Analisis Tes Instrumen Penelitian

b. Analisis Tes

Untuk memperoleh perangkat tes yang memenuhi kriteria tes yang baik, maka sebelum digunakan, tes yang telah disusun dikonsultasikan validitas isi content validity dan validitas mukanya face validity kepada sesama peneliti untuk mendapatkan masukan, baru kemudian kepada pembimbing. Validitas isi suatu tes artinya ketepatan tes tersebut ditinjau dari segi materi yang diajukan, yaitu materi bahan yang dipakai sebagai tes tersebut merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai Suherman, 2001. Validitas muka disebut juga validitas bentuk soal atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain. Validitas lain yang harus diperiksa adalah validitas empiris yaitu validitas yang diperoleh dengan melalui observasi atau pengalaman empirik, menggunakan kriteria untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas yang dibuat melalui perhitungan korelasi. Validitas ini diketahui setelah perangkat tes diujicobakan. Setelah mendapat masukan tentang validitas tes pada beberapa soal dilakukan revisi seperlunya. Selanjutnya tes diuji cobakan dan dianalisis validitas empiriknya, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya. Perangkat tes diujicobakan pada siswa kelas 2 VIII SMP Negeri 3 Cugenang Cianjur. Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberian skor terhadap jawaban siswa, maka kegiatan selanjutnya adalah menganalisa tes berdasarkan skor jawaban yang diperoleh. Berikut adalah hasil analisis validitas empiriknya, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran dari tes. 1 Analisis Validitas Tes Klasifikasi koefisien validitas menurut Guilford Suherman dalam Putri, 2006 adalah: Tabel 3.2. Klasifikasi Koefisien Validitas Nilai r xy Interpretasi 0,90 r xy ≤ 1,00 0,70 r xy ≤ 0,90 0,40 r xy ≤ 0,70 0,20 r xy ≤ 0,40 0,00 r xy ≤ 0,20 r xy ≤ 0,00 Sangat tinggi Tinggi baik Sedang cukup Rendah Sangat rendah Tidak valid Gambaran hasil perhitungan signifikasi dan derajat validitas butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini. Tabel 3.3. Perhitungan Validitas Tes Penalaran Matematik No. Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi 1.a 0.640 Sedang Signifikan 1.b 0.856 Tinggi Sangat Signifikan 1.c 0.648 Sedang Signifikan 1.d 0.794 Tinggi Sangat Signifikan 2.a 0.685 Sedang Signifikan 2.b 0.762 Tinggi Sangat Signifikan 3 0.599 Sedang Signifikan 4 0.674 Sedang Signifikan 5 0.664 Sedang Signifikan 6 0.591 Sedang Signifikan Dari 10 soal yang digunakan untuk menguji kemampuan penalaran matematik tersebut berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford diperoleh 7 soal yang mempunyai validitas sedang, dan 3 soal sisanya yang mempunyai validitas tinggi atau baik. Artinya tidak semua soal mempunyai validitas yang baik. Begitu juga kriteria signifikansi dari korelasi pada tabel di atas terlihat 7 soal yang signifikan dan 3 soal lainnya sangat signifikan. 2 Analisis Reliabilitas Tes Klasifikasi koefisien reliabilitas menurut Guilford Suherman dalam Putri, 2006 adalah sebagai berikut: Tabel 3.4. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai r 11 Interpretasi r 11 0,20 0,20 ≤ r 11 0,40 0,40 ≤ r 11 0,70 0,70 ≤ r 11 0,90 0,90 ≤ r 11 ≤ 1,00 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dapat menggunakan rumus Alpha, tetapi disini penulis langsung menggunakan program Anates V4 seperti pada perhitungan validitas soal dan hasilnya dapat dilihat pada lampiran. Dari hasil perhitungan didapat nilai korelasi r 11 = 0,89 untuk soal penalaran matematik. Dari nilai tersebut jika diinterpretasikan berdasarkan kriteria reliabilitas tes dari Guilford maka dapat dikatakan bahwa soal tes penalaran matematik secara keseluruhan memiliki reliabilitas yang tinggi. 3 Analisis Daya Pembeda Menentukan Daya Pembeda DP dari tiap soal. Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi atau pandai termasuk dalam kelompok unggul dengan siswa yang berkemampuan rendah atau kurang termasuk kelompok asor. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik jika siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik dan siswa yang berkemampuan kurang tidak dapat mengerjakannya dengan baik. Proses penentuan kelompok unggul dan kelompok asor ini adalah dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan yang terendah menggunakan perhitungan dengan AnatesV4 yang dapat dilihat dalam lampiran. Dari hasil perhitungan tersebut dapat langsung dilihat daya pembeda dari tiap butir soal. Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang digunakan menurut To dalam Putri, 2006 adalah sebagai berikut: Negatif – 10 = sangat buruk, harus dibuang 10 – 19 = buruk, sebaiknya dibuang 20 – 29 = agak baik, kemungkinan perlu direvisi 30 – 49 = baik 50 keatas = sangat baik Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal yang kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi daya pembeda dari To, yang secara terinci disajikan pada Tabel 3.5. dibawah ini: Tabel 3.5. Daya Pembeda Tiap Butir Soal Penalaran Matematik No. Soal Daya Pembeda Interpretasi 1.a 45,83 Baik 1.b 54,17 Sangat Baik 1.c 37,50 Baik 1.d 50,00 Sangat Baik 2.a 45,83 Baik 2.b 58,33 Sangat Baik 3 41,67 Baik 4 45,83 Baik 5 50,00 Sangat Baik 6 37,50 Baik Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes penalaran matematik yang terdiri dari 10 soal tes, terdapat empat soal yang memiliki daya pembeda yang sangat baik yaitu soal nomor 1b, 1d, 2b, dan 5, dan terdapat enam soal yang daya pembedanya baik yakni soal nomor 1a, 1c, 2a, 3, 4, dan 6. 4 Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan indeks atau persentase. Semakin besar persentase tingkat kesukaran maka semakin mudah soal tersebut. Klasifikasi interpretasi untuk tingkat kesukaran soal yang digunakan menurut To dalam Putri, 2006 adalah: 0 – 15 = sangat sukar 16 – 30 = sukar 31 – 70 = sedang 71 – 85 = mudah 86 –100= sangat mudah Dari hasil perhitungan dengan menggunakan AnatesV4, diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal yang rangkumannya secara terinci disajikan pada Tabel 3.6 berikut ini: Tabel 3.6. Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal Penalaran Matematik No. Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi 1.a 56,25 Sedang 1.b 68,75 Sedang 1.c 64,58 Sedang 1.d 25,00 Sukar 2.a 52,08 Sedang 2.b 58,33 Sedang 3 29,17 Sukar 4 47,92 Sedang 5 50.00 Sedang 6 39,58 Sedang Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal yang mengukur kemampuan penalaran matematik siswa yang terdiri dari 10 soal tes, terdapat dua soal yang memiliki tingkat kesukaran sukar yaitu soal nomor 1d dan nomor 3; dan delapan soal lainnya memiliki tingkat kesukaran yang sedang. 5 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kesimpulan dari semua perhitungan analisis hasil uji coba soal tes penalaran matematik disajikan secara lengkap pada Tabel 3.7 di bawah ini: Tabel 3.7. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji coba Soal Tes Penalaran Matematik No. Soal Interpretasi Validitas Interpretasi Tingkat Kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi Reliabilitas 1.a Sedang Sedang Baik Tinggi 1.b Tinggi Sedang Sangat Baik 1.c Sedang Sedang Baik 1.d Tinggi Sukar Sangat Baik 2.a Sedang Sedang Baik 2.b Tinggi Sedang Sangat Baik 3 Sedang Sukar Baik 4 Sedang Sedang Baik 5 Sedang Sedang Sangat Baik 6 Sedang Sedang Baik Pada tabel 3.7. didapat tiga soal yang memiliki kriteria validitas sedang, yaitu soal nomor 1.b, 1.d, dan 2.b. Kemudian, soal nomor 1.d dan 3 memiliki tingkat kesukaran sukar , dan selebihnya sedang. Daya pembeda dari sepuluh soal kemampuan penalaran matematik diperoleh empat soal mempunyai daya pembeda sangat baik, yaitu soal nomor 1.b, 1.d, 2.b, dan 5. Secara keseluruhan, soal tes kemampuan penalaran matematik pada materi Segitiga memiliki Reliabilitas yang tinggi, sehingga semua soal yang menjadi instrumen pada penelitian ini dapat digunakan. C.2. Skala Sikap Siswa Skala sikap siswa dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap sikap siswa. Sikap siswa tersebut berkenaan dengan sikap siswa terhadap matematika dan terhadap pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing berbasis masalah kontekstual. Skala sikap ini dibuat dengan berpedoman pada bentuk skala Likert dengan empat option. Dengan demikian, menurut Suherman 2003 pemberian skor untuk setiap pernyataan adalah 1 STS, 2TS, 3S, 4SS dan sebaliknya untuk pernyataan negatif diberikan skor 1 SS, 2S, 3TS, 4STS. Ke empat option ini berguna untuk menghindari sikap ragu-ragu untuk tidak memihak pada suatu pernyataan yang diajukan. Pernyataan skala sikap ini terdiri atas pernyataan- pernyataan positif dan negatif. Hal ini dimaksudkan agar siswa yang menjawab tidak asal-asalan karena suatu kondisi pernyataan yang monoton, sehingga membuat siswa cenderung malas berpikir. Menuntut agar siswa membaca dengan lebih teliti atas pernyataan yang diajukan, sehingga hasil yang diperoleh dari pengisian siswa terhadap skala sikap diharapkan lebih akurat. C.3. Lembar Observasi Observasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran langsung mengenai aktivitas siswa selama proses berlangsungnya pembelajaran. Dari hasil observasi ini akan diperoleh data yang dijadikan bahan evaluasi, dan data ini bersifat relatif, karena dapat dipengaruhi oleh keadaan dan subjektivitas pengamat. Pedoman observasi berguna untuk mengarahkan observer dalam mengumpulkan data sesuai dengan yang diharapkan, sehingga data yang terkumpul akan mengena pada sasarannya. Adapun dalam penelitian ini, dalam melakukan observasi setiap tindakan yang diambil yaitu aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen. Lembar observasi digunakan pada kelas eksperimen karena indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan dibuat khusus untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran berdasarkan masalah dengan metode penemuan terbimbing dalam aspek kemampuan penalaran matematik.

D. Prosedur Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery method) dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan penalaran adaptif siswa kelas xi IPA: penelitian quasi eksperimen di SMAN 5 Kota Tangerang Selatan

6 70 244

Penggunaan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa

1 8 197

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KREATIVITAS MATEMATIK ANTARA SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING BERBASIS MASALAH OPEN-ENDED DENGAN SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN EKSPOSITORI.

0 1 54

Perbandingan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik Antara Siswa yang Mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Siswa yang Mendapat Pembelajaran Penemuan Terbimbing.

1 5 63

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING.

0 0 43

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF SISWA SMP MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING.

0 5 32

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF SISWA SMP.

0 0 45

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING.

0 1 40

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK DAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK SISWA SMP DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING.

1 4 9

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMU MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 40