Asal Mula Alam Semesta

31

BAB II KONSEP KOSMOLOGI DALAM BUDDHA

A. Asal Mula Alam Semesta

Awalnya, Sang Buddha tidak membahas berbagai spekulasi tentang kosmologi ilmu alam semesta dan kosmogonik ilmu asal-usul alam semesta yang di kedepankan oleh para cendekia. Beliau tidak ingin menuruti spekulasi- spekulasi yang tidak jelas maksud dan logikanya, di sisi lain Beliau telah pernah berjuang sangat keras bergelut dengan pertanyaan yang lebih penting mengenai penderitaan hidup dukkha dan jalan untuk terbebas dari penderitaan. Bagaimanapun, di kemudian hari, literatur Buddhisme memberikan gambaran dan penjelasan yang terperinci mengenai kosmos, dikarenakan hal ini memainkan peranan dalam perjuangan mencapai kebebasan. Sang Buddha berpendapat, bahwa alam semesta, yang disebut Beliau sebagai Samsara, adalah tanpa awal, Beliau bersabda: “Tak dapat ditentukan awal dari alam semesta. Titik terjauh dari kehidupan, berpindah dari kelahiran, terikat oleh ketidaktahuan dan keinginan, tidaklah dapat diketahui.” Samyutta Nikaya II : 178. 1 Para pakar ilmu pengetahuan sekarang meyakini, bahwa alam semesta adalah suatu sistem yang berdenyut, yang setelah mengembang secara maksimal, lalu menciut dengan segala energi yang ditekan pada suatu bentukan masa; sedemikian besar sehingga menyebabkan ledakan, yang disebut sebagi “Big Bang”, yang berakibat pelepasan energi. Pengembangan dan penciutan alam semesta berlangsung dalam kurun waktu miliaran tahun. Sekali lagi, sang Buddha telah memaklumi pengembangan dan penciutan alam semesta. Beliau bersabda: 1 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 11. 32 “Lebih awal atau lebih lambat, ada suatu waktu, sesudah masa waktu yang sangat panjang sekali alam semesta menciut, tetapi lebih awal atau lebih lambat, sesudah masa yang lama sekali, alam semesta mula i mengembang lagi” Digha Nikaya III : 84 2 Penemuan teleskop konvensional dan teleskop radio belakangan kemudian, telah memungkinkan para ahli astronomi untuk mengetahui tidak saja asal dan sifat alam dari alam semesta, tapi juga susunannya. Diketahui sekarang, bahwa alam semesta terdiri dari sekian miliar bintang, planet, asteroid dan komet. Semua benda langit tersebut berkelompok dalam bentuk cakram atau spiral yang disebut galaksi. Planet bumi kita hanya satu titik kecil yang terdapat pada suatu galaksi yang diberi nama Bimasakti Inggris: Milky Way. Bimasakti atau Milky Way terdiri atas kurang lebih 100 miliar bintang dengan jarak ujung ke ujung 60.000 tahun cahaya. Telah diketahui pula bahwa galaksi-galaksi di dalam semesta ini tersusun berkelompok. Kelompok galaksi dimana Bimasakti kita berada terdiri dari dua lusin galaksi; kelompok lain, kelompok Virgo misalnya terdiri dari ribuan galaksi. 3 Dibalik kenyataan; bahwa tata surya, galaksi, dan kelompok galaksi baru diketahui di dunia Barat setelah penemuan peralatan canggih; maka ternyata kitab suci agama Buddha telah banyak menyebutkan hal tersebut ribuan tahun sebelumnya. Penganut agama Buddha sejak zaman dahulu telah menggambarkan galaksi sebagai berbentuk spiral. Istilah dalam bahasa Pali untuk galaksi adalah cakkavala ; yang berasal dari kata “cakka”, yang berarti cakramroda. Sang Buddha secara sangat jelas dan tepat menggambarkan kelompok-kelompok galaksi, yang oleh para ilmuan baru ditemukan. Beliau menyebutnya sebagai 2 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 11. 3 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 11-12. 33 sistim dunia loka dhatu dan menambahkan perbedaan dalam ukurannya: sistim dunia ribuan-lipat, sistim dunia puluhan ribu-lipat, sistim dunia besar, dan seterusnya. Beliau menyebutkan sistem dunia terdiri dari ribuan matahari dan planet, walau sebenarnya oleh para ahli astronomi menyebutnya sebagai jutaan. 4 “Sejauh matahari-matahari dan bulan-bulan berputar, bersinar dan memancarkan sinarnya ke angkasa, sejauh itu pula sistim dunia ribuan- lipat. Didalamnya terdapat ribuan matahari, ri buan bulan.” Anguttara Nikaya I : 227 Dahulu, dalam waktu yang sangat lama, manusia tidak dapat membayangkan luas alam semesta baik dalam satuan waktu maupun ruang untuk dapat memahami asal dan luas alam semesta. Pemikiran saat itu terbatas serta terikat kepemahaman dunia semesta. Di dalam Bible misalnya, dipahami bahwa seluruh alam semesta diciptakan dalam enam hari dan penciptaan itu terjadi barulah beberapa ribu tahun lalu. 5 Saat ini, para ilmuan astronomi menghitung bintang dalam satuan ribuan miliar dan mengukur jarak alam semesta dalam satuan tahun cahaya; satu tahun cahaya adalah jarak yang dapat di tempuh oleh cahaya dalam waktu satu tahun. Manusia zaman dahulu jelas tidak dapat membayangkan dimensi seperti itu. Sang Buddha, adalah pengecualian. Kebijaksanaan-Nya, yang tak terbatas, dapat memahami konsep dari alam semesta yang tak terbatas. Beliau menyebut adanya: “Daerah gelap, hitam, kelam diantara sistim-sitim dunia, sedemikian rupa hingga cahaya matahari dan bulan sekalipun tak dapat mencapai nya” Majjhima Nikaya : 120 6 Waktu yang diperlukan untuk terbentuk dan hancurnya suatu sistim dunia sangatlah panjang; diperlukan sangat banyak kappa sebagai satuan waktu untuk 4 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 12. 5 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 12. 6 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 12. 34 itu. Sewaktu sang Buddha ditanya tentang panjang kurun waktu satu kappa, Beliau menjawab: “Sangat panjang kurun waktu satu kappa. Tak dapat diperhitungkan dengan tahun, abad ataupun ribuan abad”. “Bila demikian, Guru, dapatkah dengan menggunakan permumpamaan?” “Dapat. Bayangkan bongkahan suatu gunung besar, tanpa retak, tanpa celah, padat, berkukuran panjang I mil, lebar I mil dan tingginya juga I mil. Lalu bayangkan setiap seratus tahun ada seorang datang menggosoknya dengan sepotong sutra Benares. Maka, akan lebih cepat bukit itu habis tergosok dari pada suatu masa kappa berlalu. Pula ketahuilah, lebih dari satu, lebih dari ribuan, lebih dari ratusan ribu kappa, sebenarnya telah berlalu”. Samyuta Nikaya II : 181 7 Disini terlihat, betapa sang Buddha menggunakan perumpamaan seperti diuraikan diatas untuk memberi gambaran tenta ng “jarak ruang dalam satuan waktu”; sama halnya para ahli astronomi saat ini menggambarkan “jarak-jarak di angkasa luar dengan menggunakan satuan tahun cahaya”. 8 Namun, sang Buddha menyebut tentang asal dan perluasan alam semesta hanya sepintas lalu. Beliau tidak menganggap, bahwa berteori dan berspekulasi tentang hal tersebut, adalah lebih penting dibanding masalah utama kita, yakni mengakhiri penderitaan dan mencapai kebahagiaan Nibbana Sansekerta: Nirwana. Ketika seseoang sekali waktu mendesak Sang Buddha untuk menjawab pertanyaan tentang luasanya alam semesta, sang Buddha membandingkan keadaan orang tersebut sebagai seorang yang terkena panah beracun, namun menolak diobati dan dicabuti anak panah tersebut, sebelum orang tersebut mengetahui secara jelas siapa yang melepaskan anak panah tersebut. Sang Buddha, lalu bersabda: 7 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 13. 8 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 13. 35 “Menjalani hidup yang suci tak dikatakan tergantung apakah alam semesta ini berbatas atau tidak, atau keduanya atau tidak keduanya. Sebab apakah alam semesta ini, berbatas atau tidak; tetaplah ada kelahiran, tetap ada usia lanjut, tetap ada kematian, kesedihan, penyesalan, penderitaan, keperihan dan keputusasaan; dan untuk mengatasi semua itulah semua yang Saya ajarkan” Majjhima Nikaya I : 430 9 Sangat jelas, dengan hanya berbekal pengetahuan tentang bagaimana alam semesta terjadi, kita tidak akan dapat mengatasi penderitaan, pula tidak akan dapat mengembangkan kemurahan hati, kebajikan dan cinta kasih. Buat sang Buddha pertanyaan menyangkut hal-hal ini jauh lebih penting daripada spekulasi tentang asal mula alam semesta. 10 Walau demikian, konsep sang Buddha tentang alam semesta yang sangat tepat dan maju, menyebabkan kita bertanya dalam diri; bagaimana bisa Beliau mengetahui semua itu. Bagaimana mungkin seorang mengetahui tentang berkelompoknya bima sakti dan bahwa bima sakti itu berbentuk spiral, jauh sebelum penemuan teleskop? Bagaimana Dia, yang hidup di zaman lampau demikian menghayati ke-takterbatasan waktu dan ruang? Jawaban satu-satunya yang mungkin ialah karena, Beliau, sebagai yang disebut oleh Beliau sendiri, adalah Buddha yang telah mencapai Pencerahan Inggeris: enlightenment. Batin- Nya demikian sempurna, bebas dari prasangka dan kekhayalan yang biasanya mengotori batin orang biasa, pengetahuannya telah berkembang di luar kemampuan manusia biasa. Sang Buddha menyatakan diri- Nya sebagai “pengenal alam semesta” lokavidu Majjhima Nikaya I : 337, dan pernyataan Beliau memang terbukti kebenarannya. 11 9 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 14. 10 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 14. 11 Tanhadi, Alam Semesta Dalam Buddha Dhamma,tp, tt, h. 14 36

B. Proses Penciptaan Alam Semesta