commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum materiil merupakan hukum memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana Rofikah,
1999:3. Hukum materiil ini disandingkan dengan hukum formil. Hukum formil bertujuan untuk menegakkan hukum materiil itu jika terjadi pelanggaran atas
hukum materiil. Sistem hukum formil juga dikenal dengan
criminal justice system
Yesmil Anwar dan Adang, 2009:33
.
Pengaturan hukum formal dalam sistem hukum di negara Indonesia terdapat pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
yang lebih dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Pengaturan hukum formal tersebut berisi seluruh aturan proses
penyelesaian hukum maupun aturan pokok mengenai bentuk dan sanksi perbuatan atau tindak pidana yang merugikan orang lain maupun yang tidak sesuai dengan
kaidah moral serta ketertiban umum diatur dalam kedua kitab tersebut Yesmil Anwar dan Adang, 2009:33.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 dapat dikatakan sebagai landasan bagi terselenggaranya proses peradilan pidana yang benar-benar bekerja
dengan baik dan mengedapankan Hak Asasi Manusia Yesmil Anwar dan Adang, 2009:64. Asas
presumption of innonce
merupakan salah satu penerapan pentingnya menjunjung hak asasi manusia dalam hukum pidana. Adanya jaminan
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dalam peraturan hukum acara pidana mempunyai arti yang sangat penting sekali. Hal ini senada dengan
pandangan Paul R. Dubinsky dalam tulisannya yang mengatakan ”
Like the harmonization of procedural law, the movement to advance international human
rights is in flux
” harmonisasi hukum prosedural, gerakan untuk memajukan hak
asasi internasional Paul R. Dubinsky, 2005:225.
Deklarasi Universal hak Asasi Manusia DUHAM mengatur Hak asasi terdakwa sebagai manusia yang dimaksud antara lain persamaan dimuka hukum
commit to user Pasal 6, tidak diperlakukan sewenang-wenang Pasal 9, memperoleh pengadilan
yang adil Pasal 10, dilindungi sebelum dinyatakan bersalah Pasal 11, dan tidak diintervensi kehidupannya oleh negara Pasal 12. Selain hak yang tidak
tercantum dalam DUHAM tersebut, beberapa hak lainnya yang diatur dalam Kovenan ini adalah hak atas pengadilan yang jujur Pasal 14, perlindungan dari
kesewenang-wenangan hukum pidana Pasal 15, hak atas pengakuan sebagai subyek hukum dimanapun berada Pasal 16 Isharyanto, 2006:10-12.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah menggangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukannya yang ”berderajat”,
sebagai mahluk Tuhan yang memiliki harkat derajat kemanusiaan yang utuh. Tersangka dan terdakwa dalam KUHAP telah ditempatkan dalam posisi
his entity and dignity as a human being,
yang harus diperlakukan dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan M. Yahya Harahap 2006:2. Selain asas praduga tak bersalah
presumtion of innocent,
dalam KUHAP diatur juga hak tersangka dan terdakwa lainnya yaitu:
1. Persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban didepan hukum
equality before the law.
Tersangka dan terdakwa harus diperlakukan sama tanpa membedakan pangkat, golongan dan lainnya
entitled without any discrimanation to equal of the law.
2. Hak untuk menyiapkan pembelaan. Dalam KUHAP memberikan hak kepada
tersangka untuk didampigi oleh penasihat hukum dan penasihat hukum tersebut dapat berbicara dengan tersangka atau terdakwa tanpa didengar oleh
penyidik atau aparat hukum lainnya
within sight not within hearing.
3. Kesalahan seseorag harus dibuktikan dalam sidang yang bebas, tidak
memihan
impartiality,
dan jujur
fair trial
M. Yahya Harahap 2006:3. Pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang
pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dengan pembuktian suatu perbuatan pidana dapat dijatuhi hukuman pidana M. Yahya
Harahap. 2006:273. Pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang- undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa
commit to user Syaiful Bakhri, 2009:2, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman, dan
sebaliknya jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhkan pidana.
Pembuktian merupakan titik sentral hukum acara pidana Syaiful Bakhri, 2009:2. Hal ini dapat dibuktikan sejak awal dimulainya tindakan penyelidikan,
penyidikan, prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, putusan hakim bahkan sampai upaya hukum, masalah
pembuktian merupakan pokok bahasan dan tinjauan semua pihak dan pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan,
terutama bagi hakim. Hakim harus hati-hati, cermat, dan matang dalam menilai dan
mempertimbangkan nilai pembuktian serta dapat meneliti sampai batas minimum kekuatan pembuktian atau
bewijskracht
dari setiap alat bukti yang sah menurut undang-undang Syaiful Bakhri, 2009:28.
Keterangan terdakwa yang memuat informasi tentang kejadian peristiwa pidana bersumber dari terdakwa, maka hakim dalam melakukan penilaian
terhadap isi keterangan terdakwa haruslah cermat dan sadar bahwa ada kemungkinan terjadinya kebohongan atau keterangan palsu yang dibuat oleh
terdakwa mengenai hal ikhwal kejadian atau peristiwa pidana yang terjadi. Keterangan tersebut pada umumnya berisi pengakuan terdakwa atas tindak
pidana yang didakwakan kepadanya. Keterangan di muka penyidik dan keterangan dalam persidangan harus dibedakan, keterangan yang diberikan di
muka penyidik disebut keterangan tersangka sedangkan keterangan yang diberikan dalam persidangan disebut keterangan terdakwa Martiman
Prodjohamidjojo.1984:137. Terdakwa sering mencabut keterangannya di persidangan yang
diberikannya kepada penyidik dalam pemeriksaan penyidikan yang dimuat dalam Berita Acara Penyidikan BAP. Alasan dasar pencabutan adalah bahwa pada saat
memberikan keterangan di hadapan penyidik, tersangka tidak didampingi oleh
commit to user penasihat hukum yang merupakan hak tersangka yang telah diatur dalam
KUHAP. Perlakuan lain yang menjadi alasan pencabutan keterangannya yakni dipaksa atau diancam dengan kekerasan baik fisik maupun psikis untuk mengakui
tindak pidana yang didakwakan kepadanya intimidasi. Begitulah selalu alasan yang yang melandasi setiap pencabutan keterangan pengakuan yang dijumpai di
sidang pengadilan M. Yahya Harahap, 2006:325. Pengakuan yang bagaimanapun jelasnya dan tercatat dalam Berita Acara
Penyidikan BAP, akan selalu dicabut kembali dalam pemeriksaan pengadilan dengan berbagai alasan dan hanya satu dua yang tetap bersedia mengakui
kebenarannya. anonim.
pencabutan BAP terdakwa
.www. tempo interaktif. com, diakses pada tanggal 26 november 2010, pukul 13.41 wib.
Hal ini dapat kita lihat pada kasus Nasruddin. Tidak hanya menolak bersaksi, eksekutor pembunuhan Nasrudin juga mencabut seluruh keterangannya
dalam Berita Acara Pemeriksaan BAP. Alasan pencabutan karena terdakwa mengaku berada dalam tekanan penyidik saat memberikan keterangan.
Persidangan dengan terdakwa Daniel Daen Sabon di Pengadilan Negeri Tangerang Jl. TMP Taruna, Banten, keempat terdakwa yakni; Eduardus Ndopo
Mbeta, Hendrikus Kia Walen,Fransiskus Taden Kerans, dan Heri Santoso yang diminta menjadi saksi bagi Daniel daen, menolak untuk memberikan kesaksian.
Pencabutan itu juga dilakukan oleh Hendrikus, Fransiskus, dan Heri di Berita Acara Pemeriksaan BAP. Alasan pencabutan keterangan di Berita Acara
Pemeriksaan BAP karena terdakwa mengaku dalam tekanan atau intimidasi saat memberikan keterangan. Atas tindakan keempat terdakwa tersebut, Majelis
Hakim meminta Jaksa menghadirkan penyidik yang memeriksa keempat terdakwa itu saat pemberkasaan BAP Anonim, 2010.
Secara yuridis, pencabutan ini sebenarnya dibolehkan dengan syarat pencabutan dilakukan selama pemeriksaan persidangan pengadilan berlangsung
dan disertai alasan yang mendasar dan logis M. Yahya Harahap, 2006:326. Melihat pernyataan di atas proses pencabutan keterangan terdakwa mudah
commit to user dilakukan dan tidak menimbulkan persoalan. Akan tetapi, kenyataannya tidaklah
demikian karena ternyata dalam praktik di persidangan pencabutan begitu banyak menimbulkan permasalahan. Terutama mengenai penilaian hakim terhadap alasan
pencabutan keterangan terdakwa, di persidangan hakim tidaklah mudah menerima alasan pencabutan keterangan terdakwa.
Permasalahan lain terkait dengan pencabutan keterangan terdakwa adalah mengenai eksistensi keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang, dalam hal
digunakan untuk membantu menemukan alat bukti dalam persidangan sebagaimana ketentuan Pasal 189 ayat 2 KUHAP Darwin Prinst, 1998:145.
Sebab sesuatu hal yang fungsi dan nilainya digunakan untuk membantu mempertegas alat bukti yang sah, maka kedudukannya pun telah berubah menjadi
alat bukti, termasuk pengakuan terdakwa pada tingkat penyidikan M. Yahya Harahap, 2006: 323.
Masalah pencabutan
keterangan terdakwa
akan menimbulkan
permasalahan lain, yakni bagaimana ketentuan hukum terhadap pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan ketentuan hukum berarti dasar hukum
dilakukannya pencabutan keterangan terdakwa, faktor – faktor penyebab
dilakukannya pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan, implikasi pencabutan tersebut terhadap kekuatan alat bukti. Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk mengangkat persoalan ini ke dalam skripsi dengan judul:
“TINJAUAN YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN BAP OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN
DENGAN ALASAN DALAM PEMERIKSAAN DIDEPAN PENYIDIK TIDAK DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM DAN KEKUATANNYA
SEBAGAI BAHAN PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN PERKARA PENGHASUTAN
STUDI KASUS
DALAM PUTUSAN
NO. 2336Pid.B2008JKT.PST
”.
commit to user
B. Rumusan Masalah