commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani dan alam
nabati maupun berupa fenomena alam baik secara masing-masing maupun bersama-sama yang mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk
lingkungan hidup yang lingkungannya tidak dapat tergantikan. Ekosistem dapat berjalan dengan baik apabila komponen-komponen biotis dan abiotis
atau lingkungan dapat berjalan seimbang. Tindakan yang tidak bertanggung jawab dapat menyebabkan kerusakan dan kepunahan pada salah satu sumber
daya alam hayati maupun ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian yang besar pada masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi. Sedangkan
upaya pemulihan dari kerusakan tersebut ke keadaan semula tidak memungkinkan lagi. Untuk mencegah terjadinya kerusakan dan kepunahan
pada salah satu atau sebagian dari sumber daya alam hayati maka pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan guna mengusahakan kelestarian sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga terhindar dari kerusakan dan kepunahan.
Indonesia dengan luas daratan sekitar 189 juta hektar memiliki 120,35 juta hektar sumber daya hutan yang kaya akan berbagai spesies dan beragam
tipe ekosistem mega biodiversity. Selama tiga dekade terakhir sumber daya hutan Indonesia telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional
berupa peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah serta pertumbuhan ekonomi. Pentingnya fungsi hutan
telah dikaji secara luas oleh beberapa ilmuwan dan rimbawan di seluruh dunia. Sumarwoto 1992 menyatakan bahwa fungsi hutan sebagai pengatur
tata air mempunyai dampak yang bersifat lokal dan regional, tetapi fungsi hutan sebagai penentu iklim global warming dan sumber biodiversity
commit to user 2
merupakan isu-isu
global [
www.pdfchaser.compdfjurnal-manajemen- hutan
.html ,
diakses pada 31 januari 2011, pukul 16:02 WIB]. Hutan merupakan salah satu bentuk dari sumber daya alam hayati dan
memiliki ekosistem yang beraneka ragam yang terkandung di dalamnya. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 1
angka 3 disebutkan kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang berupa hutan, yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu ditetapkan untuk menjamin kepastian hukum mengenai status kawasan hutan,
letak batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap. Dalam Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 1 angka 2 disebutkan pengertian hutan ialah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Perhitungan luas kawasan hutan berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi 30 provinsi dan Tata Guna Hutan Kesepakatan
3 provinsi, maka luas kawasan hutan daratan ialah 133.694.685,18 ha. atau jika ditambahkan dengan luas kawasan konservasi perairan menjadi seluas
137.090.468,18 ha. Statistik Kehutanan Indonesia 2008, Departemen Kehutanan.
Apabila hutan seluas itu dimanfaatkan dan dikelola dengan sebaik- baiknya, tentunya akan memberikan dampak positif dalam menunjang
pembangunan bangsa dan negara. Hasil hutan, baik untuk dinikmati maupun untuk diusahakan, mengandung banyak manfaat bagi kesinambungan
kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan hutan dibagi ke dalam
kelompok hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi dengan pengertian sebagai berikut:
commit to user 3
1. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya. 2. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah. 3. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan. Hutan produksi terdiri dari Hutan Produksi Tetap HP, Hutan Produksi Terbatas HPT dan Hutan Produksi yang
dapat dikonversi. Hutan lebat dengan berbagai hasil merupakan tumpuan hidup
masyarakat di sekelilingnya. Namun potensi alam ini juga menarik minat pengusaha untuk menggali kekayaan yang ada padanya. Kayu-kayu tropis
yang bagaikan emas hijau kecoklatan itu terus menjadi incaran pengusaha hutan sebagai produk yang sangat menguntungkan di pasaran dunia
Bambang Pamulardi, 1999:1. The impact of logging on biodiversity depends both upon the intensity
of logging- particularly the number of stems extracted per unit area- and the amount of care and planning that goes into the extraction process. the
immediate effects of logging operation in a primary tropical forest consist of significant
alterations to
the physical
structure of
the forest
[
www.forestryguide.decgi-binssgfianzeige.pl?db,
diakses pada 31 januari 2011, pukul 16:04 WIB].
Apabila hutan tidak dijaga kelestariannya dan hanya diambil hasil alamnya saja akan menimbulkan kerusakan dan kepunahan. Karena itu hutan
secara perlahan namun pasti menyusut keberadaannya, apabila pepohonan telah ditebang, kawasannya dirambah dan tidak cepat dilakukan penanaman
kembali. Oleh karena itu diperlukan pengelolan hutan yang baik untuk menjaga hutan yang ada karena hutan tidak lepas dari masyarakat hutan di
sekitarnya.
commit to user 4
Dalam hal pengelolaan hutan, Perum Perhutani sebagai BUMN yang diberi mandat untuk mengelola hutan negara dituntut untuk memberikan
perhatian yang besar kepada masalah sosial ekonomi masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang sebagian besar tinggal di sekitar hutan. Interaksi
antara masyarakat dengan hutan tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan hutan harus
memperhatikan keberlanjutan ekosistem hutan dan peduli dengan masyarakat miskin
di sekitar
hutan [http:www.cifor.cgiar.orglpfdocsjavaLPF_Flyer_PHBM.pdf,
diakses pada 13 Mei 2010, pukul 13:46 WIB].
Sejalan dengan terjadinya reformasi di bidang kehutanan, Perum Perhutani menyempurnakan sistem pengelolaan sumber daya hutan dengan
lahirnya kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM. Kebijakan PHBM ini dilaksanakan dengan jiwa bersama, berdaya, dan
berbagi yang meliputi pemanfaatan lahanruang, waktu, dan hasil dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan prinsip saling menguntungkan,
memperkuat dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial. Sampai dengan tahun ke-6 pelaksanaan Kebijakan PHBM disadari bahwa
masih ditemukan berbagai kendala dan permasalahan, maka pada tahun 2007 disempurnakan kembali dalam Kebijakan PHBM PLUS. Dengan Kebijakan
PHBM PLUS diharapkan pelaksanaan pengelolaan sumber daya hutan di Jawa akan lebih fleksibel, akomodatif, partisipatif dan dengan kesadaran
tanggung jawab sosial yang tinggi, sehingga mampu memberikan kontribusi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia IPM menuju Masyarakat Desa
Hutan Mandiri
dan Hutan
Lestari [http:www.cifor.cgiar.orglpfdocsjavaLPF_Flyer_PHBM.pdf,
diakses pada 13 Mei 2010, pukul 13:46 WIB].
Namun ternyata masih ada pada beberapa tempat terdapat ketidakselarasan antara pengaturan yang terdapat pada kebijakan PHBM
dengan pelaksanaan di lapangan masyarakat yang melaksanakannya bersama Perhutani. Kebijakan PHBM ini seharusnya diterapkan untuk hutan negara
commit to user 5
tanpa merubah status kawasan hutan, fungsi hutan dan status tanah Negara. Akan tetapi pada Hutan lindung di lereng Gunung Sumbing dan Gunung
Sindoro kabupaten Temanggung yang merupakan salah satu kawasan objek pelaksanaan kebijakan PHBM, disana terjadi disfungsi hutan yang seharusnya
dipertahankan. Dan hal itu berlangsung lama tanpa ada penyelesaian yang pasti.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui dan melakukan penelitian mengenai pelaksanaan PHBM dalam rangka
melestarikan hutan lindung dan memberdayakan masyarakat hutan di sekitarnya dalam bentuk sebuah penulisan hukum dengan judul
”IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PENGELOLAAN HUTAN
BERSAMA MASYARAKAT PHBM PERUM PERHUTANI BAGIAN KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN TEMANGGUNG DALAM
RANGKA PELESTARIAN
HUTAN LINDUNG
DI GUNUNG
SUMBING-SINDORO”.
B. Rumusan Masalah