Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2011-2013

OLEH

NOVI NATALIA PADANG 110503282

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari dinas atau lembaga,dan atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin,dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma,kaidah dan etika penulisan imiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2015

110503282


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Dairi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan jenis data time series dari tahun 2011-2013. Variabel yang digunakan adalah PDRB, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam menganalisis data digunakan model regresi linear berganda dengan metode OLS ( Ordinary Least Square).

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap perkembangan pembangunan di kabupaten Dairi.


(4)

ABSTRACT

This research explain to know the influence of the Regional Original Income that include of Local Tax and Local Retribution to the progress of development of Dairi. The data that is used in this research is sekunder data with data time series from 2011-2013.

The variables that is used are Regional Gross Domestic Product, Local Tax and Local Retribution. To analyze the data use OLS model.

From the result of the research shows that Local Tax and Local Retribution has a significian influence to the Regional Gross Domestic Product in Regency of Dairi.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena oleh kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini .Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013” Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa pengarahan, bimbingan, bantuan dan kerja sama semua pihak yang telah turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak.

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak, selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(6)

4. Bapak Drs.Syamsul Bahri TRB, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5.Bapak Drs Firman Syarif, M.Si, Ak dan Bapak Drs Arifin Lubis, MM, Ak selaku dosen Penguji dan Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan kritik positif demi penyempurnaan skripsi ini.

6. Segenap dosen pengajar yang telah memberikan perkuliahan kepada penulis dan segenap staf administrasi dan staf pendukung di Fakultas Ekonomi dan Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

7. Ayahanda W.Padang S.Sos dan Ibunda E.Hasugian serta saudara-saudaraku abang Bisler Sugianto Padang S.H serta eda Sorta Dewi Panggabean, S.Pi, dan Juahmo kecil, abang Wendi Suprapto Padang S.Sos, M.A.P serta kakakku Ervanny Revida Padang,SKM atas segala doa,perhatian, kasih sayang,pengertian semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan sampai ,menyelesaikan pendidikan ini.

8.Sahabat-sahabatku Kry Selda Purba,Imelda Manurung yang telah memberikan dukungan doa serta motivasi.


(7)

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitin selanjutnya.Semoga Tuhan memberkati kita semua

Medan, Maret 2015

Penulis

Novi Natalia Padang


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... .7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pendapatan Asli Daerah ... 9

2.1.1 Pajak Daerah ... 11

2.1.2 Retribusi Daerah ... 18

2.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan ... 22


(9)

2.2 Indikator Keberhasilan Perkembangan Pembangunan... 24

2.3 Produk Domestik Bruto ... 25

2.3.1 Pendapatan Regional ... .25

2.3.2 Produk Domestik Regional Bruto ... 25

2.3.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ... 26

2.3.4 PDRB Atas Harga Konstan ... 26

2.3.5 Pendapatan Perkapita ... 27

2.3.6 Metode Penghitungan Pendapatan Regional`.27 2.4 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dengan PDRB ... 28

2.5 Penelitian Terdahulu ... 30

2.6 Kerangka Konseptual ... 34

2.7 Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN... 37

3.1 Desain Penelitian ... 37

3.2 Jenis Data ... 37

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4 Populasi dan Sampel ... 38

3.5 Definisi Operasional ... 39


(10)

3.6.1 Uji Normalitas ... 41

3.6.2 Uji Multikolinieritas ... 41

3.6.3 Uji Autokorelasi ... 42

3.6.4 Uji Heteroskedastisitas ... 43

3.7 Metode Analisis Data ... 43

3.7.1 Analisis Regresi Linier Berganda ... 43

3.8 Pengujian Hipotesis ... 44

3.8.1 Koefisien Determinasi ... 44

3.8.2 Uji T (Parsial) ... 45

3.8.3 Uji F (Simultan) ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Dairi ... 48

4.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Dairi ... 48

4.1.2 Keadaan Geografis Kabupaten Dairi ... 49

4.1.3 Wilayah Administarasi Kabupaten Dairi ... 50

4.1.4 Kependudukan ... 51

4.1.5 Visi dan Misi dan Motto Kabupaten Dairi ... 53

4.2 Keadaan PAD Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013 ... 57


(11)

4.4 Uji Asumsi Klasik ... 61

4.4.1 Uji Normalitas ... 61

4.4.2 Uji Multikolinearitas ... 63

4.4.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual (Independent Errors) ... 64

4.4.4 Uji Heteroskedastisitas ... 66

4.5 Pengujian Hipotesis ... 67

4.5.1 Analisis Koefisien Determinasi ... 68

4.5.2 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Menyeluruh (Uji F) ... 69

4.5.3 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Individu (Uji t) 70 4.5.5.1 Pengujian Pengaruh Pajak terhadap PDRB ... 71

4.5.5.2 Pengujian PengaruhRetribusi terhadap PDRB ... 71

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... .74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul

Halaman

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 32

3.1 Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran ... 40

4.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Dairi ... 50

4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Dairi ... 52

4.3 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Dairi ... 57

4.4 Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah di Kabupaten Dairi ... 58


(13)

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Judul

Halaman

2.1Kerangka Konseptual ... 35

4.1 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera ... 62

4.2 Uji Multikolinearitas dengan Matriks Korelasi ... 64

4.3Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Pagan-Godfrey ... 65

4.4Uji Heteroskedastisitas dengan Uji White ... 67


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No.Lampiran Judul Halaman

1 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Dairi………....57 2 Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah di Kabupaten Dairi…...…58 3 Realisasi PDRB ADHB di Kabupaten Dairi………... 60 4 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera………...………...….62 5 Uji Multikolinearitas dengan Matriks Korelasi……….…..64 6 Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Pagan-Godfrey…………...65 7 Uji Heteroskedastisitas dengan Uji White………..67 8 Nilai-nilai statistik dari Koefisien Determinasi,Uji F, dan uji t…...68


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sistem pemerintahan yang baik merupakan faktor mutlak yang sangat dibutuhkan suatu negara dengan wilayah yang luas. Sistem ini harus terlaksana sebaik mungkin untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan sebagai alat untuk melaksanakan berbagai pelayanan publik diberbagai daerah dan yang kedua sebagai alat bagi masyarakat setempat untuk dapat berperan serta aktif dalam menentukan arah dan cara mengembangkan taraf hidupnya sendiri yang harus sesuai dan seimbang dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam koridor kepentingan-kepentingan nasional.

Seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan stuktur dan kondisi sosial politik, maka dalam kedepannya Pemerintah mempunyai tugas yang sangat berat untuk membawa atau mendorong rakyatnya pada tingkat kesejahteraan yang optimum yang sekaligus dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi dan sosial rakyatnya dari masa ke masa. Hal itu tentu akan dapat tercapai dengan baik jika pemerintahnya secara maksimal dapat memobilisasi dana (sumber-sumber keuangan) yang berasal dari berbagai sumber untuk membiayai program-program pemerintahan dan pembangunan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya dan juga tak lepas dari peran kerja sama masyarakat bersama pemerintah dalam memajukan perekonomian mulai dari faktor-faktor atau hal yang terendah.


(16)

Setiap adanya pergantian penguasa sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam negara demokrasi ini telah memicu perubahan-perubahan penting disuatu pemerintahan, termasuk pemerintah daerah. Perubahan yang dimaksud tertuang dalam kebijakan otonomi daerah, khususnya dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Dengan adanya perubahan tersebut diharapkan kesejahteraan umum dapat terwujud. Oleh karena itu dalam rangka mensejahterakan rakyat di daerahnya, pemerintah daerah mengadakan pembangunan sarana maupun prasarananya.

Demikian juga hal nya setelah desentralisasi menjadi sebuah ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah,yang artinya masyarakat didorong untuk lebih aktif dan mempunyai kesempatan yang lebih dari sebelumnya untuk terlibat dalam pembangunan untuk meningkatkan potensi. Otonomi daerah harus dipandang sebagai peluang untuk keberdayaan masyarakat.Pemerintah daerah sebaiknya menjadikan momentum ini sebagai peluang untuk dapat memperkuat jaringan dan dapat mengintegrasikan seluruh jaringan dan kelompok sosial yang ada dalam masyarakat ke dalam sebuah wujud kerjasama yang saling menguntungkan.

Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fisikal bertujuan untuk mengurangi ketergantungan fisikal terhadap pemerintah pusat. Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi masyarakat pada daerah masing-masing. Hal ini berarti dalam pelaksanaannya pemerintah daerah harus mampu mendefinisikan kebutuhan masyarakat didaerahnya serta berprakarsa untuk mengakomodasikan kebutuhan tersebut dalam pembangunan daerah. pemerintah daerah harus bisa


(17)

mengoptimalkan pemberdayaan semua potensi yang dimiliki (Mahmudi, 2009:18). Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya disuatu pemerintahan, termasuk pemerintah daerah. Perubahan yang dimaksud tertuang dalam kebijakan otonomi daerah, khususnya dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Dengan adanya perubahan tersebut diharapkan kesejahteraan umum dapat terwujud. Oleh karena itu dalam rangka mensejahterakan rakyat di daerahnya, pemerintah daerah mengadakan pembangunan sarana maupun prasarananya.

Demikian juga hal nya setelah desentralisasi menjadi sebuah ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah , yang artinya masyarakat didorong untuk lebih aktif dan mempunyai kesempatan yang lebih dari sebelumnya untuk terlibat dalam pembangunan untuk meningkatkan potensi. Otonomi daerah harus dipandang sebagai peluang untuk keberdayaan masyarakat. Pemerintah daerah sebaiknya menjadikan momentum ini sebagai peluang untuk dapat memperkuat jaringan dan dapat mengintegrasikan seluruh jaringan dan kelompok sosial yang ada dalam masyarakat ke dalam sebuah wujud kerjasama yang saling menguntungkan.

Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fisikal bertujuan untuk mengurangi ketergantungan fisikal terhadap pemerintah pusat. Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi masyarakat pada daerah masing-masing. Hal ini berarti dalam pelaksanaannya pemerintah daerah harus mampu mendefinisikan kebutuhan masyarakat didaerahnya serta berprakarsa untuk mengakomodasikan kebutuhan tersebut dalam pembangunan daerah. pemerintah daerah harus bisa


(18)

mengoptimalkan pemberdayaan semua potensi yang dimiliki (Mahmudi, 2009:18). Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara efektif dan efisien, sehingga akan terwujud otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan tidak memberatkan masyarakat dan pihak lain disertai optimalisasi alokasi pembiayaan pembangunan berdasarkan skala prioritas kebutuhan.

Di dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa otonomi yang seluas-luasnya bagi pemerintah kabupaten merupakan peluang dan sekaligus tantangan. Peluang bagi pemerintahan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang optimal yang dapat dikelola sebaik mungkin dalam meningkatkan PAD, dan merupakan tantangan bagi pemerintah daerah yang mempunyai sumber daya alam yang kurang memadai.

Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri berdasrkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1988 : 279-280) adalah harus bertanggung jawab (accountability), mampu memenuhi kewajiban keuangan (HO), kejujuran, berdaya guna (efficiency) dan hasil guna (effectiviness) serta pengendalian.

Masalah yang sering muncul dalam melaksanakan otonomi daerah adalah prospek kemampuan pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan, penyelenggara pemerintah serta melayani masyarakat setempat sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat yang harus dilayani. Oleh karena itu penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah


(19)

senantiasa terus meningkat sehingga biaya yang dibutuhkan juga akan bertambah. Peningkatan penerimaan daerah harus senantiasa diupayakan secara periodik oleh setiap daerah otonom melalui penataan administrasi pendapatan daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan pola yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan petunjuk pelaksanaan.

Kemampuan keuangan daerah di dalam membiayai kegiatan pembangunan didaerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di daerah. Untuk melihat kemampuan Pemeritah Kabupaten Dairi dalam menghimpun penerimaan daerah baik penerimaan yang berasal dari sumbangan dan bantuan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam APBD yang biayanya bersumber dari PAD dengan tingkat kesesuaian yang mencukupi pengeluaran pemerintah daerah.

Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang sejalan dari tahun ketahun serta berbanding positif merupakan indikator dalam peningkatan perkembangan pembangunan. Dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa peranan setiap unsur atau bagian Pendapatan Asli Daerah yang ada oleh pemerintah daerah didalam desentralisasi fiskal.

Komponen yang ada seperti penerimaan pajak daerah, retribusi daerah serta merupakan beberapa komponen yang menjadi sumber penerimaan daerah dimana tentunya akan terus digali baik yang sudah ada maupun sumber penerimaan baru yang potensial guna membiayai kegiatan rutin dan pembangunan di Kabupaten


(20)

Dairi.Sehingga dengan berlakunya undang-undang otonomi daerah, maka daerah harus membiayai segala kegiatan pembangunannya.

Oleh karena itu apabila nilai pendapatan asli daerah Kabupaten Dairi meningkat, maka pada akhirnya akan membentuk potensi bagi daerah. Potensi daerah tersebut pada akhirnya akan membentuk suatu kekuatan dan kemampuan bagi daerah dalam mendorong perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi yang lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu ada penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel pendapatan asli daerah terhadap perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi.

Disadari bahwa keadaan tersebut menarik untuk dikaji dan berangkat dari hal tersebut maka studi ini akan mengamati seberapa besar pengaruh variabel pendapatan asli daerah terhadap perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi. Untuk itu penulis mengangkatnya kedalam sebuah skripsi dengan judul : “PENGARUH

PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERKEMBANGAN

PEMBANGUNAN DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2011-2013 .” 1.2 Perumusan Masalah

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis terlebih dahulu merumuskan masalah sebagai dasar kajian penelitian yang akan dilakukan. Bertitik tolak dari uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah yang akan diteliti yaitu :


(21)

1. Bagaimana pengaruh antara pajak daerah dengan perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi ?

2. Bagaimana pengaruh penerimaan retribusi daerah terhadap perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi ?

3. Bagaimana pengaruh pajak daerah, retribusi daerah terhadap perkembangan pembangunan baik secara parsial maupun simultan di Kabupaten Dairi?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pertumbuhan jumlah pajak daerah dalam mempengaruhi perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi.

2. Untuk menganalisis penerimaan retribusi daerah dalam mempengaruhi perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi.

3. Untuk menganalisis secara bersama-sama variabel pajak daerah, retribusi daerah dalam mempengaruhi perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai kontribusi nilai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap perkembangan pembangunan. 2. Sebagai masukan bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah Kabupaten Dairi dalam melaksanakan dan menentukan kebijakan-kebijakan yang berdaya guna dalam peningkatan sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berpengaruh dalam peningkatan perkembangan pembangunan.


(22)

3. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian selanjutnya sekaligus sebagai sumber informasi bagi peneliti yang lain yang berminat pada masalah yang sama.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber keuangan daerah pada hakekatnya bila dibandingkan dengan sumber-sumber keuangan lainnya menempati posisi yang paling strategis diakibatkan dengan sumber keuangan yang bersumber dari PAD inilah yang dapat mendorong kreatifitas dan keleluasaan masing-masing daerah semaksimal mungkin untuk mendapatkan sumber pendapatannya berdasarkan kewenangan yang ada padanya menurut Nasution (2009: 123). Apabila Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskersi daerah untuk menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah.adapun sumber-sumber PAD yang harus dioptimalkan kuantitas nya adalah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah.

Pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk membiayai kegiatan daerah dan juga dalam membiayai tugas-tugas dan tanggung jawab dalam pemerintahan daerah yang bersangkutan.

PAD yang meningkat dari tahun ketahun mengindikasikan daerah tersebut mampu membangun secara mandiri tanpa tergantung dari daerah pusat sehingga


(24)

dapat menghindarakn intervensi yang terlalu jauh oleh pusat terhadap jalan nya otonomi yang dilaksanakan pemerintah daerah. Upaya peningkatan PAD secara positif dalam pengertian bahwa keleluasaan yang dimiliki oleh daerah harus dapat diamnfaatkan untuk meningkatkan PAD maupun untuk menggali sumber-sumber penerimaan baru tanpa membebani masyarakat dan tanpa menimbulkan biaya tinggi. Upaya peningkatan PAD tesebut harus dipandang sebagai perwujudan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Mahi (2000 : 58-59) Pendapatan Asli Daerah terkadang belum bisa diandalkan sebagai sumber pembiayaan otonomi daerah kabupaten/kota disebabkan beberapa faktor separti relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah, perannya tergolong kecil dalam total penerimaan daerah, kemampuan administratif pemungutan didaerah masih rendah serta kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang masih lemah.

Menurut Undang-undang RI nomor 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari :

1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan


(25)

Undang-undang RI nomor 32 tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

2.1.1 Pajak Daerah

Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran wajib anggota masyarakat kepada negara berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan menurut Siahaan (2005:7).

Secara umum, pajak daerah memberikan kontribusi paling besar terhadap sumber PAD dan terus meningkat secara berkesinambungan dari tahun ketahun. Secara konstitusional pajak diatur dalam pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”. Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk.

Pada dasarnya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator) menurut Suparmoko (2002: 135). Saragih (2003: 61) mendefinisikan pajak daerah sebagai iuran wajib yang dapat dipaksakan kepada setiap orang (wajib pajak) tanpa kecuali. Dan K.J Davey (1988: 39) merumuskan pengertian pajak daerah meliputi bagian yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri,


(26)

dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan dan diadministrasikan oleh pemerintah daerah.

Dari penjelasan beberapa ahli ekonom diatas terdapat banyak batasan tentang pajak yang telah dikemukakan, tetapi pada hakekatnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa yang secara langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997: 277). Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah :

1. Iuran masyarakat kepada negara 2. Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa balas jasa secara langsung

4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah

Dalam literatur pajak dan public finance pajak daerah dapat diklasifikasikan berdasarkan wilayah pemungutan dan dibagi atas dua bagian yaitu:

1.Pajak Daerah yang dipungut oleh provinsi 2.Pajak Daerah yang dipungut oleh kabupaten/kota.

Pengertian pajak daerah kabupaten/kota cenderung sama dengan pajak provinsi, perbedaannya terletak pada:

1. Kewenangan atau pemerintahan yang menduduki dimana pajak provinsi dipungut oleh pemerintah daerah tingkat provinsi dan pajak kabupaten/kota dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota.


(27)

2. Objek pajak Kabupaten/Kota lebih luas dibandingkan dengan objek pajak provinsi dan objek pajak Kabupaten/Kota masih dapat diperluas berdasarkan peraturan pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada.Sedangkan pajak provinsi apabila ingin diperluas objeknya harus melalui perubahan dalam undang-undang.

Kriteria pajak daerah yang ditetapkan oleh undang-undang bagi kabupaten/kota adalah:

1. Bersifat pajak bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian pajak daerah

2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta melayani masyarakat di wilayah yang bersangkutan

3.Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama secara lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. 4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak pusat 5. Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan lajupertumbuhannya diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.

6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Maksudnya adalah bahwa pajak tersebut tidak mengganggu alokasi sumber-sumber dana efisien.


(28)

7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Kriteria aspek keadilan antara lain objek dan subjek harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak yang diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak. Selanjutnya kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek untuk memikul tambahan beban pajak.

8. Menjaga kelestarian lingkungan. Maksudnya adalah bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat.

Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis pajak Propinsi terdiri dari:

a)Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas air , yaitu pajak atas kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor dankendaraan diatas air.

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan, yaitu pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air.


(29)

d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat.

Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah. Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:

a) Pajak Hotel yaitu pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

b) Pajak Restoran yaitu pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan/minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga/ catering.

c) Pajak Hiburan yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipuingut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga

d) Pajak Reklame yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya dimaksudkan untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji suatu barang, jasa, orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada


(30)

suatu barang, jasa atau orang yang dapat ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. e) Pajak Penerangan Jalan yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yaitu pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Untuk menilai berbagai pajak daerah yang ada digunakan serangkaian ukuran yaitu (Devas,1989:61):

a) Hasil (Yield) yaitu memadai tidaknya suatu pajak adalah kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas, dan mudah tidaknya memperkirakan besar hasil itu dan elastisitasnya hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk,perbandingan hasil pajak dengan biaya pemungutan, dan sebagainya.

b) Keadilan (Equity) adalah dasar pajak dan kewajiban membayar pajak harus jelas dan tidak sewenang-wenang. Pajak bersangkutan harus adil secara horizontal, artinya beban pajak haruslah sama; harus adil secara vertikal, artinya kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar daripada kelompok yang tidak banyak memiliki sumberdaya ekonomi yang lebih besar: pajak tersebut haruslah adil dari tempat ke tempat, dalam arti tidak ada perbedaan besar dan sewenang-wenang dalam beban pajak dalam satu daerah ke daerah lain, kecuali jika perbedaan ini mencerminkan dalam penyediaan dalam layanan masyarakat.


(31)

c) Daya guna ekonomi (Economic Efficiency). Pajak hendaknya mendorong atau setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumber daya ekonomi, mencegah jangan sampai pilihan produsen dan konsumen menjadi salah arah atau orang menjadi segan menabung dan memperkecil beban lebih pajak.

d) Kemampuan melaksanakan (Ability To Implement), suatu pajak harus dapat dilaksanakan dari sudut kemampuan politis dan tata usaha.

e) Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (Sustability As Local Revenue Source). Ini berarti haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan, dan tempat memungut pajak haruslah sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak. Pajak tidaklah mudah untuk dihindari dengan cara memindahkan obyek pajak dari suatu daerah ke daerah lain. Pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan – perbedaan diantara daerah dari segi potensi ekonomi masing-masing, dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.

Sumber peneriman pajak merupakan salah satu sumber potensi keuangan dari daerah tersebut. Hal ini dapat ditinjau pada sumber-sumber yang didapat dari PAD bahwa pajak daerah dari tahun ketahun memberikan sumbangan yang signifikan bagi perekonomian , sehingga potensi pengembangan dan penggalian potensi pajak dapat dimaksimalkan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.


(32)

2.1.2 Retribusi Daerah

Menurut Rohmat Sumitro dalam Andrian Sutedi,mengatakan bahwa,“retribusi daerah adalah pembayaran kepadanegara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasanegara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa ataukarena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan, atau jasa yang diberikan oleh daerah bagi secaralangsung maupun tidak langsung”.

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah Pasal 1 ayat (64),Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah

pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izintertentu yang khususnya disediakan dan/ atau diberikan olehPemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusidaerah pasal 108 ayat (1) Objek retribusi adalah:

a. Retribusi Jasa Umum:

Menurut UU No. 28 tahun 2009 Pasal 109 yang dimaksud dengan,Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan ataudiberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dankemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi ataubadan.

Jenis Retribusi Jasa Umum menurut UU No. 28 tahun 2009 Pasal (109)adalah: 1. retribusi pelayanan kesehatan

2. retribusi pelayanan persampahan/kebersihan;


(33)

4. retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat; 5. retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum;

6. retribusi pelayanan pasar;

7. retribusi pengujian kendaraan bermotor;

8. retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran; 9. retribusi penggantian biaya cetak peta;

10. retribusi penyediaan dan/ atau penyedotan kakus; 11. retribusi pengolahan limbah cair;

12. retribusi pelayanan Tera/Tera Ulang; 13. retribusi pelayanan pendidikan; dan

14. retribusi pengendalian menara telekomunikasi

Adapun kriteria Retribusi jasa umum menurut UU No. 28 tahun 2009Pasal 150 yaitu: 1. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan RetribusiJasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu;

2. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangkapelaksanaan desentralisasi;

3. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badanyang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayanikepentingan dan kemanfaatan umum;

4. Jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau badan yangmembayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakatyang tidak mampu;


(34)

5.Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenaipenyelenggaraannya;

6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakansalah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan

7. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/ atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

b. Retribusi Jasa Usaha:

Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009,Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan olePemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yangmeliputi:

a. Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaanDaerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/ atau

b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakansecara memadai oleh pihak swasta.

Yang termasuk jenis- jenis jasa usaha dalam UU No. 28 Tahun 2009 Pasal127 adalah sebagai berikut:

1. retribusi pemakaian kekayaan daerah; 2. retribusi pasar grosir dan/ atau pertokoan; 3. retribusi tempat pelelangan;

4. retribusi terminal;

5. retribusi tempat khusus parkir;


(35)

7. retribusi rumah potong hewan;

9. retribusi tempat rekreasi dan olahraga; 10. retribusi penyeberangan di air;dan

11. retribusi penjualan produksi usaha daerah.

Adapun kriteria Retribusi Jasa Usaha menurut UU No. 28 Tahun 2009yaitu sebagai berikut:

1. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu; dan

2. Jasa yang bersangkutn adalah jasa yang besifat komersial yang seyogyanya

disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya hartayang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh olehPemerintah Daerah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu

Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009,Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinantertentu oleh Pemerintah Daerah kepada oran pribadi atau badanyang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan

pemenfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,prasarana, sarana atau fasilitas guna meindungi kepentingan umumdan menjaga kelestarian lingkungan.

Adapun jenis – jenis Retribusi Perizinan Tertentu berdasarkan UU No. 28Tahun 2009 Pasal 141 adalah:

1. retribusi izin mendirikan bangunan;


(36)

3. retribusi izin gangguan;

4. retribusi izin trayek; dan retribusi pelayanan kepelabuhan; 5. retribusi izin usaha perikanan.

Adapun kriteria Retribusi Perizinan Tertentu menurut UU No. 28 Tahun2009 Pasal 150 yaitu sebagai berikut:

1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yangdiserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi;

2. Perizinan tertentu benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; 3. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izintersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif daripemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dariretribusi perizinan;Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

2.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Menurut Abdul Halim, “Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan”.

Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:

1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milikdaerah/BUMD 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara/BUMN

3.Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.


(37)

Hasil pengelolaan daerah yang sah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan/laba bersih perusahaan daerah untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah baik perusahaan daerah yang modalnya sebagian terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Perusahaan daerah seperti perusahaan air bersih (PDAM), Bank Pembangunan Daerah (BPD) adalah jenis-jenis BUMD yang memiliki potensi sebagai sumber-sumber PAD, menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah.

Tidak menggunakan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan sebagai variabel karena tidak adanya data yang tersedia,karena menggunakan data dari tiap Kecamatan di Kabupaten.

2.1.4 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari lain-lainmilik pemerintah Daerah.Menurut Abdul Halim, jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatanberikut:

1.Hasil penjualan aset Daerah yang tidak dipisahkan 2.Jasa giro

3.Pendapatan bunga

4.Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah

5.Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.

6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadapmata uang asing 7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan


(38)

8. Pendapatan denda pajak 9. Pendapatan denda retribusi

10.Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan 11.Pendapatan dari pengembalian

12.Fasilitas sosial dan umum

13.Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14.Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan

Tidak menggunakanLain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebagai variabel karena tidak adanya data yang tersedia,karena menggunakan data dari tiap Kecamatan di Kabupaten.

2.2 Indikator keberhasilan PerkembanganPembangunan

Mengukur tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara diperlukan tolak ukur dengan indikator sesuai dengan definisi dari ekonomi pembangunan itu sendiri, agar pembangunan ekonomi dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Indikatornya adalah tingkat pendapatan harus seimbang dengan pengeluaran dan harus seimbang pula dengan tingkat produksi.Indikator tersebut diharapkan diharapkan mampu mewakili atau merupakan model dari semua aspek atas pembangunan ekonomi.

Salah satu tolok ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi yang sudah dilaksanakan adalah tersedianya data statistk Produk Domestik Regioal Bruto (PDRB) dengan adanya data tersebut dapat diketahui tingkat


(39)

pertumbuhan ekonomi,struktur perekonomian daerah, dan juga tingkat kemakmuran penduduk.Selain itu bagi para pengambil keputusan sebelum menenentukan kebijakan lebih lanjut,data statistik PDRB dapat digunakan sebagai bahan evaluasi,analisa,dan bahan perencanaan yang selanjutnya bermanfaat untuk menentukan sasaran pembangun di masa mendatang sehingga dapat berdaya guna dan tepat guna bagi masyarakat luas.

2.3 Konsep Produk Domestik Bruto 2.3.1 Pendapatan Regional

Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima oleh seluruh penduduk tersebut.

2.3.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan gabungan dari empat kata yaitu:

1. Produk, artinya seluruh nilai produksi baik barang maupun jasa,

2. Domestik, artinya perhitungan nilai produksi yang dihasilkan hanya oleh faktor-faktor produksi yang berada dalam wilayah domestik tanpa melihat apakah faktor-faktor produksi tersebut dikuasai oleh penduduk atau bukan,

3. Regional, artinya perhitungan nilai produksi yang dihasilkan hanya oleh penduduk tanpa memperhatikan apakah faktor produksi yang digunakan berada dalam wilayah domestik atau bukan,


(40)

4. Bruto, maksudnya adalah perhitungan nilai produksi kotor karena masih mengandung biaya penyusutan.

Berdasarkan empat pengertian istilah di atas, maka arti PDRB adalah seluruh nilai produksi kotor baik barang maupun jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang beroperasi dalam suatu wilayah, biasanya dihitung pada suatu periode tertentu.

Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai tambah yang mampu diciptakan berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah (H. Saberan, 2002: 5). PDRB merupakan penjumlahan dari semua harga dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun).

2.3.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Produk domestik regional bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang msih ada unsur inflasi dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku.

Dengan kata lain, PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang-barang akhir yang dihasilkan unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu dan biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.

2.3.4 PDRB Atas Harga Konstan

Harga konstan berarti produk didasarkan atas dasar harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga


(41)

konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.

2.3.5 Pendapatan Perkapita

PDRB dikaitkan dengan jumlah penduduk menggambarkan tingkat pendapatan perkapita suatu wilayah. Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk tersebut untuk tahun yang sama.

2.3.6 Metode Penghitungan Pendapatan Regional

Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan. Ketiga cara tersebut adalah :

1. Cara Pengeluaran.

Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut. Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor.

2. Cara Produksi atau cara produk netto.

Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian. Dalam menghitung pendapatan nasional dengan cara produksi yang dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan atau value added yang diciptakan. 3. Cara Pendapatan.


(42)

Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994:25)

Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah :

1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari perhitungan PDRB dapat diketahui apakah suatu daerah termasuk daerah industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masing-masing sektornya.

2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai PDRB dicatat tiap tahun, maka akan di dapat catatan angka dari tahun ke tahun. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau penurunan apakah ada perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau tidak.

2.4 Hubungan antara Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan PDRB

Setiap daerah memiliki kendala yang berbeda sesuai dengan tingkat kesiapan dan kondisi nyata daerah masing-masing. Beberapa kendala utama antara lain adalah:

a. Belum memadai dan belum mantapnya kelembagaan di daerah, sehingga cenderung dapat menghambat pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

b. Masih terbatasnya ketersediaan dana pembangunan, sementara tuntutan untuk mempercepat pembangunan semakin gencar.


(43)

c. Masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana dasar di beberapa daerah d. Tidak meratanya ketersediaan sumber daya alam di beberapa daerah

e. Kurang dan tidak meratanya SDM yang berkualitas. Padahal SDM berkualitas dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dan tumbuhnya kreativitas di daerah

f. Kendala alamiah, yaitu sumber daya alam daerah tidak sama g. Kendala institusional

h. Kendala investasi (modal)

i. Kendala sumber keuangan daerah dalam APBD

Oleh karena seringnya timbul permasalahan dalam melaksanakan suatu kebijakan publik sehingga dalam proses pelaksanaannya tidak memuaskan semua pihak. Untuk itu perlu adanya proses analisis terhadap pelaksanaan suatu kebijakan publik yang dalam hal ini akan mencoba menganalisis terhadap kebijakan fiskal yang akan menunjukkan kemampuan keuangan daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab, Pendapatan Asli Daerah memegang peranan sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi urusan rumah tangganya. pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah.


(44)

Pendapatan daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karena itu kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang dapat diberikan oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PDRB. Semakin besar kontribusi yang yang dapat diberikan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PDRB berarti dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta dapat mengembangkan pembangunan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Henri (2011) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap perkembangan pembangunan di Kabupaten Deli Serdang.Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Variabel pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah secara simultan ternyata berpengaruh signifikan terhadap nilai PDRB Kabupaten Deli Serdang. Koefisien Determinasi (R-Square) sebesar = 0.982719 atau 98 %. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan variasi yang terjadi pada variabel independen (pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah) dapat menjelaskan variabel dependen (PDRB Kabupaten Deli Serdang) sebesar 98 % sedangkan sisanya sebanyak 2 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi pada tingkat kepercayaan 99% (α = 1%)


(45)

Moelyadi Soamole melakukan penelitian tentang Pengaruh PAD terhadap penyelenggaraan pembangunan daerah (studi kasus di kabupaten kepulauan Sula).

Hasil Penelitian ini menyatakan bahwa Perkembangan dari data yang telah diolah serta hasil perhitungan regresi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif dan signifikan sebesar 0.63% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kepulauan Sula. Sedangkan PDRB berpengaruh positif dan signifikan sebesar 0,02% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kepulauan Sula.

Wiratno Bagus Suryono melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah.Hasil penelitian ini adanya pengaruh positif antara tingkat PAD dengan PDRB Jawa Tengah.Dimana koefisien PAD sebesar 0,81275 yang berarti Jika tingkat PAD naik sebesar 1% maka PDRB akan mengalami kenaikan sebesar 8,12%. Berdasarkan uji t dapat diliat bahwa nilai angka probabilitas PAD 0,0050 lebih kecil dari 0,05 hal ini menunjukan bahwa tingkat PAD berpengaruh signifikan terhadap PDRB Jawa Tengah.


(46)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Henri

(2011)

Pengaruh PAD terhadap perkembanganpembangunan di Kabupaten Deli Serdang

Pajak Daerah, Retribusi Daerah,Lain- lain pendapatan yang sah,dan PDRB Variabel pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah secara simultan ternyata berpengaruh signifikan terhadap nilai PDRB Kabupaten Deli Serdang. Koefisien Determinasi (R-Square) sebesar = 0.982719 atau 98 %.

Hal ini menunjukkan bahwa

secara keseluruhan variasi yang terjadi pada variabel independen (pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah) dapat menjelaskan variabel dependen (PDRB Kabupaten Deli Serdang) sebesar 98 % sedangkan sisanya sebanyak 2 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi pada tingkat kepercayaan


(47)

99% (α = 1%). Mulyadi

Soamole (2011)

Pengaruh PAD terhadap penyelenggaraan

pembangunan daerah (studi kasus di kabupaten kepulauan Sula)

Retribusi Daerah, Penerimaan BUMD, dan PDRB

Perkembangan dari data yang telah diolah serta hasil perhitungan regresi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa Pengeluaran Pemerintah ber-pengaruh positif dan signifikan sebesar 0.63% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kep-ulauan Sula. Sedangkan PDRB

berpengaruh positif dan signifikan sebesar 0,02% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten

Kepulauan Sula. Wiratno

Bagus

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah

Tingkat Investasi, PAD, Tenaga Kerja,dan PDRB adanya pengaruh positif antara tingkat PAD dengan PDRB Jawa

Tengah.Dimana

koefisien PAD sebesar 0,81275 yang berarti Jika


(48)

tingkat PAD naik sebesar 1% maka

PDRB akan mengalami kenaikan

sebesar 8,12%. Berdasarkan uji t dapat diliat bahwa

nilai angka probabilitas PAD 0,0050 lebih kecil dari 0,05 hal ini menunjukan bahwa tingkat PAD berpengaruh

signifikan terhadap PDRB Jawa Tengah.

2.6 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan penyusuan dan implikasi dari suatu penelitian untuk mendapatkan alur dan kejelasan dalam berfikir sehingga proses penelitian dapat dilakukan dengan lebih terstruktur. Penelitian ini akan melihat


(49)

pengaruh beberapa Variabel dalam Pendapatan Daerah Kabupaten yang berpengaruh terhadap pembangunan yang akan di gambarkan dalam PDRB Atas Dasar Harga Belaku. Berdasarkan tinjauan pustaka serta mengacu terhadap penelitian terdahulu, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Pajak dan Retribusi sebagai variabel yang diangkat dan diteliti dan acuan penelitian terdahulu lainya, dimana variabel independen tersebut akan dikaitkan terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku sebagai variabel Dependen.

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu untuk di uji. Berdasarkan perumusan masalah tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

PDRB (Y) Pajak (X1)


(50)

1. Adanya pengaruh jumlah pajak daerah terhadap perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi.

2. Adanya pengaruh penerimaan retribusi daerah terhadap perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi.

3. Adanya pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perkembangan pembangunan di Kabupaten Dairi.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah desain asosiatif kausal. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau satu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Dalam penelitian ini akan diuji Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Perkembangan Pembangunan

3.2 Jenis Data

Menurut J.Supranto (1997) data adalah sesuatu yang diketahui atau dianggap yang mempunyai sifat bisa memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berbentuk time series. Data sekunder yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi yang telah tersusun, baik oleh instansi maupun penelitian atau kajian ilmiah yang telah dilakukan sebelumnya. Data time series merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang terdapat dalam beberapa internal waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, atau tahunan.

i.Data PDRB Atas Dasar Harga berlaku tahun 2011 s.d 2013 pada 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi

ii.Pajak daerah Kabupaten dairi tahun 2011 s.d 2013pada 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi.

iii.Retribusi daerah Kabupaten dairi tahun 2011 s.d 2013 pada 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi


(52)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini adalah, Teknik Dokumentasi, yakni peneliti melakukan pengumpulan data sekunder atau data yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain jurnal, skripsi, maupun buku-buku yang relevan dalam membantu menyusun penelitian ini, juga termasuk buku-buku terbitan instansi pemerintah yaitu Dairi Dalam Angka tahun 2013. Instansi yang dimaksud antara lain Badan Pusat Statistik (BPS),Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah.Data-data ini diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran dalam melakukan penelitian

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun hasil pengukuran kuantitatif atau kualitatif dan pada karasteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap. Populasi dalam penelitian ini adalah 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi. Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karekteristik populasi (Erlina, 2008).Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu yaitu melalui Kecamatan yang memberikan kontribusi PAD. Dalam penelitian ini, terdapat 15 sampel Kecamatan dengan 3 tahun pengamatan sehingga jumlah pengamatan sebesar 45.


(53)

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional menjelaskan karakteristik dari objek dalam elemen elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalisasikan dalam penelitian (Erlina, 2008). Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka perlu diberikan definisi variabel operasional yang akan diteliti. Variabel independen dalam penelitian ini adalah PDRB, sementara variabel dependen dari penelitian ini adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah..

a. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (Y)

PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang-barang akhir yang dihasilkan unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu dan biasanya satu tahun

b. Pajak daerah (X1)

Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib anggota masyarakat kepada daerah berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah.

c. Retribusi daerah (X2)

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.


(54)

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran

Variabel Defnisi Skala

Ukur PDRB (Y) jumlah seluruh nilai barang-barang

akhir yang dihasilkan unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu dan biasanya satu tahun

Rasio

Pajak Daerah(X1)

iuran wajib anggota masyarakat kepada daerah berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah.

Rasio

Retribusi Daerah (X2)

pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan


(55)

3.6 Uji Asumsi Klasik. 3.6.1 Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam sebuah modelregresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya mempunyai distribusinormal atau tidak. Modal regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data normalatau mendekati normal.

Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak, dapat dilakukan dengan cara menghitung koefisien Jarque-bera (J-B), apabila J-B hitung < nilai χ2(Chi-Square) tabel, maka nilai residual terdistribusi normal.

3.6.2 Uji Multikoliniearitas

Pada dasarnya multikolinearitas adalah suatu hubungan linear yang sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau semua variable bebas. Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi diantara variabel bebas, dimana model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika terjadi korelasi maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar variabel bebas = 0.

Multikolinearitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan auxiliary regressions untuk mendeteksi adanya multikolinearitas. Kriterianya adalah jika R2 regresi persamaan utama lebih besar dari R regresi auxiliary maka di dalam model tidak terdapat multikolinearitas. Langkah pertama yang digunakan dalam melihat ada


(56)

tidaknya multikolinieritas dalam suatu model adalah dengan mengkorelasi koefisien antara variabel parsial, jika terdapat koefisien yang lebih rendah maka dalam model terdapat gejala multikolineritas sehingga tahap berikutnya dibutuhkan regresi auxiliary, yakni dengan menjadikan salah satu variabel independen sebagai variabel dependen. Dalam penelitian ini regresi variabel dilakukan dengan bantuan program EViews 7.0.

3.6.3 Uji Autokorelasi

Autokolerasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkolerasi dengan variabel pada periode lain, dengan kata lain gangguan tidak random. Faktor-faktor yang menyebabkan autokolerasi antara lain kesalahan dalam menentukan model, penggunaan lag pada model, memasukkan variabel yang saling terkait. Akibat adanya autokorelasi adalah parameter yang diestimasi menjadi bias dan varian minimum, sehingga tidak efesien (Gujarati, 2003).

Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan uji Breusch-Godfrey (BG Test). Pengujian ini dilakukan dengan meregresi variabel penganggu uii dengan menggunakan model autoregressive dengan orde sebagai berikut :

Ut = ρ1 Ut - 1 + ρ 2 Ut - 2 + … ρ ρ Ut- ρ + Et..

Dengan H0 adalah ρ1 = ρ2 … ρ, ρ = 0, dimana koefisien autoregressive secara keseluruhan sama dengan nol, menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada setiap orde. Secara manual, apabila χ2 tabel lebih kecil dibandingkan dengan Obs*R-squared, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam


(57)

model dapat ditolak. Nilai χ2 tabel diperoleh hasil degree of freedom (df) atau hasil dari (n-k).

3.6.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2001). Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Cara untuk mendeteksinya dilakukan dengan Uji White. Secara manual uji ini

dilakukan dengan melakukan regresi residual (μt2) dengan variable bebas kuadrat danperkalian bebas, didapatkan nilai R2 untuk menghitung X2,

Dimana X2 = n*R2 (Gujarati, 1995)

Pengujiananya adalah jika : X2-statisti < X2-tabel, maka model dikatakan

terbebas dari gejala heteroskedastisitas atau dengan cara melihat Probalitas > Alpha (α), berarti model tersebut bebas heteroskedatisitas.

3.7 Metode Analisis Data

3.7.1 Analisis Regresi Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen pajak daerah dan retribusi daerah (nominal PDRB atas dasar harga berlaku).


(58)

Y = α + b1X1 + b2X2 + e .. Dimana :

Y = Variabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku; α = Konstanta

b = Koefisien Regresi; X1 = Variabel Pajak Daerah. X2 = Variabel Retribusi Daerah e = error (tingkat kesalahan)

Digunakan analisis linier berganda dengan metode rata-rata kuadrat terkecil biasa ordinary least square (OLS), dengan bantuan EViews Versi 7.0, dimana OLS merupakan model yang berusaha untuk meminimalkan penyimpangan hasil perhitungan (regresi) terhadap kondisisi aktual. Dibandingkan dengan metode lain OLS merupakan metode sederhana sebagai estimator.

3.8 Pengujian Hipotesis

3.8.1 Koefisien Determinasi (��)

Koefisien determinan �2pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat (dependen). Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai �2yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan


(59)

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen.

3.8.2Uji T–Statistik (UJi Parsial)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas secara individu dalam menerangkan variasi variabel terikat. Uji t digunakan untuk menguji signifikansi hubungan antara variabel X dan Y, apakah variabel X1, X2 berpengaruh secara parsial (sendiri-sendiri) terhadap variabel Y. Uji-t dapaUji-t dilakukan saUji-tu arah aUji-taupun dua arah, dalam peneliUji-tian ini, uji-Uji-t yang dilakukan adalah uji-t dua arah. Hipotesis yang dipakai adalah berupa hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1), sebagai berikut :

H0 = Koefisien regresi tidak signifikan H1 = Koefisien regresi signifikan

H0 = Bi = 0, Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial pada masing-masing variabel independen (X1, X2) terhadap variabel dependen (Y).

H1 = Bi ≠ 0, Artinya ada pengaruh yang signifikan secara parsial pada masing -masing variabel independen (X1, X2) terhadap variabel dependen (Y).

Pengambilan keputusan dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95% atau taraf signifikansi adalah 5% (α = 0,05) dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika tingkat signifikansi (α) < 0,05 atau Jika t-statistik > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Berarti masing-masing variabel independen secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.


(60)

b. Jika tingkat signifikansi (α) > 0,05 atau Jika t-statistik < t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Berarti masing-masing variabel independen secara individu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen

3.8.3 Uji F– Simultan

Uji f-statistik merupakan pengujian signifikan yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Dalam penelitian ini Uji f digunakan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara variabel X1 dan X2 terhadap Variabel Y, apakah variabel X1,X2 benar-benar berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel Y.

Penyusunan hipotesis yang akan diuji, berupa hipotesis nol (H0), dan hipotesis alternatif (H1).

H0 = Bi = 0, Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antaravariabel independen (X1, X2) terhadap variabel dependen (Y).

H1 = Bi 0, Artinya ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antaravariabel independen (X1, X2) terhadap variabel dependen (Y).

Pengambilan keputusan dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95% atau taraf signifikansi adalah 5% (α = 0,05) dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika tingkat signifikansi (α) < 0,05 atau Jika F-statistik > F tabel , H0 ditolak dan H1 diterima, berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.


(61)

b. Jika tingkat signifikansi (α) > 0,05 atau Jika F-statistik < F tabel , H0 diterima dan H1 ditolak, berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Kabupaten Dairi

4.1.1. Sejarah singkat Kabupaten Dairi

Pada saat penjajahan Hindia Belanda tiba di Indonesia, struktur pemerintahan di Dairi berubah. Dairi menjadi satu Onder Afdeling yang dipimpin oleh seorang Controleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang demang dari seorang penduduk Bumiputera. Daerah Dairi Landen menjadi bagian dari Asisten Residen Batak Landen yang berpusat di Tarutung. Sistem ini sudah berlaku ketika adanya perlawanan Sisingamangaraja XII yang wafat tanggal 17 Juni 1907 dan masih berlaku sampai menyerahnya Belanda atas pendudukan Nippon pada tahun 1942. Setelah Hindia Belanda jatuh atas pendudukan Dai Nippon pada tanggal 23 Maret 1942 hingga Republik Indonesia merdeka.

Setelah kemerdekaan diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1945 dibentuklah Komite Nasional di daerah Dairi untuk mengatur pemerintahan. Pada tanggal 6 Juli 1947, Agresi Belanda menduduki Sumatera Timur sehingga putera Dairi yang berada di sana mengungsi kembali ke Dairi, demikian juga halnya dengan putera asal Tapanuli. Untuk melancarkan pemerintahan serta menghadapi perang melawan agresi Belanda, maka Residen Tapanuli Dr. Ferdinan Lumban Tobing selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli menetapkan Tapanuli menjadi 4 Kabupaten sesuai dengan


(63)

suratnya tanggal 12 September 1947 Nomor 1526 dengan pembagian wilayah sebagai berikut : Silindung, Humbang, Toba Samosir dan Dairi, berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1947, yang kemudian ditetapkan menjadi Hari Jadi Kabupaten Dairi.

Pada tahun 1958 hubungan Daerah Dairi terputus dengan Tapanuli Utara (Tarutung) karena terjadinya pemberontakan PRRI sehingga jalannya pemerintahan sangat seret. Maka untuk menjaga kevakuman pemerintahan, Gubernur KDH Sumatera Utara mengeluarkan Surat Perintah tanggal 28 Agustus 1958 No.565/UPS/1958 dengan menetapkan daerah Dairi menjadi wilayah administratif yakni Koordinator Shap langsung berurusan dengan Propinsi Sumatera Utara.

Terbentuknya Kabupaten Pakpak Bharat pada tanggal 28 Juli 2007, sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 2007 Tentang pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Dairi telah dimekarkan menjadi 2 Kabupaten yaitu : Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 3 Kecamatan. 4.1.2. Keadaan Geografis

Secara geografis, Kabupaten Dairi terletak pada gugusan dataran tinggi Bukit Barisan, berada di bagian barat daya provinsi Sumatera utara, dengan luas wilayah 1.927,80 Km2. Secara astronomi terbentang antara 98000’ - 98030’ Bujur Timur dan 2015’- 3000’ Lintang Utara, dengan batas-batas wilayah :

Sebelah utara : Kabupaten Karo


(64)

Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Bharat

Sebelah Barat : Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4.1.3. Wilayah Administrasi Kabupaten Dairi

Luas wilayah Kabupaten Dairi kurang lebih 192.780 ha atau sekitar 2,69% dari luas Provinsi Sumatera Utara dengan Ibukota Kabupaten adalah Sidikalang, terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan, 169 desa/kelurahan sebagaimana digambarkan pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1.

Wilayah Administrasi Kabupaten Dairi

No. Kecamatan

Ibukota Kecamatan (IKK) Jumlah Desa/Kelurahan Luas Wilayah (ha) Persentase Luas Kabupaten (%)

1. Sidikalang Sidikalang 11 7.317 3,80

2. Sitinjo Sitinjo 4 5.315 2,76

3. Berampu Berampu 5 3.168 1,64

4. Parbuluan Sigalingging 11 22.700 11,76

5. Sumbul Sumbul 19 14.900 7,73

6. Silahisabungan Silalahi 5 11.920 6,18

7. Silima Punggapungga Parongil 16 10.168 5,27

8. Lae Parira Lae Parira 9 4.272 2,22


(65)

10. Siempat Nempu Hulu Silumboyah 12 9.360 4,86 11. Siempat Nempu Hilir Sopobutar 10 10.450 5,42

12. Tigalingga Tigalingga 14 20.187 10,47

13. Gunung Sitember G. Sitember 8 7.520 3,90

14. Pegagan Hilir Tiga Baru 13 15.533 8,06

15. Tanah Pinem Kuta Buluh 19 43.940 22,79

Kabupaten Dairi 169 192.780 100,00

Sumber : Dairi Dalam Angka, Tahun 2013. 4.1.4. Kependudukan

Penduduk merupakan aspek utama perencanaan wilayah. Selain sebagai wadah fisik perencanaan juga merupakan wadah aspirasi masyarakat, sehingga dapat mencerminkan cita-cita penduduk. Perencanaan disusun untuk penduduk, oleh penduduk dan dia merupakan penduduk itu sendiri. Oleh karena penduduk merupakan faktor kunci, maka pengetahuan akan tingkah laku dan perkembangan penduduk merupakan bagian pokok dalam perencanaan. Jumlah penduduk, struktur umur, status sosial ekonomi penduduk merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan, utamanya untuk merencanakan kebijakan kependudukan, penyebaran penduduk agar sesuai dengan daya tampung ruang, serta merencanakan kebutuhan pengembangan fasilitas dan utilitas penduduk untuk tahun-tahun mendatang.


(66)

Penduduk yang bermukim di wilayah Kabupatern Dairi adalah heterogen, yang terdiri dari Etnis Pakpak, Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Nias, Minangkabau, Cina, Jawa, Aceh dan lain-lain. Penduduk tersebut tersebar pada semua kecamatan.

Penduduk Kabupaten Dairi tersebar di 15 (lima belas) kecamatan. Kecamatan Sidikalang mempunyai jumlah penduduk tertinggi, yaitu sebesar 44.728 jiwa atau sekitar 16,45% dari penduduk Kabupaten Dairi. Kepadatan penduduk Kabupaten Dairi sekitar 141 Jiwa/km², tertinggi berada di Kecamatan Sidikalang sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Tanah Pinem sebagaimana digambarkan dalam Tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2

Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Dairi No

. Kecamatan

Jumlah Penduduk (jiwa) Perse ntase (%) Luas Wilayah (Km) Kepadatan (jiwa/km²)

1. Sidikalang 49.429 18,07 86,84 569

2. Sitinjo 12.033 4,40 39,48 305

3. Berampu 8.052 2,95 31.65 254

4. Parbuluan 21.137 7,73 227,00 93

5. Sumbul 40.017 14,63 149.00 269


(67)

7. Silima

Punggapungga 12.705 4,65 101,68 125

8. Lae Parira 13.616 4,99 42,72 319

9. Siempat Nempu 18.023 6,59 60,30 299

10. Siempat Nempu Hulu 17.695 6,48 93,60 189 11. Siempat Nempu Hilir 10.446 3,82 104,50 100

12. Tigalingga 21.497 7,87 201,87 106

13. Gunung Sitember 9.133 3,34 75,20 11

14. Pegagan Hilir 14.776 5,40 155,33 95

15. Tanah Pinem 20.353 7,44 439,40 46

Kabupaten Dairi 273.394 100,0 0

1.927,80 142

Sumber : Dairi Dalam Angka, Tahun 2013

4.1.5. Visi dan Misi dan Motto Kabupaten Dairi a. Visi Kabupaten Dairi

Visi Kabupaten Dairi adalah “Masyarakat Kabupaten Dairi yang lebih maju dan sejahtera melalui Agribisnis yang berdaya saing”.

Penjelasan makna atas pernyataan Visi dimaksud adalah:

Masyarakat Kabupaten Dairi, adalah seluruh penduduk yang berdiam di wilayah Kabupaten Dairi yang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan menikmati hasil pembangunan.


(68)

Yang Lebih Maju dan sejahtera, dimaknai dengan adanya suatu peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Peningkatan kualitas kehidupan adalah kondisi dimana terjadi peningkatan mutu kehidupan masyarakat dari berbagai aspek atau ukuran dibanding sebelumnya.

Agribisnis, adalah cara pandang melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari empat sub sistem yang terkait (terintegrasi) satu sama lainnya yaitu :

1. Sub sistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) meliputi semua kegiatan yang memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas;

2. Sub sistem agribisnis usaha tani (on farm agribusiness) merupakan kegiatan yang dilakukan di tingkat petani untuk menghasilkan produk pertanian;

3. Sub sistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) merupakan kegiatan agroindustri yaitu industri yang mengolah produk pertanian sebagai bahan bakunya termasuk penyimpanan, pemasaran untuk meningkatkan nilai tambah.

4. Sub sistem jasa pendukung lainnya (supporting institution) yang meliputi seluruh kegiatan layanan jasa dalam pengembangan agribisnis seperti lembaga keuangan, penyuluhan dan penelitian dan lain-lain termasuk kebijakan pemerintah.

b. Misi Kabupaten Dairi


(69)

1. Mewujudkan pemerintahan daerah yang berkualitas berbasis Good and Clean governance.

2. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

3. Meningkatkan pengelolaan potensi daerah dan investasi di daerah.

4. Peningkatan infrastruktur daerah berdasarkan rencana tata ruang wilayah. Penjelasan makna atas pernyataan misi dimaksud adalah :

1. Meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah yang berkualitas dalam kerangka tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean governance), bermakna bahwa untuk meningkatkan pelayanan kepemerintahan, maka arah kebijakan ke depan diarahkan kepada pembinaan aparatur pemerintah yang profesional dan berkompetisi, pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam rangka peningkatan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dengan menjunjung tinggi empat pilar kebangsaan.

2. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, penegakan hukum dan kebebasan berdemokrasi , bermakna untuk mewujudkan kondisi masyarakat Kabupaten Dairi yang berkualitas yang diwujudkan melalui arah kebijakan peningkatan derazat kesehatan, pendidikan serta peningkatan standard hidup layak, penurunan penduduk miskin, peningkatan pengelolaan budaya, menciptakan kondisi saling menghormati dan mencegah konflik antar masyarakat yang berbeda agama, adat dan budaya, mendorong


(70)

penegakan hukum yang konsisten penghormatan terhadap hak azasi manusia ,pengarusutamaan gender dan menjamin kebebasan dalam berdemokrasi .

3. Meningkatkan pengelolaan potensi daerah, bermakna bahwa untuk menunjang pembangunan dan pengembangan ekonomi daerah maka arah kebijakan pembangunan ke depan diarahkan kepada peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan 4 sub sistem agribisnis, dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

4. Peningkatan infrastruktur daerah dan penataan ruang wilayah, bermakna bahwa untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berkualitas maka arah keijakan ke depan difokuskan kepada pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi (jalan, transportasi, perhubungan, pengairan,ketenagalistrikan), pembangunan sarana prasarana pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, rehabilitasi rumah layak huni, penataan ruang permukiman perdesaan dan perkotaan, serta pelaksanaan pembangunan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

c. Motto Kabupaten Dairi.

Pelaksanaan kepemerintahan Kabupaten Dairi dilaksanakan dengan motto “Bekerja Untuk Rakyat”. Motto Bekerja Untuk Rakyat didasari pemikiran bahwa semua unsur aparatur pemerintah Kabupaten Dairi adalah pelayan, bukan untuk dilayani. Pemahaman bahwa aparatur adalah pelayan dicerminkan dengan usaha pendekatan pelayanan kepada masyarakat untuk setiap urusan pemerintahan,


(71)

sehingga masyarakat benar-benar merasakan perhatian dan pekerjaan pemerintahnya.

4.2 Keadaan PAD Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013

Pendapatan asli daerah adalah sesuatu hal yang sangat penting bagi perekonomian daerah dan merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah Kabupaten yang dalam tindakan nyata harus ditingkatkan pertumbuhannya. Hal ini merupakan sebagai salah satu tolak ukur kemampuan daerah kabupaten Dairi dalam peningkatan kemandirian pemerintah daerah yang tercermin dalam kenaikan kontribusi pendapatan asli daerah secara teratur agar tidak selalu tergantung kepada bantuan dari pemerintah pusat dan pemerintah propinsi.

Adapun realisasi pendapatan asli daerah pada 15 Kecamatan di Kabupten Dairi dari Tahun 2011-2013 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 4.3

Realisasi Penerimaan Pajak Daerah pada 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013

No Kecamatan 2011 2012 2013

1. Sidikalang 17135750 14965500 59024400

2. Sitinjo 59124400 18911842 9594350

3. Berampu 13565500 24798950 13565500

4. Parbuluan 4374100 30021000 15261400


(72)

6. Silahisabungan 5390792 19868500 9062000 7. Silima Punggapungga 59024400 12865500 5618400

8. Lae Parira 2714350 14265500 18911842

9. Siempat Nempu 3428400 5380792 5490792 10. Siempat Nempu Hulu 5490792 12713500 11068000 11. Siempat Nempu Hilir 2053200 20043600 9023003

12. Tigalingga 451250 497250 8316000

13. Gunung Sitember 59024400 20609600 59024400 14. Pegagan Hilir 2634350 461250 13565500

15. Tanah Pinem 4455200 16835750 13050400

Tabel 4.4

Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah pada 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun2011-2013

No Kecamatan 2011 2012 2013

1. Sidikalang 1490000 1990000 3264000

2. Sitinjo 3259000 21629700 38167400

3. Berampu 2050000 2968752 2050000

4. Parbuluan 2174000 3026000 2952000


(73)

6. Silahisabungan 1176120 583500 3067000 7. Silima Punggapungga 3264000 1297500 2127500

8. Lae Parira 13773240 2199000 21629700

9. Siempat Nempu 956500 1296120 879678 10. Siempat Nempu Hulu 1176120 2400000 2550000 11. Siempat Nempu Hilir 1685700 1622200 1826950 12. Tigalingga 179000 179000 2000000 13. Gunung Sitember 3264000 3817440 3264000 14. Pegagan Hilir 14473240 188000 2050000

15. Tanah Pinem 972000 1570000 3700000

4.3 Keadaan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Dairi

Kegiatan ekonomi suatu daerah secara umum dapat digambarkan melalui kemampuan daerah tersebut dalam menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan bagi kebutuhan hidup masyarakat pada suatu periode tertentu yang diindikasikan dengan PDRB. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

Untuk PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang-barang akhir yang dihasilkan unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu


(74)

sebagai tolak ukur atau indikasi kinerja makro kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya yang didasarkan pada PDRB atas dasar harga berlaku:

Tabel 4.5

Realisasi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku pada 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun2011-2013

No Kecamatan 2011 2012 2013

1. Sidikalang 149795 139765 208523,1

2. Sitinjo 159342 193249,81 307966,02

3. Berampu 58564 282489,72 145332

4. Parbuluan 74747,44 83836,45 94388,66

5. Sumbul 199879 52229,08 56738,55

6. Silahisabungan 118304,24 26963 131708,03

7. Silima Punggapungga 208523,1 17043 43372,31

8. Lae Parira 68424 76285,25 193249,81

9. Siempat Nempu 94420,16 149443 29453

10. Siempat Nempu Hulu 157443 198534 38975 11. Siempat Nempu Hilir 75922,69 85156,17 49867

12. Tigalingga 74366,54 71466,54 29645


(1)

Prakoso, Kesit Bambang, 2003. Pajak dan Retribusi Daerah..Yogyakarta: UI Press.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi.2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews Dalam Ekonometrik. Medan : USU Press.

Rochmat Soemitro,1988. Asas dan Dasar Perpajakan. Bandung : Eresco

Saragih, Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal Dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi,PT Ghalia Indonesia, Jakarta.

Siahaan, Marihot P. 2005. Pajak dan Retribusi Daerah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Simanjuntak,Daslan 2006. Analisis Pengaruh PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu. Tesis.

Sitompul,Novita Linda, 2005. Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Sumatera Utara.

Sumatera Utara : Magister Ekonomi Pembangunan USU.

Tesis.

Sutedi, Andrian, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah: Cetakan Pertama,Ghalia Sumatera Utara : USU.

Indonesia, Bogor, 2008.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah:

tahun-2009

Wiratno, Bagus, 2011. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah.

UNDIP.

Skripsi


(2)

LAMPIRAN

Realisasi Pajak Daerah pada 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013

No Kecamatan 2011 2012 2013

1. Sidikalang 17135750 14965500 59024400

2. Sitinjo 59124400 18911842 9594350

3. Berampu 13565500 24798950 13565500

4. Parbuluan 4374100 30021000 15261400

5. Sumbul 59024400 22335500 12626000

6. Silahisabungan 5390792 19868500 9062000

7. Silima Punggapungga 59024400 12865500 5618400

8. Lae Parira 2714350 14265500 18911842

9. Siempat Nempu 3428400 5380792 5490792

10. Siempat Nempu Hulu 5490792 12713500 11068000

11. Siempat Nempu Hilir 2053200 20043600 9023003

12. Tigalingga 451250 497250 8316000

13. Gunung Sitember 59024400 20609600 59024400

14. Pegagan Hilir 2634350 461250 13565500


(3)

Realisasi Retribusi Daerah pada 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013

No Kecamatan 2011 2012 2013

1. Sidikalang 1490000 1990000 3264000

2. Sitinjo 3259000 21629700 38167400

3. Berampu 2050000 2968752 2050000

4. Parbuluan 2174000 3026000 2952000

5. Sumbul 3264000 8997000 225000

6. Silahisabungan 1176120 583500 3067000

7. Silima Punggapungga 3264000 1297500 2127500

8. Lae Parira 13773240 2199000 21629700

9. Siempat Nempu 956500 1296120 879678

10. Siempat Nempu Hulu 1176120 2400000 2550000

11. Siempat Nempu Hilir 1685700 1622200 1826950

12. Tigalingga 179000 179000 2000000

13. Gunung Sitember 3264000 3817440 3264000

14. Pegagan Hilir 14473240 188000 2050000


(4)

Realisasi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku pada 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013

No Kecamatan 2011 2012 2013

1. Sidikalang 149795 139765 208523,1

2. Sitinjo 159342 193249,81 307966,02

3. Berampu 58564 282489,72 145332

4. Parbuluan 74747,44 83836,45 94388,66

5. Sumbul 199879 52229,08 56738,55

6. Silahisabungan 118304,24 26963 131708,03

7. Silima Punggapungga 208523,1 17043 43372,31

8. Lae Parira 68424 76285,25 193249,81

9. Siempat Nempu 94420,16 149443 29453

10. Siempat Nempu Hulu 157443 198534 38975

11. Siempat Nempu Hilir 75922,69 85156,17 49867

12. Tigalingga 74366,54 71466,54 29645

13. Gunung Sitember 116599 185235,87 208523,1

14. Pegagan Hilir 45342 71066,54 98456


(5)

(6)