalam  tidaklah  mudah.  Mereka  harus  berjalan  menuruni  bukit  yang  licin  dan memiliki jalan yang sukar untuk dilalui. Jadi mereka harus bekerja keras untuk bisa
sampai ke sana, hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. ”Jalan menuruni bukit licin dan sukar dan dengan susah payah
mereka menurun,….”  Lubis, 1992: 124 Ketika  mereka  telah  memutuskan  untuk  memburu  harimau  yang  telah
menyerang mereka, mereka juga lebih bekerja keras lagi. Mereka harus mengikuti jejak harimau buas itu dengan berhati-hati dan penuh kewaspadaan, karena mereka
menyadari  dari  jejak  harimau  yang  ada  di  tanah,  bahwa  sang  harimau  juga  hebat dalam  hal  berburu.  Di  hari  kedua  mereka  memburu  harimau  tersebut,  mereka
memutuskan untuk memotong jalan melalui hutan gelap yang belum pernah mereka lalui. Hutan ini lembab dan basah, di dalamnya panas dan jalan yang harus mereka
lalui  sukar  sekali,  kerena  mereka  harus  membuka  jalan  baru  di  antara  tumbuhan hutan yang berduri. Kerja keras mereka tergambar dalam kutipan berikut.
”Udara di dalamnya panas, lembab dan basah, dan jalan yang mereka lalui berat sekali, karena mereka harus membuka jalan
antara pandan-pandan den rotan- rotan berduri.”  Lubis, 1992:
168 Saat  perjalanan  mereka  akan  hampir  tiba  di  tempat  harimau  menyerang  Sutan,
maka  Wak  Katok  yang  pada  saat  itu  mereka  anggap  sebagai  pemimpin
Universitas Sumatera Utara
58
memerintahkan mereka agar berhenti memotong semak berduri  yang menghalangi jalan  mereka,  karena  itu  hal  itu  dapat  menimbulkan  bunyi  berisik  yang  dapat
didengar  oleh  sang  harimau.  Jadi  mereka  pun  berhenti  untuk  menebas  semak berduri  yang menghalangi mereka. Seringkali mereka harus berjalan membungkuk
ketika  melewati  belukar  yang  lebat  dan  rapat.  Duri  daun  pandan  pun  sering  kali menggores  baju  dan  kulit  mereka.  Mereka  pun  menjadi  semakin  kelelahan  karena
hawa  yang  panas  dan  badan  mereka  merasa  sakit  dan  letih.  Kerja  keras  mereka ditunjukkan dalam kutipan berikut.
”Mereka  dapat  menerima  kebenaran  perintah  ini.  Meskipun kini  perjalanan  mereka  jadi  bertambah  sukar,  karena  mereka
tak  dapat  memotong  jalan,  dan  baju  dan  kulit  mereka  acap tergores  oleh  duri  daun-
daun  pandan….Di  banyak  tempat mereka terpaksa berjalan membungkuk, belukar lebat dan rapat
sekali…..Mereka tak dapat lagi mengira-ngirakan telah berapa lama mereka berjalan demikian. Seluruh badan mereka rasanya
sakit  dan  letih……….Napas  mereka  terengah-engah,  bukan saja kerena keletihan, akan tetapi  juga karena hawa panas  dan
lembab  yang  memberat  di  dalam  hutan.”    Lubis,  1992:  177- 178
Di  hari  berikutnya,  setelah  menguburkan  Pak  Haji,  perburuan  mereka lanjutkan. Untuk kali ini, mereka harus lebih bekerja keras lagi  karena mengukuti
jejak  harimau  sampai  masuk  ke  dalam  sungai.  Mereka  berjalan  memudiki  sungai. Mereka  harus  loncat  dari  batu  ke  batu  dan  bahkan  turun  ke  dalam  sungai  yang
terkadang kedalamannya sampai di peinggang mereka. Kerja keras mengikuti jejak harimau ini terlihat dalam kutipan berikut.
”Buyung  membawa  mereka  ke  dalam  sungai,  berjalan memudiki sungai di dalam air, meloncat dari batu ke batu, dan
turun  sungai.  Kadang-kadang  hingga  ke  pinggang  mereka tinggi air.” Lubis, 1992: 204
Universitas Sumatera Utara
59
Kelompok  pendamar  ini  selalu  menunjukkan  kerja  keras  di  sepanjang perjalanan  yang  mereka  lakukan.  Mereka  melewati  semua  maslah  yang  datang
dengan terus bekerja keras.
4.2.13 Nilai Tolong-menolong
Tolong-menolong  merupakan  suatu  nilai  yang  perlu  kita  terapkan  dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai tolong-menolong menuntun kita agar saling peduli
dan  saling  menbantu  dalam  mengerjakan  sesuatu.  Ketika  ada  orang  disekitar  kita yang  membutuhkan  pertolongan  kita,  maka  sudah  seharusnya  kita  menolongnya
dengan  cara  melakukan  hal  terbaik  yang  sanggup  kita  lakukan  untuk  membantu masalahnya.
Ketika  ada  anggota  kelompok  pendamar  yang  mengalami  kesusahan  atau terancam  bahaya  maka  anggota  kelompok  yang  lain  akan  berusaha  menolong  dan
menyelamatkannya.  Nilai  tolong-menolong  diperlihatkan  oleh  anggota  kelompok pendamar ketika Pak Balam diterkam dan ditarik oleh harimau ke dalam hutan yang
gerak. Para anggota kelompok yang lain segera mengambil senjata masing-masing lalu berlari mengejar harimau untuk menolong Pak Balam. Ketika Pak Balam telah
terlepas  dari  cengkraman  harimau,  mereka  segera  mengangkat  Pak  Balam  yang sedang  terluka  dan  membawanya  ke  pondok  dekat  api  unggun  tempat  mereka
bermalam. Pertolongan mereka itu terlihat dalam kutipan berikut. ”Melihat Pak Balam telah tak ada, mereka lalu berlari melihat
semak-semak yang bergerak-gerak bekas dilewati bekas dilalui harimau……..Mereka melihat harimau melepaskan Pak Balam,
dan terus berlari, menghilang ke dalam hutan yang lebih gelap. Dengan
cepat mereka
berlari ke
tempat Pak
Balam…….Buyung,  Sanip,  Talib,  Pak  Haji,  dan  Sutan  cepat
Universitas Sumatera Utara
60
mengangkatnya……  dan  dengan  Wak  Katok  berjalan  di belakang, mereka cepat-cepat membawa Pak Balam ke tempat
api unggun.”   Lubis, 1992: 91-92
Setelah  tiba  di  pondok  tempat  mereka  bermalam,  mereka  segera  memeriksa  luka Pak  Balam.  Lalu  mereka  mulai  membersihkannya  dengan  perlengkapan  yang
seadanya.  Kemudian  mereka  mengobatinya  dengan  ramuan-ramuan  yang  telah mereka  buat  dan  segera  membalutnya  dengan  menggunakan  kain  sarung.  Nilai
tolong-menolong yang mereka tunjukkan terlihat dalam kutipan berikut. ”Mereka membersihkan luka-luka Pak Balam dengan air panas,
dan  Wak  Katok  menutup  luka  besar  di  betis  dengan  ramuan daun-daunan, yang kemudian mereka bungkus dengan sobekan
kain sarung Pak Balam.” Lubis, 1992: 92
Di  hari  selanjutnya,  para  anggota  kelompok  pendamar  yang  lain  berusaha  untuk membantu  dan mengobati Pak Balam.  Hal  itu dapat  dilihat dalam kutipan-kutipan
berikut. ”…maka  air  obat  dituangkan  ke  dalam  mangkok  dari  batok
kelapa.  Setelah  air  agak  dingin  Wak  Katok  meminumkannya pada Pak Balam sedikit demi sedikit.”   Lubis, 1992: 93
”Ketika  Wak  Katok  membuka  betisnya  untuk  mengganti obatnya  dengan  ramuan  yang  baru,  kelihatan  lukanya…”
Lubis, 1992: 115
Melihat  keadaan  Pak  balam  menderita  luka  yang  sangat  parah,  para  anggota kelompok yang lainnya memutuskan untuk menolong Pak Balam dengan cara akan
mengusungnya  dalam  perjalanan  pulang  secara  berganti-gantian.  Hal  itu  terlihat dalam kutipan berikut ini.
”....berusaha  untuk  melupakan  dosa-dosanya  sendiri.  ”..Pak Balam  rasanya  tak  akan  kuat  berjalan  kaki,  karena  itu  harus
kita  pikul  berganti-ganti.  Esok  baiklah  kita  buatkan  usungan untuknya.””   Lubis, 1992: 111-112
Universitas Sumatera Utara
61
Nilai  tolong-menolong  juga  ditunjukkan  oleh  kelompok  pendamar  kita  Talib diserang oleh harimau. Mereka segera menyusul Talib yang saat itu ditarik harimau
ke  dalam  hutan.  Mereka  mengusir  harimau  tersebut  dan  langsung  menolong  Talib dengan cara mengangkatnya dan membawanya ke tempat  yang aman. Pertolongan
yang dilakukan oleh kelompok pendamar terlihat dalam kutipan berikut. ”…mereka melihat Talib terbaring di tanah, tak sadarkan diri.
Badannya  penuh  berlumuran  darah  dari  kepala  hingga  ke kaki……… Dengan cepat tiga orang mengangkat Talib, sedang
Wak Katok dan yang lain berjaga-
jaga.” Lubis, 1992: 122 Setelah  sampai  di  tempat  yang  aman,  para  anggota  kelompok  pendamar  segera
bekerja  sama  untuk  membersihkan  dan  mengobati  luka  yang  diderita  oleh  Talib. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut.
”dan  mereka  akan  segera  memasak  air  untuk  membersihkan luka-
luka  Talib  dan  membuat  obat  baginya.”    Lubis,  1992: 125
Pada saat mereka melakukan perburuan terhadap harimau, mereka memotong jalan melalui hutan yang sangat gelap yang belum pernah mereka lewati. Di tengah
perjalanan, Pak Haji hampir saja terkena patukan ular yang sangat berbisa. Untung saja  Buyung  datang  menolong  dan  menyelamatkan  Pak  Haji  dari  bahaya  yang
mengancamnya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut. ”Buyung melompat amat cepat mendekati Pak  Haji… Parang
panjang  dihayunkannya,  Pak  Haji  terdorong  ke  pinggir terkejut…  nah,  kena  dia  Buyung  berseru-seru
gembira…Muka  Pak  Haji  pucat  ketika  melihat  badan  dan kepala ular hijau yang kini bergerak-gerak jatuh di tanah yang
lembab. Ular  yang amat berbisa. Dia hampir saja dipatuk oleh ular  yang  berbisa  itu  yang  turun  dari  pohon  ketika  ia  lewat.
Untunglah  Buyung  memalingkan  mukanya  hendak  melihat wajah Pak Haji.”  Lubis, 1992: 179
Universitas Sumatera Utara
62
Nilai  tolong  menolong  memang  telah  menjadi  bagian  dari  prinsip  hidup anggota kelompok pendamar, salah satunya adalah Buyung. Buyung menerangkan
bahwa dia akan menolong setiap orang yang membutuhkan pertolongannya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.
”” Tak sampai kesana pikiranku,” kata Buyung, ”menurut rasa hatiku,  di  mana  kita  bertemu  dengan  yang  jahat,  dan  hendak
merusak kita, atau hendak merusak orang lain, merusak orang banyak,  maka  kita  yang  paling  dekat  wajib  melawannya.””
Lubis, 1992: 182
Nilai  tolong-menolong  juga  ditunjukkan  oleh  anggota  kelompok  pendamar ketika  salah  satu  anggota  mereka,  yaitu  Pak  Haji  terkena  tembakan  Wak  Katok.
Talib dan Buyung segera membersihkan dan mengobati luka Pak Haji, dan setelah selesai mereka membaringkan Pak Haji di dalam pondok tempat mereka bermalam.
Hal itu terlihat dalam kutipan berikut. ”Kemudian dia mendatangi Sanip yang sedang membersihkan
luka  di  dada  kanan  Pak  Haji.  Buyung  membasahi  sepotong kain  dengan  air,  dan  menggosok  kening  dan  muka  Pak  Haji.
Kemudian  mereka  membalut  luka  Pak  Haji  dan  menutup pakaiannya kembali, dan membaringkannya baik-baik di dalam
pondok.”  Lubis, 1992: 198
Nilai  tolong-menolong  memang  sangat  perlu  kita  miliki  dalam  menjalani kehidupan  ini.  Ketika  setiap  orang  memiliki  nilai  tolong-menolong  dalam  dirinya,
maka  setiap  persoalan  atau  bahaya  yang  datang  dapat  segera  diselesaikan  dengan cepat, karena ada orang lain yang menolong kita untuk menyelesaikannya.
Universitas Sumatera Utara
63
4.3 Manfaat  Nilai-nilai  Perjuangan  untuk  Penyelesaian  Masalah  yang
Dihadapi Kelompok Pendamar 4.2.1 Manfaat Nilai Rela Berkorban
Nilai  rela  berkorban  memang  dengan  jelas  telah  ditunjukkan  oleh  para anggota  kelompok  pendamar  dalam  menjalani  kehidupan  mereka  di  tengah  hutan
rimba.  Nilai  rela  berkorban  yang  mereka  miliki  membuat  mereka  mau  menolong teman  mereka  yang  membutuhkan  secara  ikhlas  dan  tanpa  pamrih.  Sikap  rela
berkorban  yang  tanpa  mengharapkan  imbalan  ditunjukkan  oleh  para  nggota kelompok  pendamar  ketika  mereka  harus  mengejar  harimau  buas  untuk
menyelamatkan temannya. Aksi  penyelamatan  dengan  sikap  rela  berkorban  yang  pertama  mereka
tunjukkan  ketika  hendak  menyelamatkan  Pak  Balam  dari  terkaman  sang  harimau. Setelah  aksi  penyelamatan  yang  mereka  lakukan  untuk  Pak  Balam,  di  hari
selanjutnya  mereka  juga  rela  mengusung  Pak  Balam  secara  bergantian.  Aksi penyelamatan  dengan  sikap  rela  berkorban  yang  kedua  mereka  tunjukkan  ketika
menyelamatkan  Talib  yang  telah  diseret  oleh  harimau  ke  dalam  hutan,  dan selanjutnya  mereka  juga  harus  mengusung  Talib  ke  pondok  tempat    mereka  akan
bermalam.  Nilai  rela  berkorban  juga  terlihat  ketika  Buyung  dengan  tanpa  berpikir panjang  menyelamatkan  Pak  Haji  dari  patukan  ular  berbisa.  Padahal  jika  saat  itu
tebasannya meleset maka dialah yang akan terkena patukan ular berbisa tersebut. Nilai  rela  berkorban  yang  ada  dalam  diri  merekalah  yang  membuat  mereka
mau  menolong  teman  mereka  yang  kesusahan  tanpa  mengharapkan  imbalan  dari orang  yang  mereka  tolong.  Nilai  rela  berkorban  membuat  mereka  tanpa  ragu
langsung  menolong  teman  mereka  yang  sedang  diancam  bahaya.  Nilai  rela
Universitas Sumatera Utara
64
berkorban yang mereka milikilah yang membuat teman-teman mereka yang sedang berada  dalam  bahaya  dapat  terselamatkan.  Nilai  rela  berkorban  yang  dimiliki
teman-temannya  lah  yang  membuat  Pak  Balam  dan  Talib  dapat  selamat  dari terkaman harimau dan melanjutkan hidup mereka sedikit lebih lama, walaupun pada
akhirnya  mereka  harus  mati  juga  karena  luka  yang  tidak  dapat  disembuhkan  lagi karena terbatasnya obat-obatan yang mereka miliki.
Nilai  rela  berkorban  yang  ditunjukkan  oleh  Buyunglah  yang  membuat  Pak Haji tersadar  akan kesalahan cara berpikirnya selama ini. Dia sadar bahwa selama
ini  dia  telah  melakukan  kesalahan  karena  tidak  sepenuhnya  lagi  percaya  kepada Tuhan,  dia  juga  menyadari  bahwa  tidak  semua  manusia  itu  egois    dan  serakah
seperti  orang-orang  yang  ditemuinya  di  perantauan,  dan  kesadaran  yang  dialami Pak Haji ini semakin mempererat hubungan mereka secara tulus tanpa kebohongan.
4.2.2 Manfaat Nilai Persatuan
Nilai persatuan yang dimiliki oleh para anggota kelompok pendamarlah yang membuat  mereka  bersatu  dan  bersama-sama  menghadapi  masalah  yang  menimpa
mereka.  Ketika  ada  salah  satu  dari  mereka  yang  terkena  serangan  harimau,  maka anggota  kelompok  yang  lain  segera  bersatu  untuk  menolong.  Persatuan  ini
membuat mereka menjadi lebih mudah untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.  Contohnya,  ketika  Pak  Balam  dan  Talib  diterkam  harimau  dan  ditarik  ke
dalam  hutan,  persatuan  yang  dimiliki  oleh  anggota  kelompok  yang  lain  lah  yang membuat mereka dengan mudah dapat mengusir harimau buas tersebut.
Nilai  persatuan  yang  membuat  mereka  dapat  menjaga  dan  mempertahankan keutuhan  kelompok  agar  tidak  tercerai-berai    pada  saat  ada  masalah  perpecahan.
Universitas Sumatera Utara
65
Nilai  persatuan  juga  lah  yang  membuat  mereka  bersatu  untuk  membawa  teman mereka yang sedang berada dalam keadaan sakit dan segera mengobatinya.
Para  anggota  kelompok  pendamar  bersatu  mengerjakan  dan  mempersiapkan setiap  hal  yang  mereka  butuhkan.  Nilai  persatuanlah  yang  membuat  mereka
berhasil  dalam  menghadapi  pemimpin  yang  telah  menipu  dan  bahkan  ingin membahayakan  nyawa  mereka.  Selanjutnya  anggota  kelompok  pendamar  yang
tersisa juga bersatu untuk memburu dan membunuh  harimau.
4.2.3 Manfaat Nilai Harga-menghargai
Para  anggota  kelompok  pendamar  mampu  saling  menghargai  walaupun mereka  memiliki  kemampuan  dan  karakter  yang  berbeda-beda.  Nilai  harga-
menghargai  yang  membuat  mereka  mampu  berusaha  untuk  menjaga  keutuhan kelompok  mereka  pada  saat  masalah  perpecahan  datang.  Nilai  harga-menghargai
yang membuat Buyung mampu untuk memaafkan Wak Katok dari semua kesalahan dan penipun yang telah dia lakukan kepada semua anggota kelompok mereka.
Buyung dengan tulus melupakan kesalahan yang telah dilakukan Wak Katok kepada  mereka.  Karena  pesan  dari  Pak  Haji,  Buyung  dapat  kembali  menghargai
Wak  Katok.  Niatnya  untuk  balas  dendam  kepada  Wak  Katok  sirna,  dan  hal  ini membuat  perasaannya semakin tenang dan akhirnya dapat membunuh harimau dan
menyelesaikan semua masalah yang mendera kelompok mereka.
4.3.4 Manfaat Nilai Sabar dan Semangat Pantang Menyerah
Nilai sabar dan semangat pantang menyerah yang dimiliki oleh para anggota kelompok pendamar membuat mereka akhirnya dapat mengalahkan semua masalah
Universitas Sumatera Utara
66
yang mereka hadapi. Nilai sabar dan semangat pantang menyerah membuat mereka tetap sabar menjalani setiap cobaan yang ada, mereka juga tetap semangat dan tidak
menyerah  walaupun  terkadang  usaha  yang  mereka  lakukan  tidak  menuai keberhasilan dan bahkan hanya terbuang dengan sia-sia tanpa arti.
Mereka  tetap  sabar  dan  tenang  ketika  harus  menghadapi  seorang  pemimpin palsu yang penuh dengan kebohongan seperti Wak Katok. Dengan ketenangan dan
kesabaran,  akhirnya  mereka  dapat  mengalahkan  keangkuhan  dan  kejahatan  yang dilakukan  Wak  Katok.  Mereka  juga  tetap  sabar  ketika  percobaan  pertama  mereka
untuk memburu harimau gagal. Mereka tidak menyerah, namun tetap semangat dan kembali melanjutkan peburuan mereka di hari berikutnya. Akhirnya kesabaran dan
semangat  pantang  menyerah  yang  mereka  miliki  menghasilkan  buah  yang  manis, mereka akhirnya dapat membunuh harimau tersebut.
4.3.5 Manfaat Nilai Kerja Sama
Para  anggota  kelompok  pendamar  sudah  terbiasa  bekerja  sama  ketika mengerjakan  sesuatu.  Nilai  kerja  sama  sudah  menyatu  dalam  keseharian  mereka
dalam  menjalani  pekerjaan  mencari  damar  di  tengah  hutan.  Begitu  juga  kali  ini, ketika  mereka  diserang  oleh  seekor  harimau  yang  kelaparan,  mereka  juga  dengan
segera langsung bekerja sama untuk menghadapi harimau tersebut. Nilai kerja sama  yang mereka miliki  membuat  mereka lebih  gampang untuk
menyelesaikan masalah  yang menghadang langkah mereka. Dengan bekerja sama, akhirnya mereka dapat membekuk Wak Katok yang telah mencoba membahayakan
nayawa mereka. Dengan bekerja sama juga mereka dapat mengikuti jejak harimau dan akhirnya berhasil membunuhnya.
Universitas Sumatera Utara
67
4.3.6 Manfaat Nilai Keberanian
Nilai  keberanian  dibutuhkan  ketika  hendak  mengambil  suatu  tindakan  baru pada  saat  kita  sedang  berada  dalam  suatu  masalah.  Begitu  juga  dengan  apa  yang
dialami  oleh  para  anggota  kelompok  pendamar.  Mereka  berani  untuk  memburu harimau yang telah membunuh tiga orang teman mereka.
Nilai  keberanian  juga  membuat  para  anggota  kelompok  pendamar  yang tersisa  berani  untuk  melawan  kejahatan  Wak  Katok,  dan  akhirnya  mereka  berani
untuk tidak takut lagi terhadap ancaman mantra-mantra dan semua ilmu hitam Wak Katok. Nilai keberanian juga menuntun mereka untuk memburu sang harimau buas.
4.3.7 Manfaat Nilai Kerja Keras
Bekerja keras merupakan salah satu cara yang perlu untuk kita dilakukan agar dapat mencapai suatu hal yang diinginkan. Karena kerja keras dapat membawa kita
ke dalam suatu  keberhasilan. Ketika masalah datang menghampiri kehidupan para anggota  kelompok  pendamar,  maka  mereka  langsung  bekerja  keras  agar  dapat
mengalahkan dan keluar dari masalah tersebut. Ketika  harimau  buas  menyerang  salah  satu  dari  mereka,  maka  anggota
kelompok  yang  lain  langsung  bekerja  untuk  menyelamatkannya.  Mereka  juga bekerja keras untuk mengusung teman mereka yang sedang dalam keadaan terluka
parah.  Bekerja  keras  juga  membuat  mereka  berhasil  mengikuti  jejak  harimau  dan akhirnya membunuhnya.
4.3.8 Manfaat Nilai Tolong-menolong
Nilai  tolong-menolong  mengajari  kita  untuk  saling  peduli  dan  saling menbantu  dalam  mengerjakan  sesuatu.  Jika  ada  orang  di  sekitar  kita  yang
Universitas Sumatera Utara
68
membutuhkan bantuan, maka sebaiknya kita harus segera melakukan apa yang kita bisa untuk menolongnya.
Nilai  tolong-menolong  juga  ditunjukkan  oleh  para  anggota  kelompok pendamar  ketika  ada  anggota  kelompok  mereka  yang  membutuhkan  pertolongan.
Nilai  tolong-menolong  yang  ada  pada  diri  mereka  membuat  hati  mereka  langsung tergerak  untuk  menbantu  teman-teman  mereka  yang  sedang  berada  dalam
kesusahan. Sikap  tolong-menolong  membuat  mereka  mampu  dan  berhasil  untuk
menyelamatkan Pak Balam. Nilai tolong menolong yang ditunjukkan oleh Buyung membuat Pak Haji selamat dari bahaya patukan ular berbisa.
Universitas Sumatera Utara
69
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan  analisa terhadap novel  Harimau  Harimau  karya Mochtar  Lubis tentang  nilai-nilai  perjuangan  dan  manfaatnya,  maka  dapat  disimpulkan  bahwa
terdapat delapan nilai perjuangan di dalam novel ini. Nilai-nilai perjuangan tersebut di  antara  lain  adalah  nilai  rela  berkorban,  nilai  persatuan,  nilai  harga-menghargai,
nilai sabar dan semangat pantang menyerah, nilai kerja sama, nilai keberanian, nilai kerja keras, dan nilai  tolong menolong. Semua nilai  perjuangan ini timbul dengan
sendirinya pada saat mereka menjalani perjuangan di tengah hutan. Semua  nilai  perjuangan  ini  bermanfaat  bagi  penyelesaian  masalah  yang
mereka  hadapi.  Kedelapan  nilai  perjuangan  inilah  yang  membuat  mereka  berhasil untuk  menyelesaikan  masalah-masalah  yang  datang  menghampiri  kehidupan
mereka,  baik  itu  masalah  yang  berasal  dari  dalam  kelompok  mereka  sendiri  atau pun masalah yang datang dari harimau buas yang menyerang dan memburu mereka.
Meskipun  sempat  terjadi  perpecahan  di  antara  mereka,  namun  karena  timbulnya nilai-nilai  perjuangan  ini  pada  mereka,  maka  akhirnya  mereka  berhasil  melalui
semuanya.
5.2 Saran