Perbandingan Kepuasan Mahasiswa Dengan Pembelajaran Metode Problem Based Learning Dan Konvensional Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Di Medan

(1)

KONVENSIONAL PADA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DI MEDAN

TESIS

Oleh ADE SUSANTY

117046025/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh ADE SUSANTY

117046025/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Dan Konvensional Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Di Medan

Nama Mahasiswa : Ade Susanty

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Drs. Heru Santosa, MS., Ph.D) (Iwan Rusdi, S.Kp., MNS Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D) (dr. Dedi Ardinata, M.Kes)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, MS., Ph.D Anggota : 1. Iwan Rusdi, S.Kp, MNS.

2. Dr. Drs. R.Kintoko Rochadi, M.K.M 3. dr. Dedi Ardinata, M.Kes


(5)

PERBANDINGAN KEPUASAN MAHASISWA DENGAN PEMBELAJARAN METODE PROBLEM BASED LEARNING DAN KONVENSIONAL PADA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DI MEDAN

Tesis

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 07 September 2013


(6)

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Di Medan

Nama Mahasiswa : Ade Susanty Nomor Induk Mahasiswa : 117046025

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

ABSTRAK

Kepuasan mahasiswa merupakan pertimbangan penting sebagai indikator mutu institusi pendidikan tinggi termasuk metode pembelajaran yang diterapkan. Problem Based Learning (PBL) dikonseptualisasikan sebagai suatu strategi yang menggunakan stimulus masalah bagi siswa untuk mengembangkan dan memperoleh pengetahuan hingga relevan dengan profesi kesehatan. Metode konvensional adalah sistem pembelajaran yang bersifat satu arah, dimana dosen lebih aktif, ini mempunyai efektivitas pembelajaran rendah. Hasil penelitian yang membandingkan lulusan pendidikan sarjana muda keperawatan dengan pendidikan kurikulum PBL dan kurikulum konvensional, ada kecenderungan fungsi yang lebih tinggi pada mahasiswa dengan PBL pada komunikasi dan self directed learning, terdapat perbedaan signifikan dalam pengetahuan keperawatan, dan kepuasan mahasiswa dalam proses pembelajaran.


(7)

dimana peneliti akan melihat perbandingan kepuasan mahasiswa dengan pembelajaran metode PBL dan konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat I yang dibagi dalam dua kelompok yaitu mahasiswa dengan PBL di Program Studi Ilmu Keperawatan RS. Haji Medan, dan mahasiswa dengan metode konvensional di Program Studi Ilmu Keperawatan Flora. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik total sampling dengan jumlah 87 responden.

Hasil penelitian ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepuasan mahasiswa dengan pembelajaran metode PBL dan konvensional dengan nilai p=0,786. Kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran PBL mayoritas puas (88,7%), dan kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran konvensional mayoritas puas (85,3%). Ada 3 faktor penting dalam penentuan kesuksesan penerapan PBL yaitu sukses dalam mengenalkan metode ini, sukses dalam penyusunan masalah dan sukses dalam pembentukan tim.

Perlu meningkatkan pengelolaan pembelajaran PBL dengan peningkatan sosialisasi proses pembelajaran PBL kepada mahasiswa baru, peningkatan kompetensi tenaga pendidik dalam penyusunan pemicu dan proses pembentukan dan mengaktifkan diskusi dalam tim

Kata Kunci : Kepuasan Mahasiswa, Metode Pembelajaran, Problem Based Learning, Metode Konvensional


(8)

Science College, Medan Name of Student : Ade Susanty

Student ID Number : 117046025

Study Program : Magistrate in Nursing Science

Major : Nursing Administration

ABSTRACT

Students’ satisfaction constitutes an important consideration as the indicator of the quality of higher education institution, including the applied subjects. Problem Based Learning (PBL) is conceptualized as a strategy, used to simulate problems for students in developing and getting knowledge which is relevant to health profession. Conventional method is a one-way learning system in which the lecturers are more active; but, this method has low learning effectiveness. The result of the comparison of nursing college graduates with PBL and conventional based curriculum showed the there was an inclination of the higher function of the students in communication and self directed learning, and there was significant distinction between nursing knowledge and students’ satisfaction in the learning process.

The type of the research was comparison with cross sectional approach in which the researcher would see the comparison of students’ satisfaction with PBL


(9)

divided into two groups: the students who participated in PBL method at the Nursing Science Study Program of RS Haji Medan and the students who participated in conventional learning method at Flora Nursing Science Study Program. All of them were used as the samples, using total sampling technique. The result of the research showed that there was no significant distinction between students’ satisfaction and PBL and conventional learning methods with p value = 0.786. The majority of students with PBL felt satisfied (88.7%), and the majority of students with conventional learning method felt satisfied (85.3%). There three important factors in determining the success of the implementation of PBL is successful in introducing this method, successful in the preparation of the problem and succeed in forming

It is recommended that PBL learning management should be increased by improving the socialization of PBL learning process to students, should increase the educators’ competence in setting the motivation and shaping process, and activate peer discussion.

a team

Keywords: Students’ Satisfaction, Learning Method, Problem Based Learning, Conventional Method


(10)

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Perbandingan Kepuasan Mahasiswa Dengan Metode Pembelajaran Problem Based Learning dan Konvensional Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Medan”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes berserta jajarannya dan juga sekaligus sebagai komisi penguji yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan Studi ke jenjang Magister Keperawatan dan telah memberikan kritik dan saran demi selesainya laporan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kepada Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan laporan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku Pembimbing I dan Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku pembimbing II. Terima kasih atas waktu yang telah bapak luangkan untuk membimbing saya dan mohon maaf apabila ada sikap maupun perilaku saya yang


(11)

juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku komisi penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi selesainya laporan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Masdalifa Pasaribu, S.Kep, SKM, M.Kes, selaku Ketua STIKes RS. Haji Medan dan Ibu dr. Fithria Aldy, M.Ked (Oph), Sp.M, selaku Ketua STIKes Flora beserta stafnya yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tinggi yang dipimpin.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda H. Rachmat Suhairi dan Ibunda Hj. Tuti Ismawarti, Bapak (Alm) Achmad Nawawi dan Ibu (Almh) Rostian yang selalu ikhlas membimbing dan memotivasi. Suami tercinta (Alm) Achmad Androstiakha yang akan selalu memberi arti, Zia Shafa Achmad sebagai motivator dan pemberi kekuatan terhebat.

Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan I 2011/2012 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan


(12)

Medan, 07 September 2013 Penulis


(13)

Nama : Ade Susanty, S.Kep, Ns Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 23 Desember 1980

Alamat : Komp. Deli Raya Jl. Patra No. 155 Titi Papan Medan

No Telp/Hp : 0813 96 248 851

Riwayat Pendidikan :

Jenjang pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Hang Tuah II Medan 1992

SMP SMP Hang Tuah II Medan 1995

SMU Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan 1995

Diploma III D-III Keperawatan Fakultas Kedokteran 2001 Universitas Sumatera Utara

Ners PSIK Fakultas Kedokteran Univ Airlangga 2005 Magister Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2013

Riwayat Pekerjaan :

Staf dan Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan RS. Haji Medan mulai tahun 2006 s/d sekarang.


(14)

Seminar Penelitian Kualitatif sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan di Medan tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta

In The 3 rd International Nursing Conference “Bringing Current Research Into Nursing Practice for Improving Quality of Care” di Bandung tanggal 21 – 22 Maret 2012 sebagai Peserta

Optimalisasi Kolaborasi Perawat –Dokter dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di Medan tanggal20 Juli 2012 sebagai Peserta Oversea study visit “Nursing Administration in Hospital and Healthcare

System in Thailand” di Thailandtanggal 18 – 20 Februari 2013 sebagai Peserta

Publikasi:

Susanty, A., Santosa, H., Rusdi, I. (2013). Perbandingan Kepuasan Mahasiswa Dengan Metode Pembelajaran Problem Based Learning dan Konvensional Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Medan. Jurnal Riset Keperawatan Indonesia, 1 (3).


(15)

Susanty, A. Rusdi, I. (2013, 1-2 April). The Impact of Problem Based Learning on Learning Quality: A Systematic Review. Oral presentation at 2013 Medan International Nursing Conference on The Application of Caring Sciences on Nursing Education Advanced Research and Clinical Practice in Medan.


(16)

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Hipotesis ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Student Centered Learning ... 8

2.2. Problem Based Learning ... 9

2.3. Teacher Centered Learning ... 25

2.4. Kepuasan Mahasiswa ... 28

2.5. Kerangka Konsep ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 39

3.4. Metode Pengumpulan Data... 40

3.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 40

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional ... 42

3.7. Metode Pengukuran ... 46

3.8. Metode Analisis Data ... 48

3.9. Pertimbangan Etik ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50

4.2. Karakteristik Responden ... 52

4.3. Kepuasan Mahasiswa Dengan Metode Pembelajaran Problem Based Learning ... 52

4.4. Kepuasan Mahasiswa Dengan Metode Pembelajaran Konvensional ... 57


(17)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Perbandingan Kepuasan Mahasiswa Dengan Pembelajaran

Problem Based Learning dan Konvensional... 63

5.2. Kepuasan Mahasiswa Dengan Pembelajaran Problem Based Learning ... 67

5.3. Kepuasan Mahasiswa Dengan Pembelajaran Problem Konvensional ... 71

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(18)

Flora Tahun 2013 ... 52 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan

Mahasiswa Dengan Metode Pembelajaran Problem

Based Learning di STIKes RS. Haji Medan tahun 2013 ... 53 Tabel 4.3 Skor Item Pernyataan Kepuasan Mahasiswa

Dengan Problem Based Learning... 54 Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan

Mahasiswa Dengan Metode Pembelajaran

Konvensional di STIKes Flora Tahun 2013 ... 57 Tabel 4.5 Skor Item Pernyataan Kepuasan Mahasiswa

Dengan Metode Konvensional ... 58 Tabel 4.6 Hasil Analisis Uji Mann Whitney ... 61 Tabel 4.7 Hasil Analisis Sub Skala Kepuasan ... 61


(19)

Gambar 2.1. Pengaruh PBL terhadap Kepuasan Mahasiswa ... 13

Gambar 2.2. Model Konseptual Hubungan Mutu Pelayanan dengan Opini Mahasiswa di Universitas ... 30

Gambar 2.3. Model Konseptual SEM (A Structural Equation Model) ... 31

Gambar 2.4. Model Konseptual Kepuasan Mahasiswa terhadap Pelayanan Pendidikan Tinggi ... 32


(20)

a. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian ... 85

b. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian... 87

c. Instrumen Kepuasan Mahasiswa ... 88

d. Instrumen Dundee Ready Education Environment Measure ... 92

(DREEM) Lampiran 2. Biodata Transleter ... 95

Lampiran 3. Ijin Penelitian ... 98

a. Surat Pengambilan Data dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara kepada STIKes RS Haji. ... 99

b. Surat Pengambilan Data dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara kepada STIKes Flora... 100

c. Surat Persetujuan Etik Penelitian ... 101

d. Surat ijin pengambilan data dan selesai melakukan penelitian di STIKes RS. Haji. ... 102

e. Surat ijin pengambilan data dan selesai melakukan penelitian di STIKes Flora. ... 103


(21)

Pembelajaran Metode Problem Based Learning Dan Konvensional Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Di Medan

Nama Mahasiswa : Ade Susanty Nomor Induk Mahasiswa : 117046025

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

ABSTRAK

Kepuasan mahasiswa merupakan pertimbangan penting sebagai indikator mutu institusi pendidikan tinggi termasuk metode pembelajaran yang diterapkan. Problem Based Learning (PBL) dikonseptualisasikan sebagai suatu strategi yang menggunakan stimulus masalah bagi siswa untuk mengembangkan dan memperoleh pengetahuan hingga relevan dengan profesi kesehatan. Metode konvensional adalah sistem pembelajaran yang bersifat satu arah, dimana dosen lebih aktif, ini mempunyai efektivitas pembelajaran rendah. Hasil penelitian yang membandingkan lulusan pendidikan sarjana muda keperawatan dengan pendidikan kurikulum PBL dan kurikulum konvensional, ada kecenderungan fungsi yang lebih tinggi pada mahasiswa dengan PBL pada komunikasi dan self directed learning, terdapat perbedaan signifikan dalam pengetahuan keperawatan, dan kepuasan mahasiswa dalam proses pembelajaran.


(22)

mahasiswa tingkat I yang dibagi dalam dua kelompok yaitu mahasiswa dengan PBL di Program Studi Ilmu Keperawatan RS. Haji Medan, dan mahasiswa dengan metode konvensional di Program Studi Ilmu Keperawatan Flora. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik total sampling dengan jumlah 87 responden.

Hasil penelitian ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepuasan mahasiswa dengan pembelajaran metode PBL dan konvensional dengan nilai p=0,786. Kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran PBL mayoritas puas (88,7%), dan kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran konvensional mayoritas puas (85,3%). Ada 3 faktor penting dalam penentuan kesuksesan penerapan PBL yaitu sukses dalam mengenalkan metode ini, sukses dalam penyusunan masalah dan sukses dalam pembentukan tim.

Perlu meningkatkan pengelolaan pembelajaran PBL dengan peningkatan sosialisasi proses pembelajaran PBL kepada mahasiswa baru, peningkatan kompetensi tenaga pendidik dalam penyusunan pemicu dan proses pembentukan dan mengaktifkan diskusi dalam tim

Kata Kunci : Kepuasan Mahasiswa, Metode Pembelajaran, Problem Based Learning, Metode Konvensional


(23)

Problem Based Learning and Conventional Methods in the Nursing Study Program of Health Science College, Medan

Name of Student : Ade Susanty Student ID Number : 117046025

Study Program : Magistrate in Nursing Science

Major : Nursing Administration

ABSTRACT

Students’ satisfaction constitutes an important consideration as the indicator of the quality of higher education institution, including the applied subjects. Problem Based Learning (PBL) is conceptualized as a strategy, used to simulate problems for students in developing and getting knowledge which is relevant to health profession. Conventional method is a one-way learning system in which the lecturers are more active; but, this method has low learning effectiveness. The result of the comparison of nursing college graduates with PBL and conventional based curriculum showed the there was an inclination of the higher function of the students in communication and self directed learning, and there was significant distinction between nursing knowledge and students’ satisfaction in the learning process.

The type of the research was comparison with cross sectional approach in which the researcher would see the comparison of students’ satisfaction with PBL


(24)

participated in conventional learning method at Flora Nursing Science Study Program. All of them were used as the samples, using total sampling technique. The result of the research showed that there was no significant distinction between students’ satisfaction and PBL and conventional learning methods with p value = 0.786. The majority of students with PBL felt satisfied (88.7%), and the majority of students with conventional learning method felt satisfied (85.3%). There three important factors in determining the success of the implementation of PBL is successful in introducing this method, successful in the preparation of the problem and succeed in forming

It is recommended that PBL learning management should be increased by improving the socialization of PBL learning process to students, should increase the educators’ competence in setting the motivation and shaping process, and activate peer discussion.

a team

Keywords: Students’ Satisfaction, Learning Method, Problem Based Learning, Conventional Method


(25)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Problem based learning (PBL) adalah metode belajar mengajar aktif yang telah digunakan oleh pendidik selama lebih dari 50 tahun. Pembelajaran berbasis masalah ini paling sering dikonseptualisasikan sebagai suatu strategi yang menggunakan stimulus masalah bagi siswa untuk mengembangkan dan memperoleh pengetahuan. Menurut Alexander et al (2002) PBL dikembangkan oleh Harold Barrow di Mc Master University Medical School dalam menanggapi ketidakpuasan mahasiswa dengan format pembelajaran kuliah dan lulusan yang tidak dapat menerapkan konten yang dipelajari di kelas ke dalam praktek klinik. Pembelajaran berbasis masalah relevan dengan profesi kesehatan karena mempromosikan berpikir reflektif dan kritis serta menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek (Rogal & Snider, 2008)

Dalam penelitian kualitatif pada 11 perawat didapatkan pernyataan bahwa responden dengan PBL dapat menerapkan pembelajaran dan sumber dari pendidikan di kelas dalam praktiknya, dan responden mengidentifikasi lebih percaya diri untuk menjadi lebih asertif dan dan menantang dalam praktik (Smith & Coleman, 2008). Metode pembelajaran PBL juga dilaporkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa (Rideout et al, 2002; Tiwari et al, 2006; Yuan et al, 2008).


(26)

Metode konvensional adalah sistem pembelajaran yang bersifat satu arah, yaitu pemberian materi oleh dosen. Sistem pembelajaran tersebut dikenal dengan model teacher centered learning (TCL), dimana dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing). Pola pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini mempunyai efektivitas pembelajaran rendah, karena mahasiswa hanya mendengarkan kuliah sehingga kreativitas mereka kurang terpupuk atau bahkan cenderung tidak kreatif. Hal tersebut setidaknya tampak pada 2 hal. Pertama, dosen sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran, Kedua, pada saat-saat mendekati ujian, di mana aktivitas mahasiswa berburu catatan maupun literatur kuliah, serta aktivitas belajar mereka mengalami kenaikan yang sangat signifikan, namun turun kembali secara signifikan pula setelah ujian selesai. Implikasi lain dari sistem pembelajaran TCL adalah dosen kurang mengembangkan bahan kuliah dan cenderung seadanya (monoton) (Hadi, 2007).

Menurut hasil penelitian yang membandingkan lulusan pendidikan sarjana muda keperawatan dengan pendidikan kurikulum PBL dan kurikulum konvensional, ada kecenderungan fungsi yang lebih tinggi pada mahasiswa dengan PBL pada komunikasi dan self directed learning, terdapat perbedaan signifikan dalam pengetahuan keperawatan, dan kepuasan mahasiswa dalam proses pembelajaran (Rideout et al, 2002). Dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi tentang pemberdayaan mahasiswa keperawatan pada program PBL dan konvensional, didapat perbedaan signifikan dimana mahasiswa lebih baik dalam pemberdayaan psikologis mahasiswa PBL, lebih


(27)

terpapar dengan pembelajaran kelompok kecil, dan lebi baik kemampuan pemecahan masalah klinis (Siu et al, 2005). Dalam penelitian yang bertujuan untuk membandingkan PBL dengan pembelajaran ceramah dalam perkembangan berpikir kritis mahasiswa didapatkan perbedaan signifikan dimana mahasiswa dengan PBL lebih baik dalam kemampuan berpikir kritis. Dalam analisa kualitatif didapatkan mahasiswa dengan PBL melaporkan kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006).

Penelitian tentang perbandingan antara PBL dan pembelajaran konvensional dalam pendidikan etik keperawatan, dalam survei kepuasan proses pembelajaran terdapat perbedaan signifikan dimana kelompok PBL lebih baik dalam hal kepuasan untuk pembelajaran motivasi diri dan berpikir kritis, dan stimulasi intelektual (Lin, et al, 2010). Clarke et all dalam Rideout (2001) menggunakan Medical School Learning Environment Survey dan didapatkan bahwa keseluruhan skor rata-rata peserta didik dalam program PBL lebih tinggi daripada skor rerata peserta didik dalam program konvensional, skor tersebut menunjukkan adanya lingkungan pendidikan yang secara persisten lebih dipilih oleh peserta didik.

Kepuasan mahasiswa merupakan pertimbangan penting sebagai indikator mutu institusi pendidikan tinggi. Kepuasan mahasiswa telah terbukti memiliki dampak pada reputasi institusi dan loyalitas mahasiswa beserta lulusan terhadap institusi, maka memenuhi kebutuhan mahasiswa dan memastikan bahwa mahasiswa puas dengan pengalaman belajar mereka merupakan prioritas penting. Dalam pengembangan indikator kepuasan akademis mahasiswa didapat 4 domain


(28)

kepuasan mahasiswa terhadap : 1) Pembelajaran klinis, 2) Pembelajaran di kelas, 3) Program pembelajaran, 4) Dukungan dan sumber daya dalam pelaksanaan program. Dan pembelajaran di kelas adalah merupakan prediktor indipenden dari kepuasan mahasiswa (Dennison & El-Masri, 2012). Dimensi mutu proses belajar mengajar yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh mutu proses belajar mengajar terhadap kepuasan siswa adalah : 1) Strategi belajar dengan indikator kejelasan tujuan belajar, penyampaian materi yang dipelajari, kegiatan-kegiatan belajar serta penilaian hasil belajar yang dilakukan, 2) Metode belajar dengan indikator variasi metode belajar dan ketepatan metode belajar dengan materi pelajaran yang akan disampaikan (Sopiatin, 2010). Zaini (2003) mengukur kepuasan mahasiswa dalam lingkungan pembelajaran dengan menggunakan Dundee Ready Educational Environment Survey (DREEM) dengan 5 sub skala indikator yaitu persepsi tentang proses pembelajaran, persepsi tentang pendidik, persepsi diri tentang akademik, persepsi tentang suasana belajar, dan persepsi tentang lingkungan sosial.

Pada 1998, Bachelor of nursing di La Trobe University, Victoria, Australia, memutuskan untuk menerapkan kurikulum pembelajaran berbasis masalah (PBL). Keputusan ini didasarkan pada keyakinan bahwa perawat masa depan akan perlu untuk terus belajar sepanjang hayat, dengan berdasarkan pada pengetahuan yang fleksibel dan mampu beradaptasi. Dari perspektif pendidikan keperawatan bahwa lulusan harus dipersiapkan untuk memiliki ketrampilan mengasimilasi dan mengintegrasikan ke dalam praktek keperawatan (Duke et al, 1998).


(29)

Di Indonesia telah banyak Fakultas Kedokteran maupun Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) yang telah menerapkan PBL. Hal ini berkaitan dengan kurikulum di perguruan tinggi saat ini telah diubah yaitu dari kurikulum berbasis pada isi (content) menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) berdasarkan SK Mendiknas No 323/U/2002. PBL merupakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan dalam KBK untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa keperawatan. Fakultas Kedokteran UI menerapkan PBL pada tahun 2005. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM juga telah menerapkan strategi pembelajaran PBL secara penuh sejak tahun 2003. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro juga telah menerapkan PBL sebagai metode pembelajaran (Wahyuningsih, 2011). Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara juga sudah menerapkan program PBL dalam kegiatan belajar mengajarnya.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Rumah Sakit Haji Medan dan STIKes Flora saat ini mulai menjalankan KBK, dimana salah satu metode pembelajarannya adalah dengan PBL melalui tutorial. Namun penerapan PBL yang membutuhkan fasilitas dan sumber daya dengan biaya yang besar, mengakibatkan tidak semua institusi dapat menerapkannya. Butuh persiapan dan perhitungan yang matang, sehingga kendala dapat diatasi dengan baik. Hal itulah yang menjadi alasan STIKes Flora belum menerapkan PBL dalam proses pembelajarannya.


(30)

1.2. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran PBL?

2. Bagaimana kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana perbandingan kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran PBL dan konvensional?

1.3.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran PBL.

2. Untuk mengetahui kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran konvesional.

3. Untuk mengetahui perbandingan kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran PBL dan konvensional.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk meningkatkan metode pembelajaran yang telah ada untuk menghasilkan lulusan yang mandiri, bertanggung jawab, berpikir kritis, sesuai dengan kompetensinya.


(31)

1.4.2. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan memberi pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang penelitian pendidikan keperawatan khususnya tentang kepuasan pembelajaran mahasiswa dengan metode pembelajaran PBL dan konvensional. 1.4.3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya tentang pengembangan metode pembelajaran pada pendidikan keperawatan yang menekankan pada kompetensi dan kepuasan mahasiswa.

1.5. Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan kepuasan mahasiswa dengan metode pembelajaran PBL dan konvensional.


(32)

Student centered learning (SCL) merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang memfasilitasi pembelajar untuk terlibat dalam proses pengalaman belajar. Pada sistem pembelajaran SCL mahasiswa dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikannya dengan dosen sebagai fasilitator. Berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri kemudian berupaya keras mencapai kompentensi yang diinginkan (Hadi, 2007).

Model pembelajaran SCL memiliki beberapa keunggulan yaitu: (1) mahasiswa atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi; (2) mahasiswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran; (3) tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar membelajarkan di antara mahasiswa; (4) dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan mahasiswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh dosen (Hadi, 2007)

Metode-metode yang merupakan penerapan SCL antara lain adalah: (1) small group discussion; (2) role-play and simulation; (3) case study; (4) discovery learning; (5) self-directed learning; (6) cooperative learning; (7) collaborative


(33)

learning; (8) contextual learning; (9) project based learning; dan (10) problem based learning and inquiry (Kurdi, 2009).

2.2. Problem Based Learning 2.2.1. Pengertian

Problem based learning (PBL) adalah sebuah metode instruksional dimana mahasiswa bekerja dalam kelompok kecil untuk mendapatkan pengetahuan dan memperoleh kemampuan pemecahan masalah. Karakteristik utama dari PBL adalah bahwa masalah disajikan pada mahasiswa sebelum materi dipelajari bukan sesudah dipelajari seperti pada pemecahan masalah yang lebih tradisional. Ciri lainnya dari PBL adalah bahwa masalah disajikan dalam konteks dimana mahasiswa seperti menghadapi masalah dalam dunia nyata. Konstektualisasi materi yang dilakukan dalam PBL menjadikannya strategi yang menarik untuk pendidikan profesional (Glen & Wikie, 2000).

PBL adalah merupakan metode pembelajaran dimana mahasiswa dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi. Dari aspek filosofi, PBL dipusatkan pada mahasiswa yang dihadapkan pada suatu masalah, sementara itu dalam pembelajaran yang berdasarkan pada materi dosen menyampaikan pengetahuannya kepada mahasiswa sebelum menggunakan masalah untuk memberi ilustrasi pengetahuan tadi (Pusat Pengembangan Pendidikan UGM, 2005).

PBL adalah lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah belajar, yaitu sebelum belajar peserta didik harus mengidentifikasi suatu masalah,


(34)

baik yang dialami secara nyata maupun telaah kasus. PBL juga didefenisikan sebagai sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan ataupun mengintegrasikan ilmu baru (Nursalam & Effendi, 2008).

2.2.2. Dampak PBL

1. Peningkatan fungsi klinikal

Peningkatan fungsi klinikal meliputi pengambilan keputusan klinis, hubungan kolaborasi, komunikasi dan self directed learning. Menurut hasil penelitian yang bertujuan untuk membandingkan lulusan sarjana muda keperawatan dengan pendidikan kurikulum berbasis masalah dan kurikulum konvensional, tidak ada perbedaan signifikan dalam pengambilan keputusan klinis dan hubungan kolaborasi. Namun ada kecenderungan fungsi yang lebih tinggi pada mahasiswa dengan PBL pada komunikasi dan self directed learning (Rideout et al, 2002).

Smith & Coleman (2008) melakukan penelitian kualitatif pada 11 perawat yang secara suka rela berpartisipasi dalam program pembelajaran selama 1 tahun. Pernyataan responden tentang keterlibatan perawat dalam praktek klinik yaitu responden menyatakan membuat perbedaan dalam peran perawat saat ini, merubah persepsi responden dalam praktik, dan responden menggunakan pembelajaran dan sumber dari pendidikan untuk diterapkan dalam praktiknya saat ini. Pernyataan tentang nilai program PBL yaitu responden menyatakan bahwa program PBL melengkapi mereka dalam praktik, responden mengapresiasi dan mengakui nilai PBL dan membandingkannya dengan pembelajaran tradisional,


(35)

responden mengidentifikasi program PBL mengembangkan kepercayaan diri mereka untuk menjadi lebih asertif dan menantang dalam praktik.

2. Pengetahuan dan keterampilan untuk praktek

Pengetahuan dan ketrampilan untuk praktek, terdapat perbedaan signifikan dalam pengetahuan keperawatan, komunikasi, pembelajaran dan sistem pelayanan kesehatan. Dari hasil ini didapatkan bahwa kelompok dengan kurikulum berbasis masalah memiliki nilai yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional (Rideout et al, 2002).

Goelen, De Clercq, Huyghens, Kerckhofs (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengukur peningkatan sikap tentang kolaborasi interprofesional mahasiswa sarjana kesehatan meliputi perawat, fisioterapi dan dokter. Pengumpulan data menggunakan Interdiciplinary Education Perception Scale (IEPS) yang memiliki 4 sub skala yaitu kemandirian kompetensi profesi, pemahaman kebutuhan kerjasama antar profesi, persepsi kerjasama dalam tim satu profesi dan profesi lain, dan pemahaman (keinginan memahami) nilai dari profesi lain. Dari hasil penelitian didapatkan perbedaan nilai signifikan antara pre dan post tentang kemandirian kompetensi profesi pada kelompok intervensi untuk keseluruhan kelompok, kelompok gender laki-laki, dan fisioterapi. Didapatkan juga peningkatan nilai yang signifikan pada kelompok intervensi, khususnya pada mahasiswa laki-laki, tentang pemahaman nilai profesi lain dan keseluruhan IEPS.

3. Kepuasan mahasiswa

Perbedaan yang signifikan didapat dari kepuasan mahasiswa dalam hal peran pendidik dalam proses pembelajaran, hasil dari program pembelajaran,


(36)

evaluasi mahasiswa, kemandirian mahasiswa dan kepuasan secara keseluruhan. Dari hasil ini mahasiswa dengan kurikulum berbasis masalah menyatakan kepuasan dalam pengalaman pendidikan mereka lebih dari mahasiswa dengan program konvensional (Rideout et al, 2002).

Analisis kualitatif didapatkan mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah melaporkan berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran, merasa mendapatkan pengalaman yang menyenangkan, menginspirasi, dan self-fulfilling, pandangan mahasiswa tentang hal yang mungkin mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa merasa sangat berhubungan dengan tutorial. Pada mahasiswa dengan pembelajaran ceramah melaporkan mendengarkan pasif selama proses pembelajaran, mereka menggambarkan bagaimana mereka duduk, mendengarkan dan mengikuti catatan selama pembelajaran, mahasiswa merasakan pengalaman pembelajaran yang negatif dan diam, dan mahasiswa tidak merasa bahwa kemampuan berpikirnya didorong dalam proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006).

Survei kepuasan proses pembelajaran tidak ada perbedaan signifikan. Namun kelompok eksperimen mempunyai perbedaan signifikan dimana kelompok PBL lebih baik dalam hal kepuasan untuk pembelajaran motivasi diri dan berpikir kritis, dan stimulasi intelektual (Lin, et al, 2010).

Beberapa penelitian tentang pembelajaran berpusat pada mahasiswa, khususnya dengan penerapan PBL melaporkan perbedaan tingkat kepuasan mahasiswa dengan PBL dan mahasiswa dengan pendekatan tradisional. Persepsi mahasiswa PBL terhadap lingkungan pembelajaran meliputi suasana


(37)

pembelajaran, hubungan interpersonal (antara mahasiswa dengan mahasiswa, dan mahasiswa dengan dosen) lebih baik (Rideout, 2001).

Kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran PBL dievaluasi dari persepsi tentang peran pendidik dalam proses pembelajaran, persepsi tentang hasil akademik dari program pembelajaran (Rideout et al, 2002); persepsi tetang proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006); persepsi tentang suasana pembelajaran, persepsi tentang hubungan interpersonal (lingkungan sosial) (Rideout, 2001).

Gambar 2.1. Pengaruh PBL terhadap kepuasan mahasiswa

4. Kemampuan berpikir kritis

Tiwari et al (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan dampak PBL dengan pembelajaran konvensional dalam perkembangan berpikir kritis mahasiswa. Alat ukur yang digunakan adalah The California Critical Thinking Disposition Inventory (CCTDI) yang menggunakan skala Likert dalam 7 subskala yaitu mencari kebenaran, pemikiran terbuka, kemampuan analisis, sistematis, kepercayaan diri dalam berpikir kritis, rasa ingin tahu dan kematangan kognitif. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dimana mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dalam

Problem based-learning

Kepuasan Mahasiswa

• Kepuasan terhadap pembelajaran • Kepuasan terhadap pendidik • Kepuasan diri terhadap akademik • Kepuasan terhadap suasana belajar • Kepuasan diri terhadap lingkungan


(38)

pengukuran keseluruhan sub skala dalam kemampuan berpikir kritis, mencari kebenaran, kemampuan analisis, dan kepercayaan diri dalam berpikir kritis.

Yuan, Kunaviktikul, Klunklin, Williams (2008) melakukan penelitian untuk menguji dampak PBL terhadap kemampuan berpikir kritis dari 46 mahasiswa keperawatan tahun kedua di Republik Rakyat Cina. Instrumen yang digunakan adalah The California Critical Thinking Skills Test For A (CCST-A) meliputi 5 sub skala yaitu kemampuan analisis, evaluasi, kemampuan menyimpulkan, deduksi dan induksi. Hasil penelitian tentang kemampuan berpikir kritis mahasiswa, didapatkan tidak ada perbedaan signifikan ketika pretest, namun ada perbedaan signifikan dari hasil post test, dimana mahasiswa dengan PBL lebih baik peningkatannya dalam keseluruhan kemampuan berpikir kritis, kemampuan analisa, dan induksi.

5. Efektifitas proses PBL

Yuan, et al (2008) melakukan analisis kualitatif terhadap respon mahasiswa terhadap PBL adalah 91,30% mahasiswa menganggap bahwa PBL memfasilitasi mereka untuk berbagi pendapat dengan mahasiswa lain, menganalisa situasi dengan cara berbeda dan berpikir lebih banyak kemungkinan untuk menyelesaikan masalah. Manfaat yang disampaikan mahasiswa adalah PBL memotivasi untuk belajar, meningkatkan pemecahan masalah, mengembangkan komunikasi efektif, mengembangkan kolaborasi efektif dalam kelompok, meningkatkan kemampuan belajar mandiri, dan manfaat dalam aspek sosial dan emosional.


(39)

Siu, Laschinger, Vingilis (2005) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi tentang pemberdayaan mahasiswa keperawatan pada program PBL dan konvensional. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner untuk mengukur variabel pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, pemberdayaan global, pemaparan strategi belajar mengajar, kemampuan pemecahan masalah klinis. Hasil penelitian perbedaan signifikan dalam pemberdayaan psikologis mahasiswa PBL, khususnya keyakinan mereka bahwa lingkungan belajar memungkinkan mereka mempunyai otonomi yang lebih baik dan mereka merasakan efek dari belajar pada sesama mahasiswa. Mahasiswa PBL juga melaporkan lebih signifikan terpapar dengan pembelajaran kelompok kecil, bekerja dengan mandiri, interaksi dengan pengajar sebagai fasilitator bukan hanya sebagai penyedia informasi, dan lebih sedikit untuk kuliah dalam bentuk ceramah dibandingkan dengan program konvensional. Mahasiswa PBL juga memiliki signifikan yang lebih baik dalam kemampuan pemecahan masalah klinis.

6. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan fasilitator

Mohamad, Suhaimi, Das, Salam et al (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi ketrampilan fasilitator dalam melakukan PBL. Dari hasil penyebaran kuesioner terbuka pada mahasiswa, didapatkan mahasiswa menilai fasilitator memahami proses PBL dan menyediakan waktu yang cukup untuk pembelajaran. Tiga pernyataan dalam kuesioner yang ditujukan menilai sikap fasilitator terhadap siswa dan belajar mereka, menghadiri sesi seperti yang


(40)

fasilitator menunjukkan ketertarikan pada siswa dan pembelajaran mereka. Menjelang akhir sesi PBL, 92,5% dari siswa setuju bahwa fasilitator memberikan umpan balik kepada para siswa, 7,7% dari siswa tidak setuju bahwa fasilitator memberikan umpan balik kepada mereka

Chng, Yew, Schmidt (2011) melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui pengaruh peran tutor dalam PBL tehadap proses pembelajaran dan prestasi mahasiswa. Ada 3 peran tutor yang diukur dalam penelitian ini yaitu kesesuaian sosial, kesesuaian kognitif dan keahlian dalam materi yang dibawakan. Dari ketiga peran, pengaruh signifikan pada prestasi belajar mahsiswa didapat dari kesesuaian sosial.

.

Dampak negatif dari penerapan PBL juga dilaporkan dalam beberapa penelitian. Hasil penelitian Yuan et al (2006) ada sebagian kecil yang melaporkan aspek negatif dari PBL dimana sedikit informasi ilmu yang bisa didapatkan dari text book, menghabiskan banyak waktu, stress dan memberikan beban kerja yang lebih berat kepada mahasiswa. Smith & Coleman (2008) juga melaporkan adanya dampak negatif dari PBL yaitu membutuhkan lebih lama tentang strategi pembelajaran, dan harapan pembelajaran yang tidak sesuai

2.2.3. Persiapan Penerapan PBL

Gibbon dalam Glen & Wilkie (2000) menyatakan PBL merupakan salah satu metode belajar mengajar, dan harus memenuhi beberapa persyaratan yang dibutuhkan. Sejumlah persiapan harus dilakukan dalam menerapkan PBL antara lain pengembangan staf, paket pembelajaran, penilaian dan strategi evaluasi.


(41)

1. Pengembangan staf

Pengembangan staf adalah isu yang penting dalam setiap inovasi baru. Strategi untuk pengembangan staf membutuhkan banyak waktu, kontak dengan kolega di universitas lain dan mengadakan kerja sama untuk dibimbing dalam penerapan PBL, mengadakan seminar, mempresentasikan pada staf tentang PBL dan mendiskusikan bagaimana metode ini dapat diterapkan, dan penekanan bahwa penerapan inovasi harus dilakukan bersama-sama. Diskusi dengan kolega dan melakukan kunjungan juga memberikan keuntungan, kesempatan untuk duduk bersama dalam kelompok ketika proses pembelajaran berjalan. Strategi yang spesifik untuk strategi pengembangan staf adalah fokus pada fasilitator dan memberikan informasi dan mempersiapkan staf klinikal, dan pengembangan materi pembelajaran.

2. Paket pembelajaran

Paket pembelajaran dipersiapkan di awal proses PBL dan digunakan sebagai fasilitas untuk memungkinkan mahasiswa belajar. Paket didasarkan pada kondisi pasien yang sebenarnya, dengan dukungan dari literatur. Ini hanya memungkinkan jika ada data pribadi yang sebenarnya, dengan catatan klinis yang jelas kejadiannya, sehingga menghindari perbedaan pendapat yang mungkin terjadi. Setiap paket terdiri dari dua bagian yaitu paket untuk mahasiswa dan paket untuk fasilitator. Paket untuk mahasiswa terdiri dari informasi yang berhubungan dengan skenario, konsep, tujuan pembelajaran dari modul dan petunjuk yang mengarahkan mahasiswa dengan benar. Paket fasilitator terdiri dari data tambahan termasuk data relevan yang berhubungan dengan skenario.


(42)

3. Penilaian

Dalam penerapan PBL penilaian adalah kebutuhan yang sangat penting untuk mencerminkan berjalannya proses PBL. Di awal pelaksanaan, penilaian lebih sulit dalam usaha menerapkan dan mencoba metode. Namun setelah evaluasi dari modul pertama, lebih mudah untuk melakukan penilaian. Penilaian dari tugas yang dikerjakan mahasiswa, maka judul dan struktur tugas yang dibuat selanjutnya lebih sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan dalam modul. Proses refleksi dan integrasi penelitian saat ini dan pengembangan praktek saat ini lebih terbuka.

Pada awal penilaian, pemeriksaan seluruh tugas mahasiswa adalah tanggung jawab pimpinan modul. Namun hal tersebut menjadi tugas yang mustahil mengingat tanggung jawab itu harus diselesaikan dalam satu waktu, maka tanggung jawab pemeriksaan tugas mahasiswa diserahkan pada fasilitator, untuk kemudian nilai yang didapat diserahkan ke pimpinan modul. Ada dua dampak dari penilaian ini adalah :

1) Fasilitator dapat memahami dengan lebih baik pada proses pembelajaran yang berjalan dan hasil pembelajaran mahasiswa

2) Fasilitator bertanggung jawab untuk memeriksa setiap tugas dari modul yang melibatkan dirinya dalam proses pembelajaran. Ini memungkinkan penilaian kualitas yang lebih baik dan memberikan kesempatan untuk memberikan umpan balik yang berkualitas, serta memberikan gambaran yang lebih baik dari keseluruhan program.


(43)

Ketrampilan klinik juga dinilai menggunakan struktur yang objektif dari penilaian klinik. Penentuan penilaian harus melibatkan pihak instruktur klinik, dengan melakukan diskusi. Metode penilaian untuk ketrampilan klinik dipandang sebagai langkah positif untuk sejumlah

1) Mahasiswa merasa lebih nyaman dalam suasana klinik. Mereka diuji untuk beberapa ketrampilan dasar, sehingga mahasiswa mampu bekerja dengan mandiri.

alasan, yaitu :

2) Instruktur klinik lebih menerima ketrampilan dasar yang dimiliki mahasiswa. Bukan berarti staf melepaskan peran mereka sebagai pengajar ketrampilan, tetapi bekerja dalam situasi yang padat dimana banyak kegiatan sementara tidak banyak yang mengerjakannya.

4. Strategi evaluasi

Evaluasi adalah merupakan bagian yang penting. Setiap langkah dievaluasi, sebagai data dasar untuk perencanaan pengembangan kemampuan staf yang berkelanjutan. Paket pembelajaran dan proses PBL dievaluasi oleh mahasiswa. Evaluasi ini juga mencakup tentang fasilitator, dan informasi itu akan dikembalikan kepada fasilitator yang bersangkutan secara rahasia. Fasilitator mengevaluasi kinerja siswa dan paket pembelajaran. Segala kekurangan dicatat dan dilaporkan kembali pada bagian yang memvalidasi paket pembelajaran. Umpan balik positif juga diharapkan dari evaluasi ini. Tidak dapat dipungkiri, sejumlah besar informasi yang didapat adalah umum dan sangat berguna untuk perbaikan paket pembelajaran dan lain-lain. Namun, informasi ini perlu


(44)

disederhanakan, sehingga perlu dikembangkan startegi evaluasi yang mencegah fasilitator dan mahasiswa dari kebosanan.

2.2.4. Tahap-tahap dalam PBL

Menurut Nursalam & Effendi (2008), dalam PBL mahasiswa diberikan masalah, selanjutnya secara berkelompok (disarankan kelompok kecil, 8-10 orang) mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan, maka terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam metode PBL, yaitu :

1. Identifikasi masalah

Mahasiswa membaca masalah yang diberikan dan mendiskusikannya. Mereka dapat terstimulus untuk mendiagnosis masalah tersebut dengan segera. Mereka harus didorong untuk berpikir lebih dalam dengan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, kapan dan sebagainya.

2. Eksplorasi pengetahuan yang dimiliki

Klarifikasi istilah yang digunakan dalam masalah beserta maknanya. Mahasiswa datang dengan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya, termasuk dari pengalaman hidup. Kita tahu bahwa seseorang dapat memahami materi atau pengetahuan baru jika telah pernah tau tentang topik tersebut

3. Menetapkan hipotesis

Pada tahap ini diharapkan mahasiswa dapat membangun hipotesis dari permasalahan yang diberikan


(45)

4. Identifikasi isu-isu yang dipelajari

Isu pembelajaran dapat didefenisikan sebagai pertanyaan yang tak dapat dijawab dengan pengetahuan yang masih dimiliki oleh mahasiswa. Pada tahap ini mahasiswa harus menyadari apa yang menjadi isu pembelajaran (learning issues), baik bagi kelompok maupun bagi tiap individu

5. Belajar mandiri

Pada tahap ini harus jelas isu pembelajaran yang menjadi tujuan bagi tiap mahasiswa. Pada area tertentu, perlu ditentukan yang merupakan bagian dari belajar mandiri mahasiswa. Hal ini bermanfaat sebelum masuk pertemuan berikutnya.

6. Re-evaluasi dan penerapan pengetahuan baru terhadap masalah

Ini adalah tahap yang paling krusial dalam proses PBL, yaitu saat mahasiswa berkumpul kembali setelah membahas isu pembelajaran pada tahap sebelumnya. Pada tahap inilah ilmu atau pengetahuan yang baru diterapkan pada permasalahan yang diberikan di awal. Penelitian di bidang pendidikan mengungkapkan bahwa jika bekerja dengan informasi baru dengan mempertanyakannya, menerapkannya pada situasi yang berbeda dapat membantu merangsang pembelajaran pada masa mendatang

7. Pengkajian dan refleksi

Sebelum proses pembelajaran selesai, mahasiswa sebaiknya mendapat kesempatan untuk berefleksi mengenai proses pembelajaran yang terjadi. Hal ini termasuk melakukan review terhadap pembelajaran yang telah diraih, sekaligus


(46)

kesempatan bagi kelompok untuk memberikan umpan balik mengenai proses yang telah berlangsung.

2.2.5. Penulisan Skenario Dalam PBL

PBL bisa berhasil jika skenario yang digunakan berkualitas tinggi. Menurut Dolman dkk (1997) dalam Nursalam & Effendi (2008), ada beberapa langkah yang bisa digunakan dalam membuat skenario yang efektif, yaitu :

1. Tujuan pembelajaran yang dicapai oleh mahasiswa setelah mereka mempelajari skenario seharusnya konsisten dengan tujuan pembelajaran dari fakultas

2. Masalah yang diberikan seharusnya sesuai dengan tahapan kurikulum dan tingkat pemahaman mahasiswa

3. Skenario menarik bagi mahasiswa atau relevan dengan praktik di masa mendatang

4. Ilmu-ilmu dasar harus dimasukkan dalam konteks skenario klinik untuk mendorong integrasi pengetahuan

5. Skenario seharusnya mengandung petunjuk guna memberi stimulus diskusi dan memotivasi mahasiswa untuk mencari penjelasan dari isu-isu yang dipresentasikan

6. Masalah seharusnya benar-benar terbuka sehingga diskusi tidak berhenti di tengah jalan

7. Skenario seharusnya mendorong partisipasi mahasiswa dalam mencari informasi dari berbagai refrensi


(47)

2.2.6. Peran Partisipan Dalam PBL

Tiap-tiap elemen dalam PBL memiliki peran spesifik sebagai berikut 1. Sebagai narasumber

Peran narasumber dalam proses pembelajaran PBL adalah menyusun kasus pemicu, sebagai sumber pembelajaran untuk informasi yang tidak ditemukan dalam sumber pembelajaran lain, melakukan evaluasi hasil pembelajaran

2. Sebagai tutor/fasilitator

Secara umum peran fasilitator adalah memantau dan memastikan kelancaran serta melakukan evaluasi terhadap efektifitas belajar kelompok. Secara lebih rinci peran fasilitator adalah :

1) Pada pertemuan pertama, mengatur kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman

2) Memastikan bahwa sebelum proses pembelajaran dimulai setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi dengan suara dikeraskan. Sementara itu yang lain mendengarkan dan ada seorang anggota yang mencatat informasi yang penting sepanjang perjalanan diskusi

3) Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok

4) Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self evaluation


(48)

5) Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan

6) Memantau jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagai masalah yang muncul dalam proses belajar, serta menjaga agar proses belajar terus berlangsung, sehingga tidak ada proses belajar yang terlewati atau terabaikan dan fase dilakukan dalam urutan yang tepat 7) Menjaga motivasi mahasiswa dengan mempertahankan unsur

tantangan dalam penyelesaian tugas

8) Memberikan pengarahan agar dapat membantu mahasiswa keluar dari kesulitannya

9) Membimbing proses belajar mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat. Pertanyaan ini hendaknya merupakan pertanyaan terbuka yang mendorong mereka mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai konsep, ide, penjelasan dan sudut pandang

10)Mengevaluasi penerapan PBL yang dilakukan 3. Sebagai ketua kelompok

Peran sebagai ketua kelompok adalah memimpin kelompok melalui proses, memotivasi anggota untuk berpartisipasi, mempertahankan kedinamisan kelompok, memastikan sesuai waktu yang telah ditetapkan, memastikan kelompok mengerjakan tugas yang ditentukan, dan memastikan notulen dapat mengikuti dan membuat catatan yang akurat


(49)

4. Sebagai anggota kelompok

Peran sebagai anggota kelompok adalah mengikuti langkah-langkah yang ditetapkan, berpartisipasi dalam diskusi, mendengarkan dan menghargai pendapat teman, memberikan pertanyaan terbuka, menganalisis semua tujuan pembelajaran, dan berbagi informasi dengan yang lain untuk mencari penyelesaian masalah

2.3. Teacher Centered Learning 2.3.1. Pengertian

Metode konvensional atau juga disebut metode tradisional, biasanya diberikan dengan metode ceramah adalah merupakan pembelajaran teacher centered learning (TCL). Kurdi (2009) berpendapat bahwa TCL yaitu sistem pembelajaran yang bersifat satu arah, dimana pemberian materi oleh dosen yang menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan menjadi satu-satunya sumber ilmu sehingga mahasiswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Menurut Usman (2004) dalam Siddik (2012) metode ceramah adalah suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh pengajar di depan kelas. Peran seorang murid adalah sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-keterangan yang disampaikan. Metode ini layak digunakan bila pesan yang disampaikan berupa informasi, jumlah siswa terlalu banyak, dan pengajar adalah seorang pembicara yang baik.


(50)

Menurut Hadi (2007) pada sistem pembelajaran model TCL, dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajardengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini berarti memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana dosen bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan

2.3.2. Strategi Pembelajaran

Strategi yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran TCL terdiri dari 6 strategi, dibawah ini 6 strategi yang digunakan (Santrock, 2007), yaitu :

1. Mengorientasikan

Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, dosen haruslah menyusun kerangka pelajaran dan orientasi ke materi baru tersebut, dengan cara review aktivitas sehari sebelumnya, diskusikan sasaran pelajaran, memberikan instruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan, dan memberi ulasan atas pelajaran pada hari tersebut.

2. Pengajaran, penjelasan dan demonstrasi

Pengajaran dengan paparan/ceramah (lecturing), penjelasan dan demostrasi, dosen lebih banyak menghabiskan waktu untuk menerangkan dan mendemonstrasikan materi baru.


(51)

3. Pertanyaan dan Diskusi

Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan teacher centered. Dalam menggunakan strategi ini penting untuk merespons setiap kebutuhan pembelajaran mahasiswa sembari menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga, penting untuk mendistribusikan partisipasi luas sembari mempertahankan semangat belajar.

4. Mastery Learning

Pembelajaran satu konsep atau topik secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang lebih sulit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mastery learning efektif dalam meningkatkan waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk mempelajari suatu tugas. Program mastery learning yang rapi untuk remedial reading akan membuat mahasiswa dapat melangkah maju berdasarkan keahlian mereka, motivasi mereka, dan waktu mereka.

5. Seatwork

Semua mahasiswa untuk belajar sendiri-sendiri dibangku mereka. Beberapa dosen menggunakan strategi ini setiap hari, namun ada juga yang jarang menggunakan strategi ini.

6. Homework

Memberikan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mahasiswa. Penelitian menemukan bahwa pekerjaan rumah memberi efek lebih positif jika didistribusikan selama periode waktu tertentu, ketimbang diberikan sekaligus dalam satu waktu


(52)

2.3.3. Keunggulan dan Kelemahan Metode Konvensional

Metode konvensional dalam pembelajaran sama dengan metode lain yang memiliki keunggulan dan kekurangan. Menurut Usman (2004) dalam Siddik (2012) keunggulan metode ini adalah penggunaan waktu yang efisien dan pesan yang disampaikan dapat sebanyak-banyaknya, pengorganisasian kelas lebih sederhana, dapat memberikan motivasi terhadap siswa dalam belajar, fleksibel dalam penggunaan waktu dan bahan. Kelemahan metode ini adalah pengajar seringkali mengalami kesulitan dalam mengukur pemahaman siswa, siswa cenderung bersifat pasif dan sering keliru dalam menyimpulkan penjelasan guru, menimbulkan rasa pemaksaan pada siswa, cenderung membosankan dan perhatian siswa berkurang.

2.4. Kepuasan Mahasiswa 2.4.1. Pengertian

Kepuasan siswa adalah sikap individu siswa yang memperlihatkan rasa senang atas pelayanan proses belajar mengajar karena adanya kesesuaian antara apa yang diharapkan dari pelayanan tersebut dibandingkan dengan kenyataan yang diterimanya, dengan menggunakan indikator mutu pelayanan yaitu keandalan, daya tanggap, kepastian, empati dan berwujud (Sopiatin, 2010).

Menurut Zeithaml dalam Palli & Mamilla (2012) kepuasan adalah hasil yang diraihkan oleh institusi pendidikan yang sama baiknya dengan standar kinerja sistem pendidikan. Para siswa akan lebih puas dan termotivasi untuk menyelesaikan studi mereka jika lembaga menyediakan lingkungan yang


(53)

memfasilitasi pembelajaran yaitu menyediakan infrastruktur yang tepat untuk kepentingan pendidikan yang dibuat sesuai dengan parameter tertentu untuk mempromosikan pengembangan akademik

Menurut Elliot & Shin dalam Gruber et al (2010) kepuasan mahasiswa adalah pernyataan menyenangkan sebagai hasil evaluasi subyektif mahasiswa terhadap hasil dan pengalaman yang berhubungan dengan pendidikan. Kepuasan mahasiswa dibentuk secara terus menerus dari pengalaman berulang dalam kehidupan kampus. Mutu pelayanan dan kepuasan adalah konsep dasar yang berbeda, mutu merupakan sikap umum sedangkan kepuasan berhubungan dengan transaksi tertentu. Namun dalam literatur pendidikan tinggi didapatkan bahwa mutu pelayanan yang dirasakan mahasiswa adalah merupakan pendahuluan untuk kepuasan mahasiswa.

.

2.4.2. Indikator Kepuasan

Menurut Palli & Mamilla (2012) kepuasan mahasiswa terhadap mutu pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor penilaian eksternal (kebijakan pendidikan pemerintah, kesempatan kerja, budaya, sosial ekonomi dan politik), dan faktor penilaian internal (visi universitas, pegawai di kampus, jenis pilihan jurusan, penyelenggara pendidikan yang kompeten, dan kemampuan pembelajaran di fakultas). Kedua faktor tersebut merupakan atribut dimensi mutu pelayanan.


(54)

Gambar 2.2. Model Konseptual Hubungan Mutu Pelayanan dengan Opini Mahasiswa di Universitas

Lee, Yoon, Kim & Sohn (2007) dalam penelitiannya yang mengukur kepuasan mahasiswa dalam dua aspek, yaitu nilai P dan nilai M. Nilai P adalah nilai personality (kepribadian) yang mengukur tanggung jawab moral, kreativitas, semangat dalam menghadapi tantangan, kepribadian, kemampuan komunikasi, dan kepemimpinan. Nilai M adalah nilai major yang mengukur nilai utama, praktik di lapangan, kemampuan analisa, kemampuan memecahkan masalah, bahasa asing dan pola pikir global dan kemampuan tehnologi informasi. Kepuasan mahasiswa dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kebijakan universitas.

Goverment Policies

University Vision

Courses Offered

Student Satisfaction Internal Factors

Evaluation Eksternal Factors

Evaluation

Service Quality Dimensions


(55)

Goverment Policies University Policies Satisfaction Level Gambar 2.3. Model Konseptual SEM (A Structural Equation Model)

Kebijakan pemerintah terdiri dari kebijakan dukungan keuangan dari pemerintah (dukungan universitas, dana penelitian, sistem reward dan insentif), kebijakan beasiswa dari pemerintah (beasiswa universitas, beasiswa luar negeri, dan beasiswa bagi mahasiswi), kebijakan pendidikan (kebijakan penerimaan mahasiswa universitas, mata pelajaran substantif, dukungan universitas terhadap industri lokal), dan kebijakan pemerintah khusus untuk bakat dan kemampuan ilmiah (kebijakan dinas militer, dukungan pengembangan ilmu di SMU, posisi pemerintah). Kebijakan universitas terdiri dari kebijakan pembelajaran universitas (program pembelajaran, pembelajaran elektif, kurikulum beragam), dan kebijakan dukungan pendidikan universitas (pengalaman pembelajaran lapangan, konseling profesional, tutor atau asisten pembelajaran, jumlah profesor, fasilitas komputer, ruang laboratorium, informasi kerja,

Financial Support Policies

Scholarship Support Policies

Education

Special Favor Policies for

Educational Support Policies

University Lecture Policies

M - Score P - Score


(56)

pembelajaran kelompok kecil, interaksi dengan mahasiswa senior, gambaran ilmu yang diberikan.

Gruber et al (2010) dalam penelitiannya tentang penilaian kepuasan mahasiswa tentang pelayanan yang ditawarkan pendidikan tinggi, terdapat 10 dimensi yang signifikan berhubungan dengan kepuasan mahasiswa, yaitu relevansi pengajaran di kelas dan praktek, lokasi sekolah, dosen, bangunan universitas, dukungan dari dosen, penyediaan informasi, pelajaran, reputasi universitas, ruang kelas, dan jumlah semester. Kepuasan mahasiswa bukan hanya dipengaruhi oleh persepsi kualitas pelayanan tapi juga oleh faktor pribadi, faktor situasional dan faktor harga.

Gambar 2.4. Model Konseptual Kepuasan Mahasiswa terhadap Pelayanan Pendidikan Tinggi

Sati sfaction with the

Relevance of teaching t ti

School Placement Lecturers

Lecture theatres Reputation of the

Courses University Building Support from lecturers

The presentation of

Number of semesters

Personal

Price (tution


(57)

Sopiatin (2010) menjelaskan lima faktor yang dapat menentukan mutu pelayanan dalam dunia pendidikan, yaitu :

1. Keandalan

Keandalan berhubungan dengan kemampuan pengajar dalam memberikan pelayanan proses pembelajaran mengajar yang bermutu, konsisten, serta pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan harapan mahasiswa. Pelayanan proses belajar mengajar yang bermutu ditandai dengan pembuatan perencanaan untuk proses belajar mengajar, pelaksanaan proses belajar mengajar dimulai dan diakhiri tepat waktu, pendidik menguasai materi pelajaran yang disampaikan sehingga siswa mudah untuk memahaminya, pendidik menggunakan variasi metode pengajaran, dapat menggunakan media pembelajaran yang tersedia, dan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar.

2. Daya Tanggap

Daya tanggap adalah kesediaan personil pendidikan untuk mendengar dan mengatasi keluhan peserta didik yang berhubungan dengan masalah proses belajar mengajar dan masalah pribadi yang mengganggu proses pembelajaran. Proses belajar mengajar adalah merupakan inti dari pendidikan yang menghantarkan keberhasilan peserta didik dalam belajar. Dalam kegiatan ini tentunya banyak rintangan serta permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik, baik mengenai metode pembelajaran, media belajar, hasil evaluasi, maupun fasilitas-fasilitas lainnya yang mendukung kegiatan belajar mengajar. Disamping itu juga permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik yang berkenaan dengan masalah


(58)

kesulitan belajar, hubungan interpersonal antar peserta didik dan hubungan peserta didik dan personil pendidikan.

3. Kepastian

Kepastian pengertiannya adalah keadaan yang pasti. Peserta didik memilih institusi pendidikan sebagai tempat untuk belajar dan mengembangkan potensi yang dimilikinya berdasarkan pada informasi, baik dari institusi pendidikan maupun dari orang lain, berdasarkan persepsi diri terhadap institusi pendidikan tersebut. Dengan demikian rasa puas peserta didik atas pelayanan yang diberikan dapat ditentukan oleh apakah layanan yang diberikan sesuai dengan informasi yang telah diterima. Dalam upaya memberikan kepastian atas layanan institusi pendidikan kepada peserta didik tidak dapat terlepas dari kemampuan personil sekolah, terutama staf pengajar, untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji institusi pendidikan terhadap peserta didik.

4. Empati

Empati dalam pemahaman psikologi adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa dirinya berada pada keadaan perasaan orang lain. Empati terjadi dalam hubungan manusia dengan manusia. Menurut Goleman dalam Sopiatin (2010) empati mempersyaratkan beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Kemampuan tersebut adalah membaca emosi orang lain, mengindera sekaligus menanggapi kebutuhan atau perasaan orang lain, serta menghayati masalah-masalah atau kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan orang lain. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan empati yang dapat menimbulkan


(59)

kepuasan peserta didik bila personil pendidikan dapat memahami peserta didik dengan cara mengindera perasaan dan kepentingan peserta didik, berorientasi melayani meliputi mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan belajar peserta didik, kegiatan yang mengembangkan potensi dan kemampuan peserta didik.

5. Berwujud

Berwujud dalam dunia pendidikan berhubungan dengan aspek fisik institusi pendidikan yang diperlukan untuk menunjang proses belajar mengajar, meliputi : bangunan, kebersihan lingkungan, laboratorium, perpustakaan, dan fasilitas lainnya.

Menurut Dennison & El-Masri (2012) ada empat subskala yang digunakan untuk mengukur kepuasan mahasiswa, yaitu kepuasan terhadap pengajaran di kelas, kepuasan terhadap pengajaran klinis, kepuasan terhadap program pembelajaran dan kepuasan terhadap sistem pendukung dan sumber daya manusia.

Roff & McAleer (1997) mengembangkan Dundee Ready Educational Environmet Survey (DREEM), untuk mengukur iklim pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan yang berkelanjutan dan inovatif. DREEM memiliki 5 sub skala pengukuran yaitu persepsi tentang proses pembelajaran, persepsi tentang pendidik, persepdi diri tentang akademik, persepsi tentang suasana belajar, dan persepsi tentang lingkungan sosial.


(60)

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Kepuasan mahasiswa adalah pernyataan menyenangkan mahasiswa yang didapat dari hasil dan pengalaman yang berhubungan dengan penyelenggaraan institusi pendidikan yang sama baiknya dengan standar kinerja sistem pendidikan. Menurut Palli & Mamilla (2012) indikator kepuasan mahasiswa meliputi faktor penilaian eksternal yang berkaitan dengan peran pemerintah dalam proses dan hasil lulusan dari pendidikan, dan faktor penilaian internal yang merupakan penyelenggaraan program pendidikan. Sejalan dengan Lee et al (2007) yang menyatakan bahwa kepuasan mahasiswa dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kebijakan universitas. Gruber et al (2010) menyatakan bahwa kepuasan mahasiswa secara garis besar dipengaruhi oleh fasilitas infrastruktur universitas, peran dosen, program pembelajaran, relevansi perkuliahan dengan praktik lapangan, reputasi universitas dan informasi yang disajikan. Dari tinjauan konsep yang tersaji, salah satu yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa adalah kebijakan universitas yang mengatur penyelenggaraan pendidikan salah satunya adalah metode pembelajaran, dan metode pembelajaran yang dibahas dalam penelitian ini yaitu metode PBL dan metode konvensional.

Kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran PBL dievaluasi dari persepsi tentang peran pendidik dalam proses pembelajaran, persepsi tentang hasil akademik dari program pembelajaran (Rideout et al, 2002); persepsi tetang proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006); persepsi tentang suasana pembelajaran, persepsi tentang hubungan interpersonal (lingkungan sosial) (Rideout, 2001). Roff & McAleer (1997) mengukur kepuasan mahasiswa akan lingkungan


(61)

pembelajaran melalui kepuasan tentang proses pembelajaran, kepuasan tentang pendidik, kepuasan tentang persepsi akademik, kepuasan tentang suasana belajar, dan kepuasan tentang lingkungan sosial.

Gambar 2.5. Kerangka Konsep

Populasi dengan PBL

Populasi dengan Metode Konvensional

Kepuasan Mahasiswa

• Kepuasan tentang pembelajaran • Kepuasan tentang pendidik • Kepuasan tentang persepsi

akademik

• Kepuasan tentang suasana belajar

• Kepuasan tentang lingkungan sosial

Kepuasan Mahasiswa

• Kepuasan tentang pembelajaran • Kepuasan tentang pendidik • Kepuasan tentang persepsi

akademik

• Kepuasan tentang suasana belajar

• Kepuasan tentang lingkungan sosial


(62)

Penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian komparasi untuk mencari perbandingan dua sampel atau dua uji coba pada obyek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kepuasan pembelajaran mahasiswa dengan metode PBL dan metode pembelajaran konvensional. Studi pendekatan menggunakan cross sectional (belah lintang) karena data penelitian dilakukan pengukuran pada waktu yang sama / sesaat. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes RS. Haji Medan, dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Flora. STIKes. RS Haji Medan sudah memulai melakukan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi sejak tahun ajaran 2009, namun baru mulai menerapkan PBL sebagai salah satu metode pembelajaran mulai tahun ajaran 2012/2013. Sedangkan STIKes. Flora menerapkan KBK mulai tahun 2011, namun belum menerapkan PBL dalam proses pembelajarannya.

2. Waktu Penelitian


(63)

3.3. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).

Populasi dalam penelitian terdiri dari dua kelompok populasi. Populasi pada kelompok PBL adalah seluruh mahasiswa STIKes. RS Haji Medan tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 65 orang. Populasi pada kelompok metode konvensional adalah seluruh mahasiswa STIKes. Flora tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 41 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang mewakili atau representative (Sugiyono, 2010). Penelitian populasi dikenakan apabila subyek yang akan diteliti jumlahnya terbatas (sedikit) (Setyosari, 2012). Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik total sampling, dimana seluruh populasi akan menjadi sampel. Sampel untuk kelompok PBL berjumlah 53 orang, dimana 7 orang tidak berada di STIKes dikarenakan bencana alam di kampung halamannya (Aceh) dan 5 orang tidak aktif kuliah. Sampel untuk kelompok konvensional berjumlah 34 orang, dikarenakan 2 orang tidak hadir di kelas ketika pengumpulan data, dan 7 orang tidak aktif kuliah.


(64)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah tehnik atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2007). Metode pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner. Data yang diambil merupakan data primer yang diukur langsung dari hasil kuesioner yang diisi responden. Kuesioner ini diadopsi dan dimodifikasi dari Dundee Ready Education Environment Measure (DREEM) yang dikembangkan oleh Sean McAleer dan Sue Roff (1997). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner modifikasi DREEM (Zaini, 2003; Veerapen & McAleer, 2010; Brown., William., Lynch, 2011; Yusoff, 2012).

3.5. Validitas dan Reliabilitas

Menurut Setyosari (2012) mutu hasil penelitian mudah diragukan karena alat atau instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data kurang dapat dipercaya. Oleh sebab itu, alat atau instrumen penelitian haruslah memiliki tingkat kepercayaan dan sekaligus data memiliki tingkat kesahihan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun instrumen adalah berkaitan dengan masalah reliabilitas dan validitas.

3.5.1.Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2010). Instrumen yang valid berarti alat ukur


(65)

yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2009).

Kuesioner yang digunakan modifikasi dari DREEM (1997) yang telah digunakan selama 15 tahun terakhir oleh pendidik dan pengelola pendidikan kesehatan di banyak negara untuk menilai iklim lembaga pendidikan

3.5.2. Reliabilitas

menurut persepsi mahasiswa (Yusoff, 2012). Penggunaan kuesioner ini diawali dengan permintaan izin kemudian kuesioner dialihbahasakan ke bahasa Indonesia oleh seorang ahli bahasa lulusan sastra Inggris.

Reliabilitas menunjukkan adanya tingkat keterandalan suatu instrumen dimana menunjukkan berapa kalipun data itu diambil akan tetap sama. Instrumen yang reliabel sebenarnya mengandung makna bahwa instrumen cukup mantap untuk mengambil data penelitian, sehingga mampu mengungkapkan data yang dapat dipercaya hasilnya (Setyosari, 2012).

Menurut Djemari (2003) dalam Handoko (2012) untuk mengetahui reliabilitas suatu pertanyaan dengan melihat nilai Alpha Cronbach : bila r-alpha cronbach ≥ 0,70 maka pertanyaan reliabel dan bila r-alpha cronbach < 0,70 maka pertanyaan tidak reliabel.


(66)

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional 3.6.1.Variabel Independen

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan atau mempengaruhifaktor-faktr yang diukur, untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati (Setyosari, 2012). Dalam penelitian ini variabel independennya adalah : Metode problem based larning dan metode konvensional

3.5.1.Variabel dependen

Variabel dependen atau variabel terikat adalah suatu variabel respon atau hasil yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel independen (Setyosari, 2012). Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah : kepuasan mahasiswa

3.5.2.Defenisi Operasional

3.5.2.1. Problem based learning adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah dapat digunakan sebagai titik awal, dipersiapkan skenario masalah sebelum instruksi dan persiapan dilakukan, mengenalkan dan melibatkan staf dalam situasi pembelajaran. 3.5.2.2. Metode konvensional adalah sistem pembelajaran yang bersifat satu arah,

dimana pemberian materi oleh dosen yang menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan menjadi satu-satunya sumber ilmu sehingga mahasiswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran

3.5.2.3. Kepuasan mahasiswa adalah penilaian subyektif mahasiswa dari hasil pengalaman proses pendidikan dimana belajar mengajar sebagai


(67)

pemenuhan kebutuhan, keinginan ataupun tujuan pembelajaran dengan metode pembelajaran, menggunakan indikator persepsi tentang proses pembelajaran, persepsi tentang pendidik, persepsi diri tentang akademik, persepsi tentang suasana pembelajaran, persepsi tentang lingkungan sosial. Kategori yang digunakan adalah sangat puas (proses pendidikan yang bermutu tinggi), puas (proses pendidikan yang lebih banyak memberikan pengalaman yang positif), tidak puas (banyak ditemukan masalah dalam proses pendidikan), dan sangat tidak puas (proses pendidikan sangat tidak baik).

1. Kepuasan tentang proses pembelajaran adalah penilaian subyektif mahasiswa dalam pengalaman pembelajaran keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran, pembelajaran yang memotivasi, pembelajaran berpusat pada mahasiswa, pembelajaran yang fokus dan mengembangkan kompetensi dan kepercayaan diri, pengaturan waktu pembelajaran baik, tujuan pembelajaran jelas, keterlibatan dan kemampuan pendidik dalam memfasilitasi proses pembelajaran. Kategori yang digunakan adalah sangat puas (proses pembelajaran yang dinilai sangat baik), puas (proses pembelajaran yang lebih banyak memberikan pengalaman yang positif), tidak puas (proses pembelajaran lebih banyak dipersepsikan negatif), dan sangat tidak puas (proses pembelajaran sangat tidak baik).

2. Kepuasan tentang pendidik adalah penilaian subyektif mahasiswa tentang keterlibatan pendidik dalam proses pembelajaran meliputi pengetahuan pendidik, pengajaran oleh pendidik tentang konsultasi dan komunikasi


(68)

pada pasien, interaksi pendidik dan mahasiswa, kemampuan pendidik memotivasi dengan memberikan umpan balik yang positif, memberikan kritik membangun dan memberikan contoh yang jelas, dan sikap pendidik dalam proses pembelajaran. Kategori yang digunakan adalah sangat puas (pendidik dinilai sangat baik dan dapat menjadi contoh), puas (pendidik yang dinilai baik dan terus berusaha menjadi lebih baik), tidak puas (pendidik yang melakukan beberapa kesalahan dan membutuhkan pelatihan kembali untuk menjadi lebih baik), dan sangat tidak puas (pendidik yang dinilai sangat buruk dan selalu melakukan kesalahan). 3. Kepuasan diri tentang akademik adalah penilaian subyektif mahasiswa

tentang kemampuan dan hasil akademik yang didapatkan mahasiswa meliputi strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, kepercayaan diri mahasiswa dan mengetahui kebutuhannya akan pengetahuan, pembelajaran yang mempersiapkan mahasiswa untuk tahun pembelajaran berikutnya hingga menjadi perawat, dan kemampuan memecahkan masalah. Kategori yang digunakan adalah sangat puas (persepsi mahasiswa baik dan penuh percaya diri akan kemampuan akademik), puas (persepsi mahasiswa lebih positif untuk pengembangan kemampuan akademik), tidak puas (persepsi mahasiswa negatif akan kemampuan akademik), dan sangat tidak puas (persepsi mahasiswa yang merasa gagal dalam kegiatan akademik).

4. Kepuasan tentang suasana pembelajaran adalah penilaian subyektif mahasiswa tentang keadaan dan nilai yang dimiliki mahasiswa dalam


(69)

kegiatan belajar meliputi suasana belajar santai dan nyaman dalam proses pembelajaran dan seminar/tutorial, pengaturan waktu yang baik, suasana belajar yang meningkatkan konsentrasi dan kesempatan mengembangkan kemampuan interpersonal, suasana belajar yang memotivasi dan memberikan kesempatan bertanya, pengalaman belajar yang menyenangkan dan bertanggung jawab. Kategori yang digunakan adalah sangat puas (suasana belajar yang dirasakan sangat baik dan menyenangkan), puas (sikap tentang suasana belajar yang lebih banyak ke arah positif), tidak puas (ada beberapa hal yang perlu diubah dari suasana belajar yang ada), dan sangat tidak puas (suasana belajar yang dirasakan sangat tidak menyenangkan).

5. Kepuasan diri tentang lingkungan sosial adalah penilaian subyektif mahasiswa tentang dukungan sosial yang didapat mahasiswa dalam pembelajaran meliputi dukungan yang baik bagi mahasiswa dalam menjalani proses belajarnya, kehidupan sosial yang baik, memiliki teman baik dalam kelas dan tidak merasa kesepian, lingkungan yang tidak membosankan dan fasilitas pembelajaran yang mendukung. Kategori yang digunakan adalah sangat puas (lingkungan sosial sangat baik), puas (lingkungan sosial yang dipersepsikan cukup baik, tidak terlalu buruk), tidak puas (bukan tempat yang baik untuk bersosialisasi), dan sangat tidak puas (lingkungan sosial yang menyedihkan).


(70)

3.7. Metode Pengukuran

Kuesioner kepuasan mahasiswa terdiri dari 5 sub skala yaitu persepsi tentang proses pembelajaran, persepsi tentang pendidik, persepsi diri tentang akademik, persepsi tentang suasana pembelajaran, persepsi tentang lingkungan sosial. Keseluruhan kuesioner terdiri dari 50 item pernyataan, dan terdapat 9 pernyataan negatif dari 50 item yaitu pada pernyataan nomor 4, 8, 9, 17, 25, 35, 39, 48 dan 50. Untuk setiap pernyataan menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban yang menggunakan 5 alternatif, yaitu sangat tidak setuju (bernilai 0), tidak setuju (bernilai 1), ragu-ragu (bernilai 2), setuju (bernilai 3), sangat setuju (bernilai 4). Dan skor pada pernyataan negatif ini adalah sangat tidak setuju (bernilai 4), tidak setuju (bernilai 3), ragu-ragu (bernilai 2), setuju (bernilai 1), sangat setuju (bernilai 0).

Penilaian untuk kepuasan mahasiswa mempunyai nilai maksimum adalah 200 dan minimun adalah 0, maka kategori kepuasan mahasiswa adalah

0 – 50 : Sangat tidak puas 51 – 100 : Tidak puas 101 – 150 : Puas

151 – 200 : Sangat Puas

Untuk sub skala 1, kepuasan tentang proses pembelajaran terdapat 12 pernyataan nomor 1, 7, 13, 16, 20, 21, 24, 25, 38, 44, 47, dan 48. Nilai maksimum adalah 48 dengan kategori :

0 – 12 : Sangat tidak puas 13 – 24 : Tidak puas


(71)

25 – 36 : Puas

37 – 48 : Sangat Puas

Untuk sub skala 2, kepuasan tentang pendidik terdapat 11 pernyataan nomor 2, 6, 8, 9, 18, 29, 32, 37, 39, 40, dan 50. Nilai maksimum adalah 44 dengan kategori :

0 – 11 : Sangat tidak puas 12 – 22 : Tidak puas 23 – 33 : Puas

34 – 44 : Sangat Puas

Untuk sub skala 3, kepuasan diri tentang akademik terdapat 8 pernyataan nomor 5, 10, 22, 26, 27, 31, 41, dan 45. Nilai maksimum adalah 32 dengan kategori :

0 – 8 : Sangat tidak puas 9 – 16 : Tidak puas 17 – 24 : Puas

25 – 32 : Sangat Puas

Untuk sub skala 4, kepuasan tentang suasana belajar terdapat 12 pernyataan nomor 11, 12, 17, 23, 30, 33, 35, 36, 42, 43, dan 49. Nilai maksimum adalah 48 dengan kategori :

0 – 12 : Sangat tidak puas 13 – 24 : Tidak puas 25 – 36 : Puas


(72)

Untuk sub skala 5, kepuasan diri tentang lingkungan sosial terdapat 7 pernyataan nomor 3, 4, 14, 15, 19, 28, dan 46. Nilai maksimum adalah 28 dengan kategori :

0 – 7 : Sangat tidak puas 8 – 14 : Tidak puas 15 – 21 : Puas

22 – 28 : Sangat Puas

3.8. Metode Analisis Data

Analisis data meliputi pengolahan data dan analisis data terhadap kuesioner, seperti berikut:

a. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui secara deskriptif variabel yang diteliti dalam tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui karakteristik dan distribusi data

b. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan kepuasan pembelajaran mahasiswa dengan metode PBL dan metode konvensional. Uji yang digunakan adalah uji Mann Whitney dengan tingkat kemaknaan p< 0,05.

3.9. Pertimbangan Etik

Peneliti meminta izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti juga meminta persetujuan izin atau lolos kaji etik (ethical clearance) dari Komite Etik Penelitian Keperawatan Fakultas Keperawatan USU. Kemudian peneliti mengajukan permohonan izin kepada Ketua STIKes untuk


(73)

mendapatkan persetujuan. Aspek etik yang dijalankan dalam penelitian ini memperhatikan beberapa aspek (Polit & Hungler,1999) yaitu 1) Self determination yaitu peneliti memberi kesempatan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak bersedia menjadi responden; 2) Privacy yaitu peneliti meyakinkan responden bahwa data yang terkumpul tidak akan disebarluaskan oleh peneliti; 3) Anonimity yaitu peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dengan memberikan kode pada setiap instrumen; 4) Confidentiality yaitu peneliti berjanji merahasiakan informasi yang didapatkan dan data yang terkumpul hanya digunakan untuk penelitian; 5) Protection from discomfort yaitu peneliti mengupayakan kenyamanan responden tidak terganggu; 6) Referred yaitu mengadakan rujukan jika diperlukan responden yang memperlihatkan tanda-tanda keluhan psikososial yang diakibatkan kuesioner.; 7) Informed consent yaitu responden menyetujui maka responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan.


(74)

Sejarah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rumah Sakit Haji Medan (STIKes RS Haji Medan) diawali dengan berdirinya Rumah Sakit Haji Medan pada tanggal 04 Juni 1992. RS Haji terus berkembang, sehingga muncul gagasan dari Direktur RS Haji untuk menambahkan ilmu pengetahuan bagi Perawat di RS Haji Medan, maka didirikanlah Akademi Keperawatan. Pada tanggal 19 Juli 1994, berdirilah Akademi Keperawatan Rumah Sakit Haji Medan (Akper RS Haji Medan) yang berlokasi di Jalan RS Haji Medan sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor: HK.00.06.1.1.3056. Pada tahun 2002, yayasan mengembangkan Akademi Kebidanan dengan izin MenDikNas Nomor: 179/D/O/2002. Pada tahun 2008, yayasan mengembangkan program studi baru yaitu S1 Keperawatan dan D-IV Bidan Pendidik. Sesuai perkembangan yang ada maka institusi mengembangkan diri menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rumah Sakit Haji Medan (STIKes RS Haji Medan) dan mengelola 4 program studi yaitu, program studi D-III Keperawatan, D-III Kebidanan, S1 Keperawatan dan D-IV Bidan Pendidik, dengan nomor izin SK 252/D/O/2008.

Penerimaan mahasiswa untuk Program Studi Ilmu Keperawatan telah dimulai sejak tahun ajaran 2008/2009. Perkembangan kurikulum perguruan tinggi menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) berdasarkan SK. Mendiknas No. 323/U/2002 menuntut Program Studi melakukan persiapan penyelenggaraan KBK. Persiapan yang dilakukan yaitu mengadakan kerja sama kerja dengan


(75)

Universitas Sumatera Utara dalam pelatihan pengembangan kurikulum, pengadaan bahan ajar, metode pembelajaran PBL dengan pendekatan tutorial, evaluasi dan pengelolaan manajemen pendidikan. Pada tahun 2012, program studi ilmu keperawatan mulai menerapkan KBK.

Yayasan Flora Medan didirikan pada tanggal 20 April 1984 berdasarkan akte notaris Aida Daulay Harahap, SH Nomor 59 tanggal 23 Mei 1984 di Medan, kemudian pada tanggal 20 Maret 1992 terjadi perubahan pengurus Yayasan Flora Medan berdasarkan akte notaris Dradjat Darmadji, SH Nomor 35. Yayasan Flora Medan pertama kali menyelenggarakan pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) berdasarkan SK MenKes RI Nomor 120/KEP/DIKLAT/KES/84 pada tanggal 13 Agustus 1984. Kemudian seiring dengan perkembangan pendidikan khususnya pendidikan tenaga perawat, maka pada tanggal 31 Desember 1992 Sekolah Perawat Kesehatan dikonversi menjadi Akademi Perawatan Flora Medan berdasarkan SK MenKes RI Nomor HK.00.06.1.1.4813 dan pada tanggal 2 November 2006 beralih pembinaan dari izin Departemen Kesehatan menjadi izin Departemen Pendidikan Nasional dengan SK Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 253/D/O/2006. Selain menyelenggarakan Akademi Perawatan, pada tahun 2002 di bawah Yayasan Flora Medan juga bernaung Akademi Kebidanan Flora Medan dengan SK MenDikNas RI Nomor 51/D/O/2002 tanggal 12 Maret 2002 dan persetujuan SekJend DepKes RI Nomor DL.01.SJ.H.0093 tanggal 10 Januari 2002. Kemudian pada tanggal 2 Maret 2009 melakukan perubahan bentuk institusi menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Flora Medan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Kepuasan Mahasiswa tentang Kinerja Dosen dalam Pembelajaran pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan USU

11 150 121

HUBUNGAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN SELF DIRECTED LEARNING (SDL) PADA MAHASISWA (Studi pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang)

6 19 21

HUBUNGAN MINAT DAN MOTIVASI MENJADI PERAWAT DENGAN PRESTASI BELAJAR (Pada Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan Di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hutama Abdi Husada Tulungagung)

0 2 120

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SKILL LABORATORY (STUDI KASUS DI PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AN NUR PURWODADI)

0 2 67

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA KULIAH BLOK SISTEM PENCERNAAN DI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AN NUR PURWODADI

0 13 105

PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN DAN GAYA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR ANATOMI MAHASISWA PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUMATERA UTARA.

0 3 31

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH T

0 0 1

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI SUMBAR BUKITTINGGI TAHUN 2015

0 0 9

Perbandingan Kepuasan Mahasiswa Dengan Pembelajaran Metode Problem Based Learning Dan Konvensional Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Di Medan

0 0 20

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN SKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2016

0 0 23