Komparasi Konsep Kosmologi Dalam Perspektif Buddha dengan Kosmologi Sains Modern

(1)

KOMPARASI KONSEP KOSMOLOGI DALAM PERSPEKTIF

BUDDHA DENGAN KOSMOLOGI SAINS MODERN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

JAMILUDIN

NIM : 1112032100023

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Jamiludin

NIM : 1112032100023

Fakultas : Ushuluddin

Jurusan/Prodi : Studi Agama-agama

Alamat Rumah : Kp. Masjid, Rt/Rw 11/04 Ds. Citumenggung, Pandeglang

Telp/HP : 085288683853

Judul Skripsi : Komparasi Konsep Kosmologi dalam Perspektif Buddha dengan Kosmologi Sains Modern

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Univeritas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Univeristas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 07 Nopember 2016


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

KOMPARASI KONSEP KOSMOLOGI DALAM PERSPEKTIF

BUDDHA DENGAN KOSMOLOGI SAINS MODERN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

JAMILUDIN

NIM. 1112032100023

Di bawah bimbingan

Dra. Siti Nadroh, M.A

NIP. 197207141 99070 3 2006

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul KOMPARASI KONSEP KOSMOLOGI DALAM

PERSPEKTIF BUDDHA DENGAN KOSMOLOGI SAINS MODERN telah

diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 7 Nopember 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Jurusan Studi Agama-agama.

Jakarta, 7 Nopember 2016 Sidang Munaqosah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Media Zainul Bahri, MA. Dra. Halimah Mahmudy, M.Ag. NIP: 19751019 200321 1 003 NIP: 19590413 199603 2 001

Anggota

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer Drs. Dadi Darmadi, MA. NIP: 19510304 198203 1 003 NIP: 19690707 199503 1 001

Pembimbing

Siti Nadroh, M.Ag NIP: 197207141 99070 3 2006


(5)

ABSTRAK JAMILUDIN

Komparasi Konsep Kosmologi Dalam Perspektif Buddha dengan Kosmologi Sains Modern

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian tentang komparasi konsep kosmologi Buddha dengan kosmologi sains modern. Dalam hal ini penulis berusaha mencoba mengkomparasikan antara dua pandangan baik menurut Agama Buddha maupun sains modern dalam melihat proses penciptaan alam semesta. Secara umum berbicara tentang alam semesta merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk terus dilakukan pengkajian, karena mulai dari manusia itu lahir sudah memasuki jagad raya sebagai bagian dari penciptaan alam semesta. Tentu dalam hal agama-agama di sepanjang sejarahnya baik agama samawi maupun ardhi juga di mulai dari penghayatan kepada alam semesta. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena berisi fakta-fakta yang belum banyak diketahui terlebih dalam hal persamaan dan perbedaan tentang konsep kosmologi Buddha dengan kosmologi sains modern dewasa ini.

Penelitian ini bercorak penelitian kepustakaan (liblary research), dengan menggunakan metode deskriptif analisis, pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber referensi yang sesuai dengan tema dan permasalahan yang di angkat. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penulis mengambil buku karangan Krhisnanda Wijaya Mukti Wacana Buddha Dharma sebagai sumber utama (primer). Untuk kesempurnaan informasi, penulis juga mengumpulkan buku-buku yang lainnya yang masih ada kaitannya dengan buku utama.

Dalam metode analisis dan mengolah data yang ada, penulis berusaha seimbang dalam memberikan argumen filosofi dan ilmiah tanpa berpihak kepada salah satu pola pemikiran, baik itu paham yang mengatakan alam ini diciptakan atau paham alam ini ada dengan sendirinya. Dengan adanya bukti-bukti yang telah teruji dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka dengan sendirinya kebenaran akan diketahui.

Konsep kosmologi Buddha dengan sains modern bahwasannya Para pakar ilmu pengetahuan sekarang meyakini, bahwa alam semesta adalah suatu sistim yang berdenyut , yang setelah mengembang secara maksimal, lalu menciut dengan segala energi yang ditekan pada suatu bentukan masa; sedemikian besar sehingga menyebabkan ledakan, yang disebut sebagai "Big bang", yang berakibat pelepasan energi. Pengembangan dan penciutan alam semesta berlangsung dalam kurun waktu milyaran tahun. Sekali lagi, Sang Buddha telah memaklumi pengembangan dan penciutan alam semesta. Beliau bersabda:“ Lebih awal atau lebih lambat, ada suatu waktu, sesudah masa waktu yang sangat panjang sekali alam semesta menciut,Tetapi lebih awal atau lebih lambat, sesudah masa yang lama sekali,


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan kenikmatan baik jasmani maupun rohani yang tak terhingga kepada kita. Terima kasih kepada Allah SWT atas ridho-Nya serta kasih sayang-Nya selalu tercurah hingga penulis dapat menyelesikan skripsi yang berjudul “KOMPARASI KONSEP

KOSMOLOGI DALAM PERSPEKTIF BUDDHA DENGAN KOSMOLOGI SAINS MODERN” ini dengan baik. Shalawat serta salam, selalu tercurahkan kepada junjungan Baginda Kanjeng Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, serta pengikutnya yang tercerahkan di jalan Allah.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berabagai pihak. Penulis mengakui bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka sebagai tanda syukur dan pengharagaan yang tulus, penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dan ibu kedua orang tua tercinta, yang telah mendidik,

memeberikan dukungan baik secara moril maupun materil serta do’a

demia lancarnya studi dan penulisan skripsi ini. Semoga Allah selalu merahmati kedua orang tuaku yang senatiasa memberi motivasi penulis. 2. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada,

MA. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., Ketua Jurusan Studi Agama-Agama Dr. Media Zainul Bahri, MA. Sekretaris Jurusan, Ibu Dra. Halimah SM, M.Ag.


(7)

3. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas wawasan serta pengetahuan dan pencerahan yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu Siti Nadroh, MA, selaku “Ibu” Penulis selama menjadi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak meluangkan waktunya dan tenaga berbesar hati dan sabar memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis, untuk menghasilkan karya yang terbaik.

5. Ibu Zuwesty Eka Putri, SE, M.Ak yang selalu setia membantu penulis baik dalam suka maupun duka, atas jasa beliaulah penulis bisa menyelesaikan karya skripsi ini.

6. Segenap guru-guru sekaligus “Orang tua” penulis, Bapak Dr. KH. Thobib Al Asyhar, M.Si, Bapak Dr. Malki Ahmad Nasir, MA, Bapak Dr. Faris Pari, M.Fil, Bapak Mohammad Anwar Syarifuddin, S.Ag.,MA, Bapak Arovach Bachtiar, Bpk. Dwi Songgo, ST, MM adalah orang-orang yang senatiasa memberikan motivasi, ilmu, masukan, kritik sarannya yang tak

kenal waktu penulis sering “ganggu”, terima kasih atas semuanya yang

telah bapak-bapak berikan.

7. Para staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, terima kasih atas pinjaman buku-bukunya.

8. Keluarga besar penulis kakak, adik, paman, bibi, nenek dan semuanya, terima kasih atas doa, motivasi dan segalanya yang telah di berikan buat Aa.


(8)

9. Keluarga besar Jurusan Perbandingan Agama angkatan 2012, serta teman-teman dari berbagai jurusan lain. Khususnya Jurusan Akidah Filsafat dan Jurusan Tafsir Hadis, penulis tidak bisa sebutkan satu persatu namanya. Namun, tidak mengurangi rasa kebersamaan serta canda tawa, dan pengalaman bersama kalian.

10.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, kepada kanda dan yunda, terima kasih atas pengalaman serta sarannya. Dan tidak lupa kepada keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ushuluddin (KOMFUF). Terima kasih atas pencerahannya.

11.Keluarga besar Kuliah Kerja Nyata (KKN) Satria Janari 2015 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaky, Zae, Reza, Wendy, Rizal, Jazi, Imas, Rika, Dini, Devi, Alice, Dianty, Rara, Jauza, dan Kiki yang sempat sama-sama mengukir abdi karya nan nyata.

12.Keluarga besar Praja Muda Karana (PRAMUKA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman yang luar biasa, penulis ucapkan terima kasih banyak.

13.Keluarga besar Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Ciputat yang terus mengajariku untuk terus mengabadikan diri lewat tulisan-tulisan hingga berbuah karya.

14.Keluargaku di Lentera Sastra (LENSA) Bang Oliq, Eza, dan Nila yang

terus s’lalu menyemangatiku bukan sekedar di dunia sastra namun pada


(9)

15.Keluarga besar Remaja Islam Masjid (RISMA) Al Hidayah, yang telah banyak memberikan doa, suportnya agar terus semangat pantang menyerah.


(10)

MOTO HIDUP


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

MOTO HIDUP ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 16

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 16

D. Tinjauan Pustaka ... 17

E. Konsep Teoritis ... 22

F. Metodologi Penelitian ... 25

G. Sistematika Penulisan... 29

BAB II KOSMOLOGI DALAM BUDDHA ... 31

A. Asal Mula Alam Semesta ... 31

B. Proses Penciptaan Alam Semesta... 36

C. Siklus dan Luas Alam Semesta ... 38

D. Hukum Paticca Samupada... 46

BAB III KOSMOLOGI DALAM SAINS MODERN ... 53

A. Asal Mula Alam Semesta ... 53

B. Proses Penciptaan Alam Semesta... 63


(12)

BAB IV KOMPARASI KONSEP KOSMOLOGI BUDDHA DENGAN

KOSMOLOGI SAINS MODERN ... 68

A. Asal Mula Alam Semesta ... 68

B. Proses Penciptaan Alam ... 74

C. Siklus dan Luas Alam Semesta ... 78

D. Pandangan Islam Tentang Kosmologi ... 82

BAB V PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 89


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia memang selalu memiliki rasa ingin tahu dengan keadaan lingkungan alam sekitarnya. Sejak masa yang tak terhitung manusia berusaha mencari-cari jawaban atas pertanyaan mendasar: darimana asal tempat kita berada? Darimanakah asal bumi? Setelah mengetahui bumi mengelilingi matahari, mereka bertanya darimanakah asal tata surya? Setelah tahu bahwa tata surya adalah bagian dari galaksi, mereka bertanya darimanakah asal alam semesta? Rasa penasaran manusia diungkapkan dengan berusaha membuat model awal dari alam semesta, nampaknya sulit untuk menerima alam semesta yang kita amati apa adanya. Umumnya pengamatan manusia didahului konsep bahwa segala sesuatu harus memiliki awal, sehingga pengamatan terhadap alam semesta selalu dihubungkan dengan awal untuk memuaskan rasa penasaran. Hal inilah yang terjadi bagi mereka yang baru mengenal kosmologi, selalu pertanyaan klasiknya adalah: darimanakah alam semesta berawal? Manusia akan cenderung tidak puas bila dikatakan bahwa alam tak diketahui awalnya. Padahal jika kita berusaha menerima sesuatu hal yang tidak diketahui, tentu kita dapat menilai lebih jernih.1

Bahwasannya bidang ilmu kosmologi ini pada awalnya merupakan kajian agama yang berupaya mencari jawaban atas asal-usul alam semesta, manusia dan tuhan, yang melahirkan apa yang disebut dengan filsafat alam semesta yang lebih bersifat metafisika2 sebelum akhirnya berkembang menjadi kosmologi modern

1

Fabian H. Chandra, Kosmologi Studi Struktur Dan Asal Mula Alam Semesta, (tp, tt), h. 123-124.

2

Metafisika adalah salah satu cabang Filsafat yang mempelajari dan memahami penyebab segala sesuatu sehingga hal tertentu menjadi ada. Sebenarnya disiplin filsafat metafisika telah di


(14)

yang menggabungkan observasi dan pendekatan matematis untuk menjelaskan alam semesta secara menyeluruh.3

Filsafat alam dalam banyak manifestasinya dilaksanakan, sebagaimana telah kita lihat jauh-jauh hari sebelum Aristoteles memberikan kontribusinya yang penting. Kita melihatnya dalam peradaban Mesir dan di kalangan filsuf Pra Sokrates. Tetapi, sejauh yang diketahui, tidak ada seorang pun di tempat dan waktu itu berusaha mendefinisikan segala sesuatu yang mencerminkan apa yang kita anggap sebagai filsafat alam. Mereka hanya sekedar menulis tentang berbagai macam topik dan topik ini jatuh ke tangan para sejarawan modern yang memutuskan apakah yang mereka tulis dikategorikan sebagai filsafat alam. Karena ilmu pengobatan tidak dikeluarkan dalam Mesir kuno atau di Yunani pada abad keenam dan kelima Sebelum Masehi, tampaknya tepat memasukannya ke dalam domain filsafat alam, dan barangkali bahkan ilmu magic juga, meskipun ilmu magic lebih menjadi bagian dari filsafat alam di Mesir kuno ketimbang di Yunani pada zamannya Pra Sokrates.4

Bagaimana Aritoteles mendefinisikan dan memahami filsafat alam? Kita telah melihat bahwa dengan mendefinisikannya dan menyebut satu persatu

mulai semenjak jaman Yunani Kuno. Mulai dari filosof-filosof alam sampai Aristoteles (284-322 SM). Aaristoteles sendiri tidak pernah memakai istilah metafisika. Aristoteles menyebut sesuatu yang mengkaji hal-hal yang sifatnya diluar fisika sebagai filsafat pertama (prote philosophia) untuk membedakannya dengan filsafat kedua yaitu disiplin yang mengkaji hal-hal yang bersifat fisika. Metafisika berasal dari bahasa Yunani ta meta ta physica yang artinya “yang datang setelah fisika” metafisika sering disebut sebagai disiplin filsafat yang terumit dan memerlukan daya abstraksi sangat tinggi, ber-metafisika membutuhkan energy intelektual yang sangat besar sehingga membuat tidak semua orang berminat menekuninya. Artikel diakses pada tanggal 14 Juni 2016 dari https://parapsikolog.wordpress.com/arti-metafisika/

3

Berbicara problematika kosmologi sesungguhnya telah di bahas sejak jaman Yunani kuno yang di pelopori oleh Thales. Thales merupakan filsuf alam pertama yang membicarakan asal mula (arche, inti sari) alam. Thales beranggapan bahwa asal mula alam adalah air yang diikuti oleh Anaximander dan Anaximenes. Semua semua filsuf itu merupakan filsuf yang berasal dari mazhab filsuf alam Ionia. Lihat Lois Kattsoff, Pengantar Filsafat, ter. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995), h. 263

4

Edward Grant, A History of Natural Philosopy (Yogyakarta: Penerbit Mitra Sejati , 2011), h. 52.


(15)

cakupan subjek di mana diterapkan (dalam Meteorology), ia membatasi skupnya. Ini terlihat nyata dari pembagiannya terhadap ilmu pengetahuan teoritis ke dalam metafisika, matematika dan filsafat alam, atau fisika. Jelas, ia memikirkan metafisika dan matematika sebagai hal yang nyata dari filsafat alam. Materi subjeknya adalah dengan entitas yang tidak mengalami perubahan, sementara esensi filsafat alam adalah memperlakukan secara menyeluruh benda-benda yang mengalami perubahan dan pergerakan. Tetapi, apakah Aristoteles benar-benar memaksudkan semua benda pada perubahan dan pergearakan? Jika demikian, filsafat alam secara virtual akan mencakup setiap disiplin yang memperlakukan beberapa aspek dunia fisik, setiap bagian dari sub-divisi darinya berlangsung perubahan dan pergerakan.5

Oleh karena itu, ilmu pengobatan berkaitan dengan perubahan dalam tubuh manusia, sepertinya tepat untuk berkesimpulan bahwa Aristoteles memasukan ilmu pengobatan sebagai bagian dari filsafat alam. Tetapi ini tampaknya tidak mungkin. Di bagian pembukaan Meteorologi-nya (dikutip beberapa paragraf sebelumnya), Aristoteles bermaksud menyebutkan atau menyinggung semua subjek yang membentuk bagian dari program risetnya. Kita bisa menduga hal ini dari perkataanya bahwa saat studi tentang binatang dan

planet diselesikan, “kita mungkin mengatakan keseluruhan dari pemahaman orisinil kita akan dilaksanakan.” Tak ada sebutan ilmu pengobatan dalam “pemahaman original” yang disebutkan, meski ia sering kali mempergunakan

contoh-contoh ilmu pengobatan dan merupakan anak dari seorang dokter.6

5

Edward Grant, A History of Natural Philosopy, h. 52.

6


(16)

Sebagai tambahan bagi pengecualian ilmu pengobatan dari filsafat Alam, Aristoteles juga mengecualikan ilmu pengetahuan yang bersifat matematis atau eksak, seperti optic, harmoni dan astronomi. Beberapa baris sebelumnya Aristoteles menjelaskan bahwa saat seorang ahli matematika memperlakukan benda-benda celestial, ia tidak “memperlakukannya sebagai batas dari sebuah alami; ia juga tidak mempertimbangkan atribut yang ada [yaitu, bentuk benda celestial] sebagaimana atribut benda-benda tersebut. Itulah sebabnya ia memisahkan mereka; karena dalam pemikiran mereka terpisah dari pergerakan, dan ini tidak ada pengaruhnya, pun juga setiap hasil kelirunya jika mereka

terpisah.” Sebagaimana yang telah terlihat, Aristoteles menganggap optik, astronomi dan harmoni sebagai “cabang yang lebih alam dari matematika,” dan

oleh karenanya tampak lebih matematis ketimbang filsafat alam. Ilmu

pengetahuan ini merupakan “konversi dari geometri. Jika Geometri mempelajari

garis-garis alam, tetapi bukan qua natural, bukannya qua matematis.” Bagi Aristoteles, ilmu pengetahuan matematis yang bersifat eksak berada diantara filsafat alam dan matematika murni, barangkali lebih dekat pada matematika murni ketimbang pada filsafat alam. Tetapi, ilmu pengetahuan eksak secara keseluruhan tidak masuk baik dalam filsafat alam maupun matematika meski relevan terhadap keduanya. Karena keduanya dipandang berada di antara dua disiplin ilmu, ilmu pengetahuan eksak muncul untuk dikenal sebagai ilmu pengetahuan tengah (scientae mediae) selama Abad Pertengahan.7

Dalam sejarah perjalanan umat manusia, telah muncul berbagai pandangan mengenai dunia ini, ada yang melihatnya secara positif, ada pula yang negatif, ada

7


(17)

yang mengakui keberadaannya, ada pula yang menolaknya. Buddhisme misalnya, memandang dunia dan pengalaman manusia di dalamnya sebagai ilusi atau khayalan saja, satu-satunya yang nyata adalah realitas ilahi.8 Kehidupan manusia berlangsung dalam suatu ruang yang sering di sebut dengan dunia atau alam semesta. Dalam dunia inilah manusia menjalani eksistensinya dengan segala pengalaman yang diperolehnya. Akan tetapi, manusia tidak hanya sekedar hidup seperti makhluk hidup lainya. Ia memiliki inteligensi yang cukup untuk mengenali dirinya sebagai manusia serta lingkungan di sekitarnya. Intelegensi ini memungkinkan manusia merealisasikan keinginanya untuk mengetahui segala sesuatu (drive to understand). Dalam perkembangan selanjutnya, manusia juga ingin mengetahui makna keberadaanya di dunia. Keingintahuan ini pada akhirnya menghasilkan pengetahuan, baik mengenai dirinya sendiri maupun mengenai dunia yang dia hidup di dalamnya.9

Pandangan kosmologis manusia-manusia religius tidaklah sembarangan atau dangkal. Mereka memperlihatkan orientasi kehidupan, pengandaian-pengandaian dan cara-cara untuk menafsirkan eksistensi suatu pandangan dunia yang membentuk pengertian manusia tentang dirinya dan tempatnya dalam kosmos. Ada banyak pandangan religius terhadap dunia dalam tradisi-tradisi keagamaan umat manusia.10

8

Siti Anisah, Konsep Kosmologi Dalam Agama Islam dan Buddha Serta Implikasinya Dalam Kehidupan Pemeluknya (Skripsi S1 Ilmu Ushuluddin, Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo Semarang , 2008), h. 1.

9

Siti Anisah, Konsep Kosmologi Dalam Agama Islam dan Buddha, h. 1.

10


(18)

Dalam konsepsinya tentang penciptaan alam semesta11 ini faham Buddhisme mengenal konsep Paticca Samupadda, yang menjadi pijakan dalam memandang hukum alam semesta ini. Perkataan Paticca Samupadda artinya muncul bersamaan. Jadi, perkataan Paticca Samupadda artinya kurang lebih yaitu muncul bersamaan karena syarat berantai, atau terjemahan yang sering terlihat dalam buku-buku, yaitu pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan.12

Prinsip dari ajaran hukum Paticca Samupadda diberikan dalam empat rumus atau formula pendek yang berbunyi sebagi berikut; pertama, imasming sati idang hoti (dengan adanya ini maka terjadilah itu), kedua, imassuppada idang uppajjati (dengan timbulnya ini, maka timbullah itu), ketiga,imasming asati idang na hoti (dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu) dan keempat,imassa nirodha idang nirujjati (dengan terhentinya ini, maka terhentilah juga itu).13

Arus sebab akibat. Dengan cara ini kita dapat menyelidiki segala sesuatunya di dunia ini hingga yang terkecil sekalipun ke atas dan ke bawah oleh karena alam semesta ini dikuasai oleh hukum Paticca Samupadda atau hukum

11

Dr. K.N. Jayatilleke dari Universitas Ceylon mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : "Konsepsi tentang Kosmos (= Alam Semesta) menurut Buddhisme, pada masa-masa awal dari perkembangannya, itu secara essensial, sama dengan konsepsi modern tentang alam semesta. Didalam teks berbahasa Pali, yang sampai di tangan kita, secara aksaranya diceriterakan, terdapat ratusan ribu matahari-matahari, bulan-bulan, bumi-bumi, dan dunia-dunia yang lebih tinggi, yang membentuk sistem dunia tingkatan minor (= kecil); terdapat seratus ribu kali jumlah sistem dunia tingkatan minor, yang membentuk sistem dunia tingkatan medium (= tengah-tengah); dan terdapat seratus ribu kali sistem dunia tingkatan medium yang membentuk sistem dunia tingkatan mayor (= besar). Didalam terminologi modern, itu tampaknya, apabila satu sistem dunia minor (= culanika loke dhatu), adalah sama dengan sebuah galaxy, yang melalui telescope yang paling baik, dapat kita lihat terdapat kira-kira ratusan juta dunia (matahari, bulan-bulan, dan sebagainya) didalamnya, maka dapat kita renungkan bahwa konsepsi Buddhis tentang sistem dunia-dunia, itu mempunyai kesamaan yang besar dengan keterangan dari ilmu pengetahuan modern. Lihat Buddhadasa P. Kirthisinghe, Alam Semesta dan Kosmologi, (tp, tt), h. 1

12

Hamdan Taufiqurrohman, Respon Agama Buddha Terhadap Krisis Lingkungan: Studi atas Pemikiran Sri Dhammananda, h. 19.

13

Hamdan Taufiqurrohman, Respon Agama Buddha Terhadap Krisis Lingkungan: Studi atas Pemikiran Sri Dhammananda, h. 19.


(19)

“bergantungan pada ini, dan timbullah itu”. Tidak ada perhentian atau sela-sela sedikitpun dalam proses ini. Rangkaian kejadian itu berlangsung terus menerus, yang satu menimbulkan yang lain. Bagaikan sebuah gelombang menyebabkan timbulnya gelombang berikutnya, demikian pula arus sebab-akibat ini mengalir terus yang tiada henti-hentinya. Inti dari hukum Paticca Samupadda ini bahwa tidak ada sesuatu yang timbul tanpa menimbulkan akibat selanjutnya.14

Kosmologi, ilmu tentang sejarah, struktur, dan cara kerja alam semesta secara keseluruhan, telah berkembang selama ribuan tahun dalam beberapa bentuk: bersifat mitologi dan religius, mistis dan filosofis, bersifat astronomis. Orang-orang Babilon dan Mesir kuno yang membangun sistem mereka dari campuran mitos kuno, percaya bahwa kosmos merupakan sebuah kotak, dengan bumi terletak di dasarnya. Gunung-gunung di penjuru bumi menopang langit yang ada di atasnya. Sungai Nil, yang mengalir di tengah-tengah bumi, merupakan cabang dari sungai yang lebih besar yang mengalir di sekitar bumi. Di sungai ini berlayarlah perahu dewa matahari, yang melakukan perjalanan hariannya. Konsep Mesopotamia menganggap alam semesta berbentuk kubah yang berisi cakram datar bumi yang dikelilingi oleh air. Air juga membentuk langit di atas kubah; di situlah tinggal para dewa, matahari dan benda-benda angkasa lainnya. Mereka muncul setiap hari dan mengatur semua yang terjadi di atas bumi. Lintasan mereka yang tertaur di langit dipercaya dalam menentukan nasib manusia.15

Selama masa keemasan Yunani konsep kosmis menjadi bersifat matematis, dengan menggunakan bentuk-bentuk geomatris untuk menujukan

14

Hamdan Taufiqurrohman, Respon Agama Buddha Terhadap Krisis Lingkungan: Studiatas Pemikiran Sri Dhammananda, h. 20

15

Howard R. Turner, Science in Medieval Islam, An Illustrated Introduction, terj., Zulfahmi Andri, Sains Islam Yang Mengagumkan: Sebuah Catatan abad Pertengahan (Bandung: Nuansa, 2004), cet. I, h. 47


(20)

empat unsur; api, air, udara, tanah, serta saripati benda-benda langit, dengan suatu sfera yang melingkupi seluruh alam semesta. Dengan mempertimbangkan berbagai fenomena mitos dan fisikal yang disebutkan oleh pendahulunya sebagai kelahiran perkembangan, dan pengaturan kosmos. Aritoteles menggolongkan segala yang dapat ia terima ke dalam sistem masuk akal namun kaku tentang mekanika kosmis. Ia menganggap kosmos sebagai suatu sistem cangkang konsentris yang bersisi benda langit, sfera-sfera ini merupakan benda-benda fisik nyata, yang terusun secara konsentris dan berotasi, satu di dalam yang lainya, maisng-masing sfera meneruskan gerakannya ke sfera berkitunya di bawahnya. Gerakan ketujuh planet diteruskan melalui sfera paling atas oleh penggerak yang tak bergerak, yang berakitan dengan sfera seperti layaknya jiwa bagi tubuh. Secara kesleuruhan, kosmologi Yunani klasik diilhami dengan keyakinan pada hukum-hukum dasar tentang keteraturan dan harmoni.16

Sementara itu orang-orang Cina telah berhasil mengembangkan versi sendiri tentang kosmos. Pengikut Tao pada tahun keenam hingga keempat sebelum masehi mendefinisikan dan menggambarkan dua prinsip, yin dan yang, kekuatan wanita dan pria aktif dan pasif, yang dihasilkan oleh materi dan energi dan bertanggung jawab dalam menjaga alam semesta melalui interaksi. Salah satu konsep Cina tentang struktur kosmis menyertakan kubah hemisfera (langit) yang di bawahnya terdapat bidang yang cembung (bumi). Belakangan muncul teori tentang sfera langit, alam semesta sferoid; kemudian masih disusul oleh teori ruang kosong dan teori ruang tak terbatas, tanpa bentuk atau materi, yang di dalamnya angin menggerakan benda-benda langit. Kosmologi Cina yang awal

16


(21)

seperti kosmologi kuni di Barat, menguraikan fenomena yang terlihat menyerupai ide astrofisika yang ada di masa kita, misalnya benda primordial yang bergerak

membentuk spiral di angkasa dan angin kosmis yang „bertiup’ menggelombang

dari matahari.17

Kristen awal, yang menyerupai nenek moyang Timur Dekat sebelum mereka, menggambarkan bumi yang datar yang berbeda di antara bawah tanah dan benda-benda angkasa. Sementara itu, ide tentang cangkang sferis konsentris yang berisi tujuh planet yang bergerak mendapatkan popolaritasnya; ciri Platonis dan Aristoteliannya dijernihkan oleh astronom Helensitik Ptolemeus. Kebanyakan dari konsep kosmologi Kristen dan Nepolatonik yang awal menambahkan makhluk malaikat yang bertanggung jawab terhadap pergerakan planet-planet dalam cangkang ini. Dinamo ilahi tersebut tetap menjadi ikon kosmik selama berabad-abad. Namun demikian, pada saat peradaban Islam mulai mapan, kaum muslimin mulai mengembangkan skema kosmologi yang cukup kompleks dan canggih untuk masuk sebagai fakta empiris kejadian-kejadian angkasa yang sesungguhnya dapat diamati, seperti detail variasi dalam jalur planet-planet.18

Di masa Kristen Abad Pertengahan, hampir seluruh aktivitas intelektual diarahkan untuk memahami ciptaan, bentuk, dan pengaturan kosmos yang ditarik terutama dari keyakinan religius atau tahayul. Konsep-konsep yang didasarkan

pada penalaran semata mempunyai risiko di tuding sebagai bid’ah oleh gereja.

Namun demikian, dalam mengamati alam kosmos, filosof ilmuan Muslim awal mengambil sebagian besar dari tubuh pengetahuan yang mereka peroleh dari

17

Siti Nurjanah, Kosmologi dan Sains dalam Islam, 8-9.

18


(22)

Yunani Klasik, warisan intelektual yang sedikit diketahui oleh Eropa Barat kala itu.19

Begitupula dalam melihat konsep kosmologi yang mana setiap pemahaman atau ajaran dalam suatu agama yang ada di dunia, memiliki perbedaan dalam hal cara atau proses penafsiran terlebih dalam hal proses terjadinya penciptaan alam semesta. Berbicara keselarasan antara konsep kosmologi dengan sains modern bahwasanya para ahli kosmologi menganut suatu teori yang menyatakan bahwa pembentukan alam semesta diawali oleh suatu peritstiwa ledakan dahsyat yang lebih dikenal dengan sebutan teori Big Bang. Dalam teori Big Bang dinyatakan bahwa pada awalnya alam semesta berada dalam kondisi yang sangat panas dan padat. Kemudian, selama kurang lebih miliaran tahun yang lalu terjadilah proses pengembangan dan penyusutan alam semesta secara terus menerus sampai saat ini. Teori Big Bang ini pada awalnya hanya diyakini oleh beberapa ahli kosmologi saja karena belum memiliki suatu evidensi yang jelas.20

Namun seiring berjalannya waktu, Teori Big Bang ini makin diyakini oleh para ilmuan sebagai suatu teori yang paling merepresentasikan proses awal terbentuknya alam semesta karena adanya suatu penemuan yang dapat memperkuat teori ini, yaitu mengenai penemuan radiasi latar gelombang

mikro-kosmis pada tahun 1964, yang dianggap oleh ahli kosmologi sebagai “produk dari fenomena ledakan dahsyat”. Selain itu, ada pula hasil pengamatan Edwin Hubble (Astronom AS) pada tahun 1929 yang menyatakan bahwa galaksi-galaksi bergerak saling menjauh dengan kecepatan yang tinggi sehingga jarak antar

19

Siti Nurjanah, Kosmologi dan Sains dalam Islam, 9.

20


(23)

galaksi-galaksi bertambah setiap saat. Penemuan ini menujukan alam semesta tidaklah statis, melainkan mengembang.21 ini menyatakan bahwa alam semesta merupakan serangkaian pengembangan, penciutan, pengaturan, dan penghancuran berupa ledakan besar (Big Bang) yang berlangsung secara terus menerus tanpa akhir. Dengan kata lain, ini adalah suatu rangkaian fenomena yang

tidak berujung pangkal yang kemudian di sebut teori “pulsating” dari alam

semesta. Sang Buddha telah mengajarkan hal yang sama 2500 tahun yang lalu. Beliau ungkapkan dalam Bhayaberava Sutta (Sutta ke 4 dari Majjhima Nikaya):

“Ketika pikiranku yang terkonsentrasi dengan demikian termurnikan,

tidak tercela, mengatasi semua kekotoran, dapat diarahkan, mudah diarahkan, serta tenang, Aku memusatkanya pada kelahiran-kelahiran yang lampau, satu,

dua, ….. ratusan, ribuan, banyak kalpa dari penyusutan dunia, banyak kalpa pengembangan dan penyusutan dunia.”22

Dari sini bisa dilihat bahwa proses penyusutan dan pengerutan tersebut

berlangsung sangat lama. Yang di maksud dengan “kalpa” adalah satuan waktu

India kuno yang berlangsung selama miliaran tahun. Ada beberapa versi perhitungan kalpa, tetapi yang lazim dipakai adalah bahwa satu kalpa memakan waktu sekitar 139.600.000 ( seratus tiga puluh sembilan juta enam ratus ribu) tahun. Sains juga telah mengungkapkan akan banyaknya galaksi dan dunia lain. Secara mengaggumkan, Buddha juga telah mengajarkan hal yang sama seperti tertuang dalam Anada Sutta (Angutara Nikaya III, 8, 80):

“Ananda apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanika

-loka-dharu (tata surya kecil) ? … Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada

garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu Sumeru, seribu Jambudvipa, seribu Aparayojana,

seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana … Inilah, Ananda, yang dinamakan

seribu tata surya kecil (sahassi-culanika-lokadhatu).”

21

Frenandy, Buddhisme dan Sains, h. 96

22


(24)

Lebih lanjut, Buddha mengatakan dalam sutta yang sama:

“Ananda, seribu kali sahassi-culanika-lokadhatu dinamakan Dvisahassi-majjhimanika-lokadhatu. Ananda, seribu kali Dvisahassi-majjhimanika-lokadhatu dinamakan Tisahassi-Mahasashassi-Lokadhatu. Ananda, bilamana Sang Tathagatamau, maka Ia dapat memperdengarkan suara-Nya sampai terdengar di Tisahassi-mahasahassi-lokadhtu, ataupun melebihi itu lagi.”23

Sesuai dengan kutipan di atas, maka di dalam sebuah Dvisahassi-Majjhimanika-lokadhatu terdapat 1.000 x 1.000 = 1.000.000 tata surya. Sedangkan dalam Tisahassi-Mahasahassi-lokadhatu terdapat 1.000.000 x 1.000 = 1.000.000.000 tata surya. Alam semsesta bukan hanya terbatas pada satu miliard tata surya saja, melainkan lebih dari itu. Ajaran ini benar-benar sesuai dengan kosmologi modern begitupun dengan sains modern.24

Pada masa abad ke-17, ahli matematika Perancis bernama Rene Des Cartes25 membatasi lingkup penelitian sains pada hal-hal yang bersifat materi (res

23

Ivan Tanuputera, Sains Modern dan Buddhisme, h. 11

24

Ivan Tanuputera, Sains Modern dan Buddhisme, h. 11

25

Lahir di La Haye, Perancis, 31 Maret 1596, meninggal di Stockhol, Swedia, 11 Februari 1650 pada umur 53 tahun, juga dikenal sebagai Renatus Cartesius dalam literature berbahasa Latin, merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours de la methode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia (1641). Rene Descartes sering disebut sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes lahir di La Haye Touraine-Perancis dari sebuah keluarga borjuis. Ayah Descartes adalah ketua Parlemen Inggris dan memiliki tanah yang cukup luas (borjuis). Ketika ayah Descartes meninggal dan menerima warisan ayahnya, ia menjual tanah warisan itu, dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun. Dia bersekolah di Universitas Jesuit di La Fleche dari tahun 1604-1612, yang tampaknya telah memberikan dasar-dasar matematika modern walapun sebenarnya pendidikan di bidang hukum. Pada tahun 1612, dia pergi ke Paris, namun kehidupan sosial di sana dia anggap membosankan, dan kemudian dia mengasingkan diri ke daerah terpencil di Perancis untuk menekuni Geometri, nama daerah terpencil itu Faubourg. Teman-temannya menemukan dia di tempat perasingan yang ia tinggali, maka untuk lebih menyembunyikan diri, ia memutuskan untuk mendaftarkan diri menjadi tentara Belanda (1617). Ketika Belanda dalam keadaan damai, dia tampak menikmati meditasinya tanpa gangguan selama dua tahun. Tetapi, meletusnya Perang Tiga Puluh Tahun mendorongnya untuk mendaftarkan diri sebagai tentara Bavaria (1619). Di Bavaria inilah selama musim dingin 1619-1620, dia mendapatkan pengalaman yang dituangkannya ke dalam buku Discours de la Methode (Russel, 2007:733). Descartes, kadang di panggil “Penemu Filsafat Modern”, adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah filsafat barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang di kenal sebagai rasinalisme continental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad ke-17 dan 18. Pemikirannya membuat revolusi falsafi di Eropa karena pendekatan pemikirannya bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berfikir. Ini juga membuktikan keterbatasan manusia dalam berfikir dan mengakui sesuatu yang di luar kemampuan pemikiran manusia. Karena itu, ia membedakan


(25)

estensa), oleh karena itu hal-hal yang berhubungan dengan pikiran (res cogitans) berada di luar batas persepsi organ indera. Di tahun 1905 Albert Einstein mendobrak rintangan tiga dimensi dalam sains dan membawa lingkup sains ke luar dari paradigma tiga dimensi dan batas Des Cartes. Ini mengoptimalkan kemampuan manusia untuk mewujudkan pandangan yang lebih realistik terhadap alam fenomena dan fenomena alam melalui metode ilmiah. Sains modern di abad ke-20 berkembang setelah rintangan dimensional dilampaui oleh para ilmuan seperti Albert Einstein, Erwin Schordinger, Louis de Broglie, Paul Dirac, Werner Heisenbert, Richard Feynman, Murray Gellman, Sir Arthur Eddington, dan Stephen Hawakins. Sebagaimana kita ketahui, perkembangan sains modern didasarkan atas teori relativitas, mekanika kuantum dan prinsip ketidakpastian. Kemudian prinsip-prinsip sain tersebut menghancurkan paradigma klasik yang membagi alam menjadi materi dan non-materi.26

Pada tahun 1989, Arya Walopa Rahula27 juga mengingatkan bahwa kehidupan sehari-hari dikelilingi oleh sains. Ia mengatakan: “Kita hampir menjadi

“fikiran” dan “fisik”. Pada akhirnya, kita mengakui keberadaan kita karena adanya alam fikir. Dalam bahasa latin kalimat ini adalah cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je penese donc je suis. Keduanya artinya adalah: “Aku berfikir maka aku ada”. (Ing: I think, therefore I am) Atau, I Think, therefore I exist. Meski paling dikenal karena karya-karya filosofinya, dia juga telah terkenal sebagai pencipta system koordinat Kartesius, yang memengaruhi perkembangan kalkulus modern. Ia juga pernah menulis buku sekitar tahun 1629 yang berjudul Rules for the Direction of the Mind yang memberikan garis-garis besar metodenya. Tetapi, buku ini tidak komplet dan tampaknya ia tidak berniat menerbitkannya. Diterbitkan untuk pertama kalinya lebih dari lima puluh tahun sesudah Desecartes tiada. Dari tahun 1630 sampai 1634, Desecartes menggunakan metodenya dalam penelitian ilmiah. Untuk mempelajari lebih mendalam tentang anatomi dan fisiologi, dia melakukan penjajakan secara terpisah-pisah. Dia bergumul dalam bidang-bidang yang berdiri sendiri seperti ptik, meteorology, matematika, dan berbagai cabang ilmu lainya. Sedikitnya ada lima ide Desecartes yang punya pengaruh penting terhadap jalan pikiran Eropa: (a) pandangan mekanisnya mengenai alam semesta; (b) sikapnya yang positif terhadap penjajakan ilmiah; (c) tekanan yang, diletakannya pada penggunaan matematika dalam ilmu pengetahuan; (d) pembelaannya terhadap dasar awal sikap skeptic; dan (e) penitikpusatan perhatian terhadap epistemologi. Artikel di akses pada tanggal 06 Oktober 2016 dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Rene _Desecartes

26

Ivan Tanuputera, Sains Modern dan Buddhisme, h. 95

27

Ia lahir pada tahun 1907 di Walapola, sebuah desa kecil di bagian selatan Sri Lanka. Pada tiga belas, ia memamsuki Sangha. Convered Sinhala pendidikannya, Pali, Sansekerta,


(26)

budak dari sains dan teknologi; dan tak lama lagi kita akan mulai memujanya.” Beliau lebih lanjut berkomentar: “Pertanda awal adalah bahwa banyak orang akan

cenderung mencari dukungan dari sains untuk membuktikan kebenaran

agamanya.” Begitu pula dalam hal konsep penciptaan alam semesta, Kendati banyak sekali persamaan antara sains dan agamanya.”28

Umat Buddha percaya bahwa dunia di ciptakan pada suatu waktu, tetapi dunia telah terbentuk jutaan kali setiap detik dan alam terus demikian dengan sendirinya dan akan berakhir dengan sendirinya. Menurut ajaran Buddha sistem dunia selalu muncul, berubah, hancur, dan hilang di alam semesta dalam siklus yang berpenghujung. Saat ini para ilmuan, sejarawan, astronom, biologis, botanis, antropologis, dan pemikir besar telah menyumbangkan pandangan baru yang luas tentang asal dunia. Penemuan dan pengetahuan terakhir ini sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Buddha. Keyakinan Buddha menjadi ajaran yang relevan dengan perkembangan sains dan teknologi.29

Gambaran alam semesta seperti yang diungkapkan oleh pengetahuan modern sekarang ini sudah dikemukakan oleh Buddha, tanpa bantuan teleskop.

Buddhisme, sejarah dan filsafat. Ia belajar di Vidyalankara Pirivena dan di Universit y of Ceylon, di mana ia berhubungan dengan E. F. C. W. Adikaram dan tokoh-tokoh lainya. Setelah masa tugasnya di Sorbonne, ia menjadi Wakil Rektor Vidyodaya University. Dia mencatat tidak hanya untuk pengetahua, tetapi juga karena pandangan yang kuat sosialis, serta keyakinannya bahwa para bhikkhu memiliki kewajiban untuk berperan dalam membimbing kesadaranpolitik rakyat. Bukunya Bhikshuvakage Urumaya (Heritage dari Bhikkhu) adalah suara yang kuat dalam gerakan Buddha Nasionalis yang menyebabkan 1.956 kemenangan pemilu of Solomon Bandaranaike. Dia telah meninggalkan Vidyadoya University di tahun 1969, karena perbedaan politik dengan pememrintah hari. Setelah itu, ia kemabli ke Barat dan bekerja di banyak intstitusi akademik di Eropa. Dia kembali ke Sri Lanka selama hari-hari terkahrinya, dan tinggal di kuil dekat Parlemen Baru di Kotte, sampai kematiannya. adalah seorang Sri Lanka biksu, sarjana dan penulis. Pada tahun 1964, ia menjadi Profesor Sejarah dan Agama di Northwestern University, sehingga menjadi bhikkhu pertama yang memegang kursi professor di dunia Barat. Dia juga pernah menjabat sebagai Wakil Rektor di kemudian Vidyodaya University (saat ini dikenal sebagai Universitas Sri Jayewardenepura). Dia telah banyak menulis tentang Buddhisme dalam bahasa Inggris, Perancis dan Sinhala. Dia menulis buku Apa Buddha Diajarkan tentang Buddhisme Theravada.

28

Ivan Tanuputera, Sains Modern dan Buddhisme, h. 97

29


(27)

Dalam Abhibhu-sutta, Buddha menjelaskan, “Sejauh bulan dan matahari bergerak dalam garis edarnya dan sejauh pancaran sinarnya mencapai segala arah, sejauh itulah luas sistem seribu tata-surya alam semesta. Di dalamnya terdapat seribu bulan, seribu matahari, seribu poros Simeru – gunung dari segala gunung, seribu bumi Jambudipa, seribu Aparogoyana di barat, seribu Uttara-kuru di utara, seribu Pubbavideha di timur, empat ribu samudera raya, empat ribu Maharaja, seribu surga Catummaharajika, seribu surga Tavatimsaseribu surga Yama, seribu surga Tusita, seribu surga Nimmanarati, seribu surga Paranimmita-vasavati, dan seribu tata-surya alam semesta kecil. Sebuah sistem kelipatan seribu dari ukuran tersebut dinamakan sejuta tata-surya alam semesta madya. Sebuah sistem kelipatan seribu ukuran ini dinamakan semiliar tata-surya dalam semesta raya”.30

Kalau kita mempertimbangkan kondisi masyarakat pada ribuan tahun lalu yang masih terbelenggu oleh dongeng dan mitos, maka ajaran Buddha akan semakin mengagumkan karena pandangan Buddha sudah sangat jauh ke depan.31 Setelah melihat gambaran kerangka kosmologi dalam Buddhisme dan sains modern, penulis tertarik untuk melakukan analisis lebih jauh, sekaligus mengkomparasi antara kosmologi Buddha dan sains modern, apakah diantara keduanya terdapat persamaan dan perbedaanya. Di sini penulis akhirnya

mengambil judul pembahasan skripsi ini yaitu “KOMPARASI KONSEP

KOSMOLOGI DALAM PERSPEKTIF BUDDHA DENGAN KOSMOLOGI

SAINS MODERN”.

30

Krishnanda Wijaya-Mukti, Wacana Buddha Dharma, h. 264-265 31


(28)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk melakukan proses penelitian, agar penelitian yang dilakukan tidak keluar dari jalur pembahasan maka peneliti membatasinya dalam hal sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Buddha dan Sains Modern mengenai konsep Kosmologi atau proses penciptaan alam semesta dan seluruh isinya.

2. Bagaimana komparasi antara Konsep Kosmologi Dalam Pandangan Buddha dengan Kosmologi Sains Modern dewasa ini.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan ini adalah:

1. Mengetahui Proses terjadinya kosmologi atau proses penciptaan alam semesta menurut prespektif Buddha dengan kosmologi sains modern dewasa ini. 2. Mengetahui komparasi antara Konsep Kosmologi Dalam Pandangan Buddha

dengan kosmologi sains modern dewasa ini.

Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi tiga sisi: 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dalam kosmologi agama-agama dan sains modern dewasa ini, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia akademis.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis

Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam studi agama-agama yang khususnya berkaitan dengan konsep kosmologi atau penciptaan alam semesta menurut perspektif agama Buddha.


(29)

b. Bagi Lembaga Pendidikan

Sebagai masukan yang membangun guna meningkatakan kualitas sumber keilmuan yang ada, termasuk untuk para pelajar dan pendidik yang ada didalamnya.

3. Manfaat Akademis

Dengan manfaat akademis ini, yaitu sebagai prasyarat untuk meraih gelar sarjana.

D. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan hasil pengamatan dan studi di Perpustakaan telah ditemukan beberapa penelitian sebelumnya. Adapun review studi terdahulu yang penulis kaji adalah:

1. Respon Agama Buddha Terhadap Krisis Lingkungan. Karya ini ditulis oleh Hamdan Taufiqurrohman Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. Skripsi tersebut lebih menjelaskan respon Sri Dhammananda dalam mengatasi krisis lingkungan telah menjadi refleksi kritisnya dalam mengupayakan kestabilan kehidupan alam semesta. Mencari solusi dari penyebab permasalahan krisis lingkungan telah ditawarkan oleh Sri Dhammananda dalam bab-bab pembahasan skripsinya. Dengan masih mengedepankan unsur moralitas dan doktrin agama Buddha yang sangat dekat dengan alam semesta. Pun dengan kembali kepada ajaran Sang Buddha dan mengamalkannya adalah menjadi solusi-solusi yang di tawarkan Sri Dhammananda dengan juga masih berupaya menjaga jarak dengan perkembangan dunia yang semakin maju sehingga krisis lingkungan dapat di antisipasi dengan baik, ketika arah pemikiran manusia berubah dan mengedepankan kebutuhan bagi


(30)

sesamanya bukan hanya kebutuhan dirinya sendiri. Melihat dari judul karya di atas penulis mengambil beberapa data yang memang berkaitan dengan tema yang penulis bahas yaitu komparasi konsep kosmologi Buddha dengan kosmologi sains modern, dimana keduanya sama-sama membahas tentang alam semesta, meski yang menjadi pembahasan karya Hamdan lebih terfokus pada Respon agama Buddha terhadap krisis lingkungan, namun dalam hal ini tentu ketika berbicara lingkungan, hal tersebut juga nyatanya tidak terlepas dari pembahasan alam semesta, maka dari itu penulis mengambil beberapa data dari karya Hamdan karena memang pembahasannya terdapat kesamaan sehingga penulis bisa mendapatkan sumber data tambahan. Yang membedakan karya Hamdan dengan karya penulis tentunya adalah karya Hamdan pembahasannya lebih kepada lingkungan menurut pendapat atau pandangan Sri Dhammananda, sedangkan karya penulis lebih terfokus kepada bagaimana proses penciptaan alam semesta itu terjadi baik menurut Buddha maupun sains modern.

2. Konsep Kosmologi Dalam Agama Islam Dan Buddha Serta Implikasinya Dalam Kehidupan Pemeluknya. Karya ini ditulis oleh Siti Anisah Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang 2008. Skripsi tersebut lebih menjelaskan dalam agama Islam asal mula alam semesta dahulunya adalah suatu yang padu, langit dan bumi adalah subyek dari kata saifat fatq keduanya lalu terpisah (fataqa) satu sama lain. Dengan kata lain segala sesuatu termasuk langit dan bumi pada saat itu belumlah diciptakan juga terkandung dalam titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang terkandung terpisah (fataqa) dan dalam rangkian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam terebntuk. Jika menurut pandangan Buddha bahwasannya seluruh alam ini


(31)

adalah ciptaan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu disebut sankhata dharma yang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah arus perubahan dari suatu keadaan lain yang berurutan. Melihat judul karya di atas yaitu Konsep kosmologi dalam agama Islam dan Buddha serta implikasinya dalam kehidupan pemeluknya, telah jelas bahwa saudari Siti disana memaparkan dari apa yang namanya konsep penciptaan alam semesta menurut agama Islam dan Buddha yang mana diantara keduanya menurut Siti ada beberapa kesamaan dan perbedaan dalam melihat proses penciptaan alam semesta itu sendiri. Begitu pula dalam hal ini penulis juga sangat tertarik untuk bisa mengambil beberapa data dari apa yang yang telah saudari Siti jelaskan dan paparkan dalam skripsinya. Yang membedakan karya Siti dengan penulis tentunya adalah karya Siti lebih terfokus pada proses penciptaan alam semesta menurut Islam dan Buddha dan sejauh mana implikasi dari proses alam semesta tersebut di lihat dari masing-masing penganutnya yaitu antara agama Islam dan Buddha itu sendiri. Sedangkan karya penulis lebih terfokus kepada bagaimana proses penciptaan alam semesta itu terjadi baik menurut Buddha maupun sains modern, meski ada beberapa kesamaan terlebih dalam hal pemaparan kosmologi Buddha-nya, namun dalam hal ini karya penulis membahas secara lebih mendalam.

3. Bencana Alam Dalam Pandangan Bikku Agama Buddha (Studi Kasus di Vihara Dhammacakka Jaya Jakarta). Karya ini di tulis oleh Kiki Agustini Jurusan Perbandingan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010. Skripsi tersebut lebih menjelaskan bagaimana pandangan Bikku Buddha di Vihara Dhammacakka


(32)

Jaya Jakarta tentang proses terjadinya bencana alam, bahwasannya Bencana menurut Buddhis adalah akbiat dari proses alam yang tidak kekal (Gempa) dan dari Gempa tersebut menimbulkan gelombang Tsunami yang besar dan menelan korba Ratusan ribu jiwa makhluk. Sedangkan menurut hukum fisika mengatur kerja alam yaitu siklus hujan, namun karena manusia banyak menebang pohon sembarang, membuang sampah sembarang sehingga berakibat banjir. Contoh lainya adalah musim yang kacau yang di sebabkan oleh pemanasan global yang juga diakibatkan oleh manusia. Ciri alam adalah selalu seimbang, sehingga ketika alam tidak seimbang, sehigga ketika alam tidak seimbang lagi (rusak) disebabkan manusia, maka terjadilah fenomena alam yang tidak biasa sehigga mungkin menjadi bencana bagi manusia. Dalam melihat judul karya di atas yaitu bencana alam dalam pandangan bikkhu agama Buddha, telah jelas juga bahwa disana saudari Kiki menjelaskan bagaimana bencana alam menurut pandangan bikkhu agama Buddha yang banyak menjelaksan bencana alam itu sendiri banyak di sebabkan oleh kelalaian tangan manusia itu sendiri, sehingga terjadilah bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan lain sebagainya. Tentu jika melihat karya tersebut, memang masih ada keterikatan dengan alam semesta itu sendiri, dan dalam hal ini penulis kembali mengambil beberapa sumber data dari skripsi karya saudari Kiki. Yang membedakan karya Kiki dengan karya penulis tentunya karya Kiki lebih terfokus pada pembahasan tentang bencana alam menurut pandangan bikkhu agama Buddha sedangkan karya penulis lebih membahas kepada proses penciptaan alam semesta menurut Buddha dan sains modern.

4. Filsafat Matematika : Landasan Ilmu Matematika dalam Alam Semesta. Karya ini di tulis oleh Diah Purwanti Jurusan Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin UIN


(33)

Syarif Hidayatullah Jakarta 2010. Skripsi tersebut lebih menjelaskan bagaimana Alam Semesta dilihat dari landasan Ilmu Matematika, bahwasannya alam diciptakan Allah dari tiada menjadi ada. Langit dan bumi merupakan satu padu kemudian Allah memisahkan antara keduanya (teori big bang ). Kronologi Allah menciptakan alam semesta dalam enam masa; dua masa menciptakan langit, dua masa untuk menciptakan bumi, dua masa untuk memberkahi bumi, dan dijadikan segala sesuatu yang hidup. Allah mewujudkan sesuatu dari tiada (creates ex nihillo) akan tetapi wujudnya itu secara terus menerus atau kekal. Melihat judul di atas yaitu Filsafat Matematika: Landasan ilmu matematika dan alam semesta, telah jelas bahwa saudari Diah memberikan pemaparan tentang bagaimana alam semesta di lihat dari landasan ilmu matematika, tentu dalam hal ini karya Diah masih ada keterkaitan dengan karya penulis tentang proses penciptaan alam semesta, dengan demikian kembali penulis mengambil beberapa sumber data dari karya Diah itu sendiri. Yang membedakan karya Diah dengan karya penulis tentunya Karya diah lebih membahas kepada bagaimana proses penciptaan alam semesta di lihat dari landasan ilmu matematika, sedangkan karya penulis lebih kepada bagaimana proses penciptaan alam semesta menurut Buddha dan sains modern.

Dengan melihat karya-karya sebelumnya, di sini penulis mendapatkan beberapa tambahan sumber data, sehingga meski terdapat beberapa kesamaan dari apa-apa yang di bahas oleh penulis lain sebelumnya, tentunya masih ada beberapa hal yang belum di bahas secara mendalam, sehingga bagi penulis hal ini perlu untuk di lanjutkan dalam penelitiannya, hingga yang membedakan skripsi ini dengan karya-karya diatas bahwasannya skripsi ini lebih menjelaskan tentang


(34)

pandangan agama Buddha terhadap konsep kosmologi atau proses penciptaan alam semesta beserta komparasinya dengan kosmologi sains modern dewasa ini, sehingga bagi penulis tema ini sangat layak untuk dijadikan skripsi.

E. Konsep Teoritis

Dalam menganalisis masalah-masalah yang terdapat dalam skripsi ini, maka diperlukan adanya gambaran yang obyektif terhadap masalah pokok tersebut. Untuk itu, dibutuhkan adanya suatu konsep yang bersifat teoritis mengenai hal-hal yang berakitan dengan Komparasi Konsep Kosmologi Buddha dengan Kosmologi Sains Modern.

1. Komparasi

Komparasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbandingan.32 Penelitian komparasi adalah penelitian yang dilakukan untuk membandingkan suatu variabel (objek penelitian), antara subjek yang berbeda atau waktu yang berbeda dan menemukan hubungan sebab akibatnya.33 dalam pembahasannya tentang komparasi konsep kosmologi buddha dengan sains modern, penulis berusaha untuk mencari persamaan dan perbedaan dinatara keduanya, apakah memang ada persamaan dari masing-masing prosesnya atau memang berbeda, dalam hal ini penulis berusaha untuk memberikan paparan lebih jelas terkait mengenai konsep kosmologi buddha dengan sains modern itu sendiri.

2. Konsep

Konsep adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Istilah

32

Artikel di akses pada tanggal 04 Maret 2016 dari http://kbbi.web.id/komparasi

33

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 56


(35)

konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Aristoteles dalam The classical theory of concept menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atu simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam kharakteristik.34

3. Kosmologi

Kosmologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu cabang astronomi yang menyelidiki asal usul, struktur, dan hubungan ruang dan waktu dari alam semesta; ilmu tentang asal usul kejadian bumi, hubungannya dengan sistem matahari, serta hubungan sistem matahari dengan jagat raya; ilmu (cabang dari metafisika) yang menyelidiki alam semesta sebagai sistem yang beraturan.35

4. Buddha

Buddha dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah agama yang di ajarkan oleh Shidarta Gautama.36 Buddha berarti seorang yang telah mencapai Penerangan atau Pencerahan Sempurna dan Sadar akan

Kebenaran Kosmos serta Alam Semesta. “Hyang Buddha” adalah seorang

yang telah yang telah mencapai Penerangan Luhur, cakap dan bijak menunaikan karya-karya kebijakan dan memperoleh Kebijaksanaan

34

Artikel di akses pada tanggal 14 April 2016 dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Konsep

35

Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 pada http://kbbi.web.id/kosmologi

36


(36)

Kebenaran mengenai Nirvana serta mengumumkan doktrin sejati tentang kebebasan atau keselamatan kepada dunia semesta sebelum parinirvana.37 5. Teori

Teori menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi; penyelidikan eksperimental yang mampu menhasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi.38 Teori juga merupakan serangkaian bagian variabel, defenisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.39

6. Sains

Sains menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu pengetahuan pada umumnya; pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, teramsuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan sebagainya; ilmu pengetahuan alam; pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.40

37

Budiman Sudharma, Buku Pedoman Umat Buddha (Jakarta : FKUB DKI Jakarta dan Yayasan Avalokitesvara, 2007), h. 38.

38

Artikel di akses pada tanggal 04 Maret 2016 dari http://kbbi.web.id/teori 39

Artikel di akses pada tanggal 14 April 2916 dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Teori

40


(37)

7. Modern

Modern menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah masa atau zaman yang ditandai dengan kemajuan peradaban manusia (penemuan baru bidang teknologi dan sebagainya);41

F. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian digunakan dalam setiap kegiatan atau penulisan skripsi. Hal ini bertujuan untuk menemukan data yang valid, dan analisa yang logis rasional. Adapun metodologi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Jenis Penelitian

Penelitian Kepustakaan (Library Research)42 adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang di teliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik cetak maupun elektronik.43 Dengan metode ini penulis menghimpun, membaca, meneliti dan mengkaji beberapa literature yang

41

Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 dari http://kbbi.web.id/modern

42

Penelitian pustka atau bisa dikatakan studi pustaka atau dengan kata lain literature, telah banyak disamakan dengan istilah: kajian teori, studi literatur. Bagian ini banyak menguraikan landasan-landasan berpikir yang mendukung penyelesaian masalah dari penelitian yang bersangkutan. Kajian pustaka ini (liblary research), merupakan salah satu kegiatan penelitian yang mencakup tentang; memilih teori-teori hasil penelitian, mengidentifikasi hasil literatur, menganalisis dokumen dan menerapkan hasil analisis sebagai landasan teori. Lihat. M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 77

43

Artikel di akses pada tanggal 23 Agustus 2016 dari http://perkuliahan.com.apa-pengertian-studi-kepustakaan/


(38)

ada kaitanya dengan masalah yang akan di bahas dan hubungan dengan skripsi ini.44

b. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analisis, deskriptif adalah pemaparan suatu (seperti istilah) dengan kata-kata secara jelas dan terperinci.45 Sedangkan analisis adalah penyelidikan terhadap suatu persitiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab atau duduk perkaranya).46 Pengertian analisis juga berarti memecahkan atau menguraikan suatu keadaan atau masalah keadaaan beberapa bagian atau dibandingkan dengan yang lain. Jadi deskriptif analisis adalah pemaparan yang jelas dari fakta yang ada. Dari defenisi di atas, metode deskriptif analisis berarti sebuah cara atau teknik penelitian dengan menggambarkan suatu pengetahuan dengan tulisan ataupun ucapan dan kemudian membaginya ke dalam beberapa bagian untuk lebih lanjutnya diadakan penyelidikan kritis dari pengujian untuk medapatkan hasil yang benar.

44

Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat memperoleh informasi tentang penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitiaanya. Dan penelitian-penelitan yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dari pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya. Untuk melakukan studi kepustakaan, perpustakaan merupakan suatu tempat yang tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relevan untuk dikumpulkan, dibaca dan dikaji, dicatat, dan dimanfaatkan (Roth 1986). Seorang peneliti hendaknya mengenal atau tidak merasa asing dilingkungan perpustakaan sebab dengan mengenal situasi perpustakaan, peneliti akan dengan mudah menemukan apa yang diperlukan. Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan peneliti mengetahui sumber-sumber informasi tersebut, misalnya kartu catalog, refernsi umum dan khusus, buku-buku pedoman, buku petunjuk, laporan-laporan penelitian, tesis, disertasi, jurnal, ensiklopedia, dan bahan-bahan khusus lain. Dengan demikian peneliti akan memperoleh informasi dan sumber yang tepat dalam watu yang singkat. Artikel di akses pada tanggal 23 Agustus 2016 dari http://perkuliahan.com.apa-pengertian-studi-kepustakaan/

45

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 288.

46

Ananda Santoso, dan A.R. Al-Hanif, Kamus Umum Bahasa Indoensia (Surabaya: Aluimni, t.t) h. 22.


(39)

c. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data skunder.

1. Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus menyelesikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian. Dalam hal ini peneliti menetukan data primer merujuk pada buku yang menjadi sumber utama dalam menetukan judul penelitian yaitu buku Wacana Buddha Dharma karya Krishnanda Wijaya Mukti.

2. Data skunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain menyelesikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data skunder adalah literatur, artikel, jurnal, serta situs di interent yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.47 Dalam hal ini peneliti menetukan ada beberapa data skunder yang digunakan diantaranya yaitu Buku Bencana Alam Dalam Pandangan Bhikku Agama Buddha. Karya Kiki Agustini, Buku Agama Di Dunia Karya Mukti. A Ali, Skripsi Konsep Kosmologi Dalam Agama Islam dan Buddha Serta Implikasinya Dalam Kehidupan Pemeluknya Karya Siti Anisah, Buku Juru Bicara Tuhan Antara Sains dan Agama Karya Ian G. Barbour, Buku Buku Pedoman Umat Buddha Karya Budiman Sudharma, Buku Kosmologi Studi

47

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 137.


(40)

Struktur Dan Asal Mula Alam Semesta Karya Fabian H. Chandra, Buku Buddhisme dan Sains Karya Frenandy, Buku Metodologi Penelitian Kualitatif Karya Haris Herdiansyah, Buku Kamus Umum Bahasa Indonesia Karya W.J.S, Poerwadarminta, Buku Kamus Umum Bahasa Indoensia Karya Ananda Santoso dan A.R Al-HaniF, Buku Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D Karya Sugiyono, Skripsi Respon Agama Buddha Terhadap Krisis Lingkungan: Studi atas Pemikiran Sri Dhammananda Karya HamdanTaufiqurrohman, Buku Sains Modern dan Buddhisme Karya Ivan Taniputera.

d. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian kepustakaan ini dikumpulkan dengan cara studi dokumentasi, yaitu dengan cara melihat atau menganalisis dokumen atau media tertulis untuk mendapatkan gambaran terkait tema yang diangkat secara jelas dan rinci.48

e. Analisa Data

Langkah-langkah yang penulis tempuh untuk sampai kepada analisis data, sebagai berikut: Pertama, penulis menghimpun butir-butir data yang relevan dengan masalah-masalah yang tercakup dalam kajian skripsi ini dari sumber primer dan skunder. Kedua, mengklasifikasikan data ke dalam sejumlah pembahasan. Ketiga, langkah berikutnya adalah mendeskripsikan dan menganalisis data secara kritis dalam pembahasan masing-masing agar masalah yang dibicarakan jelas. Dengan demikian digunakan pula metode komparasi, yaitu membandingkan kedua pandangan atau konsep dalam hal menyikapi kosmologi

48

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 143.


(41)

atau proses penciptaan alam semesta. Dari perbandingan tersebut diharapkan dapat ditemukan perbedaan dan persamaan yang pada akhirnya akan di ketahui implikasinya dalam memahami konsep kosmologi Buddha itu sendiri serta relevansinya dengan teori sains modern dewasa ini.

f. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan, maka penulis membagi proposal ini menjadi lima bab dan setiap babnya dibagi lagi atas sub bab. Adapun sistematika penulisan ini diuraikan sebagai berikut :

BAB I Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II Menjelaskan tentang konsep Kosmologi dalam Buddha yang terdiri dari: Asal Mula Alam Semesta, Proses Penciptaan Alam, Siklus dan Luas Alam Semesta, Alam-alam Kehidupan, Hukum Paticca Samupada.

BAB III Menjelaskan tentang konsep Kosmologi dalam Sains Modern yang terdiri dari: Asal Mula Alam Semesta, Proses Penciptaan Alam, Siklus dan Luas Alam Semesta.

BAB IV Merupakan inti dari pembahasan proposal skripsi ini tentang Relevansi konsep Kosmologi Buddha dengan Kosmologi Sains Modern yang terdiri dari:


(42)

Asal Mula Alam Semesta, Proses Penciptaan Alam, Siklus dan Luas Alam Semesta, dan Pandangan Islam Tentang Kosmologi.

BAB V Penutup. Sebagai bab terakhir dalam penelitian ini, maka bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian. Adapun isi dalam bab ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah di sajikan pada awal hingga akhir penelitian.


(43)

BAB II

KONSEP KOSMOLOGI DALAM BUDDHA A. Asal Mula Alam Semesta

Awalnya, Sang Buddha tidak membahas berbagai spekulasi tentang kosmologi (ilmu alam semesta) dan kosmogonik (ilmu asal-usul alam semesta) yang di kedepankan oleh para cendekia. Beliau tidak ingin menuruti spekulasi-spekulasi yang tidak jelas maksud dan logikanya, di sisi lain Beliau telah pernah berjuang sangat keras bergelut dengan pertanyaan yang lebih penting mengenai penderitaan hidup (dukkha) dan jalan untuk terbebas dari penderitaan. Bagaimanapun, di kemudian hari, literatur Buddhisme memberikan gambaran dan penjelasan yang terperinci mengenai kosmos, dikarenakan hal ini memainkan peranan dalam perjuangan mencapai kebebasan. Sang Buddha berpendapat, bahwa alam semesta, yang disebut Beliau sebagai Samsara, adalah tanpa awal, Beliau bersabda:

“Tak dapat ditentukan awal dari alam semesta. Titik terjauh dari

kehidupan, berpindah dari kelahiran, terikat oleh ketidaktahuan dan

keinginan, tidaklah dapat diketahui.”

(Samyutta Nikaya II : 178).1

Para pakar ilmu pengetahuan sekarang meyakini, bahwa alam semesta adalah suatu sistem yang berdenyut, yang setelah mengembang secara maksimal, lalu menciut dengan segala energi yang ditekan pada suatu bentukan masa;

sedemikian besar sehingga menyebabkan ledakan, yang disebut sebagi “Big Bang”, yang berakibat pelepasan energi. Pengembangan dan penciutan alam

semesta berlangsung dalam kurun waktu miliaran tahun. Sekali lagi, sang Buddha telah memaklumi pengembangan dan penciutan alam semesta. Beliau bersabda:

1


(44)

“Lebih awal atau lebih lambat, ada suatu waktu, sesudah masa waktu

yang sangat panjang sekali alam semesta menciut, tetapi lebih awal atau lebih lambat, sesudah masa yang lama sekali, alam semesta mulai mengembang lagi” (Digha Nikaya III : 84)2

Penemuan teleskop konvensional dan teleskop radio belakangan kemudian, telah memungkinkan para ahli astronomi untuk mengetahui tidak saja asal dan sifat alam dari alam semesta, tapi juga susunannya. Diketahui sekarang, bahwa alam semesta terdiri dari sekian miliar bintang, planet, asteroid dan komet. Semua benda langit tersebut berkelompok dalam bentuk cakram atau spiral yang disebut galaksi. Planet bumi kita hanya satu titik kecil yang terdapat pada suatu galaksi yang diberi nama Bimasakti (Inggris: Milky Way). Bimasakti atau Milky Way terdiri atas kurang lebih 100 miliar bintang dengan jarak ujung ke ujung 60.000 tahun cahaya. Telah diketahui pula bahwa galaksi-galaksi di dalam semesta ini tersusun berkelompok. Kelompok galaksi dimana Bimasakti kita berada terdiri dari dua lusin galaksi; kelompok lain, kelompok Virgo misalnya terdiri dari ribuan galaksi.3

Dibalik kenyataan; bahwa tata surya, galaksi, dan kelompok galaksi baru diketahui di dunia Barat setelah penemuan peralatan canggih; maka ternyata kitab suci agama Buddha telah banyak menyebutkan hal tersebut ribuan tahun sebelumnya. Penganut agama Buddha sejak zaman dahulu telah menggambarkan galaksi sebagai berbentuk spiral. Istilah dalam bahasa Pali untuk galaksi adalah cakkavala; yang berasal dari kata “cakka”, yang berarti cakram/roda. Sang Buddha secara sangat jelas dan tepat menggambarkan kelompok-kelompok galaksi, yang oleh para ilmuan baru ditemukan. Beliau menyebutnya sebagai

2

Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,(tp, tt), h. 11. 3


(45)

sistim dunia (loka dhatu) dan menambahkan perbedaan dalam ukurannya: sistim dunia ribuan-lipat, sistim dunia puluhan ribu-lipat, sistim dunia besar, dan seterusnya. Beliau menyebutkan sistem dunia terdiri dari ribuan matahari dan planet, walau sebenarnya oleh para ahli astronomi menyebutnya sebagai jutaan.4

“Sejauh matahari-matahari dan bulan-bulan berputar, bersinar dan memancarkan sinarnya ke angkasa, sejauh itu pula sistim dunia ribuan-lipat. Didalamnya terdapat ribuan matahari, ribuan bulan.”

(Anguttara Nikaya I : 227)

Dahulu, dalam waktu yang sangat lama, manusia tidak dapat membayangkan luas alam semesta baik dalam satuan waktu maupun ruang untuk dapat memahami asal dan luas alam semesta. Pemikiran saat itu terbatas serta terikat kepemahaman dunia semesta. Di dalam Bible misalnya, dipahami bahwa seluruh alam semesta diciptakan dalam enam hari dan penciptaan itu terjadi barulah beberapa ribu tahun lalu.5

Saat ini, para ilmuan astronomi menghitung bintang dalam satuan ribuan miliar dan mengukur jarak alam semesta dalam satuan tahun cahaya; satu tahun cahaya adalah jarak yang dapat di tempuh oleh cahaya dalam waktu satu tahun. Manusia zaman dahulu jelas tidak dapat membayangkan dimensi seperti itu. Sang Buddha, adalah pengecualian. Kebijaksanaan-Nya, yang tak terbatas, dapat memahami konsep dari alam semesta yang tak terbatas. Beliau menyebut adanya:

“Daerah gelap, hitam, kelam diantara sistim-sitim dunia, sedemikian rupa hingga cahaya matahari dan bulan sekalipun tak dapat mencapainya” (Majjhima Nikaya : 120)6

Waktu yang diperlukan untuk terbentuk dan hancurnya suatu sistim dunia sangatlah panjang; diperlukan sangat banyak kappa (sebagai satuan waktu) untuk

4

Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,(tp, tt), h. 12. 5

Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,(tp, tt), h. 12. 6


(46)

itu. Sewaktu sang Buddha ditanya tentang panjang kurun waktu satu kappa, Beliau menjawab:

“Sangat panjang kurun waktu satu kappa. Tak dapat diperhitungkan dengan tahun, abad ataupun ribuan abad”.

“Bila demikian, Guru, dapatkah dengan menggunakan permumpamaan?” “Dapat. Bayangkan bongkahan suatu gunung besar, tanpa retak, tanpa

celah, padat, berkukuran panjang I mil, lebar I mil dan tingginya juga I mil. Lalu bayangkan setiap seratus tahun ada seorang datang menggosoknya dengan sepotong sutra Benares. Maka, akan lebih cepat bukit itu habis tergosok dari pada suatu masa kappa berlalu. Pula ketahuilah, lebih dari satu, lebih dari ribuan, lebih dari ratusan ribu

kappa, sebenarnya telah berlalu”.

(Samyuta Nikaya II : 181)7

Disini terlihat, betapa sang Buddha menggunakan perumpamaan seperti diuraikan diatas untuk memberi gambaran tentang “jarak ruang dalam satuan

waktu”; sama halnya para ahli astronomi saat ini menggambarkan “jarak-jarak di

angkasa luar dengan menggunakan satuan tahun cahaya”.8

Namun, sang Buddha menyebut tentang asal dan perluasan alam semesta hanya sepintas lalu. Beliau tidak menganggap, bahwa berteori dan berspekulasi tentang hal tersebut, adalah lebih penting dibanding masalah utama kita, yakni mengakhiri penderitaan dan mencapai kebahagiaan Nibbana (Sansekerta: Nirwana). Ketika seseoang sekali waktu mendesak Sang Buddha untuk menjawab pertanyaan tentang luasanya alam semesta, sang Buddha membandingkan keadaan orang tersebut sebagai seorang yang terkena panah beracun, namun menolak diobati dan dicabuti anak panah tersebut, sebelum orang tersebut mengetahui secara jelas siapa yang melepaskan anak panah tersebut. Sang Buddha, lalu bersabda:

7

Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,(tp, tt), h. 13. 8


(1)

91

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU

Agustini, Kiki, Bencana Alam Dalam Pandangan Bhikku Agama Buddha. S1 Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Ali, A. Mukti, Agama-Agama D Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988.

Anisah, Siti, Konsep Kosmologi Dalam Agama Islam dan Buddha Serta Implikasinya Dalam Kehidupan Pemeluknya. S1 Ilmu Ushuluddin, Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo Semarang , 2008.

Barbour, Ian G, Juru Bicara Tuhan Antara Sains dan Agama. Bandung: Penerbit Mizan, 2002.

Budiman Sudharma, Buku Pedoman Umat Buddha. Jakarta: FKUB DKI Jakarta dan Yayasan Avalokitesvara, 2007.

Chandra H. Fabian, Kosmologi StudiStruktur Dan Asal Mula Alam Semesta. (tp, tt).

Dawai, Alam Semesta Dalam Buddhisme. Surabaya: Penerbit Vihara Dhammadipa, 2007.

DEA, Tjasyono, Hk, Bayong, Ilmu Kebumian dan Antariksa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006.

Dirjosoemarto, Soendjojo, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta 2001.

Frenandy, Buddhisme dan Sains. Bandung: Penerbit PVVD, 2012.

Gofar, Mohamad, Gempa Bumi Dalam Perspektif Al-Quran. Skripsi S1 Tafsir Hadist, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta , 2008. Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba

Humanika, 2012.

Indriaty Binti Ismail, Norakmal Azraf Bin Awaludin, Asas Penciptaan Alam Semesta Agama Hindu dan Agama Buddha: Kajian Perbandingan, (tp, tt).


(2)

92

Kattsoff, Lois, Pengantar Filsafat, ter. Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.

Linde, Andre, The Self-Reproducing Inflationary Universe, Vol 271. t,t, Scientific American, 1994.

Mukti, Krishnanda Wijaya. Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Yayasan Dharma- dan Ekayana Buddhist Centre Jakarta, 2003.

K.S, Musthafa, Alam Semesta dan Kehancuranya menurut Al-Qur‟an dan Ilmu Pengetahuan. Bandung: PT al-Maarif, Bandung 1980.

Narada, Sang Buddha dan Ajaran-ajarannya. Jakarta: Yayasan Dhammadipa, 1992.

Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2006.

Poltizer, George, Principes Fondamentaux de Philosophie. t,t, Edition Sociales, Paris 1954.

Santoso, Ananda dan Al-Hanif, A.R, Kamus Umum Bahasa Indoensia.Surabaya: Alumni, 2007.

Subana, M dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Sudharma, Budiman, Buku Pedoman Umat Buddha. Jakarta: FKUB DKI Jakarta dan Yayasan Avalokitesvara, 2007.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.

Taufiqurrohman, Hamdan, Respon Agama Buddha Terhadap Krisis Lingkungan: Studi atas Pemikiran Sri Dhammananda. S1 Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2008. Taniputera, Ivan, Sains Modern dan Buddhisme. Jakarta: Karaniya, 2003.

Turner R. Howard, Science in Medieval Islam, An Illustrated Introduction, terj., Zulfahmi Andri, Sains Islam Yang Mengagumkan: Sebuah Catatan abad Pertengahan,. Bandung: Nuansa, 2004.


(3)

93

Yahya, Harun, Al-Quran dan Sains: Memahami Metodologi Bimbingan Al-Quran bagi Sains. Bandung: Dzikra, 2007.

ZA, Haji, Kurdi Ismail, Kiamat Menurut Ilmu Pengetahuan Dan Al-Quur‟an.

Jakarta: Pustaka Amani, Jakarta, 1996.

SUMBER INTERNET

Artikel di akses pada tanggal 04 Maret 2016 pada http://kbbi.web.id/komparasi Artikel di akses pada tanggal 14 April 2016 http://id.m.wikipedia.org/wiki/Konsep

Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 pada http://kbbi.web.id/kosmologi Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 pada http://kbbi.web.id/Buddha. Artikel di akses pada tanggal 04 Maret 2016 dari http://kbbi.web.id/teori

Artikel di akses pada tanggal 14 April 2916 dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Teori

Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 dari http://kbbi.web.id/sains Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 pada http://kbbi.web.id/modern


(4)

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU

Agustini, Kiki, Bencana Alam Dalam Pandangan Bhikku Agama Buddha. S1 Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Ali, A. Mukti, Agama-Agama D Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988.

Anisah, Siti, Konsep Kosmologi Dalam Agama Islam dan Buddha Serta Implikasinya Dalam Kehidupan Pemeluknya. S1 Ilmu Ushuluddin, Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo Semarang , 2008.

Barbour, Ian G, Juru Bicara Tuhan Antara Sains dan Agama. Bandung: Penerbit Mizan, 2002.

Budiman Sudharma, Buku Pedoman Umat Buddha. Jakarta: FKUB DKI Jakarta dan Yayasan Avalokitesvara, 2007.

Chandra H. Fabian, Kosmologi StudiStruktur Dan Asal Mula Alam Semesta. (tp, tt).

Dawai, Alam Semesta Dalam Buddhisme. Surabaya: Penerbit Vihara Dhammadipa, 2007.

DEA, Tjasyono, Hk, Bayong, Ilmu Kebumian dan Antariksa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006.

Dirjosoemarto, Soendjojo, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta 2001.

Frenandy, Buddhisme dan Sains. Bandung: Penerbit PVVD, 2012.

Gofar, Mohamad, Gempa Bumi Dalam Perspektif Al-Quran. Skripsi S1 Tafsir Hadist, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta , 2008. Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba

Humanika, 2012.

Indriaty Binti Ismail, Norakmal Azraf Bin Awaludin, Asas Penciptaan Alam Semesta Agama Hindu dan Agama Buddha: Kajian Perbandingan, (tp, tt).


(5)

Kattsoff, Lois, Pengantar Filsafat, ter. Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.

Linde, Andre, The Self-Reproducing Inflationary Universe, Vol 271. t,t, Scientific American, 1994.

Mukti, Krishnanda Wijaya. Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Yayasan Dharma- dan Ekayana Buddhist Centre Jakarta, 2003.

K.S, Musthafa, Alam Semesta dan Kehancuranya menurut Al-Qur‟an dan Ilmu Pengetahuan. Bandung: PT al-Maarif, Bandung 1980.

Narada, Sang Buddha dan Ajaran-ajarannya. Jakarta: Yayasan Dhammadipa, 1992.

Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2006.

Poltizer, George, Principes Fondamentaux de Philosophie. t,t, Edition Sociales, Paris 1954.

Santoso, Ananda dan Al-Hanif, A.R, Kamus Umum Bahasa Indoensia.Surabaya: Alumni, 2007.

Subana, M dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Sudharma, Budiman, Buku Pedoman Umat Buddha. Jakarta: FKUB DKI Jakarta dan Yayasan Avalokitesvara, 2007.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.

Taufiqurrohman, Hamdan, Respon Agama Buddha Terhadap Krisis Lingkungan: Studi atas Pemikiran Sri Dhammananda. S1 Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2008. Taniputera, Ivan, Sains Modern dan Buddhisme. Jakarta: Karaniya, 2003.

Turner R. Howard, Science in Medieval Islam, An Illustrated Introduction, terj., Zulfahmi Andri, Sains Islam Yang Mengagumkan: Sebuah Catatan abad Pertengahan,. Bandung: Nuansa, 2004.


(6)

Yahya, Harun, Al-Quran dan Sains: Memahami Metodologi Bimbingan Al-Quran bagi Sains. Bandung: Dzikra, 2007.

ZA, Haji, Kurdi Ismail, Kiamat Menurut Ilmu Pengetahuan Dan Al-Quur‟an.

Jakarta: Pustaka Amani, Jakarta, 1996.

SUMBER INTERNET

Artikel di akses pada tanggal 04 Maret 2016 pada http://kbbi.web.id/komparasi Artikel di akses pada tanggal 14 April 2016 http://id.m.wikipedia.org/wiki/Konsep

Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 pada http://kbbi.web.id/kosmologi Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 pada http://kbbi.web.id/Buddha. Artikel di akses pada tanggal 04 Maret 2016 dari http://kbbi.web.id/teori

Artikel di akses pada tanggal 14 April 2916 dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Teori

Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 dari http://kbbi.web.id/sains Artikel di akses pada tanggal 03 Maret 2016 pada http://kbbi.web.id/modern