46
bukan ke arah umur alam semesta yang lebih muda seperti dalam teori genesis. Belakangan timbul pendapat yang mengatakan bahwa umur bumi bukan 4,5 miliar
tahun seperti pendapat sebelumnya tetapi umur bumi adalah 5 miliar tahun.
26
D. Hukum Paticca Samupada
Dalam Kitab Suci Tipitaka banyak dituliskan saat-saat ketika Bodhisattva Siddharta Gotama berhasil memahami Hukum Sebab Musabab yang Saling
Bergantungan Paticcasamuppada,
27
sehingga akhirnya Beliau berhasil mencapai Penerangan Sempurna Samma-sambuddha. Akan tetapi hal yang terpenting
adalah proses pemahaman hukum itu sendiri yang terjadi sesaat sebelum pencapaian Penerangan Sempurna. Para Buddha telah mencapai Penerangan
Sempurna mereka melalui proses ini.
28
Sang Buddha Gotama menerangkan hukum ini dalam suatu rangkaian yang terjadi atas dua belas mata rantai, yaitu kondisi-kondisi dan sebab musabab
yang saling bergantungan dari penderitaan manusia serta pengakhirannya. Rumusan keseluruhan hukum ini telah diringkaskan sebagai berikut:
26
Fabian H. Chandra, Kosmologi Studi Struktur Dan Asal Mula Alam Semesta, h. 8.
27
Konsep sebab dan akibat patticasamuppada agama Buddha telah menjadikan versi penciptaan alam semesta agama Buddha adalah versi yang unik. Bagi agama Buddha, tiada
permulaan kepada penciptaan alam semesta, tiada doktrin yang disebut sebagai Sebab Utama atau Tuhan yang bertindak memberikan kekuasaan-Nya untuk menghasilkan penciptaan alam semesta.
Setiap objek dan fenomena yang berlaku adalah hasil daripada kesan hubungan objek dan fenomena lain simbiosis antara objek. Sebagai contoh, sebatang pohon tumbuh karena adanya
tanah, air dan udara yang mana kesemua ini adalah rantaian luar yang membantu proses pertumbuhan pohon tersebut. Proses perangkaian yang berlaku dalam penciptaan alam semesta ini
akan senantiasa wujud dan kekal. Sebab dan akibat patticasamuppada adalah sebuah magnum opus kepada agama Buddha. Justeru, konsep ini adalah asas yang menjadi pegangan kepada agama
Buddha dalam menjelaskan asas teori kejadian alam semesta. Di samping itu, konsep sebab dan akibat patticasamuppada turut dibincangan dalam ruang lingkum dharma dan ia sesuai dengan
imej agama Buddha yang gemar untuk mengaitkan semua doktrik kepercayaannya dengan dharma. Secara asas formula sebab dan akibat patticasamuppada adalah: Apabila ini wujud ,
wujud juga yang lain karena ia berasal daripada yang pertama dan menumbuhkan yang lain. Apabila ini tidak wujud, tiada juga wujud yang lain karena berhentinya ia, berhenti juga yang lain
Ames, 2003: 287. Lihat Norakmal Azraf Bin Awaludin, Indriaty Binti Ismail, Asas Penciptaan Alam Semesta Agama Hindu dan Agama Buddha: Kajian Perbandingan, tp, tt, h. 1373.
28
Mettacittena, Kebebasan Mutlak Dalam Buddha Dhamma, Jakarta: Madyantika, 1985, h. 1
47
„Imasmim sati idam hot; imasuppada idam upajjati. Imasmim asati idam nan hoti; imassa nirodha imam nirujjhati.‟
„Dengan adanya ini, adalah itu; dengan timbulnya ini, timbulah itu. Dengan tidak adanya ini, tidak adalah itu; dengan lenyapnya ini,
lenyaplah itu.‟
29
Dengan memahami seluruh fenomena kehidupan ini, agama Buddha memandangnya sebagai suatu lingkaran dari kehidupan, yang tak diketahui
permulaan dan akhrinya. Dengan de mikian masalah „sebab pertama’ causa
prima bukan menjadi masalah dalam filsafat agama Buddha. Tidak dapat dipikirkan akhir roda tumimbal
–lahir; tidak dapat dipikirkan asal mula makhluk-makhluk yang karena diliputi oleh ketidaktahuan dan
terbelenggu oleh keinginan rendah tanha mengembara kesana kemari. Samyuta Nikaya, II. 178-193.
30
Sehubungan dengan masalah asal mula sebab pertama causa prima ini, Sang Buddha Gotama mengajarkan bahwa asal mula alam semesta tidak dapat
dipikirkan. Alam semesta ini bergerak menurut proses pembentukan samvattana dan penghancuran vivattana yang berlangsung terus menerus. Di pihak lain
dalam Paticcasamuppada itu diperlihatkan pula berhentinya segala rangkaian peristiwa fenomena kehidupan itu dapat dicapai oleh mereka yang telah memiliki
Pandangan Terang Kebijaksanaan Sempurna. Paticcasamuppada ini adalah untuk memperlihatkan kebenaran dari keadaan yang sebenarnya, dimana tidak ada
sesuatu itu timbul tanpa sebab. Bila kita mempelajari Hukum Paticcasamuppada ini dengan sungguh-sungguh, kita akan terbebas dari pandangan salah dan dapat
melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya.
31
Konsep sebab dan akibat patticasamuppada adalah prinsip melahirkan sesuatu yang lain. Dengan adanya sebab pertama, melahirkan akibat yang
29
Mettacittena, Kebebasan Mutlak Dalam Buddha Dhamma, h. 1
30
Mettacittena, Kebebasan Mutlak Dalam Buddha Dhamma, h. 1
31
Mettacittena, Kebebasan Mutlak Dalam Buddha Dhamma, h. 1
48
pertama, tanpa sebab yang pertama tidak mungkin akibat yang pertama muncul. Di samping, prinsip ini menggambarkan semua fenomena yang berlaku di alam
semesta saling bergantungan karanahetu, telah ditetapkan bahwa sesuatu fenomena tidak akan boleh bergerak ataukah lagi muncul secara keseorangan
singularity tanpa ada ketetapan lain yang menyokong ia muncul. Fenomena hanya berlaku karena adanya kombinasi ketetapan yang menyokong kepada
kemunculan sesuatu fenomena tersebut. Juga sebaliknya, jika kombinasi ketetapan ini sudah tidak lagi mampu bertahan, akan menghentikan fenomena tersebut.
Patticasamuppada adalah cara yang logik untuk memahami alam semesta karena selaras dengan kehendak sains yang mana fenomena yang berlaku adalah hasil
hubungan yang konsisten antara semua unsur alam semesta.
32
Selain pengaruh luar yang memanikan peranan dalam sebab dan akibat, pengaruh idea atau dalaman juga memainkan pernanan dalam proses sebab dan
akibat. Ini dijelaskan oleh Takakusu 1947 sebagai dharma-dhatu yaitu merujuk pada alam prinsip atau elemen kepada elemen dalam filsafat Plato disebut
sebagai alam idea. Dharma-dhatu merupakan puncak kepada semua teori sebab dan akibat karena agama Buddha tidak sama sebagaimana sains Barat yang hanya
meletakan sebab berasal sebab berasal dari tindakan fisikal saja. Agama Buddha mempercayai sebab dan tindakan juga berasal daripada simpanan idea, tidak
hanya berasal dari tindakan sesuatu yang bersifat fisikal. Bermakna agama Buddha meyakini bahwa unsur dalaman juga mempengaruhi konsep sebab dan
akibat. Dharma-dhatu menjadi penyebab kepada semua kewujuduan fenomena
32
Norakmal Azraf Bin Awaludin, Indriaty Binti Ismail, Asas Penciptaan Alam Semesta Agama Hindu dan Agama Buddha: Kajian Perbandingan, tp, tt. h. 1373
49
alam semesta atau boleh juga dikatakan sebagai penyebab kepada segala pengaruh tindakan yang dilakukan oleh makhluk dan kewujudan.
33
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, menujukan konsep sebab dan akibat Patticasamuppada terjelma melaui kualitas luaran dan juga kualitas
dalaman sesuatu fenomena. Kualitas luaran adalah tanah liat, kayu, roda, tali, air dan pekerja yang mana kesemua kualitas luaran ini akan bekerjasama untuk
menghasilkan sebuah belanga. Manakala kualitas dalaman digelar sebagai idea sebab dan akibat itu kebodohan, kehendak, tujuan kepada sebab dan akibat
tersebut dan pendorong kepada Sesutu penciptaan yang dijadikan. Kualitas dalaman adalah faktor pendorong kepada faktor luaran untuk menjadikan sesuatu
fenomena. Ibarat kualitas dalaman ini adalah pemikiran kepada tukang pembuat belanga yang memikirkan cara bagaimana menghasilkan belanga.
34
Agama Buddha akan mengaitkannya dengan etika manusia yang menjadi asas kepada proses sebab dan akibat berlaku. Jika pengaruh luar dikaitkan dengan
fisikal luaran alam semesta yang bekerjasama menggerakan alam semesta, pengaruh dalaman atau dhrama-dhatu adalah pengaruh sikap etika makhluk yang
sudah menjadi buruk dan kebodohan yang menjadi asas berlakunya sebab dan akibat. Oleh sebab itu, kepentingan konsep sebab dan akibat patticasamuppada
dikaitkan dengan dharma yang berkaitan dengan etika moral. Sebagaimana yang dikatakan Sakyamuni:
33
Norakmal Azraf Bin Awaludin, Indriaty Binti Ismail, Asas Penciptaan Alam Semesta Agama Hindu dan Agama Buddha: Kajian Perbandingan, h. 1373-1374.
34
Norakmal Azraf Bin Awaludin, Indriaty Binti Ismail, Asas Penciptaan Alam Semesta Agama Hindu dan Agama Buddha: Kajian Perbandingan, h. 1374
50
Wahai sami, sesiapa yang memahami konsep patticasamupadda akan memahami dhamma, orang yang memahami dhamma akan dapat
memahami patticasamupadda.
35
Penjelasan di atas yang saling menyamakan konsep patticasamuppada dan dharma karena kedua-duanya adalah doktrin penting. Sebagai contoh Empat
Kebenaran Mulia adalah berkaitan dengan penderitaan, sebab penderitaan, menghentikan penderitaan dan jalan yang membawa kepada kebebasan dari
penderitaan. Manakala penderitaan, kesengsaraan dan sebagainya adalah pengaruh dalaman yang memainkan peranan dalam proses sebab dan akibat
patticasamuppada. Hubungan
antara dhrama,
sebab dan
akibat patticasamuppada seperti air dan empangan. Air yang melalui empangan
mempunyai potensi untuk memghasilkan tenaga elektrik, proses pengaliran air telah menghilangkan potensina sebagai air kepada agen penyalur aliran elektrik.
Begitu juga dengan kewujudan dhrama yang mempunyai pelbagai potensi bergantung kepada keadaan.
36
Menjelaskan sebab dan akibat patticasamupadda, Akira 1990: 179-181 telah membuat enam klasifikasi potensi sebab dan akibat, iaitu:
1. Karanahetu adalah penyebab yang menjadi sebab kewujudan yang lain iaitu merujuk kepada sebab yang penting. Dengan kata lain, semua dharma
membantu dalam menghasilkan dharma yang lain. 2. Sahabhuhetu atau penyebab serentak adalah dharma yang berkhidmat
secara serentak menjadi sebab dan akibat, bergantungan dan bergabung antara satu dengan yang lain. Seperti tanah, air, api dan angin secara
35
Norakmal Azraf Bin Awaludin, Indriaty Binti Ismail, Asas Penciptaan Alam Semesta Agama Hindu dan Agama Buddha: Kajian Perbandingan, h. 1374
36
Norakmal Azraf Bin Awaludin, Indriaty Binti Ismail, Asas Penciptaan Alam Semesta Agama Hindu dan Agama Buddha: Kajian Perbandingan, h. 1374
51
serentaknya muncul dalam molekul dan menghasilkan tenaga atau fenomena.
3. Sabhagahetu atau penyebab yang sama. Biji benih padi hanya akan menghasilkan tunas padi dan tidak mungkin menghasilkan tunas durian.
4. Samprayuktakahetu atau penyebab yang seiring concomitant cuase adalah deskriptif hubungan yang seiring antara minda citta dan fakulti
mental caitasika atau otak. Katogeri ini dilihat sebagai fasiliti dan pengguna fasiliti mesti sama untuk menghasilkan natijah yang harmoni.
Kereta tugasnya adalah membawa pemandu, tetapi pemandu mahu menggunakan kereta untuk mengadun kek. Maka wujud kesan yang
bercelaru dan tidak-seimbang. 5. Sarvatragahetu iaitu alam semesta tidak semestinya bersifat harmoni
dan seimbang, kuasa kekacauan juga boleh menjana sebab dan akibat, tetapi dalam bentuk keburukan. Sebagai contoh fenomena bencana alam
semesta, agama Buddha melihat sebab kejadian bencana adalah kerana adanya kekotoran moral manusia yang menghasilkan akibat buruk iaitu
kemusnahan samsara. 6. Vipakahetu atau penyebab penghasilan yang merujuk kepada sebab dan
akibat adalah dua jenis yang berlainan. Sebagai contoh penyebab yang baik menghasilkan kesan yang baik. Penyebab yang buruk mendatangkan
kesengsaraan. Sebab yang baik atau sebab yang buruk akan menghasilkan hukuman atau penghasilan vipakaphala bergantung kepada baik atau
buruknya sebab. Dalam konteks ini, keseronokan atau penderitaan adalah penghasilan yang timbul apabila perbuatan dilakukan vipakahetu.
52
Penderitaan atau samsara tidak sahaja merujuk kepada moral manusia tetapi juga adalah sistem kitaran atau agen penciptaan yang sentiasa berputar
dalam alam semesta. Demikian itu, alam semesta bersifat dinamik dan proses penciptaan alam semesta tiada pengakhiran, berubah, kuasa yang bersifat
bergantungan antara satu sama lain, faktor yang tidak abadi, statik, tidak luput, pembentukan sendiri atau kehendak sendiri. Sistem yang merencana kelangsungan
alam semesta adalah samsara yang mana sifatnya kekal abadi. Penekanan agama Buddha kepada pemahaman konsep samsara adalah sangat penting, yang mana
kegagalan memahaminya akan terjatuh kepada kesengsaraan dan keseronokan duniawi dan tidak akan dapat melarikan diri dari kitaran karma. Bagi agama
Buddha punca kesengsaraan adalah kebodohan yang melanda manusia itu sendiri. Kejahilan
ini di
warisi dari
kehidupan sebelum
ini.
37
37
Terikatnya seluruh entiti alam semesta dengan samsara dan karma, menjadikan konsep sebab dan akibat patticasamupadda mempunyai signifikan sebagai asas penciptaan alam semesta
dan asas doktrin kelahiran semula yang membelengu kewujudan makhluk tanpa jalan keluar kerana ikatan ini tidak boleh terurai melainkan dengan pencapaian tahap kerohanian yang tinggi
nirvana. Kesinambungan kelahiran semula yang tiada pengakhiran disebabkan samsara yang sentiasa wujud dan tidak berakhir sehingga memberi kesan pada kitaran yang wujud dalam proses
proses sebab dan akibat patticasamupadda. Agama Buddha memiliki teori asas penciptaan yang unik kerana peranan penciptaan difahami dalam konteks sebab dan akibat patticasamupadda.
Setelah ditelusuri dengan detil, kepercayaan kepada peranan sebab dan akibat ini berasaskan kepada kepercayaan samsara yang menjadi tunjang dan agen kepada proses penciptaan alam
semesta yang mana mempengaruhi konsep sebab dan akibat patticasamupadda.Lihat Norakmal Azraf Bin Awaludin, Indriaty Binti Ismail, Asas Penciptaan Alam Semesta Agama Hindu dan
Agama Buddha: Kajian Perbandingan, tp, tt, h.1375
53
BAB III KOSMOLOGI DALAM SAINS MODERN