TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN DAN NILAI PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAN KEPOLISIAN YANG DIBACAKAN DI PERSIDANGAN
commit to user
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN DAN NILAI PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAN KEPOLISIAN YANG DIBACAKAN DI PERSIDANGAN
( STUDI KASUS TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG
MENYEBABKAN HILANGYA NYAWA ORANG LAIN DI PENGADILAN NEGERI MANDAILING NATAL NO PERKARA 16/PID.B/2009/PN.Mdl)”
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Meraih Memperoleh Derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
SUWAHYO ARIF WIDYANTO NIM E 1104204
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
commit to user ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (skripsi)
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN DAN NILAI PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAN
KEPOLISIAN YANG DIBACAKAN DI PERSIDANGAN ( STUDI KASUS TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG
MENYEBABKAN HILANGYA NYAWA ORANG LAIN DI PENGADILAN NEGERI MANDAILING NATAL NO PERKARA 16/PID.B/2009/PN.Mdl )
Disusun oleh
SUWAHYO ARIF WIDYANTO NIM : E 1104204
Disetujui dan Dipertahankan Dosen Pembimbing
EDY HERDYANTO, S.H.,M.H NIP : 19570629 198503 1 002
(3)
commit to user iii
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum ( Skripsi )
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN DAN NILAI PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAN KEPOLISIAN YANG DIBACAKAN DI PERSIDANGAN
( STUDI KASUS TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG
MENYEBABKAN HILANGYA NYAWA ORANG LAIN DI PENGADILAN NEGERI MANDAILING NATAL NO PERKARA 16/PID.B/2009/PN.Mdl)
Disusun oleh :
SUWAHYO ARIF WIDYANTO NIM : E 1104204
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan hukum ( Skripsi ) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari : Selasa
Tanggal : 28 Desember 2010 TIM PENGUJI
1. Bambang Santoso, S.H.,M.Hum (………...) NIP : 19620209 198903 1 001
2. Kristiyadi, S.H.,M.Hum. (………....) NIP : 19581225 198601 1 001
3. Edy Herdyanto, S.H.,M.H (………....) NIP : 19570629 198503 1 002
Mengetahui : Dekan
Dr. Mohammad Jamin, S.H., M.H. NIP. 19610930 198601 1 001
(4)
commit to user iv
PERNYATAAN
Nama : Suwahyo Arif Widyanto NIM : E 1104204
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN DAN NILAI
PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAN KEPOLISIAN YANG DIBACAKAN DI PERSIDANGAN
( STUDI KASUS TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG
MENYEBABKAN HILANGYANYAWA ORANG LAIN DI PENGADILAN NEGERI MANDAILING NATAL NO PERKARA 16/PID.B/2009/PN.Mdl)” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 16 November 2010 yang membuat pernyataan
Suwahyo Arif Widyanto NIM. E 1104204
(5)
commit to user v
MOTTO
Laki-laki yang bermasa depan besar selalu manja terhadap wanitanya (Mario Teguh).
Kesuksesan adalah aku sekarang harus lebih baik dari kemarin ( Penulis )
Hidup sangat sederhana kita membuat pilihan dan jangan menoleh kebelakang ( Penulis )
Hidup memang memlih tapi hidup yang benar adalam memilih pilihan yang benar ( Penulis )
Diam itu emas, tapi alangkah indahnya kalau bicara itu adalah berlian ( Wishnu Aryo Wibisono )
Penderitaan membuat kita berfikir, Berfikir membuat kita bijaksana dan Kebijaksanaan membuat kita bertahan hidup
(6)
commit to user vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan sebuah tulisan sederhana ini sebagai wujud syukur, cinta, dan terima kasih kepada :
· Allah SWT, Atas segala karunia rahmat dan nikmat yang telah diberikan-Nya. · Kedua Orang Tuaku Bapak Djumingan dan Ibuku Suhartini. Terima kasih atas
semua doa,nasehat dan semua kasih sayang yang Kau curahkan padaku. · Kakakku Riyani Widyastuti atas Keceriaan dan Semangat yang diberikan. · Anita Dwi Astuti yang telah membiarkan aku dalam hidupnya.
(7)
commit to user vii ABSTRAK
SUWAHYO ARIF WIDYANTO, E 1104204, TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN DAN NILAI PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAN KEPOLISIAN YANG DIBACAKAN DI PERSIDANGAN ( STUDI KASUS TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENYEBABKAN HILANGYA NYAWA ORANG LAIN DI PENGADILAN NEGERI MANDAILING NATAL NO PERKARA 16/PID.B/2009/PN.Mdl ), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penulisan Hukum 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai keabsahan dan nilai pembuktian keterangan saksi dalam BAP kepolisian yang keterangannya dibacakan di persidangan di Pengadilan Negeri Mandailing Natal Nomor Perkara 16/PID.B/2009/PN Mdl.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat preskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum normatif. Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan mengumpulkan bahan hukum sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti yang digolongkan sesuai dengan katalogisasi. Tehnik analisis bahan hukum yang digunakan penulis adalah analisis bahan hukum secara metode deduksi.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka disimpulkan bahwa proses pembuktian pada prinsipnya menganut adanya keharusan menghadirkan saksi-saksi di persidangan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, akan tetapi hal tersebut bukanlah hal yang mutlak. Saksi yang tidak dapat hadir dalam proses persidangan, keterangannya boleh atau dapat disampaikan di sidang pengadilan apabila memenuhi salah satu alasan yang disebutkan dalam Pasal 162 (1) KUHAP. Dengan demikian, saksi-saksi yang tidak hadir dalam kasus ini harus dicari terlebih dahulu apakah saksi saksi tersebut tidak hadir dengan alasan yang memenuhi rumusan yang disebutkan dalam Pasal 162 (1) KUHAP atau tidak. Keterangan saksi-saksi yang dibacakan di persidangan dapat dijadikan alat bukti yang sah apabila keterangan sebelumnya di proses penyidikan diberikan dibawah sumpah. Keterangan ketiga saksi itu tidak di bawah sumpah karena dalam putusan tidak disebutkan, maka keterangan daripada ketiga saksi tersebut hanyalah keterangan biasa. Keabsahan keterangan saksi harus memenuhi syarat materiil dan formil. Dalam kasus ini kedua saksi memenuhi syarat materiil karena ia melihat,mendengar dan mengalami sendiri, sedangkan salah satu saksi tidak memenuhi syarat materiil karena keterangan yang dia berikan hanya merupakan kesaksian de auditu. Dalam kasus ini ini ketiga saksi tidak memenuhi syarat formil karena kesaksiannya dalam BAP tidak dibawah sumpah.
(8)
commit to user viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Judul ” TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN DAN NILAI PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAN KEPOLISIAN YANG DIBACAKAN DI PERSIDANGAN ( STUDI KASUS TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENYEBABKAN HILANGYA NYAWA ORANG LAIN DI PENGADILAN NEGERI MANDAILING NATAL NO PERKARA 16/PID.B/2009/PN.Mdl ) ”.
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, petunjuk dan dorongan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dari hati yang tulus penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. Selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu hukum melalui penelitian. 2. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H, Selaku Ketua Bagian Acara, sekaligus
sebagai dosen pembimbing penulisan skripsi ini yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.
3. Bapak Bambang Santoso, S.H.,M.Hum, Selaku Dosen Hukum Acara Pidana, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
(9)
commit to user ix
4. Bapak Kristiyadi, S.H.,M.Hum, Selaku Dosen Hukum Acara Pidana, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan bermanfaat untuk masa depan penulis.
6. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) dalam mengurus prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul skripsi, pelaksanaan seminar proposal sampai dengan pendaftaran ujian skripsi.
7. Semua staf atau karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan motivasi dan bantuan demi lancarnya penulisan skripsi ini.
8. Ayahnda Djumingan dan Ibunda Suhartini, yang telah memberikan segalanya kepada penulis, semoga Ananda dapat membalas budi jasa kalian dengan memenuhi harapan kalian kepada Ananda.
9. Kakakku Riyani Widyastuti dan Maz Bari, Adikku tersayang Dika Novendra, yang selalu mensuport aku.
10.Anita Dwi Astuti yang selalu setia menemani penulis, yang selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis, yang selalu memberikan cintanya kepada penulis.
11.Tak lupa teman-temanku Petoran Hill Zeto, Pentry, Pak Dodo, Zumanto, Dungdenk, Sapi, Nicko, Dony, Bebek, Pantat Babuncu, Denza Batak, Tejo Loser dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga terselesainya penulisan skripsi ini.
12.Buat Metalhead2 seluruh dunia terima kasih atas dukungannya, Semarang Death Metal, Jogja Corpse Grinder, SBC, Serta pihak2 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Semoga bantuan, dorongan dan budi baik dari semua pihak mendapatkan limpahan rahmat dan pahala dari Allah SWT.
(10)
commit to user x
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan keterbatasan, kekurangmampuan dan kurangnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaannya.
Surakarta,November 2010
(11)
commit to user xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO... .. v
HALAMAN PERSEMBAHAN... ... vi
ABSTRAK . ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Metode Penelitian ... 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 10
1. Tinjauan Tentang Proses Pemeriksaan Perkara di Persidangan ... 10
2. Tinjauan Tentang Pembuktian dan Alat Bukti ... 17
a. Pengertian Pembuktian ... 17
b. Sistem Pembuktian ... 18
c. Alat Bukti ... 22
(12)
commit to user xii
a. Pengertian Saksi dan Kesaksian ... 26
b Syarat-syarat memberi Kesaksian ... 27
B. Kerangka Pemikiran ... 31
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Nilai Pembuktian Keterangan Saksi dalam BAP Kepolisian yang Dibacakan di Sidang Pengadilan……… 33
1. Identitas Terdakwa……….. 33
2. Dakwaan Penuntut Umum………... 34
3. Tuntutan Penuntut Umum ……….. 36
4. Keterangan saksi yang dibacakan di persidangan…………... 36
5. Pertimbangan Majelis Hakim……….. 41
6. Putusan Majelis Hakim………... 49
7. Pembahasan………. 49
B. Keabsahan Keterangan Saksi dalam BAP Kepolisian yang Dibacakan di Sidang Pengadilan……… 53
BAB IV PENUTUP A. Simpulan………... 56
B. Saran... 58
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN- LAMPIRAN
(13)
commit to user xiii
DAFTAR GAMBAR
(14)
commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Tujuan hukum acara pidana antara lain dapat dibaca pada Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman.
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa tersebut dapat dipersalahkan(Andi Hamzah, 1996:7-8).
Untuk mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang sebenar-benarnya maka dlakukan dengan pembuktian di pengadilan. Proses pembuktian perkara pidana adalah untuk mencari tahu benar atau tidaknya telah terjadi peristiwa pidana dan mencari tahu apakah terdakwa bersalah. Pembuktian yang dimaksud harus dilakukan di sidang pengadilan untuk menguji kebenaran dari isi surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP alat-alat bukti yang sah adalah :
a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat
d. Petunjuk
(15)
commit to user
Alat-alat bukti yang telah disebutkan di atas salah satunya adalah keterangan saksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 (1) huruf a KUHAP. Keterangan saksi menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP adalah :
“Salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu”.
Dari pengertian keterangan saksi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang bersifat pendapat, hasil rekaan, dan keterangan yang diperoleh dari orang lain (testimonium de auditu) bukan merupakan keterangan saksi, sehingga tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.
Sebagai warga Negara yang baik adalah mengetahui hak dan kewajibannya. Salah satu kewajiban yang dibebankan hukum kepada setiap warga Negara, ikut membela kepentingan umum dimana salah satu aspek pembelaan kepentingan umum, ikut ambil bagian dalam penyelesaian tindak pidana, apabila dalam penyelesaian itu dibutuhkan keterangannya (M. Yahya Harahap, 2002 : 168 ).
Bertitik tolak dari pemikiran di atas, menjadi landasan bagi pembuat undang-undang untuk menetapkan kesaksian sebagai “kewajiban” bagi setiap orang. Penegasan tersebut dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP sebagai berikut :
1. menjadi saksi adalah “kewajiban hukum”,
2. orang yang menolak memberi keterangan sebagai saksi dalam suatu sidang, Pengadilan, dapat dianggap sebagai penolakan terhadap kewajiban hukum yang dibebankan undang-undang kepadanya, 3. orang yang menolak kewajiban memberi keterangan sebagai saksi
dalam sidang pengadilan, dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.
(16)
commit to user
Berdasarkan ketentuan dan penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP tersebut dapat disimpulkan bahwa memberikan keterangan sebagai saksi dalam pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan adalah kewajiban bagi setiap orang.
Pemeriksaan saksi yang hadir dalam persidangan bertujuan untuk mendengar keterangan saksi tentang apa yang diketahui, dilihat, didengar, dan dialaminya, sehubungan dengan peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Tata cara pemeriksaan saksi menurut Yahya Harahap adalah sebagai berikut :
1. Saksi dipanggil dan diperiksa seorang demi seorang ; 2. Memeriksa identitas saksi ;
3. Saksi “wajib” mengucapkan sumpah ;
4. Saksi memberikan keterangan apa yang diketahui, dilihat, didengar, dan dialaminya ( M. Yahya Harahap, 2002 : 172 – 174 ).
Permasalahan muncul ketika saksi tidak dapat hadir di persidangan untuk memberikan keterangan tentang apa yang diketahui, dilihat, didengar, dan ia alami sendiri. Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh saksi untuk tidak hadir dalam proses pemeriksaan saksi di sidang pengadilan. Karena saksi tidak hadir dalam persidangan, maka keterangan dari saksi yang telah diberikan kepada penyidik dalam BAP penyidikan dibacakan di depan sidang pengadilan. Inilah persoalan hukum yang apabila keterangan saksi di depan penyidik yang kemudian dibacakan di sidang pengadilan itu sah atau tidak dan juga bagaimana nilai pembuktian dari keterangan saksi tersebut.
Kewajiban hukum (legal obligation) bagi setiap orang untuk menjadi saksi dalam perkara pidana yang dibarengi pula dengan kewajiban mengucapkan sumpah menurut agama yang dianutnya bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya tentang apa yang diketahui, dilihat, didengar, dan ia alami sendiri sehubungan dengan perkara yang bersangkutan. Pengucapan sumpah merupakan kewajiban, tidak ada jalan lain bagi seorang saksi untuk menolak mengucapkannya, kecuali penolakan itu mempunyai alasan yang sah. Pihak yang boleh diperiksa memberi keterangan tanpa sumpah, hanya mereka yang disebut pada Pasal 171 KUHAP, yaitu anak yang
(17)
commit to user
umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin serta orang sakit ingatan atau sakit jiwa.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan hukum dengan judul :
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN DAN NILAI
PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA
PEMERIKSAAN KEPOLISIAN YANG DIBACAKAN DI
PERSIDANGAN( STUDI KASUS TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENYEBABKAN HILANGYA NYAWA ORANG LAIN DI PENGADILAN NEGERI MANDAILING NATAL NO PERKARA 16/PID.B/2009/PN.Mdl ) ”
B. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan beberapa hal yang penulis kemukakan tersebut, untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan ke pembahasan, penulis menetapkan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah nilai pembuktian keterangan saksi dalam BAP kepolisian yang dibacakan dipersidangan ?
2. Bagaimanakah keabsahan keterangan saksi dalam BAP kepolisian yang dibacakan dipersidangan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan arah yang tepat dalam proses penelitian yang dilakukan agar penelitian berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi ini tujuan yang hendak dicapai penulis adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a.Untuk mengetahui nilai pembuktian keterangan saksi dalam BAP kepolisian yang dibacakan dipersidangan.
(18)
commit to user
b. Untuk mengetahui keabsahan keterangan saksi dalam BAP kepolisian yang dibacakan dipersidangan.
2. Tujuan Subyektif
a.Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar strata satu dalam bidang ilmu hukum.
b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman akan arti penting ilmu hukum dalam teori.
D. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian, sebab besar kecilnya penelitian akan menentukan nilai- nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu :
1. Manfaat teoritis
a.Memberikan sumbangan karya ilmiah dalam perkembangan bidang Ilmu Hukum.
b. Untuk memperbanyak wawasan dan pengalaman serta pengetahuan Hukum Acara Pidana, Hukum Pembuktian.
c.Sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang sejenis berikutnya
2. Manfaat praktis
a.Memberikan jawaban atas masalah yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.
b. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
c.Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini.
(19)
commit to user E. Metode Penelitian
Mengingat pentingnya metode penelitian dalam menemukan, merumuskan, dan menganalisa suatu masalah, maka dalam penelitian ini Penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian ini termasuk ke dalam kategori penelitian normatif atau penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
2. Sifat Penelitian
Dalam usaha memperoleh bahan hukum yang diperlukan untuk menyusun penulisan hukum, maka akan dipergunakan metode penelitian preskriptif. Adapun pengertian penelitian preskriptif yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 35).
3. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kasus yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap ( Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 94).
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian
Bahan hukum dalam penelitian hukum (skripsi) ini adalah bahan hukum sekunder, yang diperoleh dari :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, terdiri dari :
(20)
commit to user
1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana/UU No 8 Tahun 1981;
2) Putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal No. Perkara 16/PID.B/2009/Pn.Mdl.
b. Bahan Hukum Sekunder adalah memberikan kepada peneliti semacam ”petunjuk’ kearah mana peneliti melangkah. Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. Di samping itu juga, kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.
c. Bahan Hukum Tertier, yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, Ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya ( Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 163). 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Penulis mengumpulkan putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi. Putusan pengadilan tersebut sebaiknya kalau merupakan putusan yang sudah mempunyai kekuatan yang tetap. Akan tetapi tidak berarti hanya landmark dicisions yang perlu diacu, melainkan juga yang mempunyai relevansi dengan isu yang dihadapi. ( Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 195).
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum dalam suatu penelitian adalah menguraikan atau memecahkan suatu permasalahan yang diteliti berdasarkan bahan hukum yang diperoleh kemudian diolah pokok permasalahan yang diajukan terhadap penelitian yang bersifat preskriptif.
(21)
commit to user
Prof. Peter Mahmud Marzuki, yang mengutip pendapatnya Philiphus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major (pernyataan yang bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2007 : 47). Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan dan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi skripsi, penulis menjabarkan dalam bentuk sistematika skripsi sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan bagian pertama tentang kerangka teori yang berisi tinjauan kepustakaan sebagai literatur pendukung dalam pembahasan masalah penulisan hukum ini. Tinjauan pustaka dalam penulisan ini meliputi tinjauan tentang proses pemeriksaan sidang, tinjauan tentang pembuktian, tinjauan tentang kesaksian dan saksi. Bagian kedua adalah kerangka pemikiran yang disajikan dalam bentuk narasi maupun bagan.
(22)
commit to user
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian tentang nilai pembuktian keterangan saksi dalam BAP kepolisian yang dibacakan di persidangan dan keabsahan keterangan saksi dalam BAP kepolisian yang dibacakan di persidangan. Diuraikan pula mengenai pembahasan yang dilakukan terhadap teori yang diperoleh dari hasil penelitian, kemudian dianalisis dengan kajian pustaka, rumusan masalah dan tujuan penelitian.
BAB IV : PENUTUP
Berisi tentang simpulan yang dirumuskan secara singkat dan jelas menjawab rumusan masalah yang harus sinkron dengan pembahasan serta rumusan masalah dan saran sebagai alternatif solusi atas masalah yang ditemukan.
(23)
commit to user 10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Proses Pemeriksaan Perkara Pidana di Persidangan Pemeriksaan perkara pidana secara garis besar, terlihat dalam urut-urutan dibawah ini :
a. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum ( Pasal 153 ayat (3) KUHAP ) Ketentuan tersebut merupakan perwujudan dari fair trial, sehingga masyarakat dapat mengontrol jalannya persidangan. Pengecualian terhadap ketentuan tersebut apabila memeriksa perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. b. Terdakwa dipanggil ( Pasal 154 ayat(1) KUHAP)
Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa agar dipanggil masuk ke ruang sidang.
c. Pembacaan Surat Dakwaan ( Pasal 155 ayat (2) KUHAP)
Pembacaan surat dakwaan dilakukan untuk perkara yang diproses dengan acara biasa, sedangkan untuk perkara singkat, yang dibaca adalah catatan dakwaan.
d. Keberatan atau eksepsi dari penasehat hukum/ terdakwa ( Pasal 156 ayat (1) KUHAP)
Isi keberatan tersebut dapat berupa :
1) bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara ; 2) dakwaan tidak dapat diterima
3) dakwaan harus dibatalkan
e. Pendapat penuntut umum (Pasal 156 ayat (1) KUHAP)
Atas keberatan yang diajukan oeh terdakwa atau penasehat hukum, penuntut umum diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya.
(24)
commit to user
Atas keberatan dan tanggapan tersebut, hakim ketua sidang dapat memutus dengan putusan sela. Jika keberatan diterima, perkara tidak dapat dilanjutkan. Sebaliknya jika keberatan ditolak, maka perkara bisa dilanjutkan.
g. Pemeriksaan materi perkara ( alat bukti )
Apabila pemeriksaan dilanjutkan, maka dilakukan pemeriksaan terhadap alat-alat bukti dan barang bukti (pemeriksaan materi perkara)
1) Alat bukti keterangan saksi 2) Alat bukti keterangan ahli 3) Alat bukti surat
4) Alat bukti petunjuk
5) Alat bukti keterangan terdakwa 6) Barang bukti
h. Penuntut umum membacakan tuntutan (Rekusitor)
Rekusitor adalah surat yang memuat pembuktian surat dakwaan berdasarkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan dan kesimpulan penuntut umum tentang kesalahan terdakwa disertai dengan tuntutan pidana.
i. Terdakwa atau penasehat hukum membacakan pembelaan (Pledoi)
Pledoi adalah tangkisan terhadap pembuktian yang dibacakan penuntut umum dalam tuntutan pidana dan terdakwa maupun penasehat hukumnya berusaha mengajukan bukti balik dari pembuktian yang diajukan penuntut umum dimuka sidang. Pembelaan tidak lepas dari eksistensinya bantuan hukum.
j. Penuntut umum membacakan jawaban atas pembelaan (replik) Replik adalah jawaban atas tanggapan penuntut umum terhadap pledoi yang diajukan terdakwa atau penasehat hukumnya.
(25)
commit to user
k. Terdakwa atau penasehat hukum membacakan duplik
Duplik adalah tanggapan atas bantahan terhadap replik. Dalam pelaksanaan proses pemeriksaan perkara pidana di persidangan terdapat pihak-pihak yang berhubungan, antara lain :
1) Hakim (majelis/tunggal)
sesuai dengan Pasal 1 angka 8 KUHAP, pengertian hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.
2) Jaksa/penuntut umum
Dalam Pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP disebutkan pengertian dari jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan penuntut umum dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6 huruf b yang berbunyi : ”penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3) Terdakwa
Menurut Pasal 1 angka 15 KUHAP, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.
4) Penasehat hukum
Pengertian penasehat hukum sesuai Pasal 1 angka 13 KUHAP adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum.
(26)
commit to user
KUHAP membedakan tata cara pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan dibagi dalam tiga bentuk, yaitu :
a. Proses acara pemeriksaan biasa
Proses ini dimulai hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (Pasal 153 ayat (3) KUHAP) dan pemeriksaan itu dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi (Pasal 152 ayat (2a) KUHAP), apabila kedua ketentuan tersebut tidak terpenuhi maka batal demi hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 153 ayat (4) KUHAP.
Pihak yang dipanggil pertama adalah terdakwa, apabila terdakwa tidak hadir maka hakim ketua sidang akan meneliti apakah terdakwa telah dipanggil secara sah, apabila terdakwa tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, maka dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya sesuai Pasal 154 ayat (6) KUHAP. Ketika terdakwa hadir dalam persidangan, mula-mula hakim ketua menanyakan identitas terdakwa serta mengingatkan terdakwa untuk memperlihatkan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya dipersidangan (Pasal 155 ayat (1) KUHAP). Sesudah itu hakim ketua sidang mempersilahkan penuntut umum untuk membacakan surat dakwaannya. Setelah pembacaan dan penjelasan surat dakwaan oleh penuntut umum, hakim harus bertanya kepada terdakwa apakah dia benar-benar memahami surat dakwaan, kalau terdakwa belum mengerti menurut Pasal 155 ayat (2) huruf b, hakim dapat memerintahkan kepada penuntut umum untuk “memberi penjelasan” tentang hal-hal yang belum jelas dan belum dipahami terdakwa apabila terdakwa atau penasehat hukumnya menyatakan keberatan, penuntut umum diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya, kemudian
(27)
commit to user
hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan (Pasal 156 ayat (1) KUHAP). Jika keberatan itu diterima oleh hakim, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, dan untuk ini penuntut umum dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 156 ayat (2) dan (3). Apabila keberatan tidak diterima maka proses persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan alat bukti yang ada. Untuk keterangan mengenai saksi dan alat bukti akan dipaparkan pada tinjauan selanjutnya.
Setelah pemeriksaan sidang dipandang sudah selesai, maka penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Sesudah itu, terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan pembelaanya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukum selalu mendapat giliran terakhir. Semua ini dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunnya kepada pihak yang berkepentingan sesuai Pasal 182 ayat (1) KUHAP. Setelah itu hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat dibuka sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukumnya dengan memberikan alasannya (Pasal 182 ayat (2) KUHAP).
b. Proses acara pemeriksaan singkat
Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku juga bagi pemeriksaan singkat, kecuali ditentukan lain. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 293 ayat (3) KUHAP yang berbunyi : ”Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan di bawah ini :
(28)
commit to user
a.1 Penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan;
a.2 Pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan;
b. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga menyelesaikan pemeiksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan biasa;
c. guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasehat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari;
d. putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang;
e. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut;
f. isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa”.
Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 203 ayat (1) KUHAP, hal-hal yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat adalah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum
(29)
commit to user
pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
c. Proses acara pemeriksaan cepat.
Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam bagian keenam Bab XVI KUHAP. Istilah yang dipakai HIR ialah PERKARA ROL. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan kekecualian tertentu, hal ini berdasarkan pasal 210 KUHAP yang menyatakan bahwa ” ketentuan dalam Bagian kesatu, Bagian kedua, dan Bagian ketiga ini (bab 16) tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraf ini“.
Pemeriksaan cepat terbagi dalam dua paragraf :
1) acara pemeriksaan tindak pidana ringan, termasuk delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak – banyaknya tujuh ribu lima ratus dan penghinaan ringan
2) acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, termasuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang – undangan lalu lintas.
Asas-asas yang digunakan dalam proses peradilan pidana adalah sebagai berikut :
a) Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah; b) Asas praduga tak bersalah (presimtion of innonce); c) Asas oportunitas
d) Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum; e) Asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim; f) Asas peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan
tetap;
g) Asas tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum;
(30)
commit to user
h) Asas akusator dan inkisitor ( accusatoir dan inqqusitoir) i) Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan (Andi
hamzah, 1996: 10-24).
2. Tinjauan Tentang Pembuktian dan Alat Bukti a. Pengertian Pembuktian
Pembuktian merupakan salah satu hal yang penting dalam menentukan kebenaran atas dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa dalam suatu persidangan. Oleh karena itu, pembuktian perlu diketahui secara mendalam. Dasar hukum tentang pembuktian dalam hukum acara pidana mengacu pada pasal 183-189 KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana). Menurut Yahya Harahap, pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang dan boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap, 2002:273). Menurut Darwin Prints, yang dimaksud pembuktian adalah bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang salah melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya (Darwin Prints,1998:133). Pembuktian tidak lain berarti memberi dasar dasar yang cukup kepada hakim untuk memeriksa perkara yang bersangkutan guna kepastian tentang perkara yang diajukan.
Sudikno berpendapat bahwa membuktikan mengandung tiga pengertian yaitu membuktikan dalam arti logis, membuktikan dalam arti controversial, dan membuktikan dalam hukum atau mempunyai arti yuridis (Sudikno Mertokusumo, 1981:91). Membuktikan mempunyai pengertian-pengertian :
(31)
commit to user
1) Memberi (memperlihatkan bukti);
2) Melakukan sesuatu sebagai bukti kebenaran melaksanakan (cita-cita dan sebagainya);
3) Menandakan, menyatakan (bahwa sesuatu itu benar); 4) Menyakinkan, menyaksikan.
Kebenaran dalam perkara pidana merupakan kebenaran yang disusun didapat dari jejak, kesan dan refleksi dari keadaan dan atau benda yang berdasarkan ilmu pengetahuan dapat berkaitan dengan masa lalu yang diduga menjadi perbuatan pidana. Suatu pembuktian menurut hukum pada dasarnya untuk menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta masa lalu yang tidak terang menjadi fakta yang terang.
Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti dalam perkara pidana bisa berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hal-hal yang sudah diketahui umum, tidak perlu dibuktikan lagi.
b. Sistem Pembuktian
Teori sistem pembuktian ada 4 ( empat ) yaitu :
1) Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Positif ( Positif Wettwlijks theorie ).
Dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal bebarapa sistem atau teori pembuktian. Pembuktian yang didasarkan selalu kepada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang, disebut sistem teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif. ( Andi Hamzah, 2008, hal 251 ).
Dalam teori ini undang-undang menentukan alat bukti yang dipakai oleh hakim cara bagaimana hakim dapat mempergunakannya, asal alat-alat bukti itu telah diapakai secara yang ditentukan oleh undang-undang, maka hakim harus dan berwenang untuk menetapkan terbukti atau
(32)
commit to user
tidaknya suatu perkara yang diperiksamya. Walaupun barangkali hakim sendiri belum begitu yakin atas kebenaran putusannya itu.
Sebaliknya bila tidak dipenuhi persyaratan tentang cara-cara mempergunakan alat-alat bukti itu sebagaimana ditetapkan undang-undang bahwa putusan itu harus berbunyi tentang sesuatu yang tidak dapat dibuktikan tersebut( Syarifudin Pettanase, 2000, hal 203 ).
Teori pembuktian ini ditolak oleh Wirjono Prodjoda koro untuk dianut di Indonesia, dan teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lagi karena teori ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh undang-undang (Andi Hamzah, 2008. hal 251 ). 2) Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Belaka.
Berhadap-hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang-undang secara positif ialah teori pembuktian menurut keyakinan hakim belaka.
Didasari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiripun tidak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan kadang-kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan.
Bertolak pengkal pada pemikiran itulah, maka teori berdasarkan keyakinan hakim belaka yang didasarkan kepada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yag didakwakan. Dengan sistem ini, pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. ( Andi Hamzah, 2008, hal 252 )
(33)
commit to user
3) Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis ( Laconvivtion Raisonnee ).
Sistem atau teori yang disebut pembuktian yang berdasarkan keyakinan hakim sampai batas tertentu ( la conviction raisonnee ). Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.
Teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (Vrije bewijs theorie ) atau yang berdasarkan keyakinan hakim sampai batas tertentu ini terpecah kedua jurusan. Pertama, yang disebut diatas, yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis ( conviction raisonnee ) dan yang kedua, ialah teori pembuktian berdasar undang-undang secara negatif ( negatief bewijs theorie ).
Persamaan antara keduanya ialah keduanya sama berdasar atas keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin di pidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah (Andi Hamzah, 2008, hal 253 ).
4) Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif ( negative wettelijk ).
Menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabila sedikit-dikitnya alat-alat bukti yang telah di tentukan undang-undang itu ada, ditambah dengan keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti itu.
Dalam pasal 183 KUHAP menyatakan sebagai berikut : “ hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
(34)
commit to user
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Atas dasar ketentuan pasal 183 KUHAP ini, maka dapat disimpulkan bahwa KUHAP memakai sistem pembuktian menurut undang-undang yang negative. Ini berarti bahwa dalam hal pembuktian harus dilakukan penelitian, apakah terdakwa cukup alasan yang didukung oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh undang-undang ( minimal dua alat bukti ) dan kalau ia cukup, maka baru dipersoalkan tentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa.
Teori pembuktian menurut undang-undang negative tersebut dapat disebut dengan negative wettelijk, istilah ini berarti : wettelijk, berdasarkan undang-undang sedangkan negative, maksudnya adalah bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan undang-undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman sebelum memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa.
Dalam sistem pembuktian yang negative alat-alat bukti limitatif di tentukan dalam undang-undang dan bagaimana cara mempergunakannya hakim juga terikat pada ketentuan undang-undang ( Syarifudin Pettanase, 2000, hal 205 ).
Sistem pembuktian di Indonesia hanya mengakui alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian. Dalam pembuktian ini penuntut umum membuat surat dakwaan dan oleh karena itu, ia bertanggung jawab untuk menyusun alat bukti dan pembuktian tentang kebenaran surat dakwaan atau kesalahan terdakwa, bukan sebaliknya terdakwa
(35)
commit to user
yang harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Hakim dalam menjatuhkan putusan akan menilai semua alat bukti yang sah untuk menyusun keyakinan hakim dengan mengemukakan unsur-unsur kejahatan yang didakwakan itu terbukti dengan sah atau tidak, serta menetapkan pidana apa yang harus dijatuhkan kepadanya setimpal dengan perbuatannya ( Martiman Prodjohamijaya, 1983 : 19 ).
c. Alat Bukti
Bukti yaitu sesuatu untuk meyakinkan kebenaran suatu dalil atau pendirian atau dakwaan. Alat-alat yang diperkenankan untuk dipakai membuktikan dalil-dalil atau dalam perkara pidana disebut dakwaan di sidang pengadilan misalnya : keterangan terdakwa, keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk ( Andi Hamzah, 1996 : 254 ).
Alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan bagi hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Adapun alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 (1) KUHAP adalah :
1) Keterangan saksi
Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti tercantum dalam Pasal 184 ayat (1) huruf a, sedangkan keterangan lebih rinci mengenai keterangan saksi dijelaskan pada Pasal 185 KUHAP. Poin penting dalam pasal tersebut adalah keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. Jadi dalam hal ini harus ada lebih dari satu saksi atau dapat pula satu saksi yang didukung oleh alat bukti yang sah lainnya.
(36)
commit to user 2) Keterangan Ahli
Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang suatu hal yang diperlukan untuk memperjelas perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Sama halnya dengan seorang ”saksi”, menurut hukum, seorang saksi ahli yang dipanggil di depan pengadilan memiliki kewajiban untuk :
a) Menghadap atau datang ke persidangan, setelah dipanggil dengan patut menurut hukum
b) Bersumpah atau mengucapkan janji sebelum mengemukakan keterangan (dapat menolak tetapi akan dikenai ketentuan khusus)
c) Memberi keterangan yang benar Bila seorang saksi ahli tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka dia dapat dikenai sanksi berupa membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dan kerugian yang telah terjadi. Akan tetapi seorang ahli dapat tidak menghadiri persidangan jika memiliki alasan yang sah.
Bila seorang saksi ahli tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka dia dapat dikenai sanksi berupa membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dan kerugian yang telah terjadi. Akan tetapi seorang ahli dapat tidak menghadiri persidangan jika memiliki alasan yang sah.
Menurut Pasal 180 KUHAP, keterangan seorang ahli dapat saja ditolak untuk menjernihkan duduk persoalan. Baik oleh hakim ketua sidang maupun terdakwa/ penasehat hukum. Terhadap kondisi ini, hakim dapat memerintahkan melakukan penelitian ulang oleh instansi
(37)
commit to user
semula dengan komposisi personil yang berbeda, serta instansi lain yang memiliki kewenangan. Kekuatan keterangan ahli ini bersifat bebas dan tidak mengikat hakim untuk menggunakannya apabila bertentangan dengan keyakinan hakim. Dalam hal ini, hakim masih membutuhkan alat bukti lain untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya.
3) Surat
Dalam Pasal 187 KUHAP, yaitu dimaksud surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
a) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
(38)
commit to user
d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Pemeriksaan surat di persidangan langsung dikaitkan dengan pemeriksaan saksi-saksi dan pemeriksaan terdakwa. Pada saat pemeriksaan saksi, dinyatakan mengenai surat-surat yang ada keterkaitan dengan saksi yang bersangkutan kepada terdakwa pada saat memeriksa terdakwa (Leden Marpaung, 1992: 395).
4) Petunjuk
Pengaturan tentang alat bukti petunjuk terdapat dalam Pasal 188 KUHAP, yang berbunyi :
a) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannnya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
b) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :
(1) keterangan saksi; (2) surat;
(3) keterangan terdakwa.
c) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaaan berdasarkan hati nuraninya.
(39)
commit to user 5) Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut :
a) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
b) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
c) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
d) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
3. Tinjauan Tentang Saksi dan Kesaksian a) Pengertian Saksi dan Kesaksian
Pengertian saksi dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP adalah orang yang memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Sedangkan pada butir 27 dijelaskan tentang arti keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur dari keterangan saksi adalah :
(40)
commit to user 1) Keterangan dari orang (saksi); 2) Mengenai suatu peristiwa pidana;
3) Peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian saksi adalah orang yang terlibat (dianggap) mengetahui terjadinya tindak pidana, kejahatan atau suatu peristiwa. Keterangan yang didengar atau diperoleh dari orang lain (testimonium de auditu) bukanlah suatu kesaksian. Terhadap keterangan saksi, hakim menilai kebenarannya dengan menyesuaikan keterangan-keterangan saksi satu dengan yang lainnya, keterangan-keterangan saksi dengan alat bukti yang sah yang ada.
Jenis saksi dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1) Saksi A Charge yakni saksi dalam perkara pidana yang dipilih dan diajukan oleh penuntut umum dikarenakan kesaksiannya memberatkan terdakwa
2) Saksi Ade Charge yaitu saksi yang dipilih atau ditunjuk oleh penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukum yang sifatnya meringankan terdakwa.
b) Syarat-syarat Memberi Kesaksian
Syarat sahnya suatu kesaksian dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1) Syarat materiil
Syarat ini diatur dalam Pasal 1 butir 27 KUHAP yang menyebutkan keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Oleh sebab itu keterangan yang berasal dari orang lain atau testimonium de auditu tidak dapat disebut sebagai kesaksian dan sebagai
(41)
commit to user
alat bukti. Menurut M Amin yang dikutip oleh A Karim Nasution.
Kesaksian de auditu adalah keterangan tentang kenyataan mengenai hal yang didengar, dilihat atau diakui bukan oleh saksi sendiri, akan tetapi oleh orang lain kepadanya mengenai kenyataan-kenyataan dan hal yang didengar, dilihat atau dialami sendiri orang tersebut ( A Karim Nasution, 1976 : 55 ).
Selain itu seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP). 2) Syarat formil
a) Keterangan saksi harus diberikan dibawah sumpah. Dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP disebutkan : “Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya”.
b) Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan Pada Pasal 185 ayat (1) KUHP menentukan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Maksudnya adalah keterangan saksi yang diberikan di sidang pengadilan saja yang merupakan alat bukti yang sah.
Syarat formil lain untuk menjadi seorang saksi adalah seorang saksi telah mencapai usia dewasa yang telah mencapai usia 15 tahun atau lebih atau sudah menikah. Sedangkan orang yang belum mencapai usia 15 tahun atau belum menikah dapat memberikan keterangan tanpa disumpah dan dianggap sebagai keterangan biasa (Pasal 171 butir a KUHAP).
(42)
commit to user
Dalam Pasal 168 KUHAP diatur mengenai pengecualian menjadi saksi, yaitu : “ Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat
mengundurkan diri sebagai saksi :
(1) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama sama sebagai terdakwa.
(2) saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga
(3) suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau bersama-sama sebagai terdakwa,
Sedangkan pada Pasal 170 KUHAP disebutkan : (1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk member keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
Sesuai dengan penjelasan Pasal 170 ayat (1) KUHAP, pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan penjelasan Pasal 170 ayat (2) KUHAP ditentukan jika tidak ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka seperti yang ditentukan oleh ayat ini, hakim yang menentukan sah atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapat kebebasan itu.
(43)
commit to user
Pengecualian mutlak terdapat dalam Pasal 171 KUHAP, yang berbunyi :
“Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah :
(1) anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belumpernah kawin;
(2) orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali”.
Pihak yang tercantum dalam Pasal 171 KUHAP tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana sehingga mereka tidak diambil sumpah dalam memberikan keterangan. Keterangan yang mereka berikan hanya sebagai petunjuk.
(44)
commit to user H. Kerangka Pemikiran
Bagan 1 Kerangka Pemikiran
Proses pembuktian perkara pidana adalah untuk mencari tahu benar atau tidaknya telah terjadi peristiwa pidana dan mencari tahu apakah benar terdakwa yang bersalah. Pembuktian yang dimaksud harus dilakukan di sidang pengadilan untuk menguji kebenaran dan isi surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum berdasarkan alat bukti yang sah menurut undang-undang.
Proses pemeriksaan perkara pidana di persidangan
Pembuktian
Pemeriksaan Alat Bukti
Pemeriksaan saksi
Saksi tidak hadir di persidangan dan keterangan saksi dalam BAP tidak disumpah
Keterangan saksi dalam BAP dibacakan di persidangan
(45)
commit to user
Sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP salah satu alat bukti yang sah adalah keterangan saksi.
Penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP, memberikan keterangan sebagai saksi dalam pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan adalah kewajiban bagi setiap orang. Kewajiban hukum (legal obligation) bagi setiap orang untuk menjadi saksi dalam perkara pidana dibarengi kehadiran saksi untuk hadir di persidangan untuk dimintai keterangan berdasarkan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Dalam kasus tertentu saksi yang diminta untuk memberi keterangan di persidangan tidak dapat hadir dipersidangan karena berbagai alasan. Dan dalam kasus ini saksi tidak dapat hadir dalam persidangan dan keterangan saksi dalam BAP kepolisian tidak disumpah tetapi dalam persidangan keterangan saksi dalam BAP kepolisian tersebut dibacakan di persidangan. Dalam hal ini bagaimanakah keabsahan dan nilai pembuktian keterangan saksi tersebut.
(46)
commit to user 33 BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Nilai Pembuktian Keterangan Saksi dalam BAP Kepolisian yang dibacakan di Persidangan
Ada suatu fenomena yang sering terjadi dalam dunia peradilan kita, khususnya dalam tahap sidang pengadilan, adanya kecenderungan keterangan saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan dibacakan dalam persidangan. Hal ini disebabkan karena jaksa yang bersangkutan tidak mampu menghadirkan saksi-saksi di persidangan, khususnya terhadap saksi yang memberatkan (a charge), sehingga seringkali keterangan saksi-saksi yang diberikan dalam BAP dibacakan dalam persidangan. Disamping itu bahkan seringkali terungkap dalam persidangan bahwa ketidakhadiran saksi-saksi yang dimaksud tanpa didasari alasan yang jelas atau sah. Tentunya hal ini akan mengurangi tingkat kebenaran materil (legalitas) sebagai tujuan dari proses pemeriksaan perkara pidana. Fenomena tersebut di atas seringkali terjadi pada seluruh proses peradilan pidana. Hal tersebut juga terjadi pada kasus yang telah diputus majelis hakim berdasarkan putusan Perk. No. 16/PID.B/2009/PN.Mdl tanggal 15 Maret 2009, dimana didalamnya terdapat permasalahan mengenai keterangan saksi-saksi dalam BAP kepolisian yang dibacakan di persidangan karena saksi tidak dapat hadir di persidangan tanpa alasan yang jelas dan keterangan saksi dalam BAP tersebut tidak disumpah terlebih dahulu.
1. Identitas Terdakwa
Nama Lengkap : ALI IMRAN BATUBARA
Tempat Lahir : Desa Tambang Kaluan Umur/ Tgl. Lahir : 31 tahun/ 07 Maret 1977
(47)
commit to user Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Desa Tambang Kaluang, Kec. Batang Natal, Kab. Madina
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMP 2. Dakwaan Penuntut Umum
Bahwa terdakwa Ali Imran Batubara, pada hari Rabu tanggal 03 Desember 2008 sekitar pukul 11.00 wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan Desember 2008 bertempat di Desa Huraba, Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal atau setidak-tidaknya pada tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Mandailing Natal, karena keslahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, yaitu korban Khoirul Tamimi Dalimunthe. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bahwa sebelumnya terdakwa mengemudikan mobil penumpang umum Aek Mais Nomor Polisi BM-1258-DB dari Panyabungan menuju arah Padangsidimpuan dan sewaktu melintas di Jalan Umum Desa Huraba, Kec. Siabu, Kab. Madina, terdakwa telah mengetahui bahwasanya jalan yang akan dilaluinya tersebut merupakan daerah pemukiman penduduk yang dapat sewaktu-waktu dilalui orang maupun akan diseberangi orang. Disamping itu, sekitar waktu tersebut terdakwa telah melihat dari jarak sekitar 15 meter, banyak anak-anak sekolah bare pulang berjatan di pinggir jalan yang akan dilalui terdakwa dan sudah seyogiyanya terdakwa yang telah 8 tahun
(48)
commit to user
berpengalaman sebagai supir dengan melihat hal dimaksud mengurangi laju mobil yang dikemudikannya, akan tetapi dengan kecepatan diatas 60 Km/jam dengan persneling 4, terdakwa memaksakan diri memacu mobil yang dikemudikannya itu, sehingga pada scat korban hendak menyeberang dari kiri jalan menuju kanan jalan, terdakwa tidak dapat lagi mengendalikan kecepatan mobilnya padahal korban telah dilihat terdakwa dari jarak kurang lebih 5 meter yang membuat terdakwa menjadi gugup lalu menabrak korban yang pada scat itu telah berada di tengah badan jalan dan saat itu terdakwa tidak membunyikan klakson maupun berusaha untuk melakukan pengereman, sehingga bagian kiri depan mobil yang dikemudikan terdakwa menabrak korban hingga korban terpental sejauh kurang lebih 2 meter dan setelah korban dirawat beberapa had di Puskesmas Siabu kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Armina Madina, korban meninggal dunia pada tanggal 07 Desember 2008 dan telah dikebumikan tanggal 08 December 2008, sesuai dengan Surat Keterangan Kematian Nomor 474/94/KD/2008 tanggal 13 Desember 2008 yang ditanda tangani oleh Kepala Desa Huraba II (Saukani Pulungan) dan Surat Keterangan Kematian Nomor 08/028/RSAM/XII/2008 tanggal 15 Desember 2008 yang ditanda tangani oleh Dr. H. Safruddin Nst, SpB, M.M clad Rumah Sakit Umum Armina Madina, dengan luka yang dialami korban yaitu, luka robek pada kepala bagian depan kanan, luka lecet di sudut mata kanan, luka robek pada bibir bagian atas, luka robek pada dagu, keluar darah dari hidung, gigi bagian atas lepas dua, luka lecet pada tangan kanan dan luka lecet pada lutut kanan dan kiri, sesuai dengan Visum Et Revertum Nomor : 13/027/XII/RSAM/2008 tanggal 15 Desember 2008 yang ditanda tangani oleh Dr. H. Safruddin Nst, SpB, M.M dari Rumah Sakit Umum Armina Madina.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
(49)
commit to user 3. Tuntutan Penuntut Umum
a) Menyatakan terdakwa Ali Imran Batubara, bersalah melakukan tindak pidana akibat kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359 KUHPidana. b) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dangan pidana penjara selama
3 (tiga) bulan dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara ;
c) Menyatakan barang bukti berupa :
(1) 1 (satu) Unit Mobil Penumpang Umum L-300 Aek Mais No. Pol : BM-1258-DB ;
Dikembalikan kepada pemiliknya melalui terdakwa (2) 1 (satu) Lembar Sim B1 atas nama Ali Imran Batubara ;
Dikembalikan kepada terdakwa sebagai pemiliknya ;
d) Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000, (lima ribu rupiah).
4. Keterangan saksi yang dibacakan di persidangan a) Saksi yang tidak hadir di persidangan
1) Saksi HILMAN LUBIS, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa pada hari Rabu tanggal 03 Desember 2008 sekitar pukul 11.00 wib di Desa Huraba, Kec. Siabu, Kab. Madina. - Bahwa kecelakaan tersebut antara mobil penumpang umum
L-300 tetapi nomor polisi-nya saksi tidak tahu menabrak seorang anak laki-laki berseragam sekolah dan pada saat itu saksi berada di belakang mobil penumpang umum tersebut sedang mengenderai sepeda dayung berjarak sekitar 3 (tiga) meter.
- Bahwa sebelum terjadinya kecelakaan dimaksud, mobil penumpang umum L-300 tersebut datang dari arah
(50)
commit to user
Panyabungan menuju Padangsidimpuan sedangkan anak laki-laki tersebut hendak menyeberang dari kiri ke kanan jalan. - Bahwa saksi tidak kenal dengan pengemudi mobil L-300
tersebut begitu juga dengan anak laki-laki tersebut.
- Bahwa mobil L-300 tersebut menabrak pada bagian depan sebelah kid sedangkan anak laki-laki tersebut kena pada bagian kepala dan kecelakaan terjadi di tengah badan jalan.
- Bahwa akibatnya anak laki-laki tersebut mengalami luka robek pada bagian kepala, pada bibir dan kaki dan saksi mendengar bahwasanya anak laki-laki tersebut telah meninggal dunia.
- Bahwa pada saat kejadian anak laki-laki tersebut tidak sempat terseret akan tetapi tercampak sekitar 1 meter.
- Bahwa adapun tindakan saksi pada saat itu adalah langsung berhenti dan melihat kondisi anak laki-laki tersebut dan tidak berapa lama kemudian datang warga sekitar dan membawa anak laki-laki tersebut dengan sepeda motor kearah Siabu. - Bahwa kecepatan mobil L-300 tersebut sekitar 60 Km/jam
karena sebelum kejadian saksi sempat dipotong oleh mobil L-300 tersebut.
- Bahwa sebelum terjadinya kecelakaan dimaksud saksi tidak mendengar suara apa-apa.
- Bahwa 1 unit mobil penumpang umum L-300 Nomor Polisi : BM-1258-DB sebagaimana yang diperlihatkan kepada saksi di Polres Madina adalah benar kenderaan yang terlibat kecelakaan pada han Rabu tanggal 03 Desember 2008 sekitar pukul 11.00 wib di Desa Siabu.
- Bahwa setelah kecelakaan mobil penumpang umum L-300 dimaksud mengalami kerusakan pada bagian depan sebelah kiri peot. - Bahwa keadaan jalan pada saat itu bagus lurus beraspal,
(51)
commit to user
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi yang dibacakan tersebut dipersidangan, terdakwa menyatakan tidak keberatan dan membenarkannya.
2) Saksi ASWIR NASUTION, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa pada hari Rabu tanggal 03 Desember 2008 sekitar pukul 11.00 wib di Desa Huraba, Kec. Siabu, Kab. Madina. - Bahwa kecelakaan tersebut antara mobil penumpang umum
L-300 tetapi nomor polisi-nya saksi tidak tahu menabrak seorang anak laki-laki berseragam sekolah dan pada saat itu saksi sedang duduk di depan kios rokok yang berada di kiri jalan menuju Padangsidimpuan berjarak sekitar 100 meter dari tempat kejadian.
- Bahwa sebelum terjadinya kecelakaan dimaksud, mobil penumpang umum L-300 tersebut datang dari arah Panyabungan menuju Padangsidimpuan sedangkan anak laki-laki tersebut hendak menyeberang dari kiri ke kanan jalan. - Bahwa saksi tidak kenal dengan pengemudi mobil
penumpang umum L-300 tersebut namun dengan anak laki-laki tersebut saksi kenal bemama Tammi dan tinggal satu kampung dengan saksi.
- Bahwa mobil L-300 tersebut menabrak pada bagian depan sebelah kiri sedangkan anak laki-laki tersebut kena pada bagian kepala dan kecelakaan terjadi di tengah badan jalan.
- Bahwa akibatnya anak laki-laki tersebut mengalami luka robek pada bagian kepala, pada bibir dan kaki dan saksi mendengar bahwasanya anak laki-laki tersebut telah meninggal dunia.
- Bahwa pada saat kejadian anak laki-laki tersebut tidak sempat terseret akan tetapi tercampak sekitar 1 meter.
(52)
commit to user
- Bahwa adapun tindakan saksi pada saat itu langsung [an mendatangi tempat kejadian dan menolong anak tersebut ke sepeda motor yang dikenderai seorang guru dan membawanya kea rah Siabu.
- Bahwa penyebab dari kecelakaan tersebut karena pengemudi mobil L300 kurang hati-hati dan terlalu kencang pada saat mengemudikan mobilnya karena pada saat itu banyak anak-anak sekolah baru pulang dari sekolah.
- Bahwa kecepatan mobil L-300 tersebut sekitar 60 Km/jam.
- Bahwa 1 unit mobil penumpang umum L-300 Nomor Polisi : BM-1258-DB sebagaimana yang diperlihatkan kepada saksi di Polres Madina adalah benar kenderaan yang terlibat kecelakaan pada hari Rabu tanggal 03 Desember 2008 sekitar pukul 11.00 wib di Desa Siabu.
- Bahwa setelah kecelakaan mobil penumpang umum L-300 dimaksud mengalami kerusakan pada bagian depan sebelah kiri peot. - Bahwa keadaan jalan pada saat itu bagus lurus beraspal, cuaca
cerah dan arus lalu lintas ramai karena keluar anak sekolah.
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi yang dibacakan tersebut dipersidangan, terdakwa menyatakan tidak keberatan dan membenarkannya
3) Saksi MARHIBBUN DALIMUNTHE, yang pada pokoknya menrangkan sebagai berikut
- Bahwa pada hari Rabu tanggal 03 Desember 2008 sekitar pukul 11.30 wib di Desa Huraba, Kec. Siabu, Kab. Madina dan pada saat kejadian saksi berada di rumah saksi dan mengetahui dari famili saksi yang datang ke rumah saksi.
(53)
commit to user
- Bahwa kecelakaan tersebut antara mobil penumpang umum L-300 nomor polisinya saksi tidak tahu menabrak anak kandung saksi.
- Bahwa sebelum terjadinya kecelakaan tersebut saksi tidak tahu dari arah mana datangnya mobil penumpang umum L-300 tersebut sedangkan nak saksi pada saat itu mau pulang sekolah. - Bahwa tindakan saksi setelah mendengar anaknya kecelakaan
pada saat itu saksi terkejut dan tindakan saksi langsung pergi ke Puskesmas Siabu bersama isteri saksi untuk melihat kondisi anak saksi dan sesampainya di Puskesmas Siabu, menurut perawatnya mereka tidak sanggup menanganinya kemudian anak kandung saksi dibawa ke Rumah Sakit Armina Panyabungan.
- Bahwa akibat kecelakaan tersebut anak kandung saksi mengalami luka robek pada bagian kepala samping kiri, gigi depan bagian atas patah 3, luka lecet pada kaki kiri dan kanan, bibir atas dan dagu luka robek dan anak kandung saksi meninggal dunia pada had Minggu tanggal 07 Desember 2008 sekitar pukul 15.30 wib di Rumah Sakit Umum Armina Panyabungan.
- Bahwa nama anak saksi adalah Khoiru Tamimi Dalimunthe anak ke-8 dari 8 bersaudara hasil pernikahan saksi dengan Emiwati Br. Nasution.
- Bahwa anak saksi tersebut dikebumikan pada hari Senin
tanggal 08
Desember 2008 sekitar pukul 10.00 wib di Pemakaman Umum Desa Siabu.
(54)
commit to user 5. Pertimbangan Majelis Hakim
Menimbang bahwa, terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum sebagaimana dalam surat dakwaannya tertanggal 27 Januari 2009 Nomor Regiater Perkara PDM- 04 /N.2.28.3/E.1/01/2009 yang telah dibacakan di persidangan pada hari Kamis tanggal 05 Januari 2009 yang pada pokoknya berisi sebagai berikut :
Bahwa terdakwa Ali Imran Batubara, pada hari Rabu tanggal 03 Desember 2008 sekitar pukul 11.00 wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan Desember 2008 bertempat di Desa Huraba, Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal atau setidak-tidaknya pada tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Mandailing Natal, karena keslahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, yaitu korban Khoirul Tamimi Dalimunthe. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bahwa sebelumnya terdakwa mengemudikan mobil penumpang umum Aek Mais Nomor Polisi BM-1258-DB dari Panyabungan menuju arah Padangsidimpuan dan sewaktu melintas di Jalan Umum Desa Huraba, Kec. Siabu, Kab. Madina, terdakwa telah mengetahui bahwasanya jalan yang akan dilaluinya tersebut merupakan daerah pemukiman penduduk yang dapat sewaktu-waktu dilalui orang maupun akan diseberangi orang. Disamping itu, sekitar waktu tersebut terdakwa telah melihat dari jarak sekitar 15 meter, banyak anak-anak sekolah bare pulang berjatan di pinggir jalan yang akan dilalui terdakwa dan sudah seyogiyanya terdakwa yang telah 8 tahun berpengalaman sebagai supir dengan melihat hal dimaksud mengurangi laju mobil yang dikemudikannya, akan tetapi dengan kecepatan diatas 60 Km/jam dengan persneling 4, terdakwa memaksakan diri memacu mobil yang dikemudikannya itu, sehingga pada scat korban hendak menyeberang dari kiri jalan menuju kanan jalan, terdakwa tidak dapat lagi mengendalikan
(55)
commit to user
kecepatan mobilnya padahal korban telah dilihat terdakwa dari jarak kurang lebih 5 meter yang membuat terdakwa menjadi gugup lalu menabrak korban yang pada scat itu telah berada di tengah badan jalan dan saat itu terdakwa tidak membunyikan klakson maupun berusaha untuk melakukan pengereman, sehingga bagian kiri depan mobil yang dikemudikan terdakwa menabrak korban hingga korban terpental sejauh kurang lebih 2 meter dan setelah korban dirawat beberapa had di Puskesmas Siabu kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Armina Madina, korban meninggal dunia pada tanggal 07 Desember 2008 dan telah dikebumikan tanggal 08 December 2008, sesuai dengan Surat Keterangan Kematian Nomor 474/94/KD/2008 tanggal 13 Desember 2008 yang ditanda tangani oleh Kepala Desa Huraba II (Saukani Pulungan) dan Surat Keterangan Kematian Nomor 08/028/RSAM/XII/2008 tanggal 15 Desember 2008 yang ditanda tangani oleh Dr. H. Safruddin Nst, SpB, M.M clad Rumah Sakit Umum Armina Madina, dengan luka yang dialami korban yaitu, luka robek pada kepala bagian depan kanan, luka lecet di sudut mata kanan, luka robek pada bibir bagian atas, luka robek pada dagu, keluar darah dari hidung, gigi bagian atas lepas dua, luka lecet pada tangan kanan dan luka lecet pada lutut kanan dan kiri, sesuai dengan Visum Et Revertum Nomor : 13/027/XII/RSAM/2008 tanggal 15 Desember 2008 yang ditanda tangani oleh Dr. H. Safruddin Nst, SpB, M.M dari Rumah Sakit Umum Armina Madina.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 359 KUHPidana. ---
(1)
commit to user
dipergunakan ”sebagai tambahan” menyempurnakan kekuatan pembuktian alat bukti yang sah lainnya.
B. Keabsahan Keterangan Saksi Dalam BAP kepolisian yang Dibacakan di
Sidang Pengadilan
Syarat sahnya suatu kesaksian dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1) Syarat materiil
Syarat ini diatur dalam Pasal 1 butir 27 KUHAP yang menyebutkan keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Oleh sebab itu keterangan yang berasal dari orang lain atau testimonium de auditu tidak dapat disebut sebagai kesaksian dan sebagai alat bukti. Menurut M Amin yang dikutip oleh A Karim Nasution.
Kesaksian de auditu adalah keterangan tentang kenyataan mengenai hal yang didengar, dilihat atau diakui bukan oleh saksi sendiri, akan tetapi oleh orang lain kepadanya mengenai kenyataan-kenyataan dan hal yang didengar, dilihat atau dialami sendiri orang tersebut ( A Karim Nasution, 1976 : 55 ).
Selain itu seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP).
Dalam kasus ini saksi Hilman Lubis, saksi Aswir
Nasution memenuhi syarat materiil karena ia melihat,mendengar
dan mengalami sendiri. Pada saat kasus tersebut terjadi kedua saksi diatas berada dalam tempat kejadian perkara, sedangkan saksi
(2)
commit to user
keterangan yang dia berikan hanya merupakan kesaksian de auditu karena keterangan tentang kenyataan mengenai hal yang didengar, dilihat atau diakui bukan oleh saksi sendiri, akan tetapi oleh orang lain kepadanya mengenai kenyataan dalam hal uang didengar, dilihat atau dialami sendiri orang tersebut yang dalam kasus ini adalah saudara daripada saksi Marhibbun Dhalimunthe.
Kesimpulannya kesaksian daripada saksi Marhibbun
Dhalimunthe merupakan testimonium de auditu yang berarti
kesaksiannya tidak sah menjadi sebuah alat bukti. 2) Syarat Formal
(a) Keterangan saksi harus diberikan di bawah sumpah.
Dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP disebutkan : “Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya”.
Dalam kasus ini keterangan Hilman Lubis, saksi Aswir
Nasution, saksi Marhibbun Dhalimunthe tidak hadir
dipersidangan dan keterangannya dalam BAP kepolisian tidak dibawah sumpah. Jadi syarat formil kesaksian dalam kasus ini tidak terpenuhi.
(b) Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan
Pada Pasal 185 ayat (1) KUHP menentukan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Maksudnya adalah keterangan saksi yang diberikan di sidang pengadilan saja yang merupakan alat bukti yang sah.
Syarat formil lain untuk menjadi seorang saksi adalah seorang saksi telah mencapai usia dewasa yang telah mencapai usia 15 tahun atau lebih atau sudah menikah. Sedangkan orang yang belum mencapai usia 15 tahun atau
(3)
commit to user
belum menikah dapat memberikan keterangan tanpa disumpah dan dianggap sebagai keterangan biasa (Pasal 171 butir a KUHAP).
Dalam kasus ini keterangan saksi Hilman Lubis, saksi Aswir Nasution, saksi Marhibbun Dhalimunthe tidak hadir dipersidangan dan keterangannya dalam BAP penyidikan tidak di bawah sumpah, maka keterangan ketiga saksi itu tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah. Selain itu ketiga saksi yang dimaksud tidak memenuhi syarat formil. sebagaimana diatur dalam Pasal 160 ayat 3 dan 4 KUHAP, sehingga keterangan yang demikian hanya berfungsi sebagai keterangan biasa yang tidak memiliki kekuatan pembuktian. Akan tetapi, dapat digunakan sebagai keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim jika ada persesuaian dengan alat bukti sah lainnya. Dengan demikian dalam konteks kasus ini ketiga saksi yang tidak hadir yang keterangannya dibacakan dipersidangan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti karena keterangan sebelumnya tidak di bawah sumpah. Disamping itu juga ketidakhadiran saksi-saksi yang dimaksud tidak didasari dengan alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 162 (1) KUHAP karena alasan-alasan tersebut menjadi syarat untuk dapat dibacakan keterangan saksi yang tidak dapat hadir dipersidangan.
(4)
commit to user 56
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
1. Nilai Pembuktian Keterangan Saksi dalam BAP Kepolisian yang
Dibacakan di Sidang Pengadilan dalam kasus Tindak Pidana Kelalaian Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain Di Pengadilan Negeri Mandailing Natal No. Perkara 16/PID.B/2009/PN.Mdl
Proses pembuktian pada prinsipnya menganut adanya keharusan menghadirkan saksi-saksi di persidangan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, akan tetapi hal tersebut bukanlah hal yang mutlak. Saksi yang tidak dapat hadir dalam proses persidangan, keterangannya boleh atau dapat disampaikan di sidang pengadilan apabila memenuhi salah satu alasan yang disebutkan dalam Pasal 162 (1) KUHAP. Dengan demikian, saksi-saksi yang tidak hadir dalam kasus ini harus dicari terlebih dahulu apakah saksi saksi tersebut tidak hadir dengan alasan yang memenuhi rumusan yang disebutkan dalam Pasal 162 (1) KUHAP atau tidak.
Keterangan saksi-saksi yang dibacakan di persidangan dapat dijadikan alat bukti yang sah apabila keterangan sebelumnya di proses penyidikan diberikan dibawah sumpah. Oleh karena itu keterangan ketiga saksi Hilman Lubis, saksi Aswir Nasution, saksi Marhibbun
Dhalimunthe tidak di bawah sumpah karena dalam putusan tidak
disebutkan, maka keterangan daripada ketiga saksi tersebut hanyalah keterangan biasa atau tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang hanya dijadikan hakim sebagai tambahan alat bukti yang sah.
2. Keabsahan Keterangan Saksi dalam BAP Kepolisian yang Dibacakan di Sidang Pengadilan dalam kasus Tindak Pidana Kelalaian Yang
(5)
commit to user
Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain Di Pengadilan Negeri Mandailing Natal No. Perkara 16/PID.B/2009/PN.Mdl
Keabsahan keterangan saksi harus memenuhi syarat materiil dan formil. Dalam kasus ini saksi Hilman Lubis, saksi Aswir Nasution memenuhi syarat materiil karena ia melihat, mendengar dan mengalami sendiri. Pada saat kasus tersebut terjadi kedua saksi diatas berada dalam tempat kejadian perkara, sedangkan saksi Marhibbun Dhalimunthe tidak memenuhi syarat materiil karena keterangan yang dia berikan hanya
merupakan kesaksian de auditu karena keterangan tentang kenyataan
mengenai hal yang didengar, dilihat atau diakui bukan oleh saksi sendiri, akan tetapi oleh orang lain kepadanya mengenai kenyataan dalam hal yang didengar, dilihat atau dialami sendiri orang tersebut yang dalam kasus ini adalah saudara daripada saksi Marhibbun Dhalimunthe.
Kesimpulannya kesaksian daripada saksi Marhibbun Dhalimunthe merupakan testimonium de auditu yang berarti kesaksiannya tidak sah menjadi sebuah alat bukti.
Dalam kasus ini keterangan saksi Hilman Lubis, saksi Aswir Nasution, saksi Marhibbun Dhalimunthe tidak hadir dipersidangan dan keterangannya dalam BAP penyidikan tidak di bawah sumpah, maka keterangan ketiga saksi itu tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah. Selain itu ketiga saksi yang dimaksud tidak memenuhi syarat formil. sebagaimana diatur dalam Pasal 160 ayat 3 dan 4 KUHAP, sehingga keterangan yang demikian hanya berfungsi sebagai keterangan biasa yang tidak memiliki kekuatan pembuktian. Akan tetapi, dapat digunakan sebagai keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim jika ada persesuaian dengan alat bukti sah lainnya. Dengan demikian dalam konteks kasus ini ketiga saksi yang tidak hadir yang keterangannya dibacakan dipersidangan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti karena keterangan sebelumnya tidak di bawah sumpah. Disamping itu juga ketidakhadiran saksi-saksi yang dimaksud tidak
(6)
commit to user
didasari dengan alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 162 (1) KUHAP karena alasan-alasan tersebut menjadi syarat untuk dapat dibacakan keterangan saksi yang tidak dapat hadir dipersidangan.
B. Saran
Dalam konteks kasus seperti yang telah dibahas dimuka, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Apabila dalam proses persidangan saksi tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas atau tidak sah atau tidak sesuai dengan rumusan Pasal 162 ayat (1), maka hakim melalui penuntut umum melakukan upaya paksa untuk menghadirkan saksi. Dan seharusnya jaksa penuntut umum dalam kasus ini mencari alasan ketidakhadiran saksi dalam kasus ini apakah memenuhi salah satu alasan yang terdapat dalam Pasal 162 ayat (2) atau tidak.
2. Dalam kasus seperti ini seharusnya penyidik menekankan pertanyaan kepada saksi apakah nanti di persidangan akan hadir atau tidak, kalu mereka diduga tidak akan hadir di persidangan maka mereka harus diperiksa dibawah sumpah. Hal ini untuk menghindari lemahnya nilai pembuktian apabila keterangan kesaksiannya dibacakan dalam persidangan.