36
4.2.9 Nilai Sabar dan Semangat Pantang Menyerah
Dalam  menjalani  kehidupan  di  tengah  hutan,  kelompok  pendamar  juga memperlihatkan  nilai  sabar  dan  semangat  pantang  menyerah.  Ketika  ada  suatu
kesusahan  yang  menghampiri  perjalan  mereka,  maka  para  anggota  kelompok pendamar ini akan saling menguatkan agar mereka tetap sabar dan tetap semangat
dalam menghadapi masalah tersebut. Sanip  yang  berkarakter  periang  dan  ramah  sering  kali  memberi  semangat
kepada  anggota  pendamar  yang  lainnya  agar  tetap  semangat.  Pernah  suatu  kali, ketika  mereka  melewati  perjalan  yang  sulit  dan  hujan  pun  turun  lebat,  sehingga
perjalan  semakin  sulit.  Mereka  semua  menjadi  basah  kuyup,  namun  pada  saat  itu Sanip segera menyemangati teman-temannya. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan
berikut. ”…. mereka sedang menempuh hutan, dan turun hujan yang
lebat,  hingga  jalan  menjadi  licin  dan  badan  mereka  basah kuyup, maka Sanip dengan  gembira akan berseru ”…jangan
susah hati, habis hujan datanglah terang””  Lubis, 1992: 17 Sikap  saling  menyemangati  juga  ditunjukkan  oleh  kelompok  pendamar  dalam
kutipan berikut ini. ”Pada suatu kali mereka mengumpulkan damar amat banyak.
Beban damar yang harus mereka pikul pulang amat berat, dan Sanip berseru gembira: ”Aduh, ini dua kali lebih banyak dari
yang  biasa  kita  bawa  pulang.  Untung  besar  kita””    Lubis, 1992: 19
Perjalan  hidup  mencari  nafkah  di  tengah  hutan  sangat  membutuhkan  sikap sabar  dan  sikap  semangat  pantang  menyerah.  Karena  kesabaran  dan  semangat
pantang  menyerah  sangat  mempengaruhi  hasil  yang  akan  didapatkan  pada  saat mengerjakan  sesuatu.  Begitu  juga  dalam  hal  menjalani  pekerjaan  di  tengah  hutan,
Universitas Sumatera Utara
37
terutama pada saat berburu, sikap sabar sangat dibutuhkan. Para anggota kelompok pendamar  juga  menunjukkan  nilai  sabar  dan  semangat  pantang  menyerah  ketika
berburu rusa. Mereka sabar dan pantang menyerah ketika mengikuti jejak rusa, dan ketika rusa tersebut sudah terlihat, maka mereka akan tenang dan sabar menunggu
saat  yang  tepat  untuk  menembak  rusa  tersebut.  Karena  jika  mereka  terlalu  buru- buru dan salah perhitungan untuk menembak rusa tersebut, maka bisa jadi mereka
akan  gagal  dan tidak akan mendapatkan hasil apa-apa. Kesabaran itu terlihat jelas dalam kutipan berikut ini.
”Dua  ratus  meter  terlalu  jauh  untuk  senapan  lantak  tua  Wak Katok.  Karena  itu  mereka  menunggu.  Apalagi  udara  masih
terlalu g elap untuk dapat menembak sejauh itu.”  Lubis, 1992:
82 Dari  kutipan  di  atas,  terlihat  jelas  bahwa  kelompok  pendamar  dengan  sabar
menunggu  saat  yang    tepat  untuk  menembak  rusa  tersebut,  karena  pada  saat  itu mereka  sadar  bahwa  jerak  antara  mereka  dengan  rusa  masih  terlalu  jauh  dan
penglihatan mereka untuk menembak juga masih terhalang oleh kabut. Nilai  semangat  pantang  menyerah  juga  semakin  ditunjukkan  oleh  para
anggota kelompok mendamar ketika mereka diburu oleh harimau yang sangat buas. Mereka menyadari bahwa mereka harus berjuang untuk dapat selamat dari bahaya
yang  menghampiri  mereka.  Semangat  untuk  tidak  menyerah  dan  terus  berjuang untuk  selamat  keluar  dengan  sendirinya  dari  dalam  jiwa  mereka.  Hal  itu  dapat  di
lihat dari kutipan berikut ini. ”Akan  tetapi  dalam  bawah  sadar  mereka  nafsu  hidup  tetap
menyala  dengan  kuat.  Malahan  kini,  di  tengah  ancaman  yang dahsyat,  menyala  lebih  besar  dan  lebih  kuat  lagi.  Mereka
hendak  hidup  terus,  mereka  hendak  keluar  dari  hutan,  mereka hendak  meninggalkan  rimba  denga
n  selamat…..Mereka  tak
Universitas Sumatera Utara
38
hendak  mati  diserang  harimau  yang  ganas  dan  zalim.  Bawah sadar  mereka  berteriak  menyuruh  mereka  berjuang,  berkelahi,
bertarung  untuk  mempertahankan  hak  hidupnya.”      Lubis, 1992: 127
Rasa semangat itu semakin kuat ketika mereka mulai menyadari bahwa sebenarnya mereka dapat menentukan dan memperjuangkan keselamatan nasib mereka sendiri,
dan  mereka  juga  mulai  menyadari  bahwa  seharusnya  merekalah  yang  memburu harimau  tersebut  dan  bukan  harimau  tersebut  yang  memburu  mereka.  Hal  itu
terlihat jelas dalam kutipan berikut ini. ”Merekalah yang memberi putusan,yang mengambil putusan,
yang  berbuat,  mereka  yang  memburu.  Rasa  manusia  mereka kembali jadi kukuh dan menyala.”  Lubis, 1992: 138
Setelah  sepakat  mengambil  keputusan  untuk  memburu  harimau  tersebut, sikap  sabar  dan  semangat  pantang  mereka  semakin  tertantang.  Mereka  mulai
mengikuti  jejak  harimau  tersebut  dengan  penuh  kesabaran  dan  semangat  pantang menyerah.  Mereka  memulai  pencarian  mereka  dengan  sangat  hati-hati  dan  sabar.
Meskipun  pencarian  jejak  yang  mereka  lakukan  sangat  melelahkan,  memerlukan waktu  yang  panjang  dan  penuh  dengan  bahaya,  namun  mereka  tetap  semangat
melakukannya  dan  tetap  sabar  mengikuti  jejak-jejak  tersebut  selangkah  demi selangkah. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
”Wak Katok, Buyung, dan Sanip telah dua jam mengikuti jejak harimau  dari tempat harimau menyer
ang Talib.”  Lubis, 1992: 143
Perburuan  mereka  tidak  gampang,  dan  itu  semakin  menguji  kesabaran  dan semangat mereka. Mereka sadar akan hal itu, mereka juga tetap sabar dan mencoba
untuk  tidak  terlalu  memaksakan  dan  tidak  terburu-buru.  Karena  mereka  tahu  jika
Universitas Sumatera Utara
39
mereka  terlalu  memaksakan  atau  terlalu  terburu-buru,  maka  hal  yang  buruk  bisa akan  menimpa  mereka.  Oleh  karena  itu,  ketika  melakukan  perburuan  terhadap
harimau  tersebut,  mereka  tetap  menyempatkan  untuk  tetap  makan  dan  beristirahat sebentar.  Karena  mereka  sadar  bahwa  tidak  akan  ada  untungnya  jika  terlalu
memaksakan keadaan pencarian tanpa mempersiapkan tenaga dalam tubuh mereka. Mereka  sadar,  bahwa  dalam  perburuan  ini  mereka  bisa  sewaktu-waktu  akan
bertemu dengan harimau tersebut, dan mereka membutukan tenaga untuk melawan harimau tersebut. Jadi mereka tetap memutuskan untuk sabar, dan tetap makan dan
istirahat, itu mereka lakukan untuk kebaikan dan persiapan untuk ke depannya. Hal itu terlihat itu terlihat jelas dalam kutipan berikut.
”.…mereka  tak  melihat  jejak  harimau  timbul  di  seberang sungai.  ”Akan  perlu  waktu  untuk  mencari  jejaknya  kembali,”
kata  Wak  Katok,  dan  dia  melihat  ke  langit  mencari  matahari yang  terlindung  di  balik  daun-
daun  kayu.  “Lebih  baik  kita makan dahulu. Telah tengah hari…””  Lubis, 1992: 144
Nilai  sabar  dan  semangat  pentang  menyerah  semakin  mereka  tunjukkan ketika mereka memutuskan untuk menunggu dan akan menyergap harimau di suatu
tempat  yang  telah  mereka  anggap  tepat  untuk  menunggu  kedatangan  harimau tersebut. Mereka sabar menunggu dan tetap tenang menunggu kedatangan harimau
yang telah mereka buru dari pagi. Hal itu terlihat dalam kutipan-kutipan berikut ini. ”Soalnya kini ialah menunggu. Menunggu dengan sabar. Yang
mereka perlukan ialah waktu.” Lubis, 1992:146 ”Lama mereka menunggu.”  Lubis 1992: 152
Dalam  penantian  ini,  kesabaran  kelompok  pendamar  semakin  di  uji.  Nyamuk menyerang  mereka  dalam  penantian  panjang  ini,  dan  membuat  penantian  mereka
menjadi  semakin  menyiksa  dan  melelahkan.  Nyamuk  menyiksa  dan  menghisap
Universitas Sumatera Utara
40
darah  mereka  dengan  bebas,  mereka  harus  tetap  tenang  dan  berusaha  untuk  tidak bergerak  sama  sekali.  Mereka  hanya  bisa  menguatkan  hati  mereka  dan  bersabar,
dan  mereka  tidak  akan  menyerah,  karena  mereka  sadar  bahwa  hal  yang  mereka harus  lakukan  untuk  saat  itu  hanyalah  menunggu  dengan  sabar  dan  tidak  berisik
sedikitpun.  Nilai  kesabaran  dalam  menunggu  itu  mereka  tunjukkan  dalam  kutipan berikut ini.
”Kadang-kadang Buyung merasa seakan hendak melompat dan memekik,  dan  memukul  nyamuk  di  tangan,  kaki,  dan
tengkuknya  dengan  keras,  demikian  rasanya  tekanan  di  dalam dirinya  mendesak-desak  menyuruhnya  berbuat  sesuatu.  Akan
tetapi  Buyung  pun  menginsyafi,  bahwa  kini  keselamatan mereka  tergantung  dari  kekuatan  hati  mereka  menunggu,  dan
menunggu, dan menunggu.” Lubis,1992:153
Penantian  mereka  berlangsung  sangat  lama,  harimau  yang  ditunggu-tunggu  tidak muncul juga. Mereka semakin menyadari bahwa sebenarnya harimau  yang sedang
mereka  buru  dalah  harimau  yang  pandai  berburu  pula.  Mereka  sadar,  bahwa sesungguhnya  sekarang  mereka  saling  memburu.  Jadi  mereka  harus  tetap  sabar
dalam menantikan kedatangan harimau tersebut. Mereka tidak boleh lengah sedikit pun, karena harimau tersebut juga pintar dalam hal berburu mangsa. Mereka tidak
akan menyerah walaupun dalam penantian ini mereka tersiksa oleh gigitan nyamuk. Walaupun  badan  mereka  telah  penuh  gatal  karena  bekas  gigitan  nyamuk,  namun
mereka  akn  tetap  tenang,  sabar,  dan  akan  terus  menunggu  kedatangan  harimau tersebut. Semangat dan kesabaran mereka tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
”Akan  tetapi  kerena  sadar,  bahwa  untuk  dapat  hidup  terus mereka  harus  dapat  menahan  siksaan  ini,  maka  mereka  pun
diam  dan  menunggu……..Mereka  menunggu  terus.”    Lubis, 1992: 153-154
Universitas Sumatera Utara
41
Setelah  perburuan  di  hari  pertama  gagal,  mereka  melanjutkan  perburuan tersebut  di  hari  berikutnya.  Mereka  bertekad  untuk  membalas  dan  menuntut  bela
atas  kematian  kawan-kawan  mereka  yang  telah  diserang  oleh  harimau.  Mereka memulai  perburuan  lagi,  namun  untuk  kali  ini,  pemimpin  mereka  Wak  Katok
ternyata  tidak  terlalu  berniat  untuk  memburu  harimau  buas  tersebut.  Wak  Katok mencoba mengulur-ulur waktu agar lama sampai ke tempat tujuan mereka. Dengan
menggunakan  alasan  untuk  mempercepat  waktu,  Wak  Katok  mengajak  mereka untuk  memotong  jalan  dengan  cara  masuk  dan  melalui  hutan  gelap  yang  belum
pernah  lewati  sekalipun.  Di  dalam  hutan  gelap  tersebut  perjalan  menjadi  sangat sulit.  Mereka  harus  membuka  jalan  baru  di  tengah  semak-semak  belukar  yang
berduri. Namun mereka tetap mencoba untuk bersabar dan tetap semangat. Mereka mencoba  menguatkan  hati  mereka,  walupun  perjalanan  itu  sudah  sangat
melelahkan. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut. ”….mereka  menguatkan  hati  untuk  cepat  dapat  ke  luar  dari
hutan  gelap.  Di  banyak  tempat  mereka  terpaksa  berjalan membungkuk,  belukar  lebat  dan  rapat  sekali.”    Lubis,  1992:
178
Ternyata dalam perjalan panjang di  hutan  gelap  ini, Wak Katok  sengaja  membuat mereka tersesat, dan membuat mereka hanya berjalan berputar-putar saja di dalam
hutan gelap tersebut. Namun pada akhirnya anggota lain menyadari bahwa mereka sebenarnya  telah  tersesat.  Tapi  ternyata  Wak  Katok  sang  pemimpin  palsu,  pandai
membuat  alasan  agar  dia  tidak  disalahkan  oleh  anggota  yang  lain  karena  mereka telah  tersesat  di  bawah  tuntunannya.  Wak  Katok  kembali  menipu  mereka  dengan
alasan baru. Namun anggota kelompok yang lain tetap memilih untuk bersabar dan tidak  marah,  malahan  mereka  segera  kembali  melanjutkan  perjalanan  walaupun
Universitas Sumatera Utara
42
mereka  telah  sadar  bahwa  perjuangan  mereka  dan  perjalanan  mereka  dari  tadi ternyata sia-sia saja dan tidak berguna. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut
ini. ”Dengan enggan Buyung menahan dirinya. Kembali mengikuti
jalan  yang telah mereka tempuh dari pagi…..”  Lubis, 1992: 183
Permasalahan  yang  utama  dalam  novel  ini  adalah  nafsu  keserakahan  dan dosa-dosa  yang  dimiliki  oleh  setiap  anggota  kelompok  pendamar  tersebut.  Setiap
mereka  ternyata  mempunyai  suatu  masalah  atau  dosa  yang  telah  mereka  simpan selama  ini.  Sehingga  terasa  bahwa  semua  yang  mereka  tunjukkan  selama  ini
hanyalah  suatu  kepalsuan  dan  mereka  semua  ternyata  memaki  topeng,  mereka menyembunyikan wajah mereka yang sebenarnya dibalik topeng mereka.
Salah  satu  kepalsuan  atau  kebohongan  yang  membawa  dampak  besar  bagi permasalahan  mereka  adalah  kepalsuan  yang  dimiliki  oleh  seseorang  yang  selama
ini  telah  mereka  anggap  sebagai  pemimpin  mereka,  yaitu  Wak  Katok.  Ternyata semua  ilmu-ilmu  yang  dimiliki  oleh  Wak  Katok  selama  ini  ternyata  palsu.  Semua
mantra  dan  jimat-jimat  yang  telah  dimilikinya  selama  ini  ternyata  palsu.  Dia hanyalah  seorang  pembohong  besar  dan  sangat  licik.  Padahal  semua  anggota
kelompok  pendamar  dan  bahkan  semua  penduduk  kampunya  telah  percaya  pada kehebatannya dan bahkan sangat takut dan segan kepadanya.
Setelah  semua  kebohongan  Wak  Katok  mulai  terungkap  di  depan  mata teman-temannya,  kelicikan  dan  nafsu  jahat  yang  dia  miliki  selama  ini  menjadi
semakin  tidak  terkendali.  Dia  berniat  membahayakan  dan  bahkan  telah  berniat untuk membunuh teman-temannya yang lain. Dia melakukan itu karena dia merasa
Universitas Sumatera Utara
43
marah kepada semua teman-temannya, karena mereka telah mengetahui dosa-dosa yang pernah dilakukannya selama ini. Dia meresa sangat benci kepada Pak Balam,
karena Pak Balamlah yang telah membeberkan semua dosa yang telah disimpannya dengan rapi selama ini. Wak Katok berniat membunuh semua teman-temannya agar
mereka tidak dapat  menceritakan dosa  yang telah dilakukannya selama ini kepada orang  lain  di  desa.  Wak  Katok  tidak  ingin  semua  penduduk  desa  yang  selama  ini
telah  menakuti  dan  mengagung-agungkanya  menjadi  berbalik  menghina  dan  tidak menghormatinya lagi. Dia tidak sanggup hidup tanpa penghormatan dari penduduk
desanya.  Jadi  dia  tidak  akan  membiarkan  dosa-dosanya  diketahui  oleh  penduduk desanya.
Emosi  dan  nafsu  kejahatan  Wak  Katok  semakin  tidak  dapat  dibendungnya, semua  sifat  aslinya  mulai  terlihat,  topengnya  mulai  terbuka.  Dia  pun  mulai
mengancam teman-temannya agar mereka juga mengakui dan membeberkan dosa- dosa yang mereka miliki masing-masing. Wak Katok mengancam akan menembak
Buyung dan Pak Haji jika mereka tidak mau mengakui dosa-dosa mereka. Namun Pak Haji tetap menghadapi emosi Wak Katok dengan sabar. Hal itu dapat kita lihat
dalam kutipan berikut. ”Tetapi  Pak  Haji  menguatkan  hatinya,  ”Dengarlah  kataku
dahulu,”  katanya  dengan  tenang  dan  sabar.”    Lubis,  1992: 188
Dari kutipan di  atas dapat  kita lihat  bahwa Pak  Haji tetap menunjukkan  nilai-nilai kesabaran ketika menghadapi seorang pemimpin palsu dan penuh kejahatan seperti
Wak  Katok.  Pak  Haji  tetap  berusaha  untuk  sabar  dan  mencoba  berbicara  dengan
Universitas Sumatera Utara
44
pelan-pelan  kapada  Wak  Katok  yang  pada  saat  itu  tengah  mengancam  akan menembaknya dengan senapan.
4.2.10 Nilai Kerja Sama