IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SKILL LABORATORY (STUDI KASUS DI PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AN NUR PURWODADI)

(1)

commit to user

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN

SKILL LABORATORY

(STUDI KASUS DI PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AN-NUR PURWODADI)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Oleh

Meity Mulya Susanti NIM S540809313

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SKILL LABORATORY (STUDI KASUS DI PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


(2)

commit to user

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ANNUR PURWODADI)

Disusun Oleh : Meity Mulya Susanti

NIM S540809313

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing :

Jabatan Nama Tanda tangan

Tanggal

Pembimbing I Prof.Dr.Didik G Tamtomo, dr. PAK.,MM, MKes, ... ... NIP.194803131976101001

Pembimbing II Dr. Nunuk Suryani, M.Pd ... ... NIP. 196611081990032001

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Prof.Dr. Didik G Tamtomo, dr. PAK.,MM, MKes NIP. 194803131976101001

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SKILL LABORATORY (STUDI KASUS DI PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ANNUR PURWODADI)


(3)

commit to user Tesis Di susun oleh : MEITY MULYA SUSANTI

NIM. S540809313

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim penguji Tesis Pada tanggal : 18 Januari 2011

Dewan penguji :

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr., Sp.PA(K) ... ... NIP. 194903171976091001

Sekretaris Ir. Ruben Dharmawan, dr.,M.Sc.,Ph.D ... ... NIP. 195111201986011001

Anggota Prof. Dr. Didik G Tamtomo, dr. PAK., MM. M.Kes, ... ... Penguji NIP. 194803131976101001

Dr. Hj. Nunuk Suryani, M.Pd ... ... NIP. 196611081990032001

Surakarta, Januari 2011

Mengetahui Ketua Program Studi Direktur PPs UNS Magister Kedokteran Keluarga

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D Prof. Dr. Didik G Tamtomo, dr. PAK., MM. M.Kes NIP. 195708201985031004 NIP.9480313197610

PERNYATAAN

Nama : Meity Mulya Susanti NIM : S540809313


(4)

commit to user

Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa Tesis berjudul Implementasi Pembelajaran Skill Laboratory (Studi Kasus di Program Studi D-III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan An-Nur Purwodadi) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam Tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, makasaya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan Tesis dan gelar yang saya peroleh dari Tesis tersebut.

Surakarta, Agustus 2010 Yang Membuat Pernyataan,

Meity Mulya Susanti

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul ”IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SKILL LABORATORY (STUDI KASUS


(5)

commit to user

DI PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ANNUR PURWODADI).” Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai derajat sarjana S2, Minat Utama Kedokteran Keluarga, Program Studi Pendidikan Profesi Kesehatan , Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr, Sp.KJ (K), selaku Rektor Universitas Sebelas Maret beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti pendidikan di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk mengikuti pendidikan di Pascasarjana.

3. Prof. Dr. Didik G Tamtomo, dr, PAK, MM, M.Kes Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Kesehatan dan sebagai Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan bimbingan selama proses penyusunan penelitian ini.

4. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd sebagai pembimbing II yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan penelitian ini.


(6)

commit to user

6. Suamiku Drs. Suwoto, putra-putriku tercinta Anggito Feby Abimanyu, Bilqis Pinastika Putri dan Clarissa Diyanah Putri karena keikhlasan doa, dukungan dan segala pengorbanannya kepada peneliti.

7. Ayahanda H. Slamet Sukardi dan Ibunda Hj. Herningkih serta keluarga besar H Gunadi yang telah mengijinkan dan tidak pernah berhenti mendoakan serta mendukung penulis dalam menjalani pilihan ini

8. Teman – teman seperjuangan angkatan 2009 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan pahala dari Allah SWT dan semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam upaya peningkatan pembelajaran skill laboratory di Diploma Keperawatan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Purwodadi, Agustus 2010

Peneliti

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii


(7)

commit to user

PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran a. Pengertian... 5

b. Perencanaan Pembelajaran... 6

c. Tujuan Pembelajaran... 7

2. Evaluasi Pembelajaran a. Pengertian... 8

b. Manfaat Evaluasi... 9

3. Laboratorium Ketrampilan (Skill Laboratory) a. Pengertian... 11


(8)

commit to user

c. Proses Bimbingan... 15

d. Evaluasi Skill laboratory... 17

B. Penelitian yang Terkait... 20

C. Kerangka Penelitian... 21

BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian... 22

B. Lokasi dan Pelaksanaan Penelitian... 22

C. Sumber Data... 22

D. Teknik dan Pengumpulan Data... 23

E. Validitas dan Reliabilitas Data... 24

F. Teknis Analisis Data... 26

1. Reduksi Data... 27

2. Penyajian Data... 27

3. Kesimpulan... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian... 29

B. Temuan Penelitian... 31

C. Pembahasan... 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 51

B. Implikasi... 51

C. Saran... 52


(9)

commit to user LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Triangulasi Sumber Data... 25

Gambar 2. Triangulasi Metode Pengumpulan Data... 25


(10)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1. Jadwal Penelitian... 56

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Mahasiswa... 57

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Dosen... 58

Lampiran 4 Transkrip dan Analisa Diskusi Kelompok Terfokus... 59

Lampiran 5. Transkrip dan Analisa Hasil Wawancara... 65

Lampiran 6. Hasil Observasi Pembelajaran Skill Laboratory... 75

Lampiran 7. Hasil Studi Dokumentasi Skill Laboratory.yang


(11)

commit to user

Luka... 79

ABSTRAK

Meity Mulya Susanti, S540809313, 2010. Implementasi Pembelajaran Skill

Laboratory (Studi Kasus di Program Studi D-III Keperawatan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan An-Nur Purwodadi). Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Komisi Pembimbing : 1. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., PAK., MM., M.Kes 2. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd

Tujuan : untuk menganalisis implementasi pembelajaran skill laboratory di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan An-Nur Purwodadi, dilihat dari perencanaan, pelaksanaan pembelajaran maupun evaluasi pembelajaran

Metode : deskriptif kualitatif. Pengambilan data dengan cara diskusi kelompok terfokus, wawancara mendalam, observasi lapangan dan analisis dokumen. Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas dan reliabilitas data dengan triangulasi yaitu membandingkan data dari satu narasumber dengan narasumber lain. Data yang diperoleh dari narasumber juga dibandingkan dengan data yang diperoleh dari observasi dan studi dokumen. Analisa data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil : (1) Pengelola skill laboratory telah menyiapkan jadwal pembelajaran, buku pedoman praktikum belum disiapkan, mahasiswa hanya mendapat Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Tools penilaian secara terpisah-pisah, Instruktur yang kompeten di bidangnya, belum tersedianya manekin khusus untuk perawatan luka, tetapi instruktur sudah berusaha memodifikasi. (2) Pelaksanaan pembelajaran skill laboratory dibagi dalam tiga sesi yaitu terbimbing, mandiri dan responsi. Di awal sesi terbimbing, instruktur mengecek kesiapan mahasiswa, menjelaskan materi dan mendemonstrasikan ketrampilan perawatan luka. Pada


(12)

commit to user

sesi mandiri mahasiswa berlatih sendiri tanpa didampingi instruktur, sebagian mahasiswa kurang motivasi. Saat responsi mahasiswa mempraktikan ketrampilan perawatan luka dihadapan instruktur kemudian diberi feedback. (3) Evaluasi pembelajaran dengan uji OSCE (Objective Structure Clinical Examination). Hasil evaluasi menunjukkan mahasiswa kompeten.

Kesimpulan : Program Studi D-III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan An-Nur Purwodadi telah melaksanakan pembelajaran skill laboratory dengan baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Kata kunci : skill laboratory, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi

ABSTRACT

Meity Mulya Susanti, S540809313, 2010. The Implementation of Skill Laboratory (Case Study in Nursing Diploma Program Study STIKES An-Nur Purwodadi. Tesis : Post Graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta. The Commision is supervising : 1. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., PAK., MM., M.Kes 2. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd

Object : aimed to analyze the skill laboratory implementation in STIKES An-Nur Purwodadi, starting from the planning, implementation of learning and evaluation of learning.

Method : descriptive qualitative, Intake of data by focus group discussion, indept interview, field observation and document study. To obtained a valid and reliable data, done by triangulasi that is by comparing data from one speaker with other speaker. Data obtained from speaker also compared with data obtained from observation and document study. Analyse data done bay data reduction, data presentation and tahan conclusion.

Result : (1) organizer skill laboratory have prepared study schedule, practice guidance book did’t prepare yet, instructor which competence in his area, students given Operational Procedure Standart and Evaluation Tools disseparation. (2). Implemntation of skill laboratory divided into three session that is terbimbing, mandiri and renponces. Early session of terbimbing by a instructor check the readiness of student, explaining and demonstrated items. At mandiri session student exercise by them self without consorted by instructor. A part of student less motivate. Respoces session student practice skill in front of instructor and


(13)

commit to user

later then given feedback. (3) Evaluate with OSCE (Objective Structure Clinical Examination). Result of evaluation show student have competence.

Conclusion : Nursing Diploma Program Study STIKES An-Nur Purwodadi has carried out laboratory with good learning skills from the planning, implementation and evaluation.

Key word : skill laboratory, planning, implementation, evaluation.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk menjadi tenaga kesehatan yang profesional, diperlukan kemampuan yang komprehensif yang meliputi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Para pengguna lulusan tenaga kesehatan saat ini lebih selektif dalam menerima pegawai karena menginginkan peningkatan mutu pelayanan. Hal ini dikarenakan masyarakat saat ini menginginkan pelayanan yang lebih nyaman, cepat dan akurat serta memuaskan. Di antara tiga ranah tersebut, Haryati (2008) mengatakan bahwa masih ada keluhan dari konsumen yang dirasakan oleh pengguna jasa tentang sikap maupun ketrampilan tenaga kesehatan.


(14)

commit to user

Saat ini pemerintah telah membuat peraturan yang mengharuskan setiap tenaga kesehatan yang ingin mendapatkan ijin praktik harus memiliki sertifikat kompetensi yang diperoleh setelah lulus uji kompetensi. Dengan adanya ujian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang pengetahuan, sikap dan ketrampilan tenaga kesehatan, sehingga nantinya akan terjamin dan terstandar secara nasional (Handri, 2009). Hal ini membuat institusi pendidikan kesehatan harus bekerja keras menyiapkan mahasiswanya agar tidak gagal dalam menempuh ujian kompetensi.

Pengelolaan pembelajaran praktik ketrampilan antar institusi pendidikan kesehatan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran praktik dibutuhkan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang lebih banyak dari pada pembelajaran dengan cara ceramah. Masalah yang dihadapi diantaranya keterbatasan jumlah instruktur yang kompeten dalam ketrampilan yang diajarkan, belum adanya buku standar Operasional Prosedur dalam melakukan tindakan, terbatasnya jumlah alat bantu praktik, jumlah ruangan dan lain sebagainya.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) AN-NUR Purwodadi sebagai sebuah institusi pendidikan khususnya prodi D-III Keperawatan, melakukan pembelajaran skill laboratory sejak dini untuk menyiapkan mahasiswa agar kompeten dibidang keperawatan. Skill laboratory merupakan suatu kegiatan pelatihan ketrampilan bagi mahasiswa di laboratorium dengan tujuan menyiapkan mahasiswa agar siap dengan ketrampilan-ketrampilan di klinik (Agni, 2000). Sebagai lembaga pendidikan yang baru empat tahun konversi


(15)

commit to user

menjadi sekolah tinggi, tentu pengelola skill laboratory menghadapi kendala yang tidak sedikit. Berdasarkan wawancara awal didapatkan beberapa kendala dalam mempersiapkan kegiatan skill laboratory, melaksanakan maupun mengevaluasi kemampuan mahasiswa. Untuk itu pengelola skill laboratory harus berupaya seoptimal mungkin sehingga skill laboratory tetap dapat berjalan.

Saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pelaksanaan skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih mendalam tentang pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perencanaan yang dilakukan instruktur ketika akan memberikan pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi ?

2. Bagaimana instruktur melaksanakan pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi ?

3. Bagaimana instruktur mengevaluasi kemampuan mahasiswa setelah pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi ?

4. Bagaimana dengan kendala yang ditemukan dalam pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi dan bagaimana cara mengatasinya ?


(16)

commit to user C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis implementasi pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis bagaimana perencanaan yang dilakukan instruktur ketika akan memberikan pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi

b. Menganalisis bagaimana instruktur melaksanakan pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi

c. Menganalisis bagaimana cara instruktur mengevaluasi kemampuan mahasiswa setelah pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi

d. Menganalisis kendala kendala yang ditemukan dalam pembelajaran

skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi dan bagaimana cara mengatasinya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara Teoritis

Hasil penelitian bermanfaat bagi mahasiswa agar dapat menyesuaikan diri dalam mengikuti pembelajaran skill laboratory yang tepat


(17)

commit to user

a. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi institusi STIKES AN-NUR Purwodadi sebagai informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui inovasi metode pembelajaran terutama pembelajaran skill laboratory sehingga bisa menghasilkan perawat yang profesional

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi institusi pendidikan tenaga kesehatan lainnya yang ingin melaksanakan metode pembelajaran skill laboratory.


(18)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran a. Pengertian

Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan mahasiswa. Dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pemilihan, penetapan dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Itulah sebabnya dalam belajar, mahasiswa tidak hanya berinteraksi dengan dosen sebagai salah satu sumber belajar, tetapi juga berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar (Uno, 2007).

Menurut Slameto (1995) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Cronbach dalam Achmad (2007) mendefinisikan belajar sebagai proses pengubahan tingkah laku yang relative permanen sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.


(19)

commit to user

Achmad (2007) menyimpulkan bahwa belajar merupakan proses siswa membangun gagasan atau pemahaman sendiri untuk berbuat, berfikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan dosen, baik melalui pengalaman mental, pengalaman fisik maupun pengalaman sosial.

Menurut Bloom dalam Asnaldi (2008) perubahan sebagai hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

Ciri-ciri belajar menurut Miarso (2009) meliputi bertambahnya jumlah pengetahuan, mempunyai kemampuan mengingat, menerapkan pengetahuan, menyimpulkan makna, menafsirkan dan mengkaitkan dengan realitas dan berubah menjadi pribadi baru. Belajar bukan sekedar menerima informasi dari orang lain tentang apa yang ingin diketahuinya. Dalam belajar diperlukan motivasi yang tinggi, semangat untuk belajar secara mandiri dan suasana yang mendukung (Harsono, 2004).

b. Perencanaan Pembelajaran

Uno ( 2006) menjelaskan bahwa perencanaan pembelajaran harus dilakukan agar dapat dihasilkan pembelajaran yang lebih baik. Sebagai sasaran akhir dari perencanaan pembelajaran adalah mudahnya mahasiswa untuk belajar. Di dalam melakukan perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel


(20)

commit to user

pembelajaran. Inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Ibrahim dalam Syaodih (2003) menjelaskan bahwa dalam menyusun perencanaan program pengajaran harus memperhatikan kurikulum yang didalamnya terdapat Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Di samping itu juga perlu memperhatikan sarana dan prasarana institusi, kemampuan dan perkembangan mahasiswa serta keadaan dosen.

c. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan (Uno, 2007).

Ibrahim dan Syaodih (2003) menjelaskan tujuan pembelajaran sebagai perilaku hasil belajar yang diharapkan dapat dimiliki mahasiswa setelah menempuh proses belajar mengajar. Pada waktu yang lalu tujuan pembelajaran diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh dosen, sedangkan dewasa ini tujuan pembelajaran lebih diartikan sebagai suatu produk atau hasil yang dicapai oleh mahasiswa.


(21)

commit to user

Taksonomi tujuan pembelajaran kawasan psikomotor menurut Uno (2006) dapat dibuat berjenjang dari yang paling sederhana yaitu persepsi yang berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan, seperti mengenal kerusakan mesin dari suaranya hingga tingkatan yang tinggi yaitu originasi yang berkaitan dengan kemampuan penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi atau masalah tertentu. Originasi hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai ketrampilan tinggi.

d. Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Slameto (1995) menyebutkan secara garis besar faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, meliputi jasmaniah, psikologis dan kelelahan. Faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

2. Evaluasi Pembelajaran a. Pengertian

Evaluasi pembelajaran adalah pengumpulan kenyataan secara sistimatis untuk menetapkan apakah dalam kenyataan terjadi perubahan dalam diri mahasiswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi mahasiswa (Daryanto, 2007)

Purwanto (2008) mendefinisikan evaluasi pembelajaran sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat


(22)

commit to user

keputusan sampai sejauh mana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh mahasiswa.

Evaluasi proses belajar mengajar dari sudut pandang evaluasi manajerial merupakan suatu langkah sangat strategis dalam proses belajar mengajar, karena evaluasi merupakan suatu upaya untuk melakukan perbaikan mutu pembelajaran. Sedang penilaian keberhasilan belajar adalah suatu usaha untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya telah dapat dicapai (Taufiqurrahman, 2008).

Dalam evaluasi hasil belajar, sering ditemukan istilah mengukur dan menilai. Uno (2006) membedakan antara mengukur dan menilai. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan alat ukur tertentu dan bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran subyektif dan bersifat kualitatif.

b. Manfaat Evaluasi

Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang dosen dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, dosen akan mengetahui perkembangan hasil belajar,


(23)

commit to user

intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian peserta didik (Kiranawati, 2008).

Daryanto (2007) menjelaskan manfaat evaluasi bagi mahasiswa maupun dosen sebagai berikut : bagi mahasiswa jika hasilnya memuaskan akan memotivasi mahasiswa untuk belajar lebih giat sehingga mendapat hasil yang lebih memuaskan lagi, tetapi jika hasilnya tidak memuaskan, mahasiswa akan berusaha agar lain kali tidak terulang lagi. Namun ada juga beberapa mahasiswa yang lemah kemauannya, sehingga menjadi putus asa. Manfaat evaluasi bagi dosen dapat mengetahui mahasiswa mana yang berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah menguasai bahan dan mahasiswa mana yang belum sehingga membutuhkan perhatian lebih. Dosen juga dapat mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat sehingga untuk memberikan pengajaran di waktu yang akan datang tidak perlu dilakukan perubahan. Bagi institusi dapat mengetahui kondisi belajar yang diciptakan oleh institusi sudah sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cerminan kualitas suatu institusi. Institusi juga mengetahui tepat tidaknya kurikulum untuk institusi itu. Institusi juga bisa mengetahui apakah sudah memenuhi standar akan terlihat dari bagusnya angka-angka yang diperoleh mahasiswa.

Kiranawati (2008) menjelaskan bahwa dalam konteks pelaksanaan pendidikan mahasiswa, evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain : a) Untuk mengetahui kemajuan belajar mahasiswa


(24)

commit to user

setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. b) Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran, c) Untuk mengetahui kedudukan mahasiswa dalam kelompoknya, d) Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi dosen dan mahasiswa dalam rangka perbaikan.

Menurut Purwanto (2008) evaluasi dapat memberi manfaat : a) Bagi Dosen sebagai dasar untuk memperbaiki proses mengajar. b) Menentukan hasil belajar mahasiswa, c) Menempatkan mahasiswa sesuai dengan tingkat kemampuan atau karakteristik lainnya yang dimiliki mahasiswa, d) Mengenal latar belakang psikologis, fisik, dan lingkungan mahasiswa, terutama yang mengalami kesulitan belajar, agar dapat dilakukan perbaikan dan pembimbingan.

3. Laboratorium Ketrampilan (skill laboratory) a. Pengertian

Menurut Nursalam dan Efendi (2008) laboratorium adalah tempat dimana peserta didik mempergunakan pendekatan pemecahan masalah untuk mengembangkan berbagai teknik dalam mengontrol lingkungan belajar.

Nurini, dkk (2002) menjelaskan bahwa laboratorium ketrampilan medik/skill laboratory merupakan suatu fasilitas tempat mahasiswa dapat berlatih ketrampilan-ketrampilan medik yang


(25)

commit to user

mereka perlukan dalam situasi latihan di laboratorium, bukan dalam suasana kontak antara perawat-pasien di rumah sakit.

skill laboratory merupakan suatu kegiatan di laboratorium di mana mahasiswa diajarkan ketrampilan klinik. Kegiatan di skill laboratory bertujuan menunjang pencapaian kompetensi klinis.

skill laboratory merupakan wahana bagi mahasiswa untuk belajar ketrampilan klinis yang mereka perlukan dengan setting seperti antara perawat-pasien namun dilakukan dalam suasana latihan. Pembelajaran di skill laboratory bukan dimaksudkan untuk menggantikan praktik klinik, tetapi menyiapkan mahasiswa agar lebih siap ketika melaksanakan asuhan keperawatan secara nyata di tatanan klinik. (Mahmud, 2006)

Dalam skill laboratory mahasiswa dilatih berbagai macam ketrampilan keperawatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi pasien yang unik sehingga nantinya mahasiswa benar-benar siap dalam menghadapi pasien.

Sarana pendidikan dalam skill laboratory dapat berupa: alat-alat kedokteran, setting, alat-alat bantu audio visual, model (manikin), pasien simulasi, puskesmas, rumah sakit dan masyarakat. (Nurini, dkk, 2002)

b. Pembelajaran skils laboratory

Lulusan pendidikan tinggi kesehatan dituntut memiliki sikap dan kemampuan professional yang diperoleh sebagai hasil dari


(26)

commit to user

penerapan kurikulum pendidikan melalui berbagai bentuk pengalaman belajar, diantaranya adalah Pengalaman Belajar Praktik (PBP). PBP merupakan proses pembelajaran di laboratorium dalam rangka memperkuat teori-teori/pengetahuan yang didapat dari pengalaman belajar lain. Strategi pembelajaran praktikum merupakan pengintegrasian antara teori/pengetahuan dasar professional, sehingga dalam pelaksanaannya dikelola secara terintegrasi (Nursalam dan Efendi, 2008).

Pembelajaran praktik sebagai salah satu strategi pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius karena dapat membelajarkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara bersama (Zainuddin, 2001).

Sumintono (2008) menyebutkan hasil yang dapat diperoleh dari kegiatan praktik laboratorium yaitu : mengajarkan ketrampilan manual dan observasi yang berhubungan dengan subyek, meningkatkan pemahaman metode penelaahan ilmiah, mengembangkan ketrampilan dalam pemecahan masalah dan mengembangkan tingkah laku professional.

Gagne dalam Nursalam dan Efendi (2008) menyatakan bahwa kondisi untuk mempelajari ketrampilan memerlukan petunjuk dari pengajar agar peserta didik tahu apa yang harus mereka lakukan, tahu bagaimana melakukan tindakan dan latihan ketrampilan.


(27)

commit to user

Slamento (1995) mengatakan pembimbing diharapkan mampu : mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individu maupun kelompok, memberikan penerangan kepada peserta didik mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, memberikan kesempatan yang memadai agar setiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya, membantu setiap peserta didik dalam masalah-masalah pribadi, menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukan.

Dalam kaitannya dengan tujuan belajar, menurut Balendong (1999) terdapat beberapa tingkatan kinerja suatu pelatihan ketrampilan yaitu yang pertama tingkat awal (skill acquisision), merupakan tingkat pertama dalam mempelajari ketrampilan klinik baru. Bantuan dan pengawasan diperlukan untuk memperoleh kinerja yang benar. Kedua tingkat mampu (skill competency), merupakan tingkat menengah dalam mempelajari ketrampilan klinik baru. Mahasiswa sudah dapat melakukan langkah-langkah dan urutannya dengan memuaskan, tetapi belum efisien. Ketiga adalah tingkat mahir (skill profiency), merupakan tingkat akhir dalam mempelajari ketrampilan klinik baru. Mahasiswa sudah dapat melakukan langkah-langkah dan urutannya dengan memuaskan dan efisien.

Tujuan pembelajaran skill laboratory adalah untuk menyamakan pebelajaran dan evaluasi ketrampilan klinik dengan menggunakan alat penilaian yang sama bagi semua mahasiswa,


(28)

commit to user

meningkatkan sikap mahasiswa dalam memberi pelayanan pada pasien (Mahmoud, 2006).

c. Proses Bimbingan

Proses bimbingan ketrampilan menurut Balendong (1999) dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap pertama dengan cara mendemonstrasikan ketrampilan klinik meliputi menjelaskan ketrampilan yang akan dipelajari, menggunakan video atau slide, menunjukkan ketrampilan yang akan dipelajari, memperagakan ketrampilan pada model anatomic (simulasi). Tahap kedua praktik oleh mahasiswa di bawahpengawasan dosen pada model pasien. Dilakukan dengan cara mahasiswa mempraktikan ketrampilan pada model/simulasi/role play. Dosen sebagai pembimbing meninjau ulang praktik, Mahasiswa diberikan umpan balik yang konstruktif. Tahap ketiga evaluasi kompetensi/ketrampilan mahasiswa oleh dosen. Tahap ini dilakukan dengan cara menilai setiap ketrampilan mahasiswa pada model menggunakan check list yang telah dibuat dan praktik pada pasien di bawah pengawasan pembimbing, setelah kompeten pada model.

Disamping belajar secara terbimbing, mahasiswa juga harus belajar aktif secara mandiri. Hal ini sesuai dengan ciri pembelajaran pada orang dewasa. Belajar aktif secara mandiri akan menimbulkan kegembiraan pada mahasiswa, membentuk suasana belajar tanpa


(29)

commit to user

stress atau tertekan, dan memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang telah ditetapkan (Mudjiman, 2007).

Proses pembelajaran praktikum menurut Nursalam dan Efendi (2008) dilakukan melalui tiga tahapan yaitu : 1). Persiapan rancangan pembelajaran meliputi :perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik, sumber yang sesuai dengan jumlah peserta, mencoba peralatan, merancang lay out, merencanakan ruang praktikum, membuat makalah, pengaturan tempat duduk. 2). Penerapan berbagai metode pembelajaran laboratorium meliputi : demonstrasi, simulasi, eksperimen. 3). Evaluasi pencapaian tujuan pembelajaran praktikum dan kemampuan peserta didik.

Dalam pembelajaran skill laboratory diperlukan instruktur. Instruktur merupakan tenaga mahir pada bidang ketrampilan keperawatan tertentu yang melatih ketrampilan keperawatan kepada mahasiswa (Nurini, dkk, 2002).

Instruktur pembelajaran praktik mempunyai beberapa tanggungjawab. Menurut Freiberg dan Driscoll (1996) pada tahap perencanaan, instruktur berperan sebagai manager. Peran ini dilakukan dalam hal membuat rancangan kegiatan pembelajaran. Zainuddin (2001) menambahkan bahwa dalam rancangan pembelajaran tersebut tujuan instruksionalnya harus jelas, isi dan urutan kegiatan terarah, relevan dengan tuntutan tugas profesi, dan dirancang agar mahasiswa tidak mudah bosan. Pada tahap


(30)

commit to user

pelaksanaan pembelajaran, instruktur berperan sebagai fasilitator dan

motivator. Fasilitator yaitu menjadikan pelajaran lebih mudah, memberi penjelasan tentang strategi, aturan, prosedur, mekanik dan peran. Peran sebagai motivator diperlukan karena mahasiswa kadang mengalami ketakutan ketika melakukan simulasi. Pada tahap evaluasi, peran sebagai evaluator dilakukan untuk menilai keberhasilan pembelajaran.

Proses pembelajaran skill laboratory menurut Nurini, dkk (2002) bisa dilakukan dengan cara ; 1) Mahasiswa sebelum praktik mempelajari teori yang berkaitan dengan ketrampilan yang akan dipelajari dan melihat demonstrasi yang diperagakan oleh instruktur atau melihat audio visual. 2) Mahasiswa berlatih dengan temannya mengenai prosedur yang sederhana dan tidak menimbulkan resiko. 3) Beberapa ketrampilan dilakukan pada manekin misalnya pemasangan kateter, pemasangan NGT, dan lain-lain. 4) Pada tingkat yang lebih lanjut dapat dilakukan pada pasien simulasi yang telah didik sebelumnya. 5) Apabila memungkinkan mahasiswa dapat dihadapkan pada pasien dengan keadaan yang tidak beresiko.

d. Evaluasi Skill Laboratory

Penilaian aspek ketrampilan lebih rumit dan subyektif bila dibandingkan dengan penilaian dalam aspek kognitif. Hal ini dikarenakan penilaian ketrampilan memerlukan teknik pengamatan


(31)

commit to user

dengan keterandalan yang tinggi terhadap dimensi yang akan diukur. Bila tidak demikian maka unsur subyektivitas menjadi sangat dominan (Taufiqurrahman, 2008).

Arikunto (1995) menjelaskan bahwa pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Instrumen yang digunakan untuk mengukur ketrampilan biasanya berupa matrik. Bagian matrik yang ke bawah menyatakan perperincian aspek ( bagian ketrampilan) yang akan di ukur, ke kanan menunjukkan besarnya skor yang dapat dicapai.

Yanti dan Pertiwi (2008) menyatakan bahwa untuk menilai kompetensi klinik mahasiswa kesehatan, metode OSCA atau OSCE (Objective Structure Clinical Examination) saat ini merupakan suatu pilihan terbaik. Dikatakan objektive karena menggunakan tes objektif dengan seting nyata yang dihadapi dalam praktik klinik. Structure

berarti menggunakan struktur tertentu secara konsisten dalam menyusun tes OSCE. Sedang Clinical Examination berarti yang dites adalah ketrampilan yang terkait dengan manajemen pasien klinik. Keunggulan metode OSCE adalah lebih valid, reliable dan objektif di banding uji lisan, bisa melakukan evaluasi dengan jumlah peserta yang lebih banyak dalam waktu yang lebih pendek serta serentak,


(32)

commit to user

menguji ketrampilan yang lebih luas dan semua peserta diuji dengan instrument yang sama.

Evaluasi hasil belajar dalam pembelajaran ketrampilan lazimya melalui observasi langsung dengan menggunakan daftar cek (check list), skala nilai (rating scale). Teknik observasi langsung memiliki keuntungan dapat memberikan umpan balik kepada mahasiswa dan pengajar. Namun teknik ini juga memiliki kelemahan diantaranya : a) pengamatan sesaat tidak akan mencerminkan perilaku keseluruhan mahasiswa. b) Subyektivitas pengamat berpengaruh terhadap hasil penilaian. Penilaian langsung akan lebih baik bila dilengkapi dengan observasi tak langsung melalui uji lisan atau kuesioner (Taufiqurrahman, 2008).

Purwanto (2008) juga menjelaskan bahwa observasi merupakan metode untuk menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu/kelompok secara langsung. Cara tersebut dilakukan dengan pengamatan tentang apa yang benar-benar dilakukan individu dan membuat pencatatan-pencatatan secara objektif mengenai apa yang di amati.

Yanti dan Pertiwi ( 2008) menjelaskan bahwa pelaksanaan penilaian ujian OSCE meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dituangkan dalam stasion-stasion. Kelulusan OSCE didasarkan


(33)

commit to user

pada kelulusan tiap stasion. Mahasiswa yang tidak lulus diberi kesempatan mengikuti ujian ulang pada stasion yang tidak lulus.

Evaluasi pembelajaran skill laboratory dilakukan untuk menguji berbagai ketrampilan yang telah diajarkan dan mengetahui latar belakang pengetahuan yang mendasari ketrampilan tersebut. Mahasiswa yang tidak lulus ujian skill laboratory, tidak diperkenankan melaksanakan pembelajaran praktik klinik (Mahmoud, 2009).

B. PENELITIAN YANG TERKAIT

Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Yuningsih (2008) dengan judul Analisis pembelajaran Laboratorium Keperawatan di AKPER PKU Muhammadyah Surakarta. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada lokasi penelitian beserta karakteristik peserta didik, metode pembelajaran, kurikulum dan kompetensi, instruktur, sarana dan prasarana. Penelitian lainnya pernah dilakukan oleh Erindra Budi C (2009) dengan judul Implementasi Pembelajaran skill lab di Fakultas Kedokteran UNS. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada pendidikan di Fakultas Kedokteran UNS bersifat akademik dan profesi, sedangkan penelitian ini pendidikan diploma bersifat vokasional.


(34)

commit to user C. KERANGKA BERFIKIR

Keterangan : diteliti

INPUT § Mahasiswa § Instruktur § Sarana dan

Prasarana § Kurikulum

dan Materi

PROSES

OUTPUT Skills Lab :

§ Perencanaan § Pelaksanaan § Evaluasi Diskusi tutorial Kuliah

§ Kuliah pengantar § Kuliah

Penunjang § Kuliah blok


(35)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan desain studi kasus terpancang tunggal. Pemilihan metode kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk lebih menggali data dan informasi mengenai proses pembelajaran skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi, sehingga diperoleh data yang lebih mendalam.

Dalam penelitian ini permasalah dan fokus penelitian akan ditentukan sebelumnya. Peneliti akan mengambil satu topik ketrampilan agar jawaban informan lebih terfokus. Ketrampilan yang dipilih adalah perawatan luka.


(36)

commit to user

Penelitian ini dilaksanakan di STIKES AN-NUR Purwodadi khususnya Prodi D-III Keperawatan, dengan mengambil waktu penelitian antara bulan Agustus 2010sampai Januari 2011.

C. Sumber Data 1. Informan

Pemilihan informan untuk wawancara mendalam akan digunakan teknik sampling dengan kriteria tertentu (purposive sampling). Informan terdiri dari enam orang mahasiswa yang telah melaksanakan pembelajaran ketrampilan perawatan luka, satu orang pengelola skill laboratory dan dua orang instruktur perawatan luka, dimana salah satunya adalah koordinator instruktur sehingga akan mengetahui pembelajaran skill laboratory mulai dari awal hingga akhir.

2. Tempat dan peristiwa

Penelitian ini dilaksanakan di Prodi D-III Keperawatan STIKES AN-NUR Purwodadi.

3. Dokumen

Data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu :

a. Data primer yaitu data yang berasal dari informan dan hasil observasi peneliti

b. Data sekunder yaitu data yang berasal dari arsip dan dokumen mengenai pembelajaran skill laboratory di Prodi D-III Keperawatan Semester III STIKES AN-NUR Purwodadi.


(37)

commit to user D. Teknik dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data penelitian kualitatif, yaitu :

1. Wawancara Mendalam dan Diskusi Kelompok Terfokus

Wawancara secara mendalam dilakukan kepada informan yang terdiri dari seorang pengelola skill laboratory dan dua orang instruktur pengampu ketrampilan perawatan luka, sedang penggalian data pada enam orang mahasiswa akan dilakukan dengan diskusi kelompok terfokus. Peneliti menyiapkan pedoman wawancara yang akan mendapat masukan dari empat instruktur skill laboratory di STIKES AN-NUR Purwodadi, selain instruktur yang ditentukan sebagai informan.

2. Observasi Lapangan

Observasi dilakukan untuk melihat jalannya pembelajaran skill laboratory secara langsung. Peneliti dengan salah seorang pengajar STIKES AN-NUR Purwodadi terjun langsung untuk melihat pelaksanaan pembelajaran skill laboratory pada topik perawatan luka.

3. Analisis Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Studi dokumen merupakan pelengkap dari pengguna metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Basrowi dan Suwandi, 2008). Analisis dokumen dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang telah dipilih, meliputi dokumen perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi


(38)

commit to user

pembelajaran skill laboratory di Prodi D-III Keperawatan STIKES AN-NUR Purwodadi.

E. Validitas dan Reliabilitas Data

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas dan reliabilitas data dengan metode triangulasi yaitu mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa metode maupun sumber. Data yang sama dikumpulkan bukan hanya dari satu informan saja, tetapi juga dari informan yang lain. Data mengenai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran skill laboratory dari sumber mahasiswa akan dibandingkan dengan sumber dari instruktur maupun pengelolaskill laboratory.

Data yang diperoleh dari wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus, kemudian dibandingkan dengan data yang diperoleh dari observasi, studi dokumen mengenai pelaksanaanskill laboratory, serta teori tentang pembelajaranskill laboratory.

Skema triangulasi sumber data ditampilkan dalam gambar berikut :

Mahasiswa instruktur

Pengelola skills lab Gb. 1. Triangulasi Sumber Data

Sedang skema triangulasi metode pengumpulan data ditampilkan dalam gambar berikut :


(39)

commit to user

Wawacancara Studi dokumen

Observasi Teori

Gb. 2.Triangulasi Metode Pengumpulan Data F. Tehnik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung hingga selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti melakukan analisis terhadap jawaban informan. Bila data yang diperoleh dari informan, setelah dianalisis dirasa kurang memuaskan, maka peneliti melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap jenuh/lengkap.

Basrowi dan Suwandi (2008) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya akan jenuh/lengkap. Aktivitas dalam analisis data yang digunakan selama penilitian yaitu reduksi data, penyajian dan kesimpulan, yang dapat digambarkan sebagai berikut :

pe Pengumpulan data

Penyajian data


(40)

commit to user

Gb.3. Komponen dalam Analisis Data

1. Reduksi Data

Reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan isi dari catatan data yang diperoleh dari informan. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi itu maka wawasan peneliti berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan (Basrowi dan Suwandi, 2008).

Selama melakukan reduksi data, peneliti melakukan diskusi dengan beberapa instruktur skill laboratory sehingga diperoleh data yang bermakna.


(41)

commit to user

Penyajian data disusun berdasarkan pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data dan disajikan dalam bentuk narasi yang disusun secara logis dan sistimatis. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk narasi, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya (Maleong, 2008). Dalam hal ini peneliti menyajikan dalam bentuk narasi.

3. Kesimpulan

Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung dengan bukti-bukti, maka kesimpulan yang dikemukakan (kesimpulan awal) merupakan kesimpulan valid dan konsisten. Kesimpulan akhir yang dibuat oleh peneliti kemudian diperiksa ulang oleh narasumber agar diperoleh kesimpulan yang valid dan konsisten.


(42)

commit to user BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Lokasi Penelitian

1. Struktur Organisasi STIKES ANNUR Purwodadi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) An-Nur Purwodadi dipimpin oleh seorang Ketua dan dibantu oleh tiga orang Pembantu Ketua, Yaitu Pembantu Ketua I Bidang Akademik, Pembantu Ketua II Bidang Keuangan dan Kepegawaian dan Pembantu Ketua III Bidang Kemahasiswaan. STIKES An-Nur Purwodadi memiliki tiga program Studi, yaitu Program Studi Ilmu Keperawatan (S-1), Program Studi D-III Keperawatan dan Program Studi D-III Kebidanan. Masing-masing Program Studi dipimpin oleh Ketua Program studi.

2. Skill laboratory STIKES ANNUR Purwodadi

Skill laboratory STIKES An-Nur Purwodadi dibawah pengawasan Pembantu Ketua I. Untuk menjalankan kegiatan sehari-hari, Ketua STIKES mengangkat Ketua Unit Pelaksana Teknis (Ka UPT) Lab sebagai pengelola laboratorium berdasarkan Surat Keputusan Ketua STIKES No 038 /A/AN/STIKES/SK/VII/2008 Dalam merencanakan proses pembelajaran Ka UPT Lab berkoordinasi dengan pengampu mata kuliah, sehingga


(43)

commit to user

pembelajaran skill laboratory berjalan efisien, sedangkan dalam pelaksanaan skill laboratory, Ka UPT dibantu oleh petugas laboratorium, yang tugasnya memfasilitasi peralatan yang akan dan sudah digunakan.

Selama menempuh Semester tiga, mahasiswa Prodi D-III Keperawatan mempelajari 10 Ketrampilan dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Mahasiswa dibagi menjadi 10 kelompok, sehingga dalam satu kelompok terdiri dari 7 – 8 mahasiswa. skill laboratory dilakukan satu minggu 2 kali pertemuan

Kegiatan pembelajaran di skill laboratory di STIKES An-Nur Purwodadi dilaksanakan sebagai berikut :

a. Peralatan yang akan digunakan untuk praktik disiapkan oleh mahasiswa diketahui oleh petugas Laboratorium, kemudian mencatat di buku. b. Pada kegiatan terbimbing instruktur menjelaskan berbagai aspek tentang

prosedur perawatan luka kemudian mendemonstrasikan

c. Setelah selesai kegiatan terbimbing, maka mahasiswa di beri kesempatan untuk praktik mandiri, yaitu mahasiswa berlatih sendiri tanpa didampingi instruktur. Kegiatan mandiri ini tidak dijadwalkan khusus, tetapi mahasiswa mencari waktu dan ruang sendiri kemudian koordinasi dengan pengelolaskill laboratory.

d. Setelah kegiatan mandiri selesai (tergantung dari masing-masing mahasiswa), maka mahasiswa akan mengikuti kegiatan responsi (Target). Dalam kegiatan responsi (target) tersebut, mahasiswa mendemonstrasikan ketrampilan perawatan luka di hadapan instruktur.


(44)

commit to user

Jika terdapat tindakan yang kurang tepat, maka instruktur akan memberikan masukan. Kemudian Instruktur akan membubuhkan tanda tangan pada Lembar Kerja Target Ketrampilan yang dimiliki oleh mahasiswa.

e. Di akhir semester dilakukan evaluasi pembelajaran dengan metode OSCE (Objective Structure Clinical Examination)

B.Temuan Penelitian

1. Perencanaan Pembelajaran Skill Laboratory

a. Pengelola skill laboratory telah membuat rencana jadwal kegiatan pembelajaran sebelum pelaksanaanskill laboratory.

Narasumber N1 mengatakan : “ Saya berkoordinasi dengan koordinator skills lab, setelah jadwal dari masing-masing koordinator terkumpul kemudian saya maping jadwal skills lab secara keseluruhan supaya ruang laboratorium dan alat dapat digunakan secara efektif.”

Topik ketrampilan Keperawatan Medikal Bedah (KMB II) ditempatkan pada semester ketiga berdasarkan kurikulum yang ditetapkan oleh Pembantu Ketua I Bidang Akademik dan Ketua Program Studi D-III Keperawatan. Ketrampilan KMB II merupakan ketrampilan medikal bedah yang harus dikuasai oleh mahasiswa pada semester ketiga. Ketua Program Studi bersama Pembantu Ketua I Bidang Akademik memetakan ketrampilan di setiap semester dengan mempertimbangkan aspek kesukaran dan kompeksitas ketrampilan yang dipelajari. Narasumber N2 mengatakan :


(45)

commit to user

“Pemetaan ketrampilan disusun berdasarkan ketrampilan yang mudah atau dasar ditempatkan di semester awal sedangkan ketrampilan yang sulit dan komplek ditempatkan di semester berikutnya.”

b. Sebelum praktikum dilaksanakan, mahasiswa belum mendapatkan buku pedoman praktik secara keseluruhan tetapi hanya mendapatkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan tools penilaian terkait dengan materi yang akan diberikan.

Narasumber R1 : “Sebelum praktik kami hanya diberi Tools penilaian, itupun beberapa menit sebelum paktik baru diberikan instruktur, jadi kami tidak sempat untuk mempelajarinya.”

Narasumber N1 : “Sementara kami baru bisa memberikan SOP dan tools penilaian. Memang setiap instruktur bervariasi dalam distribusi SOP dan Tools penilaian. Buku pedoman sedang proses penyusunan. Mudah-mudahan semester yang akan datang buku pedoman sudah dapat diberikan ke mahasiswa sebelum pelaksanaan skills lab

dilakukan.”

Berdasarkan pernyataan narasumber N1 instruktur sudah memberikan

Tools penilaian terkait dengan ketrampilan yang dipraktikan walaupun hanya berupa SOP dan tools penilaian saja, untuk buku pedoman belum dapat direalisasikan karena saat ini masih dalam proses penyusunan.

c. Instruktur skill laboratory di pilih oleh koordinator mata kuliah dengan mendapat masukan dari Ketua Program Studi D-III Keperawatan dan Pembantu Ketua I Bidang Akademik. Narasumber N1 mengatakan : “Koordinator KMB II menunjuk dua orang instruktur untuk ketrampilan perawatan luka berdasarkan pengalaman dan kompetensi yang dimiliki oleh instruktur, kemudian diajukan kepada Ka Prodi dan Pembantu ketua I untuk persetujuan”.

Instruktur yang ditetapkan kemudian akan bersama-sama melakukan persamaan persepsi tentang ketrampilan yang akan diajarkan kepada


(46)

commit to user

mahasiswa mulai dari SOP, Tools penilaian dan praktik ketrampilannya, dengan tujuan skill laboratory yang diberikan kepada setiap mahasiswa sama. Narasumber N2 :

“Saya dan tim akan menyamakan persepsi dengan membahas SOP, Tools penilaian dan melakukan praktik di laboratorium sebelum mengajarkan kepada mahasiswa, sehingga skills lab yang akan mahasiswa terima sama”.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Skill Laboratory

a. Diawal pembelajaran praktik terbimbing, instruktur berusaha menarik minat dan perhatian mahasiswa agar tertarik dan terfokus pada ketrampilan yang akan dipelajari.

Narasumber R3 mengatakan : “Saat kegiatan praktek terbimbing instruktur melakukan pembukaan dulu kemudian menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai lalu mendemonstrasikan ketrampilan.” Narasumber N3 mengatakan : “Kalau mahasiswa terlihat mengantuk atau kurang perhatian, biasanya kami memberikan teguran dan berusaha mendorong mereka untuk memperhatikan, dengan diberi pertanyaan atau melakukan simulasi.”

b. Pengelola skill laboratory mengalokasikan waktu 100 menit untuk kegiatan praktik terbimbing. Waktu tersebut dirasakan cukup oleh instruktur. Dalam waktu 100 menit tersebut, instruktur dapat menjelaskan materi dengan baik. Alokasi waktu tersebut juga sudah menghitung tingkat kelelahan instruktur maupun mahasiswa.

Narasumber N5: “Waktu 100 menit cukup untuk memberikan penjelasan tentang ketrampilan dan demonstrasi serta satu orang mahasiswa redemonstrasi sebagai evaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa terhadap ketrampilan yang baru diberikan, Cuma sampai mahasiswa menjadi kompeten yang sesungguhnya kurang...ya paling tidak bisa diobservasi mahasiswa bisa sesuai dengan tools penilaian itu dikatakan kompeten..”


(47)

commit to user

c. Saat kegiatan praktik mandiri mahasiswa mencoba sendiri tanpa didampingi instruktur. Kegiatan praktik mandiri tidak dijadwalkan oleh pengelolaskill laboratory, sehingga inisiatif mahasiswa untuk menggunakan waktu dan ruang laboratorium. Bagi mahasiswa yang aktif dan kreatif mereka akan melakukan kegiatan mandiri dengan sungguh-sungguh tetapi bagi mahasiswa lainnya tidak menggunakan waktu tersebut untuk berlatih.

Narasumber N3 mengatakan : “Biasa Bu... bagi mahasiswa yang rajin biasanya mereka latihan sendiri, tapi bagi yang lain hanya ngobrol, ngerjakan tugas lain atau sms-an. Padahal kegiatan mandiri adalah ajang latihan bagi mahasiswa. Nanti saat ujian akan kelihatan mana yang terampil atau tidak !”

Narasumber R6 mengatakan : “Untuk mandiri sebenarnya waktunya cukup panjang, Cuma kita kurang manfaatin waktu...berpikiran bisa, mudah. He...he..termasuk saya.”

d. Kegiatan responsi (Target) dilakukan dengan cara mahasiswa mempraktikan ketrampilan dihadapan instruktur satu persatu, kemudian instruktur memberikan feedback. Instruktur menentukan waktu 10 menit untuk menyelesaikan ketrampilan perawatan luka pada masing-masing mahasiswa.

Narasumber R4 mengatakan : “Kita mempersiapkan alat kemudian masuk satu persatu lalu melakukan ketrampilan dihadapan instruktur dengan waktu 10 menit, kalau ada kesalahan sedikit diberi masukan lalu lembar responsi ditandatangani, tetapi kalau kesalahan fatal harus mengulang lagi dari awal, kalau betul baru ditandatangani.”

Kegiatan Responsi merupakan syarat mutlak mahasiswa untuk dapat mengikuti Ujian Akhir Semester. Sebelum Ujian Akhir Semester


(48)

commit to user

dilaksanakan mahasiswa diwajibkan mengumpulkan lembar responsi yang meliputi 10 ketrampilan KMB II yang sudah ditandatangani oleh instruktur masing-masing. Bagi mahasiswa yang belum mengumpulkan Lembar Responsi tersebut belum berhak untuk mengikuti UAS.

Narasumber N5 mengatakan : “Mahasiswa diwajibkan mengumpulkan Lembar responsi yang sudah ditandatangani instruktur 3 hari sebelum pelaksanaan UAS. Lembar Responsi yang sudah ditandatangani instruktur menunjukkan bahwa mahasiswa telah mampu melakukan ketrampilan tersebut.”

3. Evaluasi Pembelajaran Skill Laboratory

a. Ujian ketrampilan perawatan luka dilakukan bersamaan dengan ketrampilan lain yang diajarkan dalam satu semester dengan menggunakan metode OSCE. Ujian dilaksanakan dengan cara mahasiswa berpindah dari satu stasion ke stasion lainnya. Pada setiap station mahasiswa diberikan waktu 7 menit. Perpindahan station

ditandai dengan bunyi bel satu kali. Pada ujian OSCE penguji menilai ketrampilan mahasiswa dengan mengisi check list (Tools Perawatan Luka) yang sama dengan check list saat kegiatan praktik terbimbing. Kriteria penilaian dalam check list : bubuhkan tanda √ pada YA jika mahasiswa melakukan item tersebut dan tanda √ pada TIDAK jika mahasiswa tidak melakukan item tersebut. Penetuan kelulusan dengan cara menjumlahkan bobot nilai yang mahasiswa peroleh. Nilai batas lulus adalah 75. Jika mahasiswa mendapat nilai kurang dari 75, maka diberi kesempatan untuk mengikuti uji ulang sesuai jadwal yang ditetapkan.


(49)

commit to user

Narasumber N4 mengatakan :” Evaluasi dilakukan dengan metode OSCE. Biasanya kita menggunakan ruang AULA yang dibuat kamar-kamar (station). Untuk ujian skills lab KMB ada 14 station yaitu 6

station kognitif, 6 station ketrampilan, 1 station absensi dan 1 station

istirahat. Masing-masing station diberi waktu 7 menit. Nanti teruji masuk ke setiap station berpindah secara bergantian.Di station ketrampilan penguji mengobservasi dan mengisi Tools penilaiannya.” Narasumber R6 mengatakan : “Lulus tidaknya dapat langsung diumumkan, kalau tidak lulus hanya mengulang di station yang gagal saja.”

b. Penilaian aspek kognitif dilakukan dengan soal tertulis berbentuk 5 soal pilihan ganda . Nilai batas lulus 60.

Narasumber R3 mengatakan :”Untuk teori KMB II dilakukan uji tulis bersama dengan teori mata kuliah lain.”

Narasumber R6 mengatakan : “Kalau kognitif minimal betul 3 soal, itu nilainya 60, tapi kalau ketrampilan minimal nilainya harus 75.”

c. Jika mahasiswa tidak lulus ujian praktik maupun teori, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengikuti uji ulang sesuai jadwal yang ditentukan, tetapi nilai maksimal yang diperoleh mahasiswa yang mengulang adalah kognitif 60, ketrampilan 78.

Narasumber R2 mengatakan : Kalau nilainya kurang dari 60 dan 75 kan nggak lulus, itu harus remidi tetapi hanya station itu saja, tidak mengulang 14 station lagi. Biasanya paling banyak remidi 2-3 station aja.”

Narasumber R5 mengatakan : “Tapi kalau remidi nilainya beda. Kalau ujian utama maksimal nilainya 100, tapi kalau remidi untuk kognitif kalau betul semua nilainya Cuma 60, kalau ketrampilan nilainya 78.”

d. Di akhir pembelajaran, kompetensi mahasiswa dapat melakukan perawatan luka dengan tepat dapat dicapai. Hal ini dapat dilihat dari


(50)

commit to user

Rekapitulasi nilai Perawatan luka mahasiswa lulus dengan nilai B atau A.

Narasumber 2 mengatakan : “Nilai akhir KMB II adalah Nilai proses pembelajaran (SGD, ISS-IT) 60 % ditambah dengan nilai UAS 40%. Dilihat dari nilai batas lulus pada uji OSCE, maka rata-rata mahasiswa mendapatkan nilai B atau A.”

4. Kendala Pembelajaran Skill Laboratory

Dalam pembelajaran skill laboratory di Prodi D-III Keperawatan STIKES ANNUR Purwodadi, peneliti juga mendapatkan data mengenai hal-hal yang bisa menghambat pelaksanaan pembelajaran skill laboratory

khususnya perawatan luka. Kendala yang ditemukan adalah :

1. Perencanaan Pembelajaran Skill Laboratory

a. Tidak tersedianya manekin khusus untuk perawatan luka, sehingga alat bantu yang digunakan instruktur adalah modifikasi yang instruktur buat mendekati luka yang sebenarnya.

Narasumber N3 mengatakan :”Manekin khusus untuk perawatan luka tidak ada, sehingga kami membuat dari malam warna-warni sesuai dengan bentuk luka, kemudian spoon untuk latihan menjahit (hecting) dan mengangkat jahitan (Hecting-up).”

Narasumber R1 mengatakan : “Manekin nggak punya, jadi instruktur membuat model luka dari malam warna warni dan obat merah, tapi kelihatan kayak betulan.”

b. Alat habis pakai (cairan peroksida, rivanol, larutan garam fisiologis, kassa) yang kurang terkontrol penggunaannya, sehingga tidak efisien


(51)

commit to user

Narasumber R5 mengatakan :”Saat persiapan alat habis pakai sering kehabisan, jadi pakai seadanya saja.”

Narasumber N1 mengatakan :’Mahasiswa kalau menuangkan cairan melebihi kebutuhan, akhirnya sisa dan dibuang, jadi persediaan cepat habis

c. Sediaan obat yang up to date kurang diperhatikan sehingga mahasiswa tidak mendapat gambaran yang up to date.

Narasumber N4 mengatakan :”Obat-obatan untuk perawatan luka yang ada di sentral alat hanya dasar (misal kasa, bethadin, rivanol, larutan garam fisiologis) sedangkan obat/bahan yang saat ini digunakan di klinik (sufratul, obat luka bakar, dressing) tidak tersedia, sehingga sulit untuk memberi gambaran kepada mahasiswa.”

2. Pelaksanaan Pembelajaran Skill Laboratory

a. Instruktur tidak mengontrol kegiatan mandiri mahasiswa, karena banyaknya tugas yang harus dilakukan, sehingga mahasiswa merasa santai.

Narasumber N4 mengatakan : “Kami mengakui tidak punya waktu untuk mengontrol kegiatan mandiri mahasiswa, kami berfikir itu sudah tanggungjawab mahasiswa sendiri.”

Narasumber R1 mengatakan :”Santai aja....lihat temen yang praktik juga bisa, instruktur juga nggak ada!”

b. Ruang laboratorium yang dimiliki terbatas, sehingga harus menunggu jadwal paraktikum yang lain.

Narasumber N1 mengatakan :”Ruangan laboratorium dasar ada 2 ruang, ruang perinatal dan keperawatan anak 1 ruang, ruang keperawatan maternitas juga 1 ruang dengan jumlah 3 prodi dan mahasiswa yang banyak, cukup sulit saya untuk membuat jadwal, sehingga jadwal sangat padat.”


(52)

commit to user

c. Beberapa mahasiswa belajar pada kakak senior tentang perawatan luka, yang secara dasar kadang-kadang berbeda dengan apa yang sudah diajarkan instruktur pada kegiatan terbimbing, karena kakak senior berdasarkan pengalaman praktik klinik di rumah sakit.

Narasumber R5 mengatakan :”Saat kegiatan mandiri, belajar dengan kakak kelas, tetapi jadi bingung karena apa yang diajarkan berbeda dengan instruktur, kata kakak kelas itu yang ada di rumah sakit.”

3. Evaluasi Pembelajaran Skill Laboratory

a. Penguji memberi perlakuan yang berbeda pada mahasiswa saat ujian. Ada penguji yang objektif terhadap apa yang dilakukan mahasiswa , tetapi ada juga yang subyektif.

Narasumber R3 mengatakan : “Ada temen yang ujian banyak kesalahan diluluskan, tetapi ada juga yang melakukannya sesuai dengan SOP tapi ndak lulus, masalahnya pengujinya terima telepon, jadi ada beberapa item yang tidak dinilai.”

C.Pembahasan

1. Perencanaan Pembelajaran Skill Laboratory

Pengelola skill laboratory sebelum pelaksanaan skills lab dilakukan sudah membuat jadwal kegiatan. Pengelola berkoordinasi dengan koordinator skill laboratory KMB II dan koordinator skill laboratory


(53)

commit to user

penggunaan ruangan laboratorium secara efektif. skill laboratory yang diajarkan pada semester pertama ini adalah kompetensi ketrampilan dasar yang harus dikuasai mahasiswa pada semester awal menurut kurikulum yang sudah ditetapkan oleh institusi. Pertimbangan penempatan ketrampilan dari yang sederhana ke komplek. Hal ini sesuai dengan pendapatUno (2006) yang mengatakan bahwa untuk memperoleh pembelajaran yang berkualitas perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran. Uno (2006) juga berpendapat bahwa sebagai sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya mahasiswa untuk belajar. Didalam melakukan perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel pembelajaran. Dalam hal ini pengelola skill laboratory telah melakukan koordinasi dengan pengampu mata ajar bersangkutan sehingga target kompetensi yang harus mahasiswa kuasai tercapai.

Sebelum pembelajaran skill laboratory mahasiswa diberikan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Tools penilaian, dengan tujuan mahasiswa dapat membaca dan mempelajari sehingga ada gambaran tentang pembelajaran skill laboratory yang akan diajarkan. Namun SOP dan Tools penilaian tersebut masih diberikan secara terpisah-pisah dan tidak dibuat buku panduan, sehingga resiko hilang. Buku Panduan skill laboratory di prodi D-III Keperawatan An-Nur Purwodadi sedang dalam proses penyusunan. Buku Panduan ini sangat berguna bagi mahasiswa dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran skill laboratory


(54)

commit to user

yang akan datang, karena buku panduan berisi dasar-dasar teori yang berhubungan dengan ketrampilan yang akan dipelajari. Dengan diberikan buku pedoman sebelum pelaksanaan akan memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang ketrampilan yang akan diberikan. Oleh sebab itu pemberian buku panduan tersebut sebaiknya diberikan paling lambat 1 minggu sebelum pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasibuan dan Mudjiono (2009) yang mengatakan bahwa petunjuk ketrampilan harus diberikan terlebih dahulu sehingga mahasiswa dapat mempersiapkan diri. Disamping itu Nurini, dkk (2002) mengatakan bahwa sebelum berlatih, mahasiswa harus mempelajari dasar-dasar teori mengenai ketrampilan yang akan dilatih.

Instruktur perawatan luka telah kompeten dalam melaksanakan tugasnya. Karena mereka ditunjuk berdasarkan penguasaan teori dan pengalaman tentang perawatan luka yang mereka miliki. Hal ini sesuai dengan pendapat Gagne dalam Nursalam dan Efendi (2008) yang mengatakan bahwa kondisi untuk mempelajari ketrampilan memerlukan petunjuk dari pengajar agar peserta didik tahu apa yang harus mereka lakukan, tahu bagaimana melakukan tindakan dan latihan ketrampilan. Peran instruktur juga berpengaruh besar dalam kualitas buku pedoman yang akan digunakan, sehingga alangkah lebih baik bila instruktur yang berkompeten tersebut membuat buku pedoman. Menurut Zainudin (2001) salah satu ciri dosen yang efektif dalam pembelajaran praktikum adalah menyediakan modul/buku petunjuk praktikum. Buku pedoman praktik


(55)

commit to user

yang sesuai standart akan memiliki aspek-aspek yang berkaitan dengan rumusan tujuan pembelajaran yang jelas dan dapat diukur, pemilihan metode, pemilihan pengalaman belajar, pemilihan bahan, peralatan dan fasilitas belajar serta mempertimbangkan karakteristik peserta didik. Jika buku pedoman tersebut disusun secara bersama dengan berbagai ahli yang kompeten, tentu akan semakin meningkatkan kualitas buku pedoman tersebut.

Instruktur perawatan luka telah kompeten dalam melaksanakan tugasnya. Instruktur mampu memberikan penjelasan yang cukup mendalam dan aplikatif tentang perawatan luka. Mahasiswa merasa nyaman dan lebih mempunyai gambaran sesuai dengan kenyataan. Hal ini sesuai dengan Nurini, dkk (2002) mengatakan bahwa instruktur adalah tenaga mahir pada bidang ketrampilan tertentu yang melatih ketrampilan kepada mahasiswa.

Instruktur juga mempunyai beberapa peran. Menurut Freiberg dan Driscoll (1996) instruktur bisa berperan sebagai fasilitator, motivator, manager dan evaluator. Fasilitator yaitu menjadikan pelajaran lebih mudah, memberi penjelasan tentang strategi, aturan, prosedur, mekanik dan peran. Fungsi instruktur sebagai motivator juga diperlukan karena mahasiswa kadang mengalami ketakutan ketika melakukan simulasi. Instruktur sebagai manager adalah membuat rancangan kegiatan pembelajaran terhadap hal yang akan dilakukan selama pembelajaran. Hal ini belum dilakukan sepenuhnya di Prodi D-III Keperawatan STIKES


(56)

An-commit to user

Nur Purwodadi dibuktikan dengan instruktur bukan hanya disiapkan untuk menguasai ketrampilan tertentu tetapi juga tentang cara menjadi instruktur yang baik, sebagai contoh instruktur memberikan SOP dan

Tools penilaian beberapa menit sebelum pembelajaran dimulai dan kehadiran instruktur yang terkadang tidak tepat waktu.

Peralatan skill laboratory yang tidak tersedia misalnya manekin

khusus perawatan luka, merupakan kendala yang dihadapi di Prodi D-III Keperawatan STIKES An-Nur Purwodadi. Fasilitas skill laboratory

sebagai sumber belajar dapat berupa peralatan kedokteran, ruangan, alat bantu audio visual, model/manekin, pasien simulasi, pasien dengan kondisi tertentu/penyakit tertentu yang stabil, pasien, puskesmas, rumah sakit dan masyarakat (Nurini dkk, 2002). Alat praktik skill laboratory

bukanlah barang yang murah. Beberapa alat praktik yang harus disediakan institusi pendidikan tenaga kesehatan harus dibeli dari luar negeri dengan harga yang tidak murah, dan perawatan yang memadai, sehingga institusi perlu pertimbangan untuk pengadaannya.Tetapi dengan kreativitas instruktur yang ada alat peraga dapat dimodifikasi, dengan tujuan untuk mempermudah mahasiswa dalam menerima pembelajaran. Menurut Abdul Madjit (2008) model yang didesain dengan baik akan memberikan makna yang hampir sama dengan benda Aslinya, maka peserta didik akan lebih mudah dalam mempelajarinya.


(57)

commit to user

Di awal pembelajaran instruktur menarik minat mahasiswa agar terfokus pada ketrampilan yang akan dipelajari. Alat peraga yang dimodifikasi instruktur sangat menarik mahasiswa karena sangat mirip sekali dengan luka sebenarnya. Alat peraga yang digunakan adalah malam warna warni dan obat merah. Instruktur membuat model-model luka yang akan digunakan untuk pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Trini Prastati dan Prasetya Irawan (2005) yang mengatakan media dapat membangkitkan keingintahuan mahasiswa, merangsang mereka untuk bereaksi terhadap penjelasan dosen, memungkinkan mereka menyentuh objek kajian, membantu mereka mengkonkretkan sesuatu yang abstrak.

Saat lima menit pertama pembelajaran instruktur menyampaikan pembukaan yaitu memberi salam, menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini dan apersepsi tentang kegiatan hari ini. Tindakan instruktur ini sudah sesuai dengan pendapat dr Wina Sanjaya (2005) membuka pelajaran adalah usaha yang dilakukan seorang guru untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada pengalaman belajar yang disanjikan sehingga akan mudah mencapai kompetensi yang diharapkan. Selama perhatian mahasiswa belum tertuju pada pelajaran, sebaiknya instruktur tidak memulai pelajaran. Seperti pendapat Irfan (2000) mengatakan bahwa siswa yang perhatiannya tidak terfokus pada satu hal karena merasa tegang, gelisah, cemas dan tidak percaya diri akan menjadi tidak siap dalam menerima stimulus. Siswa seperti ini akan


(58)

commit to user

cenderung pasif dalam proses belajar dan tidak dapat dengan mudah memahami apa yang disampaikan.

Saat kegiatan terbimbing, instruktur menjelaskan materi dimulai dari manfaat, indikasi, kontra indikasi kemudian alat yang digunakan ditunjukkan satu persatu serta fungsinya untuk apa. Kemudian instruktur mempraktikkan perawatan luka, hecting dan heckting up secara berturut-turut. Selesai demonstrasi kemudian instruktur memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya lalu diadakan diskusi. Setelah selesai instruktur memberikan kesempatan kepada tiga orang mahasiswa untuk mencoba ketrampilan perawatan luka, heckting dan hecting up secara bergantian dan memberikan komentar apa yang dilakukan mahasiswa. Jika saat ditawarkan tidak ada mahasiswa yang mau mencoba, maka instruktur akan menunjuk secara acak. Metode yangdilakukan instruktur sesuai dengan pendapat Nursalam dan Efendi (2008) dimana metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran laboratorium meliputi demonstrasi, simulasi dan eksperimen.

Zain (2002) berpendapat bahwa metode demonstrasi mempunyai kelebihan, yaitu : perhatian siswa dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting, dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibanding dengan hanya membaca atau mendengarkan keterangan guru, siswa memperoleh pengalaman praktik untuk mengembangkan kecakapan dan ketrampilan, masalah dapat dijawab waktu mengamati proses demonstrasi.


(59)

commit to user

Disamping belajar secara terbimbing, mahasiswa juga harus aktif secara mandiri. Hal ini sesuai dengan ciri pembelajaran orang dewasa (Mudjiman, 2007). Saat kegiatan mandiri mahasiswa mencoba sendiri tanpa didampingi instruktur. Walaupun tanpa didampingi instruktur, sesuai dengan pendapat Zain (2002) anak didik yang menyenangi pelajaran tetap akan mempelajari pelajaran tersebut dengan senang hati tanpa paksaan sehingga akan memberi pemahaman yang maksimal. Namun pada kenyataanya sebagian mahasiswa lebih memilih melakukan kegiatan sendiri, seperti mengobrol atau mengerjakan tugas lain daripada melakukan praktik perawatan luka secara mandiri. Pengawasan dari instruktur ataupun pengelola lab terhadap kegiatan mandiri belum terlaksana dengan maksimal, sehingga mahasiswa kurang termotivasi untuk melakukan kegiatan mandiri. Terhadap kejadian ini Mudjiman (2007) menyarankan agar motivasi mahasiswa perlu ditingkatkan dengan cara menjelaskan kepada mahasiswa bahwa ketrampilan tersebut sangat bermanfaat dan dibutuhkan ketika sudah bekerja, sehingga seringnya melakukan latihan akan menambah penguasaan ketrampilan. Disamping kurangnya motivasi dari mahasiswa, jadwal penggunaan ruang laboratorium yang padat menyebabkan mahasiswa tidak memiliki waktu untuk belajar skill laboratory secara mandiri. Oleh sebab itu penambahan jumlah ruang juga sangat diperlukan apalagi ruang laboratorium yang dimiliki oleh STIKES digunakan untuk tiga program studi.


(60)

commit to user

Kegiatan yang ketiga adalah kegiatan responsi. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mahasiswa mempraktikan tindakan di hadapan instruktur satu persatu, kemudian instruktur menilai sesuai dengan check list penilaian lalu memberikan feedback. Hasibuan dan Moedjiono (2009) mengemukakan bahwa demonstrasi menjadi efektif bila siswa ikut mencoba. Mencoba tindakan merupakan pengalamn berharga bagi mahasiswa. Balikan atau feedback dan penguatan terhadap mahasiswa diperlukan agar mahasiswa menyadari kelemahan dan kekuatannya. Pemberian feedback dan penguatan telah dilakukan dalam pembelajaran

skill laboratory ini. Saat sesi responsi disamping mahasiswa melakukan ketrampilan, jugabelajar menilai temannya, sehingga mahasiswa menjadi tahu kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan dan yang benar seperti apa. Seperti pendapat Dimyati dan Moedjiono (2006) mengatakan umpan balik digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan.

Berdasarkan pengamatan peneliti, instruktur telah memberikan penguatan berupapujian atas keberhasilan mahasiswa dalam melakukan tindakan di sesi responsi. Hal ini sesuai dengan pendapat dr Wina Sanjaya (2005) mengatakan penguatan perlu diberikan kepada siswa yang memberikan respon positif dengan memberikan pujian atau penghargaan baik verbal maupun non verbal yang menyejukkan dan menyenangkan. Jika pada sesi responsi mahasiswa tidak dapat melakukan tindakan, instruktur memberikan perhatian yang lebih dengan cara memberikan rekomendasi kepada pengelola skills lab agar mahasiswa yang bersakutan


(61)

commit to user

berlatih mandiri lebih giat lagi hingga dirasa cukup terampil dan layak mengikuti ujian.

Berdasarkan pengamatan peneliti ketika instruktur datang ada peralatan dan bahan habis pakai yang belum siap. Hal ini terjadi karena keterbatasan jumlah dan penggunaan bahan yang tidak efisien, dikarenakan petugas laboratorium dengan latar pendidikan SMA yang kurang menguasai penggunaan bahan habis pakai yang efisien. Untuk itu perlu ditingkatkan pengetahuan petugas laboratorium tentang alat dan penggunaan bahan habis pakai yang efisien.

3. Evaluasi Pembelajaran Skill Laboratory

Evaluasi pembelajaran perawatan luka dilaksanakan secara bersama-sama dengan ketrampilan KMB II lainnya, dengan menggunakan metode OSCE. Model ujian OSCE ini sesuai dengan saran Taufiqurahman (2008), Yanti dan Pertiwi (2008) yang menyatakan bahwa untuk menilaikompetensi klinik mahasiswa kesehatan, metode OSCE saat ini merupakan suatu pilihan terbaik. Dikatakan Objektif karena menggunakan tes objektif dengan seting nyata yang dihadapi dalam praktik klinik.

Structure berarti menggunakan struktur tertentusecara konsisten dalam menyusun tes OSCE. Sedang Clinical Examination berarti yang di tes adalah ketrampilan yang terkait dengan manajemen pasien klinik.

Menurut Purwanto (2008) observasi bisa menjadi alat evaluasi. Kelebihan observasi antara lain : data lebih objektif, mencakup berbagai


(62)

commit to user

aspek kepribadian individu. Taufiqurahman (2008) menambahkan bahwa jika mahasiswa diuji dengan uji lisan maka akan menyita banyak waktu dan sering dikritik karena penilaian tidak reliable. Keunggulan metode OSCE adalah lebih valid, reliable dan objektif di bidang uji lisan, bisa melakukan evaluasi dengan jumlah peserta lebih banyak dalam waktu yang lebih pendek dan serentak, menguji ketrampilan yang lebih luas dan semua peserta di uji dengan instrumen yang sama.

Ujian OSCE dilaksanakan dalam rangka menilai kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Nilai batas lulus kemampuan kognitif 60 sedangkan kemampuan psikomotor dan afektif adalah 75. Jika mahasiswa tidak lulus diberi kesempatan remidi satu kali. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Yanti dan Pertiwi (2008) dimana kelulusan OSCE didasarkan pada kelulusan tiap station. Jika mahasiswa tidak lulus dalam station tertentu, mahasiswa diwajibkan mengulang dan nilai maksimal yang didapat mahasiswa adalah kognitif 60 sedangkan ketrampilan 78 (Pedoman Ujian OSCE UAP D-III Keperawatan Jawa Tengah, 2010).

Dalam pelaksanaan ujian psikomotor , narasumber R 6 mengatakan penguji memberi perlakuan yang berbeda. Ada penguji yang tidak konsisten dengan aturan metode OSCE, misal saja memberikan komentar atas kesalahan yang dilakukan mahasiswa, tidak mengobservasi secara optimal sehingga ada beberapa item penilaian yang terlewatkan, tentu saja ini sangat merugikan mahasiswa. Menurut Yanti dan Pertiwi (2008) ketentuan penguji OSCE adalah diam, yaitu tidak diperbolehkan untuk


(1)

commit to user

aspek kepribadian individu. Taufiqurahman (2008) menambahkan bahwa jika mahasiswa diuji dengan uji lisan maka akan menyita banyak waktu dan sering dikritik karena penilaian tidak reliable. Keunggulan metode OSCE adalah lebih valid, reliable dan objektif di bidang uji lisan, bisa melakukan evaluasi dengan jumlah peserta lebih banyak dalam waktu yang lebih pendek dan serentak, menguji ketrampilan yang lebih luas dan semua peserta di uji dengan instrumen yang sama.

Ujian OSCE dilaksanakan dalam rangka menilai kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Nilai batas lulus kemampuan kognitif 60 sedangkan kemampuan psikomotor dan afektif adalah 75. Jika mahasiswa tidak lulus diberi kesempatan remidi satu kali. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Yanti dan Pertiwi (2008) dimana kelulusan OSCE didasarkan pada kelulusan tiap station. Jika mahasiswa tidak lulus dalam station tertentu, mahasiswa diwajibkan mengulang dan nilai maksimal yang didapat mahasiswa adalah kognitif 60 sedangkan ketrampilan 78 (Pedoman Ujian OSCE UAP D-III Keperawatan Jawa Tengah, 2010).

Dalam pelaksanaan ujian psikomotor , narasumber R 6 mengatakan penguji memberi perlakuan yang berbeda. Ada penguji yang tidak konsisten dengan aturan metode OSCE, misal saja memberikan komentar atas kesalahan yang dilakukan mahasiswa, tidak mengobservasi secara optimal sehingga ada beberapa item penilaian yang terlewatkan, tentu saja ini sangat merugikan mahasiswa. Menurut Yanti dan Pertiwi (2008) ketentuan penguji OSCE adalah diam, yaitu tidak diperbolehkan untuk


(2)

commit to user

memberikan komentar ataupun pertanyaan kepada mahasiswa, karena akan dikhawatirkan mengganggu konsentrasi mahasiswa.

Di akhir pembelajaran, kompetensi mahasiswa dapat melakukan ketrampilan perawatan luka. Berdasarkan studi dokumen, semua mahasiswa lulus ujian skill laboratory perawatan luka. Menurut Dimyati dan Moedjiono (2006) tujuan pembelajaran dapat tercapai jika mahasiswa mengalami peningkatan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Disamping itu keberhasilan belajar terjadi bila mahasiswa sendiri aktif mengikuti proses belajar. Siswa harus melakukan kegiatan mental sejak awal maupun saat menerima materi sampai terjadinya pemahaman. (Nurhidayati, 2002).

Hasil belajar yang memuaskan akan meningkatkan motivasi mahasiswa untuk belajar lebih giat sehingga diharapkan pada evaluasi semester berikutnya akan mendapatkan hasil yang lebih memuaskan lagi.

Zainul dan Nasution (2001) menjelaskan bahwa dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa tujuan diantaranya untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran dan memperoleh masukan atau umpan balik bagi pengelola, instruktur dan mahasiswa dalam rangka perbaikan. Melihat nilai evaluasi skill laboratory yang didapat mahasiswa prodi D-III Keperawatan khususnya perawatan luka sudah efektif.


(3)

commit to user

Tenaga keperawatan yang berkualitas mempunyai sikap profesional dan dapat menunjang pembangunan kesehatan, hal tersebut memberi dampak langsung pada mutu pelayanan di rumah sakit sehingga pelayanan yang diberikan akan berkualitas dan dapat memberikan kepuasan pada pasien sebagai penerima pelayanan maupun perawat sebagai pemberi pelayanan. Untuk dapat mewujudkan tercapainya pelayanan yang berkualitas diperlukan adanya tenaga keperawatan yang profesional, memiliki kemampuan intelektual, tehnikal (terampil) dan interpersonal, bekerja berdasarkan standar praktek, memperhatikan kaidah etik dan moral (Hamid, 2000).

Asuhan keperawatan bermutu merupakan rangkaian kegiatan keperawatan yang diorientasi pada klein. Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan kepada klien dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam berrespon.

Kemampuan perawat memenuhi kebutuhan klien dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: tingkat ketergantungan klien, sistem penugasan, kelengkapan fasilitas, kewenangan dan kompetensi yang dimiliki oleh tanaga keperawatan sebagai pelaksana dan kemampuan manajer keperawatan dalam mengorganisasikan pekerjaan kepada bawahan. Seorang perawat profesional yang telah dibekali dengan pengetahuan mengelola pelayanan keperawatan dan keterampilan klinis yang mamadai akan mampu mengorganisir dan menyesuaikan antara pekerjaan yang akan dilaksanakan, sarana yang tersedia, dan kemampuan


(4)

commit to user

tenaga perawatnya. Selain itu dalam mengelola ruangan khususnya tenaga keperawatan, maka perawat manajer juga harus mampu menjamin bahwa para perawat pelaksana memiliki kemampuan untuk memberikan asuhan keperawatan bermutu. Untuk itu ia harus merancang program peningkatan kemampuan perawatan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Peningkatan kemampuan perawat melalui jalur formal dapat ditempuh melalui berbagai tingkatan yaitu pendidikan ners generalis, ners spesialis, mapun ners konsultan. Selain itu, dapat ditempuh melalui jalur informal yaitu program pendidikan perawat berlanjut (“continuing nurse

education”). Program ini dapat diselenggarakan oleh rumah sakit bekerja

sama dengan institusi pendidikan tinggi keperawatan dan dengan organisasi profesi.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian beserta pembahasan, dapat peneliti simpulkan bahwa :


(5)

commit to user

1. Pengelola skill laboratory maupun instruktur sudah membuat perencanaan pembelajaran dengan baik terbukti penjadwalan skill laboratory ada, penunjukkan instruktur yang kompeten, instruktur membuat alat peraga/model dengan memodifikasi dan memberikan SOP serta Tools

penilaian selama buku pedoman belum ada

2. Proses pembelajaran skill laboratory berlangsung dalam tiga tahap, yaitu tahap terbimbing, tahap mandiri dan responsi terlaksana dengan baik. 3. Evaluasi pembelajaran skill laboratory dengan metode OSCE yang dapat

mengukur kognitif, afektif dan psikomotor secara bersamaan telah menunjukkan bahwa mahasiswa kompeten dalam perawatan luka.

4. Kendala-kendala yang ada selama pembelajaran skill laboratory dapat diatasi oleh pengelola, instruktur maupun mahasiswa secara bijak.

B. Implikasi

1. Pengelola skill laboratory harus mengajukan penambahan jumlah

peralatan dan bahan/obat perawatan luka yang up to date serta ruang laboratorium agar proses pembelajaran skill laboratory berjalan dengan optimal.

2. Pengelola skill laboratory harus menekankan kepada instruktur untuk lebih meningkatkan tugas dan tanggungjawabnya dengan cara menyiapkan buku pedoman skill laboratory, dapat lebih memotivasi mahasiswa dan meningkatkan pengawasan kepada mahasiswa dalam kegiatan mandiri.


(6)

commit to user

3. Koordinator mata kuliah harus menekankan Penguji OSCE untuk

mengevaluasi secara objektif, sehingga hasil akhir yang dicapai benar-benar mahasiswa kompeten terhadap ketrampilan tersebut

C. Saran

Berdasarkan informasi kualitatif yang peneliti dapat, maka peneliti memberi saran sebagai berikut :

1. Semua instruktur hendaknya menggunakan alat peraga (modifikasi) yang

sama, sehingga gambaran mahasiswa tidak berbeda.

2. Penambahan jumlah ruang laboratorium dan penggunaan ruangan yang efektif

3. Dibentuk asisten laboratorium yang formal

4. Penyusunan buku Pedoman skill laboratory melibatkan ahli yang