Pembahasan TINJAUAN YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP) OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN DENGAN ALASAN DALAM PEMERIKSAAN DI DEPAN PENYIDIK TIDAK DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM DAN KEKUATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMERIKSAAN

commit to user h. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5000,- lima ribu rupiah;

B. Pembahasan

1. Analisis Pencabutan Keterangan Berita Acara Pemeriksaan BAP

di Persidanga Perkara Nomor : 2336 Pid.B 2008 JKT.PST Mencermati ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengenai pencabutan keterangan Berita Acara Pemeriksaan oleh terdakwa dalam sebuah persidangan belum diatur secara tegas dalam Pasal-Pasal dalam KUHAP. Mengenai diperbolehkan atau tidaknya pencabutan keterangan itu, belum ada ketentuannya yang jelas. Sebelum menjawab pokok permasalahan tersebut penulis memaparkan bagan yang akan memulai pembahasan mengenai pencabutan keterangan ini. Gambar 2. Skematik Hak Pendampingan Penasihat Hukum terhadap pencabutan BAP Oleh terdakwa Prinsipnya KUHAP menganut asas fair trial, dimana dalam asas ini terdakwa memiliki hak untuk memberikan keterangan secara bebas Pasal 153 ayat 2 huruf b KUHAP, termasuk hak untuk menarik keterangannya di sidang pengadilan. Namun satu hal yang perlu diingat, KUHAP hanya memberikan jaminan kebebasan untuk BAP Tidak didampingi oleh Penasihat Hukum saat Penyidikan Ketentuan KUHAP tentang HAM khusus nya HAM terdakwa Hak didampingi Penasihat hukum Berujung pada pencabutan BAP oleh terdakwa commit to user memberikan keterangan, bukan kebebasan untuk menyampaikan kebohongan. Umumnya, banyak pihak atau terdakwa yang mencabut keterangannya keterangan terdakwa dalam persidangan yang disebabkan oleh alasan-alasan tertentu. Dengan menyangkal atau mengingkari pengakuan tersebut, maka sesungguhnya terdakwa telah melakukan pencabutan keterangan di persidangan, yaitu keterangan yang terkait dengan pengakuan yang telah diberikan terdakwa di hadapan penyidik dan tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan BAP. Sejarah dibentuknya KUHAP adalah merupakan cita-cita dalam untuk mengubah paradigma dari paradigma lama yang lebih berorientasi pada kekerasan untuk mendapatkan keterangan kepada paradigma baru yakni adanya pengakuan hak asasi terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan yang merupakan implementasi asas Presumtion of innocent. Dari gambar skematik diatas kita dapat melihat dan mencermati bagaimana awal dari pencabutan BAP oleh terdakwa dalam persidangan. Pada tahap pemeriksaan awal sebagai bukti permulaan, penyidik mulai membuat bermacam berita acara yang salah satunya adalah berita acara pemeriksaan terhadap terdakwa. Dalam KUHAP terdapat ketentuan mengenai segala hal mengenai hak- hak terdakwa agar menjamin keterpenuhan hak asasi terdakwa. Sesuai dengan tinjuan pustaka yang telah dibuat penulis sebelumya, ada beberapa hak-hak terdakwa yang harus dipenuhi dalam setiap tingkat pemeriksaan yaitu: a. Hak untuk segera menadapat pemeriksaan penyidik vide : Pasal 50 KUHAP; commit to user Penjabaran prinsip peradilan sederhana, cepat, biaya ringan dipertegas dalam Pasal 50 KUHAP, yang memberi hak yang sah menurut hukum dan undang-undang kepada tersangkaterdakwa: d Berhak segera untuk diperiksa oleh penyidik; e Berhak segera diajukan kesidang pengadilan; f Berhak segera diadili dan mendapat putusan pengadilan speedy trial right b. Hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dapat dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya vide : Pasal 51 ayat 1 KUHAP; Hal ini dimaksukan agar terdakwa mengerti secar jelas dan rinci sehingga tersangka dapat melakukan pembelaan atas apa yang telah disangkakan kepadanya. c. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik vide : Pasal 52 KUHAP; Tidak hanya memberikan keterangan saat proses penydikan, dalam tahapan pemeriksaan persidangan pun terdakwa bebas dalam memberikan keterangannya. Keterangan ini dapat diartikan keterangan yang menguntungkan dirinya M. Yahya Harahap, 2003:332. Pasal 52 ini menurut M. Yahya harahap belum dapat menjamin aakan adanya pencabutan keterangan terdakwaa saat pengadilan karena ketentuan Pasal 52 merupakan ketentuan semu selama mentalitas aparat penegak hukum tidak meyesuaikan dengan semangat dan jiwa yang dikehendaki KUHAP M. Yahya Harahap, 2003:332. d. Hak untuk mendapatkan juru bahasa vide: Pasal 53 ayat 1 Jo. Pasal 177 ayat 1 KUHAP; Hak mendapatkan Juru bahasa berlaku dalam setiap tingkat pemeriksaan baik pada pemeriksaan penyidikan maupun dalam pemeriksaan pengadilan. Adalah suatu hal yang tidak mungkin bagi seorang tersanga atau terdakwa untuk membea commit to user kepentingannya, jika terhadapnya diajukan dan dituduhkan sangkaan dan dakwaan yang tak dimengerti olehnya M. Yahya Harahap, 2003:333. e. Hak atas bantuan Hukum vide Pasal 54 KUHAP; Guna kepentingan pembelaan diri, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum oleh seorang atau beberapa orang penasihat hukum, pada: c Setiap pemeriksaan; d Dalam setiap waktu yang diperlakukan M. Yahya Harahap, 2003:332. Dari beberapa hak yang dipaparkan tersebut, maka dapat kita cermati bahwa KUHAP memberikan hak kepada terdakwa untuk didampingi oleh seorang atau lebih penasihat hukum guna kepentingannya. Sebelumnya penulis mengajak untuk membaca secara gramatikal ketentuan Pasal 54 KUHAP yakni: ”Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang tau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkatan pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang- undang ini”. Lalu dalam R.Soesilo, beliau memberikan komentar tentang Pasal ini ”Pasal ini memberikan hak kepada tersangka maupun terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum dari penasihat hukum. Bantuan hukum diberikan kepada tersangka atau terdakwa dalam hal tidak pidana : a. Yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahu atau lebih atau, b. Yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih bagi orang yang tidak mampu dan tidak mempunyai penasihat hukum sendiri”. Dari Pasal 54 KUHAP beserta penjelasan dan komentar yang telah disampaikan oleh R. Soesilo, penulis memberikan pendapat commit to user mengenai pendampingan oleh penasihat hukum ini. Penulis berpendapat bahwa pendapingan sangat perlu dan harus diberikan dan disampaikan kepada tersangka atau terdakwa dalam setiap tahapan pemeriksaan. Hal ini karena banyak alasan yang mendasarinya. Selain pemenuhan dari hak asasi tersangka atau terdakwa, pendampingan oleh pensaihat hukum ini akan memberikan dampak secara psikologis bagi tersangka atau terdakwa dengan kehadiran seoarang penasihat hukum. Tersangka atau terdakwa notabene kebanyakan adalah seorang yang buta akan hukum dan belum mengerti banyak akan hukum. Hal ini akan berpotensi terjadinya manipulasi hukum oleh aparat penegak hukum guna mendapatkan tujuannya. Dengan adanya penasihat hukum ini, maka secara psikologis akan timbul perasaan aman karena didampingi oleh seseorang yang yang tahu hukum dan memberikan jasa konsultasi akan segala kepentingannya berkaitan dengan sangkaan yang ditujukan padanya dalam ranah hukum. Lalu mulai timbul pertanyaan lagi mengenai hak ini apakah bersifat faklutatif ataukah imperatif harus diberikan kepada semua pelaku tindak pidana tanpa melihat apa tindak pidana yang dilakukan, lamanya ancaman pidana dan pertimbangan lainnya. Penulis berpendapat bahwa hak ini hanya bersifat pasif karena ini hanya hak dan semua diserahkan kepada tersangka untuk menerima haknya atau tidak. Namun sesuai dengan komentar R. Soesilo dalam KUHAP hak ini akan dapat bersifat wajib atau imperatif jika ada dua hal yang terjadi yakni pertama yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahu atau lebih atau, kedua yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih bagi orang yang tidak mampu dan tidak mempunyai penasihat hukum sendiri. Pendapat penulis ini juga senada dengan pendapat dari M. Yahya Harahap yang mengatakan bahwa dari segi kualitas, bantuan penasihat hukum baru merupakan hak, akan tetapi belum ketingkat wajib. commit to user Artinya mendapatkan bantuan hukum dalam setiap tingkatan pemeriksaan masih tergantung pada kemauan tersangka atauterdakwa itu sendiri. Akan berubah ketingkat wajib apabila sangkaan datau dakwaan yang disangkakan diancam dengan tindak pidana dengan hukuman mati atau hukuman lima belas tahun M. Yahya Harahap, 2003:333. Setelah mengkaji mengenai hak tersangka yang salah satunya adalah hak untuk mendapatkan penasihat hukum, sesuai dengan rumusan masalah pertama mengenai analisis pencabutan keterangan Berita Acara Pemeriksaan BAP oleh terdakwa di pengadilan dengan alasan tidak didampingi oleh penasihat hukum saat tahapan penyidikan. Sebelum menjawab pertanyaan ini penulis mengajak untuk melihat lagi bagian dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai keterangan menunjukkan pencabutan ini. Fakta-fakta Hukum dalam putusan yang beraitan dengan Pencabutan Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa: a. Bahwa benar pada tanggal 17 Juni 2008 terdakwa berangkat ke Cina untuk menghadiri undangan “Old Cina Youth Federation” sampai dengan tanggal 25 Juni 2008; b. Bahwa Terdakwa menyatakan mencabut Berita Acara Pemeriksaan di penyidik dengan alasan bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan didepan penyidik terdakwa tidak didampingi penasihat hukum yaitu berita acara pemeriksaan tanggal 28 Juni 2008 2 kali pemeriksaan dan 29 Juni 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus 2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008, dan 27 Agustus 2008 terdakwa mencabut sebagian. Dengan alasan terdakwa mengalami tekanan psikologis, merasa lelah setelah pulang dari cina, namun terdakwa tidak bisa menerangkan bentuk tekanan psikologis tersebut; commit to user c. Bahwa Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tanggal 1 Juli 2008, 2 Juli 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus 2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008 dan 27 Agustus 2008 terdakwa didampingi Penasihat Hukum bernama Oky Nurtady S.H dan bahkan ikut serta menandatangani dan memaraf Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tersebut, dan bahwa Penasihat Hukum yang bernama Oky Nurtadi S.H masih tetap mendampingi terdakwa sampai saat persidangan ini; Menyangkal atau memungkiri pengakuan tersebut, maka sesungguhnya terdakwa telah melakukan pencabutan keterangan dipersidangan, yaitu keterangan yang terkait dengan pengakuan yang telah diberikan saat proses penyidikan yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan BAP. Dikaitkan dengan studi kasus yang dilakukan oleh penulis dalam perkara Nomor : 2336 Pid.B 2008 JKT.PST dengan terdakwa Ferry Joko Yuliantono SE.Ak, M.Si yang mencabut keterangannya dalam persidangan yang tertuang dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim Jakarta Pusat yakni menyatakan mencabut Berita Acara Pemeriksaan di penyidik dengan alasan bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan didepan penyidik terdakwa tidak didampingi penasihat hukum yaitu berita acara pemeriksaan tanggal 28 Juni 2008 2 kali pemeriksaan dan 29 Juni 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus 2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008, dan 27 Agustus 2008 terdakwa mencabut sebagian. Dengan alasan terdakwa mengalami tekanan psikologis, merasa lelah setelah pulang dari cina, namun terdakwa tidak bisa menerangkan bentuk tekanan psikologis tersebut. Penjelasan diatas, diperoleh bahwa telah terjadi permasalahan hukum dimana tidak dipenuhinya hak tersangka sebagai mana telah diatur dalam Pasal 54 KUHAP tentang hak tersangka dan terdakwa untuk didampingi oleh penasihat hukum. Sebagaimana pembahasan commit to user sebelumnya yang mengatakan hak dalam Pasal 54 KUHAP diberikan sepenuhnya kepada tersangka atau terdakwa untuk melaksanakannya atau tidak. Namun, apakah dengan alasan tidak didampingi penasihat hukum dapat menjadi alasan bagi terdakwa untuk mencabut keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan dalam tingkat penyidikan saat persidangan. Dalam KUHAP tidak diatur secara jelas menganai hal ini. Namun penulis berpendapat hal ini bisa saja diberikan. Hal ini memperhatikan dari ketentuan KUHAP yang mengatur tentang hak asasi tersangka yang dilindungi walaupun dia tetap dilakukan upaya polisional. Ketika ada hal yang menyimpang dan tidak dilakukan nya Undang-Undang ini secara benar, maka menurut penulis telah terjadi malpraktek dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum sebagai alat Negara. Hal senada juga diutarakan oleh berbagai ahli hukum berkaitan dengan pencabutan keterangan terdakwa atas Berita Acara Pemeriksaan dalam persidangan dengan alasan tidak didampingi oleh penasihat hukum. Ditinjau dari segi yuridis, terdakwa berhak dan dibenarkan mencabut kembali keterangan pengakuan yang diberikan dalam penyidikan. Undang-undang pun pada dasarnya tidak membatasi hak terdakwa untuk mencaut kembali keterangan yang demikian, asalkan pencabutan dilakuakan Selama pemeriksaan persidangan pengadilan berlangsung dan pencabutan itu memiliki alasan yang mendasar dan logis M. Yahya Harahap, 2003: 325. Pencabutan kembali tanpa dasar yang kuat dan logis tidak dapat dibenarkan oleh hukum, sebagaimana ditegaskan dalam beberapa yurisprudensi, yang dipedomi oleh praktek peradilan sampai sekarang Syamsul Bakhri, 2009:69. Hal ini dapat dilihat dari putusan Mahkamah Agung tanggal 23 Februari 1960, No. 299KKr1959, yang menjelaskan: “pengakuan terdakwa diluar sidang yang kemudian commit to user disidang pengadilan dicabut tanpa alasan yang berdasar merupakan petunjuk tentang kesalahan terdakwa”. Yurisprudensi yang senada dengan putusan diatas, antara lain putusan Mahkamah Agung tanggal 25 Februari 1960 No. 225KKr1960, putusan Mahkamah Agung tanggal 25 Juni 1961 No. 6KKr1961 dan tanggal 27 September 1961 No. 5KKr1961, yang menegaskan : “pengakuan yang diberikan di luar sidang tidak dapat dicabut kembali tanpa dasar alasan M. Yahya Harahap, 2003:327. Berkaitan dengan pencabutan keterangan terdakwa harus berdasar dan logis, maka dasar tersebut berdasarkan ilmu pengetahuan dan para ahli hukum adalah : 1 Bahwa didalam penyidikan terdakwa disiksa, dipukuli hal ini senada dengan Putusan Mahkamah Agung No. 381 K Pid 1995. 2 Tidak didampingi oleh penasihat hukum. 3 Tidak bisa membaca atau menulis sewaktu menandatangani berita acara pemeriksaan. 4 Adanya unsur atau faktor psikologis yang berlebihan sewaktu dalam penyidikan Syaiful Bakhri, 2009:69. Para ahli diatas sependapat bahwa pencabutan keterangan tersebut diperbolehkan asalkan adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh terdakwa dan syarat itu dinilai dan dipertimbangkan oleh hakim sebagai wasit dalam proses beracara di pengadilan. Lalu bagaimana hakim menilai mengenai pencabutan ini. Pencabutan keterangan terdakwa dipersidangan sulit untuk dapat diterima oleh hakim, salah satu alasannya adalah bahwa setelah dilakukan cross check dengan saksi verbalism penyidik yang memeriksa terdakwa pada tingkat penyidikan, ternyata alasan terdakwa yang mendasari pencabutan keterangan itu tidak terbukti, sehingga pencabutan keterangan terdakwa pada Berita Acara Pemeriksaan ditolak oleh hakim Dengan mengetahui secara langsung keterangan dari saksi verbalism mengenai proses dan tata cara pemeriksaan yang dilakukan commit to user penyidik, maka hakim akan mengetahui apakah telah terjadi hal yang melanggar hak-hak dari terdakwa pada saat tahapan penyidikan. Bila ternyata dari hasil klarifikasi tersebut diketahui benar atau terbukti telah terjadi pemaksaan ataupun hal lainnya maka pencabutan dapat dikabulkan, namum bila tidak terbukti maka pencabutan tidak diperkenankan dan keterangan itu dapat membantu menemukan kebenaran materiil yang dicari untuk tercapai suatu keadilan M. Yahya Harahap, 2003:326. Namun dalam kasus yang diteliti oleh penulis ini, hakim tidak memanggil secara langsung kedalam persidangan berkaitan untuk mendapatkan keterangan secara rinci mengenai alasan pencabutan keterangan Berita Acara Pemeriksaan BAP. Hal ini dapat terlihat dari saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan. Dari tiga puluh enam 36 saksi yang terlampir dalam putusan, tidak ada saksi verbalism yang dipanggil. Hal ini menurut penulis dikarenakan hakim memandang tidak perlu memanggil saksi verbalism dan cukup dengan mencari bukti- bukti yang ada sesuai dengan Pasal 184 1 KUHAP untuk mendapatkan keterangan mengenai kebenaran adanya pelanggaran hak-hak dari tersangka atau terdakwa. Hal ini dapat kita lihat dari fakta-fakta persidangan yaitu: a. Bahwa Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tanggal 1 Juli 2008, 2 Juli 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus 2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008 dan 27 Agustus 2008 terdakwa didampingi Penasihat Hukum bernama Oky Nurtady S.H dan bahkan ikut serta menandatangani dan memaraf Berita Acara Pemeriksaan terdakwa tersebut, dan bahwa Penasihat Hukum yang bernama Oky Nurtadi S.H masih tetap mendampingi terdakwa sampai saat persidangan ini; b. Bahwa dalam setiap pemeriksaan lanjutan, penyidik selalu menanyakan apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan bersedia commit to user diperiksa, dan juga ditanyakan apakah masih tetap pada keterangan yang telah diberikan pada saat pemeriksaan sebelumnya, terdakwa selalu menjawab sehat dan bersedia diperiksa dan selalu menyatakan tetap pada keterangan yang telah diberikan pada pemeriksaan sebelumnya; Dalam kasus ini ternyata pencabutan keterangan oleh terdakwa tidak diterima oleh majelis hakim. Hal ini terlihat dari pertimgangan hakim yaitu: a. Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim sampai pada pembahasan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa Majelis Hakim akan mempertimbangkan lebih dahulu Berita Acara Pemeriksaan pendahuluan yang dibuat oleh penyidik apakah dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam ketetentuan Pasal 184 KUHAP, karena adanya sangkalan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa pada saat pemeriksaan persidangan, yang pada pokoknya menyatakan mencabut Berita Acara Pemeriksaan di penyidik dengan alasan bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan didepan penyidik terdakwa tidak didampingi penasihat hukum yaitu berita acara pemeriksaan tanggal 28 Juni 2008 2 kali pemeriksaan dan 29 Juni 2008, 3 Juli 2008, 4 Juli 2008, 16 Juli 2008, 12 Agustus 2008, 13 Agustus 2008, 14 Agustus 2008, 15 Agustus 2008, dan 27 Agustus 2008 terdakwa mencabut sebagian. Dengan alasan terdakwa mengalami tekanan psikologis, merasa lelah setelah pulang dari cina; b. Menimbang bahwa meskipun terdakwa mencabut keterangannya didepan penyidik dengan alasan tidak didampingi pensihat hukum dan secara psikologis mengalami tekanan serta merasa lelah setelah pulang dari cina menurut Majelis Hakim tidaklah mempengaruhi tentang keabsahan Berita Acara Pemeriksaan pendahuluan tersebut karena Berita Acara Pemeriksaan tersebut commit to user telah dibuat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tugas tugas dan tanggung jawab nya yang diamanatkan kepadanya berdasarkan Undang-Undang, oleh karena itu berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat 1 huruf c KUHAP jo Pasal 187 KUHAP dimana Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan tersebut dikualifikasikan sebagai surat dan menjadi salah satu alat bukti yang sah menurut hukum; Sebelum mengupas mengenai pertimbangan Majelis Hakim tersebut, penulis menilai pertimbangan tersebut oleh hakim sehingga Berita Acara Pemeriksaan tersebut dapat menjadi alat bukti surat dan bahan pemeriksaan dalam persidangan serta dikaitkan dengan perkara- perkara serupa, penulis berpendapat majelis hakim sebaiknya mendatangkan saksi verbalisan guna melakukan Cross Check guna memastikan apakah terdapat unsur pemaksaan dalam pemeberian keterangan tersbut. Hal ini guna dalam memutuskan apakah diterima atau ditolak pencabutan tersebut hakim memutuskan dengan pertimbangkan alasan dapat lebih mantap dan utuh tanpa keragu- raguan. Pertimbangan oleh hakim sebelum memutuskan menerima atau menolak pencabutan keterangan terdakwa, adalah dengan mempertimbangkan secara seksama semua alat bukti dan fakta maupun keadaan yang ditemukan selama persidangan berlangsung atau dengan kata lain hakim harus menganalisa keterkaitan hubungan antar tiap-tiap alat bukti, barang bukti dan keadaan selama persidangan berlangsung Dari pertimbangan Majelis Hakim tersebut penulis menyimpulkan bahwa pencabutan keterangan oleh terdakwa dengan alasan tidak didampingi oleh penasihat hukum dalam perkara penghasutan Nomor: 2336Pid.B2008JKT.PST tidak dapat diterima. Hal ini karena Majelis menilai dalam petimbangan alasan yang commit to user diutarakan oleh terdakwa ataupun Penasihat Hukumnya tidaklah mendasar dan logis. Majelis Hakim menilai bahwa dalam berita acara tersebut sudah ditandatangi oleh terdakwa dan juga penasihat hukumnya dalam pemeriksaan kedua. Jadi tidak ada unsur pemaksaan dalam pembuatan berita aara pemeriksaan dan juga masalah tidak didampingi oleh penasihat hukum hanya terjadi pada awal pemeriksaan saja, dan pemeriksaan selanjutnya tersangkaatau terdakwa telah didampingi oleh penasihatnya yakni Oky Nurtadi S.H sampai dengan persidangan dan embacaan putusan pada perkara ini. Walaupun alasan yang disampaikan terdakwa dalam persidangan diperbolehkan oleh ilmu pengetahuan dan yurispridensi yang ada di Indonesia ternyata tidak serta secara otomatis pencabutan tersebut diterima oleh Majelis Hakim. Perlu adanya penilaian yang mendasar dan medalam mengenai alasan tersebut oleh majelis hakim dalam pertimbangannya. Selanjutnya dalam pertimbangan, Bahwa dalam hal ini hakim menyamakan Berita Acara Pemeriksaan BAP dengan alat bukti surat sesuai dengan Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Surat diartikan sebagai dalam Pasal 184 ayat 1 huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : a. ”Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang dan yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri; b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang- undangan atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya; c. Surat keterangan dari seorang ahli yang membuat pendapat berdasarkan keahliannya; d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain”. commit to user Dari penjelasan pada Pasal 184 ayat 1 huruf c tersebut, penulis mencermati bahwa Berita Acara Pemeriksan jika dibedah secara mendalam dapat ditemukan bawa anatomi dari berita acara pemeriksaan berisi tentang berbagai hal mengenai tindakan Polisional yang terdiri dari pemanggilan tersangka dan saksi dan bila diperlukan pemanggilan ahli dan pemanggilan ini berupa surat resmi dari kepolisian dan dirangkum dalam berita acara pemanggilan tersangka, saksi maupaun ahli. Selanjutnya adalah penangkapan tersangka. Penangkapan ini juga terangkum dalam berita acara penangkapan yang dibuat oleh penyidik yang sah dan resmi. Tindakan polisional lainnya adalah penyitaan yang terangkum dalam berita cara penyitaan. Tindakan polisional lainya berupa penyitaan, pemeriksaan saksi dan tersangka maupun ahli, penggledahan dan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang dan semua terangkum baik dalam sebuah berkas yang tersampul berupa Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik yang sah dalam hal ini adalah penyidik polri maupun penyidik pembantu Pegawai Negeri Sipil dan ditandatangani baik oleh penyidik maupaun pihak yang bersangkuta. Selain itu M. Yahya Harahap berpendapat bahwa jika ”suatu hal” yang fungsinya dan nilainya digunakan untuk membantu mempertegas alat bukti yang sah, maka kedudukannya telah berubah menjadi alat bukti. ”Suatu hal” dalam hal ini adalah Berita Acara Pemeriksaan. Selain itu pendapat ahli lainya adalah Menurut Lamintang bahwa bukti-bukti minimal dalam tahap penyidikan adalah berupa alat bukti seperti dimaksud dalam Pasal 184 1 KUHAP Muhammad Rustamaji, 2011:96. Dalam berbagai literatur lain salah satunya dalam pendapat Syaiful Bakhri mengatakan bahwa Alat bukti surat memiliki kekuatan pembuktian yang sangat penting dan mutlak. Tertera dalam Pasal 187 KUHAP huruf a, b, dan c adalah alat bukti yang ”sempurna” Syaiful Bakhri, 2009:64. Sebab surat dibuat secara resmi berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh undang-undang. commit to user Pendapat Majelis Hakim ini mengenai Berita Acara Pemeriksaan juga sama dengan pendapat Jaksa penuntut umum pada kasus terdakwa kompol Arafat enani mengatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan adalah merupakan alat buktisurat Anonim. Jaksa Bersikukuh BAP Sebagai Alat Bukti Http:www.jurnas.Comnews8517l diakses pada hari rabu 20 april 2011 pukul 20.38 wib. Sebelum mengakhiri pembahasan mengenai rumusan masalah pertama dalam penulisan hukum ini penulis menilai alasan pencabutan keterangan pengakuan pada Berita Acara Pemeriksaan, memerlukan kearifan dan ketelitian.. Menghadapi adanya pencabutan pengakuan pada Berita Acara Pemeriksaan oleh terdakwa, hakim ditutut memiliki kemampuan kecakapan hukum dan keterampilan penguasaan yang matang akan seluk beluk pembuktian dan penilaian pembuktian yang diatur dalam hukum acara pidana serta dipadu dengan intuisi dan “seni mengadili”. Jika semua ini dimiliki hakm, maka hakim akan mampu menilai dan mempertimbangkan alasan pencabutan dengan arif dan bijaksana M.Yahya Harahap, 2003:326. Hal serupa juga diungkapkan oleh Paul R. Dubinsky yang mengatakan bahwa selama dalam persidangan berlangsung sampai pada tahap putusan seorang hakim harus secara cermat mengamati segala seuatu yang terjadi dalam persidangan …. Judge having monitored the case for months or years through status conferences, motions, and other occasions for evaluating the intentions and good faith … Paul R. Dubinsky, 2008:339 Karena masalah pencabutan keterangan terdakwa pada Berita Acara Pemeriksaan ketika saat pemeriksaan penyidikan, terletak sepenuhnya dipundak hakim, maka hakim harus sungguh-sungguh dengan cermat dan teliti dengan mempertimbangkan segala aspek mengenai aturan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah ini. Hal ini juga dikarenakan hal ini belum diatur secara rinci dalam KUHAP. Salah satu cara adalah dengan cara melihat dan commit to user mempertimbangkan tiap-tiap alat bukti, barang bukti dan fakta-fakta dalam persidangan berlangsung. Selain dari tugas Majelis Hakim dalam melakukan pertimbangan ketika saat pemeriksaan persidangan mengenai masalah pencabutan keterangan oleh terdakwa, tugas ini juga ada pada pundak penyidik porli untuk melakukan tugasnya dengan baik agar masalah pencabutan keterangan Berita Acara Pemeriksaan BAP oleh terdakwa ini. Tugas dari pihak penyidik dalam tahap penyidikan sebaiknya harus lebih baik dalam hal penyampaian hak-hak tersangka yang dilindungi oleh KUHAP agar permasalahan seperti ini tidak terulang kembali dikemudian hari. Hal ini dikarenakan jika hal ini terus berlanjut sulit untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik dari kepolisian yang professional.

2. Analisis Kekuatan Berita Acara Pemeriksaan BAP yang Dicabut

Oleh Terdakwa Sebagai Bahan Pemeriksaan Pembahasan sebelumnya mengenai pencabutan keterangan terdakwa dalam Berita Acara pemeriksaan BAP saat proses penyidikan, diperbolehkan dengan alasan yang logis dan mendasar. Pencabutan keterangan ini memang tidak diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana secara rinci, namun dalam beberapa Yurisprudensi diperbolehkan serta dikuatkan oleh pendapat beberapa ahli hukum di Indonesia. Mengenai pencabutan ini, hakim harus meneliti secara seksama dan cermat apakah pencabutan itu mendasar atau tidak. Hakim jangan dengan mudah menerima ataupun menolak pencabutan keterangan terdakwa. Karena jika hakim tidak cermat meneliti alasan pencabutan lalu menolak pencabutan keterangan tersebut, bisa saja kebenaran materiil dalam persidangan sebagai tujuan utama hukum acara tidak tercapai. Demikian pula jika seorang hakim yang menerima commit to user pencabutan dan tidak mempertimbangkan alasan pencabutan dengan cermat. Selanjutnya dalam persidangan mengenai pencabutan keterangan terdakwa, dan terlepas dari masalah diterima atau tidaknya suatu pencabutan tersebut, pastilah akan menimbulkan akibat hukum yang akan mempengaruhi pertimbangan hakim dalam berkas putusan terhadap seorang terdakwa. Gambar 3. Stematik Kekuatan BAP sebagai bahan Pemeriksaan Dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP dijabarkan secara jelas mengenai alat bukti yang diakui dan digunakan untuk memperoleh kebenaran materil suatu tindak pidana. Alat bukti tersebut secara berurutan adalah : a. keterangan saksi, b. keterangan ahli, c. alat bukti surat, d. petunjuk, dan e. kerangan terdakwa. Dapat kita cermati bersama bahwa tidak ada ketentuan yang mengatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan BAP merupakan alat bukti. Namun dalam praktek dalam dunia hukum, para praktisi sering menyebut bahwa Berita Acara Pemeriksaan sebagai alat bukti surat. Hal ini mungkin berdasarkan penjelasan dalam KUHAP mengenai alat bukti surat ini, dan dengan cirri-ciri dari BAP dan penjelasan dari KUHAP terdapat titik temu. Hal ini juga telah dijabarkan secara gamblang sebelumnya pada pembahasan pertama pada penulisan hukum ini. Namun, dalam hal ini penulis berpendapat dengan anggapan tersebut berkaitan dengan keterangan terdakwa yang ada pada Berita Acara Pemeriksaan dengan keterangan terdakwa yang ada dan BAP yang dicabut Konsepsi pengaturan dalam KUHAP Kekuatan sebagai bahan pemeriksaan dalam Konsekuensi terhadap alat bukti serta penilaian hakim commit to user diberikan dalam persidangan bahwa BAP awal nya menjadi bahan pemeriksaan dalam persidangan. Dan ketika bahan pemeriksaan tersebut memiliki fungsi dan nilainya digunakan untuk mempertegas alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, maka kekedudukannya dapat disamakan dengan alat bukti. Menurut penulis lebihlah arif menempatkan Berita Acara Pmeriksaan BAP sebagai bahan pemeriksaan dalam persidangan yang menjadi pedoman oleh penuntut umum, penasihat hukum, dan hakim dalam mencari kebendaran materiil. Lalu berkaitan dengan kekuatan Berita Acara Pemeriksaan BAP yang dicabut serta kekuatannya sebagai bahan pemeriksaan, penulis berpendapat bahwa hal ini dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menetapkan kesalahan terdakwa. Hal ini juga tidak lepas dengan keterangan terdakwa yang diberikan saat persidangan. Dalam Pasal 189 ayat 2 dijelas kan “Keterangan terdakwa yang diberikan diliuar persidangan dapat digunakan untuk menemukan bukti dalam persidangan, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu niat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya”. Walaupun terdakwa mencabut Berita Acara Pemeriksaan tersebut, hakim tetap dapat menggunakannya dengan syarat adanya alat bukti lain yang dapat mendukung dari keterangan terdakwa yang dicabut tersebut. Hal ini juga senada dan senafas dengan beberapa putusan Mahkamah Agung yang masih digunakan badan peradilan sebagai pedoman atau stare decisis dalam praktek yakni putusan Mahkamah Agung tanggal 20 September 1977 No. 177KKr1965 yang menegaskan: ”Bahwa pengakuan-pengakuan para tedakwa I dan II dimuka polisi dan jaksa, ditinjau kembali dalam hubungannya satu sama lain, dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk menetapkan kesalahan terdakwa”. Hakim dalam menilai kekuatan Berita Acara Pemeriksaan ini dapat meperhatikan Stare decisis ini. Selain itu juga memperhatikan commit to user bahwa sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang menunjukan bahwa Hakim hanya boleh menyatakan terdakwa bersalah apabila ia yakin dan keyakinan tersebut didasarkan kepada alat bukti yang sah menurut undang-undang. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan suatu sistem keseimbangan antara sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim M. Yahya Harahap, 2003 : 278. Berkaitan dengan penilaian hakim, dan saat pencabutan keterangan terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan BAP diterima, ada beberapa landasan yang harus digunakan yaitu : Sudah tentu tidak semua keterangan terdakwa dinilai sebagai alat bukti yang sah. Untuk menentukan sejauh mana keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang, diperlukan beberapa asas sebagai landasan berpijak, antara lain: a. Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan Syaiful Bakhri, 2009:68 Keterangan yang diberikan di persidangan adalah pernyataan berupa penjelasan yang diutarakan sendiri oleh terdakwa dan pernyataan yang berupa penjelasan atau jawaban terdakwa atas pertanyaan dari ketua sidang, hakim anggota, dan penuntut umum atau penasihat hukum. b. Tentang perbuatan yang terdakwa lakukan, ketahui, atau alami sendiri Pernyataan terdakwa meliputi: 1 Tentang perbuatan yang terdakwa lakukan sendiri. Terdakwa sendirilah yang melakukan perbuatan itu, dan bukan orang lain selain terdakwa. 2 Tentang apa yang diketahui sendiri oleh terdakwa. Terdakwa sendirilah yang mengetahui kejadian itu. Mengetahui disini berarti ia tahu tentang cara melakukan perbuatan itu atau bagaimana tindak pidana tersebut commit to user dilakukan. Bukan berarti mengetahui dalam arti keilmuan yang bersifat pendapat, tetapi semata-mata pengetahuan sehubungan dengan peristiwa pidana yang didakwakan kepadanya. 3 Tentang apa yang dialami sendiri oleh terdakwa. Terdakwa sendirilah yang mengalami kejadian itu, yaitu pengalaman dalam hubungannya dengan perbuatan yang didakwakan. Namun apabila terdakwa menyangkal mengalami kejadian itu, maka penyangkalan demikian tetap merupakan keterangan terdakwa 4 Keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap dirinya sendiri. Menurut asas ini, apa yang diterangkan seseorang dalam persidangan dalam kedudukannya sebagai terdakwa, hanya dapat dipergunakan sebagai alat bukti terhadap dirinya sendiri. Jika dalam suatu perkara terdakwa terdiri dari beberapa orang, masing-masing keterangan terdakwa hanya mengikat kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain keterangan terdakwa yang satu tidak boleh dijadikan alat bukti bagi terdakwa lainnya Syaiful Bakhri, 2009:68. Dari asas diatas maka dapat kita simpulkan bahwa kekuatan Kekuatan Berita Acara Pemeriksaan BAP Yang dicabut Oleh Terdakwa Sebagai Bahan Pemeriksaan adalah : a. Apabila pencabutan diterima oleh Majelis Hakim, maka konsekuensi yurudisnya adalah keterangan terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan tidak dapat dijadikan bahan pemeriksaan oleh hakim dalam mendapatkan kebenaran materiil sehingga Berita Acara Pemeriksaan BAP dianggap tidak benar dan keterangan yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim adalah keterangan yang diutarakan oleh terdakwa dalam commit to user persidangan dengan mempertimbangkan asas yang yang telah diutarakan sebelumnya. b. Jika pencabutan ditolak oleh hakim, maka konsekuensi yuridisnya adalah keterangan terdakwa dalam persidangan tidak dapat menjadi pertimbangan dalam putusan Majelis Hakim dan menjadi petunjuk dalam menentukan kesalahan terdakwa. Keterangan terdakwa dalam Berita Acara Pemeriksaan BAP dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan dalam persidangan guna mendapatkan kebenaran materiil dalam persidangan guna mempertegas dan mendapatkan alat bukti sesuai dengan Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Mencermati dari kesimpulan sebelumnya dan juga menelaah dari putusan yang menjadi dasar dari penulisan ini yakni putusan perkara penghasutan Nomor: 2336Pid.B2008JKT.PST, yang dalam proses pembuktian dalam persidangan terdakwa mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan BAP dikarenakan alasannya adalah tidak didampingi oleh penasihat hukum adalah tidak diterima oleh Majelis Hakim. Hal ini sesuai dengan jawaban yang diutarakan penulis dalam pembahasan pada rumusan masalah yang pertama. Dengan tidak diterimnya pencabutan keterangan Berita Acara pemerisksaan BAP oleh terdakwa dalam persidangan, maka Berita acara Pemeriksaan tersebut menjadi bahan pemeriksaan dalam persidangan untuk mendapatkan dan mempertegas alat bukti sesuai dengan Pasal 184 ayat 1 KUHAP. commit to user BAB IV PENUTUP

A. Simpulan