Persepsi Responden Terhadap Program Uang Kuliah Tunggal UKT Pengertian Kognisi Pengetahuan

Maka untuk menentukan kategori persepsi, dan sikap adalah positif atau negatif dengan adanya batasan nilai sebagai berikut: Respon dengan nilai -1 sampai dengan -0,33 = respon negatif Respon dengan nilai -0,33 sampai dengan 0,33 = respon netral Respon dengan nilai 0,33 sampai dengan 1 = respon positif

5.3.1. Persepsi Responden Terhadap Program Uang Kuliah Tunggal UKT

Pemberian skor variabel persepsi dalam pelaksanaan Program Uang Kuliah Tunggal ini merupakan variabel awal dalam mengukur respon. Hasil skor variabel persepsi V1 merupakan hasil rata-rata ∑ skor variabel persepsi : hasil jumlah sub variabelitem dikali jumlah responden. Jumlah sub variabel persepsi ada 10 sub variabel lihat lampiran. Sehingga rata – rata V1 = ∑skor variabel : 10 x 93. Untuk mengetahui apakah persepsi mahasiswa dalam pelaksanaan Program Uang Kuliah Tunggal tersebut termasuk respon positif atau negatif, maka dilakukan analisa dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk respon netral, dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah total responden. Hasil akhir dapat dilihat apakah persepsi positif, netral ataupun negatif dengan adanya batasan nilai pada skala likert, yaitu sebagai berikut : = 58 : 10 x 93 = 58 : 930 = 0,062 Keterangan : Universitas Sumatera Utara ∑ skor variabel persepsi = 58 Jumlah sub variabel persepsi = 10 Jumlah Responden = 93 Hasil skor variabel persepsi V1 = 0,062 Persepsi netraltidak peduli yaitu 0.062 karena berada di antara -0,33 sampai 0,33 Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden memiliki persepsi netral atau tidak peduli dikarenakan responden tidak paham dan apatis mengenai Program Uang Kuliah Tunggal yang telah diterapkan.

5.3.2. Sikap Responden Terhadap Program Uang Kuliah Tunggal UKT

Pemberian skor variabel sikap dalam pelaksanaan Program Uang Kuliah Tunggal ini merupakan variabel kedua dalam mengukur respon. Hasil skor variabel sikap V2 merupakan hasil rata-rata ∑ skor variabel sikap : hasil jumlah sub variabelitem dikali jumlah responden. Jumlah sub variabel sikap ada 9 sub variabel lihat lampiran. Sehingga rata-rata V2= ∑skor variabel : 9 x 93. Untuk mengetahui apakah sikap mahasiswa tersebut dalam pelaksanaan Program Uang Kuliah tunggal termasuk respon positif, netral ataupun negatif, maka dilakukan analisa dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk respon netral, dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah responden. Hasil akhir dapat dilihat apakah sikap positif, netral atau negatif dengan adanya batasan nilai pada skala likert, yaitu sebagai berikut : = -33 : 9 x 93 Universitas Sumatera Utara = -33 : 830 = -0,039 Keterangan : ∑ skor variabel sikap = -33 Jumlah sub variabel sikap = 9 Jumlah responden = 93 Hasil skor variabel sikap V2 = -0,039 Sikap netraltidak peduli yaitu -0,039 karena berada di antara -0,33 sampai 0,33 Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden memiliki sikap netral atau tidak peduli karena mahasiswa tidak paham dan apatis menanggapi kebijakan Program Uang Kuliah Tunggal yang diterapkan. Jika kuantitatif data dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan skala likert, maka dapat dilihat rata-rata respon secara keseluruhan dari penelitian respon mahasiswa terhadap Program Uang Kuliah Tunggal di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas sumatera utara. Jadi, hasil persepsi sikap dibagi dengan banyak kelas yaitu : Hasil Persepsi Hasil Sikap 3 = 0,062 -0,039 3 = 0,023 Universitas Sumatera Utara 3 = 0,0076 Maka, hasil keseluruhan antara persepsi, sikap yaitu 0,0076. Karena berada di antara - 0,33 sampai 0,33 maka Respon Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politi Universitas Sumatera Utara Terhadap Program Uang Kuliah Tunggal UKT adalah netraltidak peduli. Jadi, Respon Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Terhadap Program Uang Kuliah Tunggal UKT adalah netraltidak peduli karena di antara -0,33 sampai 0,33. Dari hasil data dan observasi yang diperoleh, peneliti menemukan bahwa kondisi mahasiswa yang berkenaan dengan program UKT cenderung mengikut, kebanyakan dari mereka mengambil sikap diam dan tidak memiliki inisiatif untuk mengkritisi lebih dalam terkait program UKT ini. Dari sekian banyak sampel yang diambil oleh peneliti hanya beberapa orang saja yang mempunyai pandangan dalam mengkaji kebijakan UKT dan pengaruhnya bagi mahasiswa, hal tersebut disebabkan karena mahasiswa lebih banyak disibukkan dengan kegiatan - kegiatan akademik dan kurang berinisiatif dalam membentuk ruang - ruang pembahasan terhadap kebijakan - kebijakan kampus. Sehingga mahasiswa kurang memiliki peran yang lebih dalam melahirkan kebijakan - kebijakan kampus, dan lemahnya peranan tersebut menyebabkan kurangnya kontrol terhadap kebijakan tersebut. Realitas kampus juga kurang mendukung mahasiswa untuk mendapatkan ruang - ruang pembahasan terhadap kebijakan - kebijakan kampus. Inisiatif dalam mengkaji kebijakan kampus pada umumnya bersifat parsial dan reaksioner, sebagian mahasiswa yang aktif dalam membentuk ruang - ruang pembahasan kebanyakan hanya dilakukan oleh mahasiswa - mahasiswa yang aktif berorganisasi baik intra maupun ekstra kampus. Kondisi Universitas Sumatera Utara tersebut diperparah dengan vakumnya Pemerintahan Mahasiswa PEMA FISIP USU selama 2 tahun yang seharusnya melalui PEMA mahasiswa lebih memiliki ruang atau akses lebih untuk berkomunikasi dengan pihak kampus khususnya yang berkaitan tentang kebijakan - kebijakan kampus. Selain itu, pihak kampus juga kurang memfasilitasi mahasiswa untuk berpartisipasi dalam memberikan pandangan dan pendapat terhadap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh kampus, mahasiswa sebagai bagian dari civitas academika yang notabenenya akan merasakan langsung pengaruh dari kebijakan kampus seharusnya diberikan peranan untuk terlibat dalam setiap kebijakan kampus, baik dalam bentuk ruang diskusi maupun sosialisasi. Universitas Sumatera Utara BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa data, dapat disimpulkan bahwa Respon Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politi Universitas Sumatera Utara Terhadap Program Uang Kuliah Tunggal UKT dapat dilihat dari dua aspek yaitu : 1. Dari aspek persepsi, hasil analisis data dapat diketahui bahwa mahasiswa FISIP USU memiliki persepsi netraltidak peduli tentang Program Uang Kuliah Tunggal. Mahasiswa dalam posisinya sebagai objek dari kebijakan, pada umumnya tidak memahami seperti apa seluk beluk penerapan kebijakan uang kuliah tunggal tersebut, dan apa saja poin-poin penting yang diberlakukan dalam kebijakan uang kuliah tunggal. Realita yang terjadi saat ini lebih memperlihatkan bahwa mahasiswa menjadi cenderung hanya menjadi pengikut dari kebijakan yang dibuat oleh kampus dan berpandangan bahwa kebijakan tersebut sudah bersifat final dan tidak bisa di ganggu gugat lagi. 2. Dari aspek sikap, berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa mahasiswa memiliki sikap netraltidak peduli. Mereka lebih banyak mengambil posisi diam dan tidak mau memposisikan diri untuk mengkritisi lebih dalam mengenai kebijakan kampus khususnya yang terkait dengan Uang Kuliah Tunggal. Peneliti juga mendapatkan beberapa temuan yang membuat mahasiswa baru terbatasi ruang geraknya untuk mempertanyakan dan mengkritisi berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh kampus. Salah satu bentuknya adalah dengan adanya surat pernyataan yang harus ditandatangi oleh mahasiswa baru sebagai bentuk persyaratan pendaftaran ulang mahasiswa baru, dimana beberapa poin Universitas Sumatera Utara dalam surat tersebut mengharuskan mahasiswa-mahasiswa baru untuk mematuhi segala kebijakan dan peraturan di Universitas Sumatera Utara termasuk Uang Kuliah Tunggal, sehingga sikap untuk menentang kebijakan Uang Kuliah Tunggal dianggap sebagai bentuk pelanggaran dan mahasiswa baru cenderung tidak mau mengambil resiko untuk menentukan sikap menolak. Pada umumnya penolakan terhadap sistem UKT ini lebih banyak dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa senior dikarenakan mereka tidak memiliki keterikatan secara hukum melalui surat pernyataan tersebut.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Mahasiswa sebagai bagian dari civitas academica universitas haruslah diberikan ruang lebih untuk terlibat dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh kampus. Peranan mahasiswa untuk terlibat dalam setiap kebijakan sangatlah penting agar mahasiswa tidak hanya berada dalam posisi sebagai objek dari kebijakan, dengan begitu mahasiswa juga lebih memahami bagaimana penerapan dari kebijakan tersebut. Secara langsung maupun tidak langsung, dengan berperannya mahasiswa dalam setiap kebijakan seharusnya dapat memudahkan birokrat kampus dalam menerapkan kebijakan tersebut dan tentunya dukungan terhadap kebijakan tersebut akan lebih mudah didapat. 2. Perlu adanya bentuk pola komunikasi yang seimbang dan efektif antara pihak kampus dengan mahasiswa yang nantinya akan menjalankan kebijakan, sehingga berjalannya program-program kampus dapat lebih berimbang penerapannya dan tentunya akan saling menguntungkan kepentingan kedua belah pihak. Kecenderungan untuk memposisikan mahasiswa sebagai objek akan berdampak negatif terhadap posisi mahasiswa serta bagi kebijakan itu sendiri, artinya berjalannya kebijakan kampus akan bersifat pasif karena Universitas Sumatera Utara tentu saja penerapan kebijakan tersebut akan sarat ketidakpahaman bagi pihakobjek dari kebijakan, dalam hal ini adalah mahasiswa yang berada dalam posisi tersebut. 3. Media atau wadah aspirasi mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya perlu diberdayakan dan diefektifkan lagi fungsinya. Salah satu media atau wadah tersebut adalah organisasi- organisasi mahasiswa intra kampus yang berada di bawah naungan universitas, fakultas dan departemen. Banyak fakta negatif yang ditemukan oleh peneliti terkait wadah-wadah tersebut. Keaktifan mahasiswa untuk mengelola organisasi-organisasi tersebut cenderung lemah dan apatis. Salah contohnya adalah dengan vakumnya Pemerintahan Mahasiswa PEMA FISIP USU, sehingga dengan vakumnya PEMA FISIP USU, media mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya sangat lemah dan cenderung hilang. Hal tersebut diperparah dengan kondisi mahasiswa yang lebih banyak memilih untuk apatis atau tidak peduli dengan kondisi tersebut. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan , organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu . Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum . Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan , kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit. http:id.wikipedia.orgwikiKebijakan ,Diakses pada tanggal 03 Mei 2014. kebijakan policy juga memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D.Lasswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijakan sebagai a projected program of goals, values and practises, yang bermakna suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Carl J. Friedrick mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ahli lainnya seperti James E.Anderson mengatakan bahwa kebijakan itu adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau Universitas Sumatera Utara sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Kemudian menurut Amara Raksasataya mengemukakan bahwa kebijakan adalah sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Menurut beliau kebijakan memuat tiga elemen yaitu : 1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai 2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diiginkan 3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi islamy,2004: 17. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, kebijakan diartikan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman itu boleh jadi amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci bersifat kualitataif atau kuantitatif, publik maupun privat. Kebijakan dalam makna seperti ini mungin berupa suatu deklarasi mengenai dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas ataupun suatu rencana Wahab,2005:2. Oleh karena itu bisa kita pahami secara sederhana bahwa implementasi kebijakan adalah suatu tahapan kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi- konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu dapat mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu telah diimplementasikan dengan sangat baik, sementara itu suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, dapat mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Dengan demikian bisa kita ketahui bahwa implementasi dan kebijakan adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan dalam satu kosa kata. Implementasi sebagai kata kerja dan kebijakan sebagai objek untuk yang diimplementasikan. Sebagai pangkal tolak berpikir kita, Universitas Sumatera Utara hendaknya selalu diingat bahwa implementasi adalah sebagian besar kebijakan dari pemerintah dan pasti akan melibatkan sejumlah pembuat kebijakan baik publik maupun swasta berusaha keras untuk memberikan pelayanan atau jasa kepada masyarakat guna untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga untuk melaksanakan implementasi kebijakan ini perlu mendapatkan perhatian yang seksama dari berbagai kalangan.

2.2. Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi tercapainya suatu kegiatan. Di dalam program di buat beberapa aspek, di sebutkan bahwa di dalam setiap program di jelaskan mengenai: 1. Tujuan kegiatan yang akan di capai. 2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan. 3. Aturan yang harus di pegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan. 5. Strategi pelaksanaan. Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan. “A programme is collection of interrelated project designed to harmonize and integrated various action an activities for achieving av erral policy abjectives” suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integraf untuk mencapai sasaran kebijakan tersebut secara keseluruhan. Universitas Sumatera Utara Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program yaitu: 1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program. 2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diidentifikasikan melalui anggaran. 3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat dilakui oleh publik. Program terbaik di dunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin di atasi dan memulai intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik Jones, 1996:295. 2.3. Uang Kuliah Tunggal UKT Uang Kuliah Tunggal UKT adalah suatu program yang dibuat oleh pemerintah berdasarkan amanah kebijakan UU No.12 Tentang Pendidikan Tinggi, yang akhirnya di berlakukan pada tahun 2013 sesuai dengan peraturan kementrian pendidikan dan kebudayaan PERMENDIKBUD no. 55 tahun 2013 dengan di keluarkannya surat edaran Dirjen Dikti Nomor 97EKU2013 tertanggal 5 Februari 2013. Uang Kuliah Tunggal UKT merupakan sebagian Biaya Kuliah Tunggal BKT yang ditanggungkan kepada setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Biaya kuliah Tunggal merupakan seluruh biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri dan Universitas Sumatera Utara UKT itu ditetapkan berdasarkan BKT dikurangi dengan biaya yang ditanggung oleh pemerintah. Secara ringkas UKT itu merupakan beban biaya yang harus dibayarkan oleh mahasiswa yang akan dibayarkan per semester selama masa kuliah dikampus. Dimana kalkulasi dana UKT berasal dari kebutuhan mahasiswa per individu selama ia kuliah.

2.3.1. Sejarah Singkat Penerapan UKT di USU

Lahirnya PP No. 56 tahun 2003 tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia sepertinya ingin lepas tangan dari tanggung jawab pendidikan, khususnya pada persoalan dana. Hal ini jelas tercantum dalam Pasal 10 Ayat 1 bahwa “Pembiayaan penyelenggaraan dan pengembangan Universitas berasal dari Pemerintah, masyarakat, pihak luar negeri yang tidak mengikat dan usaha dan tabungan Universitas. Sehingga dari pasal tersebut memberikan kesempatan kepada petinggi-petinggi USU untuk menghimpun dana sebesar-besarnya dari pihak swasta untuk membiayai jalannya proses pendidikan di USU. Padahal sesungguhnya pendanaan untuk pendidikan di negeri ini merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Indonesia seperti yang telah dijelaskan dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4 “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Akibat dari lepasnya tanggung jawab pemerintah dalam hal pendanaan pendidikan maka terjadilah proses pendidikan dengan biaya yang mahal serta komersialisasi pendidikan di negara ini. Namun perubahan status USU menjadi BHMN tentunya tidak selalu membawa dampak yang negatif terhadap proses pendidikan di USU, perubahanstatus ini tentunya juga memiliki dampak positif yang dapat dirasakan secara langsung. Salah satunya adalah kebijakan yang dihasilkan terkait dengan permasalahan kegiatan akademik tidak lagi hanya Universitas Sumatera Utara menunggu instruksi yang dikeluarkan oleh pihak pusat. Semenjak diterapkannya bentuk BHMN, USU memiliki wewenang untuk mengeluarkan kebijakan terkait dengan kegiatan akademik seperti penyediaan fasilitas, penambahan gaji pengajar dan lain sebagainya. Inilah cikal bakal awal pemerintah menyusun Undang-Undang No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi UU PT. UU PT adalah reinkarnasi dari UU BHP, semangat neoliberalisasi pendidikan menjelma dalam UU tersebut. Dalam pasal 62, diatur bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk menyelenggarakan sendiri kampusnya. Masih sama dengan konsep UU BHP. Pada tahun 2013 pemerintah kembali membuat rumusan program pendidikan untuk perguruan tinggi yang merupakan buah hasil dari perubahan status PTN, seluruh bentuk rumusan mengenai PTN termaktub dalam program UANG KULIAH TUNGGAL UKT sesuai dengan peraturan kementrian pendidikan dan kebudayaan PERMENDIKBUD no. 55 tahun 2013. Kebijakan UKT ini pada dasarnya merupakan implementasi dari Undang- Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Undang – Undang Perguruan Tinggi UU PT yang terbit pada Agustus 2012. Salah satu bukti kuat bahwa UKT merupakan implementasi dari UU PT adalah tentang perumusan penentuan Biaya Kuliah Tunggal BKT yang dipengaruhi oleh indeks yang tertuang pada Pasal 88 ayat 1yang menyatakan “BKT merupakan nominal biaya kuliah sebenarnya yang diperoleh dari rata-rata unit cost Perguruan TinggiNegeri PTN dikalikan dengan K1, K2, dan K3yang masing-masing merupakan indeks dari capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi prodi, dan tingkat kemahalan wilayah”. Diberlakukannya UKT di maksudkan untuk ditetapkannya standart satuan biaya operasional pendidikan tinggi dengan mempertimbangkan capaian standart nasional pendidikan tinggi, jenis program studi dan indeks kemahalan wilayah. Dalam program ini juga menerapkan subsidi silang, prinsip subsidi silang UKT adalah pada jenjang UKT yang Universitas Sumatera Utara didasarkan atas kondisi sosial ekonomi orang tuawali mahasiswa. Sedangkan pada sistem lama, subsidi silang didasarkan pada jalur masuk, yang niatan nya orang tua wali dapat memprediksikan berapa besaran pembiayaan pendidikan tinggi dari awal hingga jenjang wisuda. Selang 10 tahun berjalannya USU sebagai BHMN dan di terapkannya UU PT hingga program UKT, maka tentu saja sudah banyak dampak yang terjadi sebagai akibat dirubahnya status USU menjadi BHMN. Baik dampak secara struktural maupun non struktural, pola fikir mahasiswa sendiri juga memiliki perubahan sedikit banyaknya. Hal ini dikarenakan berubahnya orientasi dalam mengenyam pendidikan, sebab didalam BHMN mahasiswa diharuskan memiliki pola fikir study oriented, tidak berorganisasi, cepat tamat dan lain sebagainya. Kaitan antara pendidikan dan manusia sangat erat sekali, tidak bisa dipisahkan. pendidikan adalah “humanisasi”, yaitu sebagai media dan proses pembimbingan manusia muda menjadi dewasa, menjadi lebih manusiawi “humanior”. Jalan yang ditempuh tentu menggunakan massifikasi jalur kultural. Tidak boleh ada model “kapitalisasi pendidikan” atau “politisasi pendidikan”. Karena, pendidikan secara murni berupaya membentuk insan akademis yang berwawasan dan berkepribadian kemanusiaan.

2.4. Pengertian Respon

Respon berasal dari kata “response” yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan reaction. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan definisi respon adalah berupa tanggapan, reaksi, dan jawaban. Dalam pembahasan teori respon tidak terlepas dari pembahasan proses teori komunikasi, karena respon merupakan timbale balik dari apa yang di komunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Steven M Caffe respon dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Kognitif, yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. respon ini timbul apabika adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh khalayak. 2. Afektif, yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan yang disenangi oleh khalayak terhadap sesuatu. 3. Psikomotorik, yaitu respon yang berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan.

2.4.1. Pengertian Kognisi Pengetahuan

Istilah kognisi berasal dari kata “cognoscare” yang artinya mengetahui. Aspek kognisi banyak mempermasalahkan bagaimana cara memperoleh pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya, serta bagaimana dengan kesadaran itu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Setiap perilaku sadar manusia didahului oleh proses kognisi yang memberi arah terhadap perilaku dan setiap lahiriahnya baik dirasakan maupun tidak dirasakan.

2.4.2. Pengertian Afeksi Sikap