commit to user 49
semakin tinggi. Dalam hal ini berlaku pengaruh negative inflasi terhadap
penawaran kredit, yang berarti bahwa semakin tinggi inflasi maka semakin kecil penawaran kredit perbankan. Hal ini salah satunya
disebabkan karena inflasi merupakan satu hal yang dipertimbangkan oleh pengusaha atau debitur pada waktu mengajukan kredit kepada
perbankan. Bagi para pengusaha inflasi merupakan beban yang harus ditanggung oleh perusahaan. Oleh karena itu, pengajuan kredit oleh
pengusaha atau
calon debitur
dilakukan dengan
tetap mempertimbangkan tingkat inflasi yang terjadi, sebab biaya inflasi akan
menjadi beban yang harus ditanggung oleh perusahaan. Semakin tinggi inflasi maka kredit yang diajukan dan dicairkan oleh pengusaha akan
semakin kecil dan semakin kecil inflasi maka kredit yang diajukan dan dicairkan akan semakin tinggi.
b. Pengaruh suku bunga terhadap penawaran kredit perbankan
Hipotesis penelitian ini menyatakan bahwa suku bunga berpengaruh secara Positif terhadap penawaran kredit perbankan. Hasil
penelitian ini diperoleh nilai t
hitung
adalah 0,283 dengan nilai t tabel 1,969 t hitung t tabel, yang berarti bahwa Ho diterima dan Ha
ditolak. Dapat disimpulkan bahwa suku bunga kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap penawaran kredit.
Hal ini sesuai dengan pendapat Iswardono 1999: 212 yang menyatakan bahwa kalau bunga kredit bank mahal maka akan
commit to user 50
berpengaruh pada hasrat untuk mengambil kredit. Dalam hal ini berlaku asumsi bahwa bunga yang dikenakan terhadap kredit merupakan beban
bagi debitur. Oleh karena itu semakin besar suku bunga maka semakin kecil jumlah kredit yang diajukan. Dalam hal ini semakin besar suku
bunga tidak menurunkan jumlah penawaran kredit, dan semakin kecil suku bunga tidak meningkatkan jumlah penawaran kredit.
Dengan perkataan lain, bank memiliki kecenderungan untuk menyetujui dan menyalurkan kredit lebih besar dengan bunga yang
lebih tinggi. Atau semakin tinggi bunga kredit maka akan semakin banyak jumlah kredit yang dikeluarkan oleh perbankan.
Pada sisi permintaan, hal ini menunjukkan bahwa nasabah atau calon debitur tidak lagi menganggap suku bunga kredit sebagai satu-
satunya pertimbangan dalam menentukan kredit. Oleh karena itu, meskipun suku bunga kredit mengalami peningkatan, jumlah kredit
juga mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Iswardono 1999:141 yang menyatakan bahwa di Negara berkembang
ongkos untuk membayar bunga relative lebih kecil dibandingkan dengan biaya total untuk produksi. Oleh karena itu, debitur cenderung
kurang mempertimbangkan faktor tingkat suku bunga dalam mengambil keputusan untuk memperoleh kredit bank.
Pengaruh positif suku bunga ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agung dkk 2001:34. Pengaruh positif
suku bunga menunjukkan bahwa suku bunga bukan merupakan faktor
commit to user 51
utama yang mendorong pengajuan kredit. Namun demikian, meskipun suku bunga tidak menghalangi
pengusaha untuk mengajukan permohonan kredit , hal yang perlu disadari adalah bahwa jumlah kredit yang dikucurkan oleh perbankan
pada masa sesudah krisis tetap jauh dibawah masa sebelum krisis dan masih belum mampu menggerakkan sektor riil. Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya untuk memberikan daya tarik bagi pengusaha atau investor. Salah satunya adalah melalui suku bunga kredit yang relative
rendah. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Prasetyantono
2000:294 bahwa
untuk mengembalikan
fungsi intermediasi
perbankan, syarat utama adalah penurunan suku bunga bank. Suku bunga bank yang relatif rendah tersebut selain dapat menjadi insentif
bagi para pengusaha untuk memperoleh kredit untuk usahanya juga dapat menjamin agar debitur mampu membayar kembali kredit yang
telah diperolehnya sehingga bank terhindar dari pengaruh kredit macet. Penimbangan penurunan suku bunga selain untuk memberikan
stimulasi bagi dunia usaha juga diperlukan karena suku bunga yang tinggi juga bisa berakibat buruk bagi dunia usaha. Hal ini seperti
dinyatakan oleh Agung 2001:64 bahwa suku bunga yang tinggi yang akan meningkatkan biaya modal untuk produksi dan memperburuk
kondisi sektor riil. Suku
bunga yang
terbukti berpengaruh
secara positif
commit to user 52
menunjukkan bahwa debitur tidak mempersalahkan besar suku bunga kredit. Dengan demikian, pihak lebih diuntungkan karena memperoleh
positif spread
yang lebih tinggi. Di luar keuntungan yang diperoleh bank dari tingginya suku bunga kredit, jumlah kredit yang dikeluarkan
bank setelah krisis ekonomi masih tetap terbatas. Oleh karena itu diperlukan upaya bank untuk memperbesar jumlah kredit yang
dikeluarkannya. Pengaruh positif suku bunga terhadap penawaran kredit juga
menjadi salah satu indikasi terjadinya kegentingan kredit, yaitu ancaman terjadinya kredit macet. Dalam hal ini suku bunga yang tinggi
memperberat kondisi para pelaku usaha. Kondisi dunia usaha yang tidak stabilditambah dengan semakin besarnya suku bunga bank, akan
semakin memberatkan debitur dalam mengembalikan beban bunga dan angsuran. Apabila hal ini berjalan secara terus-menerus dalam jangka
panjang, maka akan dimungkinkan terjadinya kredit macet yang menyebabkan kondisi perbankan juga memburuk. Oleh karena itu perlu
dilakukan berbagai upaya agar suku bunga kredit berada pada batas yang sewajarnya dan tidak memberatkan pengusaha dan juga tidak
merugikan perbankan.
c. Pengaruh indek produksi terhadap penawaran kredit perbankan