commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah dampak krisis ekonomi memunculkan situasi kegentingan kredit yakni pada satu sisi adalah menurunnya fungsi perbankan sebagai
lembaga keuangan sehingga perkembangan sektor riil akan terhambat dan pada sisi yang lain adalah ancaman terjadinya kredit macet akibat tingkat
suku bunga yang terus meningkatdan tidak terkendali sehingga memicu terjadinya krisis ekonomi. Inflasi merupakan fenomena yang dialami oleh
hamper semua Negara. Karena inflasi akan membawa dampak kehancuran Perekonomian dan usaha perbankan di Indonesia. Hal ini meninggalkan
kredit macet yang cukup besar turunnya jumlah kredit yang di salurkan oleh perbankan.
Semenjak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997 jumlah kredit perbankan terus mengalami penurunan . Pada tahun 1997 pertumbuhan
kredit mencapai 29.09, Pada Tahun 1998 pertumbuhan kredit menurun menjadi 28,90, dan pada Tahun 1999 penyaluran kredit nasional mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 53,81 . Kuncoro, 2006:484. Jika Kredit naik maka mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
proses kapasitas produksi dan sebagai alat pengendali mineter, alat pengendali pagu kredit, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan Negara.
commit to user 2
Tabel 1.1 Total Kredit Konsumsi, Kredit Investasi, Dan Kredit Modal Kerja
Trilyun Rupiah
Tahun Kredit Konsumsi
Kredit Investasi Kredit Modal Kerja
1990 19,9
21,7 76,2
1991 21,0
25,8 87,1
1992 22,9
35,2 87,7
1993 23,7
42,7 107,6
1994 25,3
47,1 141,8
1995 28,4
58,1 168,2
1996 30,9
74,5 200,6
1997 39,5
271,3 134,2
1998 31,0
327,1 187,3
1999 27,1
154,5 95,7
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia, berbagai edisi data diolah
Dari tabel di atas, terjadi penurunan pada kredit konsumsi di tahun 1998 dan 1999; kredit investasi meningkat pada tahun 1998 namun kembali
turun pada tahun 1999; sedangkan kredit modal kerja mengalami fluktuasi setiap tahunnya.
Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi dimensi membawa dampak kehancuran usaha perbankan di Indonesia.
Hal ini meninggalkan kredit macet yang cukup besar, dan sampai saat ini belum terselesaikan oleh badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN
maupun oleh bank pemberi kredit, sehingga membawa dampak terhadap kerugian negara dan rakyat yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari nilai
NPL pada tabel 2 berikut :
commit to user 3
Tabel 1.2 NPL Perbnkan di Indonesia
Tahun NPLs-gross
NPLs-net 1998
48,6 34,7
1999 32,8
7,3 2000
18,8 5,8
2001 12,1
3,6 2002
8,3 2,9
Rendahnya kemampuan manajemen risiko merupakan salah satu kelemahan yang teridentifikasi dari krisis perbankan 19971998, selain
masalah permodalan dan
good corporate governance
. Jasa perkreditan sebagai produk usaha perbankan merupakan salah satu penyumbang
pendapatan terbesar Bank dibanding beberapa produk jasa perbankan lainnya. Wilopo, 2000.
Sebagaimana umumnya
negara berkembang,
sumber utama
pembiayaan investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Dengan demikian wajar apabila melambatnya penyaluran kredit
perbankan di Indonesia setelah krisis 1997 dituding sebagai salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan negara Asia
lainnya yang terkena krisis Korea Selatan dan Thailand. Meskipun kondisi makroekonomi dalam beberapa tahun terakhir relatif membaik, namun kredit
yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis, yang berarti
commit to user 4
bahwa fungsi intermediasi perbankan masih belum pulih atau terjadi disintermediasi perbankan. Hal ini dapat dilihat dari tabel perkembangan
pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1994-2000. Pada dasarnya penyaluran kredit perbankan dipengaruhi oleh dua
sebab yaitu kondisi permintaan dan kondisi penawaran. Rendahnya penyaluran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi penawaran
kredit tetapi karena tidak adanya permintaan kredit dari pihak pengusaha. Pada tahun 2007 bank merencanakan pertumbuhan kredit hingga
mencapai 23 persen. Namun demikian, dari laporan Bank Indonesia, jumlah kredit bank yang sudah disetujui tetapi tidak diambil di awal tahun 2007
meningkat dibanding tahun 2006, yaitu mencapai Rp. 179 triliun pada Januari 2007, sementara pada Januari 2006 hanya mencapai Rp. 143 triliun
Republika, 2007: 13. Keputusan untuk mengambil atau tidak mengambil kredit tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya adalah prospek
investasi, iklim usaha, indek produksi, dan juga tingkat suku bunga kredit yang dibebankan oleh perbankan.
Inflasi adalah salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering muncul dan dialami oleh hampir semua Negara. Dampak dari inflasi menyebabkan
para pelaku ekonomi akan berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam berinvestasi. Dan hal tersebut akan mengakibatkan menurunnya permintaan
kredit.Dengan semakin tinggi inflasi akan menyebabkan turunnya jumlah kredit yang di salurkan oleh perbankan, dan semakin rendah inflasi akan
menyebabkan tingginya jumlah kredit yang ditawarkan oleh perbankan.
commit to user 5
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Penawaran Kredit Bank Sebelum dan Setelah Krisis di
Indonesia Tahun 1990 – 2011”.
B. Rumusan Masalah